TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang
serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti
kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari
penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.7
Vaksinasi merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan
telah dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun
memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan
infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan
kekebalan. Tujuannya adalah memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya
namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit
yang sesungguhnya dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh
dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen / penyakit yang masuk
tersebut.7
B. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO tahun 2015, setiap tahun terjadi kematian
sebanyak 2,5 juta balita, yang disebabkan penyakit yang dapat dicegah melalui
vaksinasi. Radang paru disebabkan oleh pnemumokokus menduduki peringkat
utama (920.136 kematian), diikuti rotavirus (525.977 kematian), campak, pertusis
dan tetanus. Dari jumlah semua kematian tersebut, 76% kematian balita terjadi di
negara-negara sedang berkembang, khususnya Afrika dan Asia Tenggara
(termasuk Indonesia).8
WHO mengatakan bahwa penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui
vaksinasi akan dapat diatasi bilamana sasaran imunisasi global tercapai. Dalam
hal ini bisa tercapai bila lebih dari > 90% populasi telah mendapatkan vaksinasi
terhadap penyakit tersebut.9
3
4
9. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula
vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination)
bila diperlukan.
10. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan
jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi bayi/anak
penerima vaksin.
Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut:11
1. Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh apa yang
harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih
berat.
2. Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.
3. Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan
bidang Pemberantasan Penyakit Menular.
4. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi
untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.
Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 45 0 - 600 ke dalam otot vastus
lateralis atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan ke
arah lutut sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak.
Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan
pada sudut 900.11
Gambar 2.1Lokasi Penyuntikan intramuscular pada Bayi (a) dan anak besar
(b)11
pemberian per oral dalam bentuk pil atau cairan (OPV) lebih banyak dipakai di
Indonesia.
Penyimpanan : OPV : freezer suhu -200 C
Dosis : 2 tetes di mulut
Cara pemberian : per oral
Kemasan : vial disertai pipet tetes
Masa Kadaluaarsa : OPV : 2 tahun pada suhu -200 C
Reaksi Imunisasi : biasanya tidak ada, mungkin pada bayi ada berak berak
ringan
Efek Samping : hampir tidak ada, bila ada berupa kelumpuhan anggota
gerak seperti polio sebenarnya
Kontraindikasi : diare berat, sakit parah, gangguan kekebalan
4. Imunisasi Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang mengandung vaksin campak hidup
yang telah dilemahkan. Kemasan untuk program imunisasi dasar berbentuk
kemasan kering tunggal. Namun ada vaksin dengan kemasan kering kombinasi
dengan vaksin gondong/ mumps dan rubella (campak jerman) disebut MMR.
Penyimpanan : freezer, suhu -200 C
Dosis : setelah dilarutkan, diberikan 0,5 ml
Cara Pemberian : subkutan dalam
Kemasan : vial berisi 10 dosis vaksin yang dikeringkan beserta
pelarut 5 ml (aquadest)
Masa Kadaluarsa : 2 tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada
label)
Reaksi Imunisasi : biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi demam
ringan dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga
pada hari ke 7-8 setelah penyuntikaan, atau pembengkakan
pada tempat penyuntikan.
Efek Samping : sangat jarang, mungkin dapaat terjadi kejang ringan dan
tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan.
Dapat terjadi radang otak 30 hari setelaah penyuntikan tapi
angka kejadiannya sangat rendah.
9
5. Imunisasi Hepatitis A
Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa vaksinasi Hepatitis A dapat memberikan
perlindungan hampir 100% dan dapat bertahan sekitar 15-20 tahun. Vaksin
Hepatitis A berisi virus Hepatitis A yang dilemahkan dan tersedia dalam 2
kemasan dosis, yaitu untuk anak - anak 2-18 tahun dan dewasa usia >18 tahun.
Vaksin diberikan sebanyak 2 kali secara intramuskular di daerah deltoid,
suntikan kedua diberikan 6-12 bulan dari suntikan pertama, dan
selanjutnya tidak diperlukan pengulangan.
6. Imunisasi Varisela
Menurut rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak seluaruh Indonesia),
vaksin varisela dianjurkan pada anak dengan usia >1 tahun, cukup 1 dosis.
Namun berdasarkan penelitian mengenai pencegahan dan penanganan wabah
varisela maka pada tahun 2006 The Advisory Commitee on Immunization
Practices (ACIP) dan America Academy of Pediatrics (AAP)
merekomendasikan 2 dosis untuk semua anak. Hal ini disebabkan masih
timbulnya wabah varisela terutama pada populasi yang sebagian besar telah
dievakuasi. Disimpan dalam suhu 2-80C. Suntikan pertama diberikan saat usia
12-15 bulan dan suntikan kedua pada usia 4-6 tahun sebanyak 0,5 ml secara
subkutan.
7. Imunisasi Rotavirus
Pada tahun 1998, vaksin Rotashield telah digunakan untuk mencegah diare
rotavirus. Namun, karena efek samping yang ditimbulkan (berupa gangguan
usus), maka vaksin tersebut ditarik dari peredaran. Saat ini terdapat 2 vaksin
rotavirus, yaitu :
o Rotarix (GSK) yang merupakan vaksin monovalen karena hanya mengandung
strain manusia P(8)G1.
o Rotateg yang merupakan vaksin prevalen karena mengandung strain manusia
sapi P(8)G1-G4.
Keduanya diberikan melalui mulut (oral). Kedua vaksin tersebut terbukti aman
dari risiko gangguan usus. Efektivitas vaksin berkurang apabila diberikan
bersama vaksin polio oral.
12
8. Imunisasi HPV
Pengembangan vaksin pencegahan vaksin HPV menawarkan harapan baru
untuk mencegah kanker leher rahim. Uji klinis dari 2 generasi pertama vaksin,
satu untuk HPV tipe 16 dan 18, sedangkan yang lainnya untuk tipe 6, 11, 16,
18 telah memperlihatkan proteksi yang cukup tinggi melawan insiden dan
infeksi persisten. Vaksin diberikan 3 dosis (bulan ke-0, ke-1, dan ke-6) secara
intramuskular lengan atas. Vaksin tidak akan memberikan proteksi maksimal
jika tidak menyelesaikan ke-3 dosis tersebut. Sampai saat ini, penelitian selama
5 tahun dan masih berjalan bahwa vaksin ini tidak memerlukan booster,
sehingga masih efektif setidaknya untuk 5 tahun.
diminimalisasi. Meskipun risikonya sangat kecil, reaksi KIPI berat dapat saja
terjadi. Oleh karena itu, petugas imunisasi atau dokter mempunyai kewajiban
untuk menjelaskan kemungkinan reaksi KIPI apa saja yang dapat terjadi. Dan bagi
orang yang hendak menerima vaksinasi mempunyai hak untuk bertanya dan
mengetahui apa saja reaksi KIPI yang dapat terjadi.14
Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang
berhubungan dengan imunisasi, baik oleh karena efek vaksin maupun efek
samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, kesalahan program,
reaksi suntikan, atau penyebab lain yang tidak dapat ditentukan. Secara umum,
reaksi KIPI dapat dikategorikan sebagai akibat kesalahan program, reaksi
suntikan, dan reaksi vaksin.14
Klasifikasi KIPI:6
1. Reaksi Vaksin, misal : induksi vaksin, potensiasi vaksin, sifat dasar vaksin
2. Kesalahan program, misal : salah dosis, salah lokasi dan cara penyuntikan,
semprit dan jarum tidak steril, kontaminasi vaksin dan alat suntik,
penyimpanan vaksin salah
3. Kebetulan (coincidental), kejadian terjadi setelah imunisasi tapi tidak
disebabkan oleh vaksin. Indikator faktor kebetulan diketemukannya kejadian
yang sama disaat yang sama pada kelompok populasi setempat tetapi tidak
mendapat imunisasi.
4. Injection reaction, disebabkan rasa takut/gelisah atau sakit dari tindakan
penyuntikan, bukan dari vaksin. Misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan
pada tempat suntik, takut, pusing dan mual.
5. Penyebab tidak diketahui, yaitu penyebab kejadian tidak dapat ditetapkan.
Tabel 2.1 Gejala KIPI Menurut Jenis Vaksin6,14
Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI
BCG Pembesaran kelenjar getah bening setempat
Syok anafilaksis, neuritis brakial, dan komplikasi akut
DPT
termasuk kecacatan, serta kematian
Polio Kelumpuhan seperti polio sebenarnya
Demam, timbul bercak akibat trombositopenia,
Campak
komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
Hepatitis B Syok anafilaksis
MMR Syok anafilaksis, ensefalopati
HiB Klinis dari infeksi HiB
Penanganan KIPI
14
G. Catch Up Imunisasi
Catch up imunisasi adalah pemberian imunisasi ulangan maupun lanjutan
yang ditujukan untuk memastikan kadar antibodi tubuh kita telah mencapai kadar
proteksi yang optimal.15
b. Jika 4 atau lebih dosis sudah diberikan sebelum usia 4 tahun, dosis
tambahan harus diberikan pada usia 4 sampai 6 tahun dan setidaknya 6
bulan setelah dosis sebelumnya.
c. Dosis keempat tidak diperlukan jika dosis ketiga diberikan pada usia 4 tahun
atau lebih dan setidaknya 6 bulan setelah dosis sebelumnya.
d. Jika OPV dan IPV diberikan sebagai bagian dari seri, total 4 dosis harus
diberikan, terlepas dari usia anak saat ini.IPV tidak rutin dianjurkan bagi
warga AS usia 18 tahun atau lebih.
6. Vaksin MMR
a. Pastikan bahwa semua anak dan remaja usia sekolah sudah mendapat 2
dosis vaksin MMR; interval minimum antar 2 dosis adalah 4 minggu.
7. Vaksin Varicella
a. Pastikan bahwa semua orang yang berusia 7 hingga 18 tahun tanpa bukti
kekebalan tersedia di website CDC, mendapat 2 dosis vaksin varicella.
Untuk anak usia 7 hingga 12 tahun, interval minimum yang disarankan antar
dosis adalah 3 bulan (jika dosis kedua diberikan setidaknya 4 minggu
setelah dosis pertama, dapat diterima sebagai valid); untuk orang-orang
yang berusia 13 tahun dan lebih, interval minimal antar dosis adalah 4
minggu.
8. Vaksin hepatitia A
a. Interval minimum antara dua dosis adalaah 6 bulan
9. Vaksin HPV
a. Berikan seri vaksin untuk perempuan (baik HPV2 atau HPV4) dan laki-laki
(HPV4) pada usia 13 sampai 18 tahun jika sebelumnya tidak divaksinasi.
b. Gunakan interval dosis rutin yang dianjurkan (lihat di atas) untuk seri vaksin
catch-up.
Kondisi vaksin yang harus segera digunakan jika warna segi empaat bagian
sudah mulai gelap namun masih terang dari warna gelap sekelilingnya.
Kondisi vaksin tidak boleh digunakan jika warna segi empat bagian dalam
gelap/lebih gelap dari warna gelaap disekelilingnya.