Anda di halaman 1dari 23

Clindamycin versus Trimethoprim-Sulfamethoxazole untuk Infeksi Kulit Non-

Komplikatif

Loren G. Miller, M.D., M.P.H., Robert S. Daum, M.D., C.M., C. Buddy Creech,
M.D., M.P.H., David Young, M.D., Michele D. Downing, R.N., M.S.N., Samantha J.
Eells, M.P.H., Stephanie Pettibone, B.S., Rebecca J. Hoagland, M.S., dan Henry F.
Chambers, M.D., untuk Tim DMID 07-0051.

ABSTRAK

LATAR BELAKANG

Infeksi kulit dan struktur kulit adalah kondisi yang umum terjadi pada pemeriksaan

rawat jalan. Namun, tingkat kemanjuran berbagai rejimen antibiotik di era

Staphylococcus aureus (MRSA) (yang resisten terhadap methicillin) dapatan

masyarakat belumlah diketahui dengan jelas.

METODE

Kami melibatkan beberapa pasien yang mendapatkan pemeriksaan rawat jalan untuk

menangani infeksi kulit yang tidak komplikatif yang memiliki selulitis, abses dengan

ukuran diameter lebih besar dari 5 cm (lebih kecil untuk anak-anak yang berusia

lebih muda), atau keduanya. Para pasien pun dilibatkan di empat lokasi penelitian.

Semua abses ditangani dengan insisi dan penyaliran. Para pasien secara acak

ditentukan dengan rasio 1:1 untuk mendapatkan clindamycin atau trimethoprim-

sulfamethoxazole (TMP-SMX) selama 10 hari. Para pasien dan peneliti tidak

mengetahui akan pemberian dan penentuan penanganan dan hasil pengujian


mikrobiologis. Outcome primer adalah kesembuhan klinis 7 sampai 10 hari setelah

akhir penanganan.

HASIL

Sebanyak 524 pasien pun dilibatkan (264 di kelompok clindamycin dan 260 orang di

kelompok TMP-SMX), termasuk didalamnya 155 orang anak-ank (29,6%). Seratus

enampuluh pasien (30,5%) memiliki abses, 280 orang (53,4%) memiliki selulitis, dan

82 orang pasien (15,6%) memiliki infeksi gabungan, yang terdiri dari setidaknya satu

lesi abses dan satu lesi selulitis. S. aureus terisolasi dari lesi 217 orang pasien

(41,4%); yang terisolasi pada 167 (77,0%) orang pasien ini adalah MRSA. Proporsi

para pasien yang sembuh adalah sama pada dua kelompok penanganan pada populasi

yang ditujukan-untuk-ditangani (80,3% pada kelompok clindamycin dan 77,7% pada

kelompok TMP-SMX; perbedaan, -2,6 titik persentase -2,6; interval kepercayaan

[CI] 95%, -10,2 sampai 4,9; P=0,52) dan pada populasi pasien yang dievaluasi (466

pasien; 89,5% pada kelompok clindamycin dan 88,2% pada kelompok TMP-SMX;

perbedaan, -1,2 poin persentase; CI 95%, -7,6 sampai 5,1; P=0,77). Tingkat

kesembuhan tidaklah berbeda secara signifikan antara dua penanganan di sub

kelompok anak-anak, orang dewasa, dan para pasien dengan abses versus selulitis.

Proporsi pasien dengan efek samping adalah sama di kedua kelompok.

KESIMPULAN

Kami tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara clindamycin dan TMP-

SMX, dalam hal tingkat kemanjuran ataupun efek samping, untuk penanganan
infeksi kulit yang tidak komplikatif, yang mencakup selulitis dan abses. (Didanai

oleh National Institute of Allergy and Infectious Diseases dan National Center for

Advancing Translational Sciences, National Institutes of Health; ClinicalTrials.gov

nomor NCT00730028).

INFEKSI KULIT DAN STRUKTUR-KULIT (disini disebut dengan instilah infeksi

kulit) merupakan kondisi yang umum pada para pasien yang mendapatkan

penanganan medis di Amerika Serikat, yang dimana kondisi ini ada pada 14,2 jtua

kunjungan rawat jalan di tahun 2005 dan lebih dari 850.000 admisi rumah sakit

(pendaftaran untuk dirawat di rumah sakit). Infeksi kulit berhubungan dengan

beberapa komplikasi yang cukup dikenal, yang mencaku bakteremia, kebutuhan

untuk perawatan di rumah sakit dan prosedur tindakan bedah, dan juga kematian.

Hasil kultur lesi infeksi kulit di Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa hampir

dari seluruh infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aurues (MRSA) yang resisten

terhadap methicillin, dan tingkat kemanjuran berbagai rejimen antibiotik di area-area

dimana MRSA dapatan-masyarakat menjadi endemic belum lah diketahui. Baik

clindamycin ataupun trimethroprim-sulfamethoxazole (TMP-SMX) adalah obat yang

direkomendasikan karena berbiaya rendah dan aktivitiasnya dapat menanggulangi

MRSA dapatan masyarakat dan S. aureus yang mudah ditangani oleh methicilin

(MSSA), namun juga belumlah banyak jumlah data komparatif untuk mengetahui

tingkat keamanan dan kemanjuran akan senyawa-senyawa antibiotik ini untuk

penanganan infeksi kulit. Untuk menanggulangi keterbatasan ini, kami pun

melakukan percobaan klinis acak yang membandingkan clindamycin dan TMP-SMX

untuk penanganan infeksi kulit non-komplikatif di empat lembaga penanganan


kesehatan di Amerika Serikat yang berlokasi di area-area dengan endemisitias MRSA

yang terkait dengan masyarakat.

METODE

RANCANGAN DAN POPULASI PENELITIAN

Kami melakukan satu percobaan klinis multi-senter, prospektif, acak, dan buta ganda

untuk meneliti clindamycin versus TMP-SMX untuk penanganan infeksi kulit non-

komplikatif. Para pasien akan dianggap layak jika mereka memiliki dua tanda dan

gejala atau lebih selama 24 jam atau lebih, dimana tanda dan gejala ini mencakup:

erithema, pembengkakan atau indurasi, panas pada bagian tubuh lokal, saliran

purulen, dan rasa sakit. Para pasien dikategorisasikan sebagai pasien yang memiliki

selulitis (ditentukan sebagai kondisi inflamasi kulit dan struktur kulit terkait tanpa

tanda dan saliran kumpulan cairan), abses (ditandai sebagai kondisi sirkumskrip, dan

kumpulan nanah yang dapat disalirkan), atau keduanya (jika lesi selulitis dan abses

muncul). Kriteria eksklusi adalah infeksi kulit superfisial (contohnya; impetigo),

infeksi kulit pada lokasi tubuh dan membutuhkan penanganan khusus (contohnya;

perirectal, genital, atau infeksi tangan), gigitan manusia atau hewan di lokasi infeksi,

demam tinggi (suhu pada mulut mencapai >38,5C [38.0C pada anak-anak yang

berusia 6 sampai 11 bulan]), mendapatkan obat yang dapat menurunkan tingkat

imunitas, atau keberadaan kondisi yang menurunkan imunitas tubuh, atau gagal

ginjal kronis, obesitas (indeks masa tubuh [bobot dalam kilogram dibagi dengan

kuadrat tinggi dalam satuan meter], >40), lokasi bedah atau infeksi dari alat prostetik,

dan mendapatkan terapi antibakterial dengan aktifitas antistaphylococcal pada 14


hari sebelumnya. Para pasien akan dianggap tidak layak jika mereka tinggal di

fasilitas penanganan/ perawatan jangka panjang, memiliki kanker, atau gangguan

inflamatori yang membutuhkan penanganan dalam 12 bulan sebelumnya, atau telah

mendapatkan tindakan bedah dalam 12 bulan sebelumnya. Semua kriteria inklusi dan

eksklusi dimuat di dalam Tabel S1 pada Lampiran Tambahan, tersedia dengan teks

utuh artikel ini di NEJM.org. Protokol utuh dan perencanaan analisis statistik juga

tersedia di NEJM.org.

POPULASI PENELITIAN, STRATIFIKASI, DAN RANDOMISASI/

PENGACAKAN

Dari bulan Mei 2009 sampai bulan Agustus 2011, para pasien direkrut di empat

lokasi (Pusat Medis Universitas Chicago, Chicago; Rumah Sakit Umum San

Fransisco, San Fransisco; Pusat Medis Harbor-UCLA [Universitas California, Los

Angeles]; Torrance, CA; dan Pusat Medis Universitas Vanderbilt, Nashville) dari

klinik-klinik penanganan cepat, bagian gawat darurat, dan klinik-klinik terafiliasi.

Semua pasien atau orang tua/ wali mereka pun memberikan pernyataan atas

kebersediaan mereka. Protokol penelitian telah mendapatkan izin dari badan peninjau

kelembagaan di tiap institusi.

Para pasien distratifikasi kedalam satu dari dua kelompok pada basis karakteristik

infeksi yang muncul sebelum proses randomisasi: satu kelompok yang menyertakan

para pasien penderita abses atau selulitis yang berukuran lebih besar (kelompok

dengan ukuran abses-selulits yang lebih bear) atau kelompok yang menyertakan para

pasien dengan abses yang berukuran lebih kecil (kelompok abses-terbatas). Protokol
dan rencana analisis data menspesifikasikan bahwa kelompko dengan abses terbatas

dan kelompok dengan abses-selulits yang berukuran lebih besar dianalisis secara

terpisah karena adanya perbedaan pemberian penanganan, dimana kelompok pasien

dengan abses-terbatas menyertakan satu kelompok plasebo. Para pasien yang

memiliki abses tunggal dengan diameter lebih dari 5,0 cm (3,0 cm pada para pasien

yang berusia 6 sampai 11 bulan, dan 4,0 cm pada para pasien yang berusia 1 sampai

8 tahun) distratifikasi kedalam kelompok dengan abses terbatas. Semua pasien

lainnya, termasuk didalamnya pasien yang memiliki abses dengan ukuran diameter

lebih dari 5,0 cm (dan secara proporsional berukuran lebih kecil pada anak-anak

yang berusia muda), para pasien dengan dua lokasi infeksi kulit atau lebih, dan para

pasien dengan selulitis tanpa abses (mencakup erisipelas) distratifikasi kedalam

kelompok abses-selulitis yang berukuran lebih besar. Ukuran kavitas/ rongga abses

diukur secara manual dalam tiga dimensi (lebar, panjang, dan kedalaman) dan dicatat

pada bentuk terstandarisasi. Semua abses ditangani melalui insisi ataupun penyaliran.

Di dalam artikel ini, kami pun menjelaskan hasil hanya untuk kelompok pasien

dengan abses-selulitis yang berukuran lebih besar saja.

MEDIKASI PENELITIAN

Setelah abses dikeringkan (jika ada) dan ukuran abses diketahui, maka para pasien

secara acak ditentukan dalam rasio 1:1 untuk mendapatkan clindamycin atau TMP-

SMX. Randomisasi variable-block, dengan penentuan/ pengaturan yang dilakukan

secara independen di tiap lokasi, pun dilakukan dengan satu organisasi penelitian

kontrak independen (EMMES) yang mengembangkan kode randomisasi.


Cindamycin diberikan pada dua tablet @150 mg tiga kali dalam satu hari. TMP-

SMX diberikan pada dosis 160 mg trimethoprim dan 800 mg sulfamethoxazole yang

diberikan sebagai dua tablet kekuatan tunggal dua kali sehari. Para pasien yang

secara acak ditentukan untuk mendapatkan TMP-SMX diberikan dua pil plasebo

untuk dosis tengah hari. Dosis anak-anak disesuaikan menurut berat badan pasien

(Tabel S2 pada Lampiran Tambahan); suspensi cair tersedia untuk pendosisan pasien

anak-anak. Pil pun dimasukan kedalam kapsul untuk mencegah pengidentifikasian

oleh staf penelitian dan para pasien, dan rasa preparasi cair clindamycin pun

disamarkan dengan menggunakan perasa tambahan, hal ini dilakukan untuk

mencegah pengidentifikasian dan untuk meningkatkan kepatuhan konsumsi

medikasi. Para pasien tidak tahu akan penentuan penanganan, begitu juga dengan staf

dan anggota penelitian, dengan pengecualian ahli farmasi di dalam penelitian, yang

menentukan pendosisan yang tepat. Obat untuk penelitian ini dibeli oleh sponsor

penelitian, yaitu Lembaga Nasional Alergi dan Penyakit-Penyakit Infeksi Lembaga

Kesehatan Nasional.

PENELITIAN MIKROBIOLOGI DAN DATA DEMOGRAFIS

Untuk mencegah adanya bias karena peneliti, jika terjadi kegagalan dalam

penanganan, para peneliti tidak mengetahui akan hasil mikrobiologis, walaupun

hasilnya dapat didapat oleh monitor keselamatan independen jika diminta. Kultur

kulit melalui penyekaan pun didapatkan jika terdapat retakan kulit, eksudat, cairan

dari bagian yang melepuh, atau material lainnya yang dapat diambil kulturnya. Lesi

yang tidak bersifat supuratif pun tidak diambil sampel nya. Uji kultur,

pengidentifikasian spesies dari jaringan yang diisolasikan, dan uji kerentanan


dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium mikrobiologi klinis di tiap lembaga

yang berpartisipasi sesuai dengan metode yang disetujui oleh Lembaga Standar

Laboratorium dan Klinis. Pengawasan eksternal untuk kegiatan penelitian pun

diberikan oleh dua organisasi penelitian kontrak, yaitu Pengembangan Produk

Farmaseutikal (PPD) dan Divisi Mikrobiologi dan Penyakit-Penyakit Infeksi

Operasi-operasi Penelitian Klinis dan Dukungan Manajemen (DMID-CROMS).

Para pasien disurvey tentang karakteristik-karakteristik demografi dan kondisi-

kondisi penyertanya. Para pasien dilihat di tiap akhir penanganan (hari ke-12), pada

uji kesembuhan (7 sampai 10 hari setelah selesainya terapi 10 hari), dan pada follow

up 1 bulan (hari ke-40). Informasi tentang respons klinis dan potensi efek samping

obat pun didapatkan melalui penggunaan format terstandarisasi.

ANALISIS STATISTIK

Outcome penelitian primer/ utama adalah kesembuhan klinis pada kunjungan untuk

dilakukannya pengujian kesembuhan. Dua analisis kemanjuran uama pun dilakukan:

satu pada populasi yang ditujujukan untuk sembuh dan yang lainnya pada populasi

pasien yang dapat dievaluasi (Gambar 1). Buruknya kesembuhan klinis ditentukan

sebagai rendahnya tingkat kesembuhan tanda atau gejala infeksi, kemunculan efek

samping yang membutuhkan penghentian penanganan melalui penggunaan obat

dengan obat penelitian dalam 48 jam pertama, atau kemunculan efek samping pada

sebelum kunjungan untuk uji kesembuhan: kemunculan infeksi kulit di lokasi tubuh

yang baru, penanganan bedah infeksi kulit yang tidak direncanakan, atau perawatan

di rumah sakit yang berkaitan dengan infeksi. Hipotesis nol utama adalah bahwa
clindamycin dan TMP-SMX memiliki tingkat kesembuhan yang sama. Penelitian

dirancang sebagai percobaan superioritas/ keunggulan dengan kekuatan 80% untuk

mendeteksi perbedaan absolut antara dua kelompok penanganan akan point usia-10

persen pada tingkat penanganan (85% vs 95%) di dalam populasi yang dapat

dievaluasi pada tingkat alfa 0,05. Jika diasumsikan tingkat atrisi 20%, kami pun

mengkalkulasikan bahwa 524 orang pasien (262 di tiap kelompok) perlu untuk

dilibatkan. Outcome sekunder praspesifiksai adalah tingkat kesembuhan di akhir

penanganan dan pada kunjungan follow up bulanan; tingkat kesembuhan pada

individu dewasa dan populasi pasien anak-anak; tingkat kesembuhan pada para

pasien dengan selulitis, abses, atau gabungan abses-selulitis (ditentukan sebagai lesi

abses dan selulitis yang terpisah) pada kunjungan untuk menguji kesembuhan, dan

tingkat efek samping. Pembandingan antar kelompok dilakukan dengan penggunaan

uji Chi-square Pearson. Uji kepastian Fisher, atau uji analisis-varian, jika dibutuhkan;

semua pengujian adalah pengujian dengan dua-sisi. Analisis interim untuk

keselamatan/ keamanan dilakukan oleh satu komite pemonitoran keselamatan dan

data independen. Temuan-temuan dari percobaan dijelaskan sesuai dengan pedoman

Standar Terkonsolidasi Pelaporan Percobaan (CONSORT).


Gambar 1. Pelibatan/ Penyertaan, Randomisasi/ Pengacakan, dan Follow-up.

TMP-SMX: trimethopriim-sulfamethoxazole
HASIL

KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK KLINIS DAN DEMOGRAFIS

PASIEN

Sebanyak 524 orang pasien pun dilibatkan; 264 pasien mendapatkan penanganan

dengan obat clindamycin, dan 260 pasien mendapatkan obat TMP-SMX (Gambar 1).

Sebanyak 52,3% pasien adalah berjenis kelamin laki-laki, 53,2% orang merupakan

pasien kulit hitam, 40,3% orang merupakan pasien kulit putih, dan 28,6% pasien ber-

ras Latin. Usia rerata pasien adalah 27,1 tahun. Sebanyak 29,6% pasien adalah anak-

anak (Tabel 1, Tabel S3 pada Lampiran Tambahan). Tidak terdapat perbedaan

demografis yang signifikan antar kelompok.

Abses muncul pada 160 orang pasien (30,5%), selulitis pada 280 pasien (53,4%), dan

gabungan abses-selulits muncul pada 82 pasien (15,6%); lesi yang muncul pada 2

pasien (0,4%) tidaklah terkarakterisasi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan

antar kelompok dalam hal presentasi klinis, tanda, ataupun gejala. Insisi dan

penyaliran dilakukan pada 44,5% pasien. Informasi klinis yang mendetail pada

pasien ditampilkan pada Tabel 1.

Kultur didapat untuk 296 pasien (56,5%). Isolat baseline yang paling umum yang

ditemukan pada kultur adalah S. aureus (217 dari 524 pasien, 41,4%) (Tabel 2); 27

dari 217 isolat (12,4%) adalah bakteri yang resisten terhadap clincamycin, dan 1 dari

217 isolat (0,5%) adalah yang resisten terhadap TMP-SMX. Stratifikasi hasil kultur

mengacu pada tipe infeksi kulit, dan hal ini ditampilkan pada Tabel 4 pada Lampiran

Tambahan.
KESEMBUHAN KLINIS PADA KUNJUNGAN UNTUK DILAKUKANNYA

UJI-KESEMBUHAN

Tingkat kesembuhan pada populasi yang memang ditujukan untuk sembuh (524

pasien) pada kunjungan uji kesembuhan adalah 80,3% (interval kepercayaan [CI]

95%, 75,2 sampai 85,4) di kelompok clindamycin dan 77,7% (CI 95%, 72,3 sampai

83,1) di kelompok TMP-SMX (perbedaan, -2,6 titik persentase; CI 95%m -10,2

sampai 4,9; P = 0,52) (Tabel 3). Pada populasi yang dapat dievaluasi (466 pasien),

tingkat kesembuhan adalah 89,5% (CI 95%, 85,2 sampai 93,7) pada kelompok

clindamycin dan 88,2% (CI 95%, 83,7 sampai 92,7) di kelompok TMP-SMX

(perbedaan, -1,2 titik persentase; CI 95%, -7,6 sampai 5,1; P = 0,77) (Gambar 2).

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok penanganan, pada populasi

yang ditujukan untuk ditangani ataupun populasi yang dapat dievaluasi, di dalam

sub-sub kelompok yang terdiri dari anak-anak, individu dewasa, atau pasien dengan

selulitis, abses, ataupun gabungan abses dan lesi selulitis (Tabel 3). Selain itu, tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok di dalam sub-sub kelompok

pasien yang terinfeksi dengan S. aureus, MRSA, ataupun MSSA pada populasi yang

ditujukan untuk ditangani maupun populasi yang dapat dievaluasi. Di dalam populasi

yang dapat dievaluasi, 11 dari 15 pasien yang ditangani dengan clincamycin dengan

isolat S. aureus yang resisten terhadap clindamycin dapat lah mendapatkan

kesembuhan, dibandingkan dengan 77 dari 84 pasien dengan isolat yang dapat

ditanggulangi dengan clindamycin (73,3% [CI 95%, 47,0 sampai 99,7] vs. 91,7% [CI

95%, 85,0 sampai 98,3], P = 0,006).


TINGKAT KEMANJURAN DALAM 1 BULAN

Tingkat kesembuhan pada kunjungan follow up 1 bulan tidak lah berbeda untuk

kelompok yang ditangani dengan clindamycin dengan kelompok yang ditangani

dengan TMP-SMX pada populasi yang memang ditujukan untuk ditangani (masing-

masing, 193 dari 264 pasien [73,1%: CI 95%, -67,6 sampai 78,6] dan 176 sampai

260 pasien [67,7%, CI 95%, 61,8 sampai 73,6]; perbedaan, -5,4 titik persentase [CI

95%, -13,6 sampai 2,8]: P = 0,18) dan pada populasi yang dapat dievaluasi (masing,

masing, 193 dari 230 pasien [83,9%; CI 95%, 78,9 sampai 88,9] dan 176 sampai 225

pasien [78,2%, CI 95%, 72,6 sampai 83,8]; perbedaan, -5,7 titik persentase [CI 95%,

-13,3 sampai 1,9]; P = 0,15).

EFEK SAMPING

Tingkat keseluruhan efek samping adalah sama di kelompok clindamycin dan TMP-

SMX (masing-masing 18,9% dan 18,6%). Efek samping yang paling umum di

kelompok clindamycin dan TMP-SMX adalah diare (9,7% dan 10,1%), mual (2,3%

dan 2,7%), muntah (2,3% dan 1,6%), pruritus (1,5% dan 1,2%), dan ruam (1,2% dan

0,8%) (Tabel S5 pada Lampiran Tambahan). Tidak terdapat kasus diare yang

disebabkan oleh Clostridium difficile. Hampir dari seluruh efek samping adalah

bersifat ringan atau sedang dan dapat sembuh dengan sendirinya tanpa sekuelae

(kondisi adanya kondisi yang diakibatkan oleh penyakit atau gangguan sebelumnya).

Tidak terdapat efek samping serius yang disebabkan oleh penanganan (Tabel S6).

Tingkat tidak diteruskannya penanganan akibat efek samping adalah sama di kedua

kelompok (8,3% dan 8,8%) (Tabel S7 di Lampiran Tambahan).


Tabel 1. Karakteristik Pasien Baseline (di Awal/ pada saat penelitian dimulai),

Menurut Kelompok Penanganan

Kelompok Clindamycin Kelompok TMP-SMX Semua Pasien (N=524)


Karakteristik
(N=264) (N=260)
Jenis kelamin perempuan jmlh 129 (48,9) 121 (46,5) 250 (47,7)
(%)
Latar belakang etnis Latin jmlh
(%)
Non-Latin atau Non-Hispanik 188 (71,2) 186 (71,5) 374 (71,4)
Hispanik atau Latin 76 (28,8) 74 (28,5) 150 (28,6)
Ras atau kelompok etnik jmlh
(%)
Indian atau Penduduk asli Alaska 1 (0,4) 2 (0,8) 3 (0,6)
Asia 5 (1,9) 4 (1,5) 9 (1,7)
Hawaii atau Kepulauan Pasifik 4 (1,5) 2 (0,8) 6 (1,1)
Kulit Hitam 141 (53,4) 138 (53,1) 279 (53,2)
Kulit Putih 102 (38,6) 109 (41,9) 211 (40,3)
Multiras 10 (3,8) 4 (1,5) 14 (2,7)
Lainnya atau tdk diketahui 1 (0,4) 1 (0,4) 2 (0,4)
Kelompok usia jmlh (%)
<1 tahun 6 (2,3) 5 (1,9) 11 (2,1)
1-8 tahun 45 (17,0) 42 (16,2) 87 (16,6)
9-17 tahun 30 (11,4) 27 (10,4) 57 (10,9)
18 tahun 183 (69,3) 186 (71,5) 369 (70,4)
Suhu -- C 36,610,50 36,590,52 36,600,51
Area luka cm2 43,84140,03 35,3571,13 39,62111,28
Adanya saliran purulen jmlh 124 (47,0) 113 (43,5) 237 (45,2)
(%)
Dilakukannya insisi dan 122 (46,2) 111 (42,7) 233 (44,5)
penyaliran jmlh (%)
Tipe lesi jmlh (%)
Hanya abses 80 (30,3) 80 (30,8) 160 (30,5)
Hanya selulitis 136 (51,5) 144 (55,4) 280 (53,4)
Gabungan abses dan selulitis 47 (17,8) 35 (13,5) 82 (15,6)

Data lengkap pada demografi danusia, distratifikasi menurut kelompok

penanganan, ini ditampilkan pada Tabel S3 di Lampiran Tambahan, nilai P untu

semua pembandingan adalah tidak signifikan (P>0,05 untuk semua pembandingan).

Denominator untuk kalkulasi persentase adalah jumlah pasien pada populasi yang

ditujukan untuk ditangani untuk tiap kelompok penanganan. Nilai plus-minus adalah

means/ rerata SD. TMP-SMX adalah trimethoprim-sulfamethoxazole.


Kelompok ras dan etnis daninformasi tentang latar belakang etnik Latik adalah

berasal dari pelaporan diri.

Data tersedia untuk 263 pasien di kelompok clindamycin dan 259 pada kelompok

TMP-SMX.

Area-area dikalkulasikan dengan penggunaan rumus untuk elips ([panjang x lebar x

] /4).

Tipe lesi tidak diketahui pada 2 pasien

Pasien yang dikategorisasikan sebagai yang memiliki gabungan lesi abses dan

selulitis adalah mereka yang memiliki lebih dari satu lesi, dengan setidaknya satu lesi

abses yang di-insisi dan disalirkan dan setidaknya satu lesi selulitis yang tidak

membutuhkan tindakan insisi dan penyaliran.

PEMBAHASAN

Kami melakukan percobaan klinis acak, buta-ganda, dan multisenter untuk

membandingkan TMP-SMX dan clindamycin, yang masing-masing umumnya

direkomendasikan sebagai terapi empiris untuk infeksi kulit non-komplikatif pada

populasi pasien rawat jalan dengan kondisi minor atau kondisi yang tidak memiliki

kondisi penyertanya. Tingkat kesembuhan dengan TMP-SMX dan clindamycin

tidaklah berbeda secara signifikan. Tingkat kesembuhan dengan TMP-SMX berkisar

dari 5 titik persentase lebih tinggi dari 7 sampai 10 titik persentase dan lebih rendah

dari tingkat kesembuhan dengan clindamycin, pada basis interval kepercayaan 95%

untuk perbedaan tingkat kesembuhan pada populasi yang ditujukan untuk ditangani

dan populasi yang dapat dievaluasi. Percobaan superioritas ini tidaklah menunjukkan

superioritas/ keunggulan masing-masing intervensi. Walaupun tidaklah tepat untuk


mengklaim bahwa tidak terdapat perbedaan pada basis hasil negatif uji superioritas,

perbedaan yang penting dapat secara masuk akal dikesampingkan dengan

penggunaan interval kepercayaan. Tingkat efek samping dengan dua terapi tidaklah

berbeda.

Tabel 2. Hasil Kultur Luka pada Baseline (Kondisi di Awal)*

Kelompok Clindamycin Kelompok TMP-SMX Semua Pasien (N=524)


Hasil Kultur (N=264) (N=260)
Jumlah Pasien (%)
Tidak ada kultur yang didapat 110 (41,7) 118 (45,4) 228 (43,5)
Kultur didapat namun tidak ada 6 (2,3) 6 (2,3) 12 (2,3)
pertumbuhan
Kultur didapat namun tidak 4 (1,5) 3 (1,2) 7 (1,3)
memberikan hasil
Kultur positif 144 (54,5) 133 (51,2) 277 (52,9)
Staphylococcus aurues 108 (40,9) 109 (41,9) 217 (41,4)
MRSA 84 (31,8) 83 (31,9) 167 (31,9)
Yang resisten terhadap 12 (4,5) 9 (3,5) 21 (4,0)
clindamycin
Yang resisten terhadap TMP- 1 (0,4) 0 1 (0,2)
SMX
MMSA 25 (9,5) 27 (10,4) 52 (9,9)
Yang resisten terhadap 3 (1,1) 3 (1,2) 6 (1,1)
clindamycin
Yang resisten terhadap TMP- 0 0 0
SMX
Streptococcus pyogenes 3 (1,1) 5 (1,9) 8 (1,5)
Streptococcus Kelompok B 1 (0,4) 1 (0,4) 2 (0,4)
Streptococcus kelompok C beta- 2 (0,8) 0 2 (0,4)
hemolitik
Streptococcus kelompok F beta- 0 1 (0,4) 1 (0,2)
hemolitik
Streptococcus beta-hemolotik 1 (0,4) 0 1 (0,2)
non-kelompok A dan B
Streptococcus kelompok viridans 9 (3,4) 9 (3,5) 18 (3,4)
Spesies enterobacter 1 (0,4) 0 1 (0,2)
Spesies enterococcus 1 (0,4) 1 (0,4) 2 (0,4)
Escherichia coli 2 (0,8) 2 (0,8) 4 (0,8)
Spesies hemofilus 2 (0,8) 2 (0,8) 4 (0,8)
Spesies Klebsiella 1 (0,4) 2 (0,8) 3 (0,6)
Spesies Lactobacillus 2 (0,8) 0 2 (0,4)
Proteus mirabilis 9 (3,4) 1 (0,4) 10 (1,9)
Pertumbuhan bakterial tidak 2 (0,8) 0 2 (0,4)
terspesifikasi
Stephylococcus negatif koagulase 19 (7,2) 19 (7,3) 38 (7,3)
Diphtheroid bacilli (baksil 8 (3,0) 7 (2,7) 15 (2,9)
difteroid)
Lainnya 11 (4,2) 7 (2,7) 18 (3,4)
*Denominator untuk kalkulasi/ penghitungan persentase adalah jumlah pasien pada

populasi yang ditujukan untuk ditangani untuk tiap kelompok. Para pasien dihitung

satukali untuk tiap spesies yang teridentifikasi. MRSA adalah S. aureus yang resisten

terhadap methicillin, dan MSSA adalah S. aureus yang rentan/ dapat ditangani

dengan methicilllin.

Diantara semua pasien, 46% memiliki satu abses atau lebih dengan ukuran diameter

lebih besar dari 5 cm (secara proporsional lebih kecil pada anak-anak), semuanya

mendapatkan tindakan insisi dan penyaliran. Batas/ pembatasan 5 cm didasarkan

pada data dari penelitian observasi single-center yang melibatkan anak-anak, dimana

abses nya memiliki ukuran lebih dari 5 cm akan dikaitkan dengan gagalnya

penanganan. Walaupun insisi dan penyaliran saja sudah cukup untuk penanganan

pada banyak kasus, namun terdapat juga beberapa sub kelompok yang memang

membutuhkan terapi antibiotik. Outcome atau hasil penanganan pada pasien dengan

abses yang ditangani dengan abtibiotik di populasi resiko rendah relatif kami dapat

mencerminkan tingkat kemanjuran nyata yang sama atau kecukupan insisi dan

penyaliran saja. Percobaan-percobaan yang menggunakan plasebo sebagai kendali

adalah dibutuhkan untuk lebih jauh memahami peranan terapi farmakologis aktif di

dalam penanganan para pasien penderita abses.

Tabel 3. Tingkat Kesembuhan pada Kunjungan Uji Kesembuhan di

Keseluruhan Populasi dan Sub-sub Kelompok Tertentu*

Kelompok dengan Kelompok Clindamycin Kelompok TMP-SMX Perbedaan Nilai P


Jumlah/ % (CI 95%) Jumlah/ % (CI 95%) Titik Persentase
Kesembuhan Klinis
jumlah total jumlah total
Semua pasien
Populasi yang 212/264 80,3 (75,2 sampai 202/260 77,7 (72,3 sampai -2,6 (-10,2 sampai 4,9) 0,52
ditujukan untuk 85,4) 83,1)
ditangani
Populasi yg dpt 212/237 89,5 (85,2 sampai 202/229 88,2 (83,7 sampai -1,2 (-7,6 sampai 5,1) 0,77
dievaluasi 93,7) 92,7)
Anak-anak
Populasi yang 70/71 86,4 (78,1 sampai 60/74 81,1 (71,2 sampai -5,3 (-18,6 sampai 7,9) 0,39
ditujukan untuk 94,7) 90,9)
ditangani
Populasi yg dpt 70/76 92,1 (85,2 sampai 60/67 89,6 (81,3 sampai -2,6 (-13,7 sampai 8,6) 0,77
dievaluasi 99,0) 97,8)
Pasien Dewasa
Populasi yang 142/182 77,6 (71,1 sampai 142/186 76,3 (69,8 sampai -1,3 (-10,6 sampai 8,1) 0,81
ditujukan untuk 84,1) 82,9)
ditangani
Populasi yg dpt 142/161 88,2 (82,8 sampai 142/162 87,7 (82,1 sampai -0,5 (-8,5 sampai 7,4) 1,00
dievaluasi 93,6) 93,2)
Para pasien dengan
selulitis tanpa abses
Populasi yang 110/136 80,9 (73,7 sampai 110/144 76,4 (68,9 sampai -4,5 (-15,1 sampai 6,1) 0,38
ditujukan untuk 88,0) 83,9)
ditangani
Populasi yg dpt 110/121 90,9 (85,2 sampai 110/127 86,6 (80,1 sampai -4,3 (-13,1 sampai 4,6) 0,32
dievaluasi 96,6) 93,1)
Pasien dengan
abses
Populasi yang 63/80 78,8 (68,9 sampai 64/80 80,0 (70,4 sampai 1,3 (-12,9 sampai 15,4) 1,00
ditujukan untuk 88,6) 89,6)
ditangani
Populasi yg dpt 63/73 86,3 (77,5 sampai 64/72 88,9 (80,7 sampai 2,6 (-9,8 sampai 15,0) 0,80
dievaluasi 95,1) 97,0)
Pasien dengan
gabungan abses dan
selulitis
Populasi yang 39/47 83,0 (70,9 sampai 28/35 80,0 (65,0 sampai -3,0 (-23,0 sampai 0,78
ditujukan untuk 95,1) 95,0) 17,0)
ditangani
Populasi yg dpt 39/43 90,7 (80,6 sampai 100) 28/30 93,3 (82,5 sampai 2,6 (-13,0 sampai 18,3) 1,00
dievaluasi 100)
Para pasien dengan 136/170 80,0 (73,5 sampai 141/174 81,0 (74,8 sampai 1,0 (-8,1 sampai 10,2) 0,89
satu lesi pada 86,5) 87,3)
populasi yang
ditujukan untuk
ditangani
Para pasien dengan 76/93 81,7 (73,1 sampai 61/85 71,8 (61,3 sampai -10,0 (-23,8 sampai 0,15
>1 lesi pada 90,3) 82,2) 3,9)
populasi yang
ditujukan untuk
ditangani
*Tingkat kepercayaan aktual adalah 95,60% setelah dilakukannya penyesuaian untuk

analisis interim. Nilai P untuk pembandingan ditentukan dengan penggunaan uji

kepastian Fisher.

Tingkat kesembuhan untuk TMP-SMX dan clindamycin adalah sama pada para

pasien yang memiliki selulitis sebagai tipe lesi tunggal. Pada analisis yang sudah

ditentukan pada pasien yang hanya memiliki selulitis, titik estimasi tingkat

kesembuhan rerata TMP-SMX berarti tingkat kesembuhan 86,6 dan 76,4% masing-

masing untuk populasi yang dapat dievaluasi dan populasi yang ditujukan untuk

ditangani tingkat yang 4,3 titik persentasi (CI 95%, -13,1 sampai 4,6) sampai 4,5

titik persentase (CI 95%, -15,1 sampai 6,1) lebih rendah daripada tingkat

kesembuhan dengan clindamycin. Di dalam analisis post hoc pasien dengan selulitis

dengan atau tanpa abses di lokasi lain, tingkat kesembuhan nya adalah 87,9% (138

dari 157 pasien) dengan TMP-SMX dan 90,9% (149 dari 164) dengan clindamycin

pada populasi yang dapat dievaluasi (perbedaan, -3,0 titik persentase [CI 95%, -1,05

sampai 4,6]) dan 77,1% (138 dari 179) dan 81,4% (149 dari 183), masing-masing,

pada populasi yang ditujukan untuk ditangani (perbedaan, -4,3 titik persentase [CI

95%, -13,5 sampai 4,8]). Penelitian kami tidak ditujukan untuk mengetahui

superioritas salah satu obat terhadap obat lainnya di dalam sub kelompok pasien

dengan selulitis, namun data menunjukkan bahwa jika terdapat perbedaan dalam

outcome, nampaknya perbedaan itu sangat kecil. Lebih jauh lagi, untuk mendukung

tingkat kemanjuran TMP-SMX, batas bawa interval kepercayaan adalah diatas 18

sampai 30% untuk inferioritas plasebo terhadap obat-obat aktif yang disebutkan

untuk outcome selulitis pada tahun 2013. Pedoman FDA untuk infeksi bakter akut

dan infeksi struktur kulit.


Penyebab selulitis belum lah dipahami secara mendalam, karena patogen penyebab

nya belum lah dapat diidentifikasi di kebanyakan kasus: hal ini sesuai dengan

penelitian kami, dimana 80% lesi selulitis tidak dapat dikultur karena kulit yang

terdampak tetap utuh. Pendapat para ahli dan data empiris menunjukkan bahwa

selulitis biasanya disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. Temuan kami cukup

provokatif, karena TMP-SMX telah dianggap sebagai pilihan empiris yang buruk

untuk penanganan selulitis. Data terbaru menunjukkan bahwa jenis bakteri S.

pyogenes akan dapat ditangani oleh TMP-SMX jika agar-agar thymadine konsentrasi

rendah digunakan untuk pengujian. Hasil yang didapatkan kami menunjukkan bahwa

TMP-SMX dan clindamycin memiliki tingkat kemanjuran yang sama untuk pasien

penderita selulitis, dan hasil ini sesuai dengan data in vitro.

Dalam hal efek samping, tingkatnya adalah sama pada kedua kelompok. Khususnya,

tingkat efek samping yang berupa diare adalah sama di kedua kelompok. Ketiadaan

diare yang disebabkan oleh C. difficile memiliki kaitan dengan tingkat keparahan

penyakit yang rendah dan usia yang muda, hal ini merupakan karakteristik umum

pasien yang sama di dalam percobaan ini. Ruam memiliki kaitan dengan terapi TMP-

SMX, namun tingkat efek samping dermatologis adalah sama pada kedua kelompok.

Secara keseluruhan, tingkat efek samping adalah sama di sub kelompok pasien anak

dengan sub-kelompok pasien dewasa.


Gambar 2. Pembandingan Kemanjura Clindamycin dan TMP-SMX pada Para

Pasien dengan Infeksi Kulit Non-komplikatif

Grafik diatas menunjukkan proporsi pasien yang diketaui sembuh pada saat

kunjungan uji kesembuhan pada populasi yang ditujukan untuk ditangani dan

populasi yang dapat dievaluasi. Tingkat kepercayaan aktual adalah 95,60% setelah

penyesuaian untuk analisis sementara.

Penelitian kami memiliki kekurangan. Pertama, kami tidak menyertakan para pasien

dengan kondisi-kondisi penyerta yang serius, dan outcome akan infeksi kulit yang

ditangani dengan clindamycin dan TMP-SMX pada populasi yang dengan kondisi

tersebut dapatlah berbeda-beda. Namun, penelitian kami melibatkan para pasien yang

mendapatkan tindakan rawat jalan, dimana hampir 95% kondisi infeksi ditangani,

dan dengan demikian dapat digeneralisasi sebagai populasi yang besar. Kedua, kami

pun hanya mengkaji dua antibiotik, dan tingkat kemanjuran komparatif dan efek

samping dari obat oral lainnya tidaklah diketahui. Namun, kedua antibiotik yang

diteliti pada umumnya sering direkomendasikan oleh para ahli di area-area

endimisitas. Ketiga, para pasien mendapatkan pemeriksaan follow up 1 bulan setelah


selesainya terapi, yang dimana hal ini menjadi kekuatan jika dibandingkan dengan

beberapa penelitian yang tidak memiliki kunjungan follow-up yang

terdokumentasikan. Infeksi S. aureus seringkali kambuh kembali, dan 1 bulan follow

up adalah cukup untuk menilai tingkat kemanjuran obat di dalam mencegah

kekambuhan.

Keempat, dosis clindamycin dan TMP-SMX untuk infeksi kulit belum lah dipahami.

Beberapa ahli menyarankan untuk menggunakannya dua kali dosis yang digunakan

oleh kami (lihat ClinicalTrials.gov nomor NCT00729937), sedangkan yang lain

merekomendasikan dosis yang sama dengan dosis yang digunakan kami. Data kami

menunjukkan bahwa tingkat kemanjuran dosis TMP-SMX 160 mg dan 800 mg

tidaklah berbeda secara signifikan dari dosis clindamycin yang umum

direkomendasikan secara spesifik, 300 mg tiga kali sehari. Terakhir, proporsi

pasien yang memiliki isolat S. aureus yang resisten terhadap clindamycin atau TMP-

SMX (masing-masing 5,2% dan 0,2%) adalah secara relatif rendah. Mengingat

tingkat prevalensi resistensi yang rendah, kontribusinya terhadap kegagalan

penanganan tidaklah diketahui secara jelas, walaupun terdapat satu kecenderungan

terhadap tingkat kesembuhan melalui clindamycin yang lebih rendah untuk infeksi

yang disebabkan oleh S. aureus yang resisten terhadap clindamycin (73,3% vs.

91,7%, P = 0,006) versus isolat yang mudah ditangani oleh clindamycin (73,3% vs.

91,7%, P = 0,06), yang dimana hal ini memunculkan beberapa pertanyaan penting

tentang tingkat respon yang cepat. Sejumlah pasien yang memiliki isolat yang

resisten terhadap clindamycin adalah lebih sedikit (tiga pasien pada populasi yang

dapat dievaluasi), yang mencegah untuk mengambil kesimpulan tentang peranannya

di dalam kegagalan penanganan.


Penelitian kami memiliki kekuatan yang penting. Penelitian kami merupakan

penelitian klinis acak dan buta ganda dan disertai oleh akuntabilitas obat yang detail

(yaitu; penyimpanan, penanganan, dan pemberian, serta dokumentasi akan

pemberiannya), tinjauan sistematis yang mendetail tentang efek samping, dan tingkat

atrisi yang relatif rendah (10,5%). Kami menyertakan pasien dewasa dan anak-anak,

yang dimana cukup penting karena mengingat bahwa infeksi kulit dapat menyerang

pada invidiu di berbagai rentang usia. Terakhir, populasi yang diteliti adalah beragam

dari sisi etnis dan geografis. Singkatnya, kami tidak menemukan perbedaan yang

signifikan antara tingkat kemanjuran clindamyicn dengan TMP-SMX untuk

penanganan infeksi kulit non-komplikatif pada para pasien dewasa dan anak-anak

dengan sedikit atau tanpa kondisi-kondisi penyerta yang serius/ berat.

Anda mungkin juga menyukai