Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Makan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk mempertahankan


kelangsungan hidup. Tanpa makan manusia tidak akan dapat memenuhi
kebutuhan gizinya. Motivasi untuk makan timbul apabila terjadi defisit simpanan
nutrisi di tubuh dan akan terpuaskan oleh makanan yang mengisi kembali defisit
simpanan nutrisi yang terjadi.[1]
Penyimpangan perilaku makan adalah sebuah penyakit dimana si penderita
mengalami gangguan dalam perilaku makan mereka terkait pikiran dan emosinya.
Mereka yang mengalami penyimpangan perilaku makan biasanya sangat
memperhatikan makanan dan berat badannya.[2]
Gangguan makan hadir ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam
tingkah laku makan, seperti mengurangi kadar makanan dengan ekstrem atau
makan terlalu banyak yang ekstrem, atau perasaan menderita atau keprihatinan
tentang berat atau bentuk tubuh yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan
mungkin berawal dari mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih
banyak daripada biasa, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih
sedikit atau lebih banyak terus menerus di luar keinginan.[2]
Penelitian yang dilakukan di Indonesia diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Putra (2008) pada siswi SMAN 70 Jaksel menyebutkan lebih dari
80% responden memiliki gangguan makan dan kecenderungan tipe gangguan
makan yang paling banyak dialami responden yaitu Eating Disorder Not
Otherwise Specified (EDNOS) sebanyak 48,5%. Kemudian dilakukan penelitian
oleh Hapsari (2009) pada kalangan model di OQ Modelling School Jakarta
Selatan menyebutkan bahwa 58,5% mengalami kecenderungan gangguan makan
dengan spesifikasi anorexia nervosa sebanyak 3,1%, bulimia nervosa sebanyak
1,5%, binge eating sebanyak 1,5% dan EDNOS sebanyak 50,8%. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Erdianto (2009) pada mahasiswi jurusan
administrasi perkantoran dan sekretaris, FISIP UI menyebutkan sebanyak 35,9%
responden mengalami gangguan makan dengan tipe gangguan makan paling
banyak dialami responden yaitu Eating Disorder Not Otherwise Specified
(EDNOS) sebanyak 19,4%.[3,4,5]
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan beberapa pembahasan
mengenai gangguan makan karena beberapa klasifikasi dari gangguan makan
berkaitan dengan perjalanan penyakit serta prognosis pasien. Pembagian
klasifikasi gangguan makan ini memungkinkan pendekatan psikiatrik yang
berbeda pada masing-masing jenisnya, sehingga dapat diberikan terapi yang lebih
efektif dan efisien bagi pasien itu sendiri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Makan


Gangguan makan adalah suatu penyakit mental yang dapat
menjadikan ancaman serius bagi pola diet seseorang sehari-hari, seperti
makan dalam jumlah yang sangat sedikit atau makan secara berlebihan.
Kondisi ini dapat dimulai dari hanya makan terlalu sedikit atau terlalu
banyak tetapi memiliki obsesi pada makanan selama kehidupan seseorang
yang mengarah pada perubahan yang parah. Selain pola makan abnormal
yang berbahaya dan adanya kekhawatiran tentang berat badan atau bentuk
tubuh, gangguan ini seringkali terjadi bersama dengan penyakit mental
lainnya seperti depresi, penyalahgunaan zat, atau gangguan kecemasan.[6]
Dalam Diagnostic and Statistical Mental Disorders-IV (DSM-IV)
terdapat tiga jenis gangguan makan yang memiliki kriteria dan ciri khusus
yaitu anorexia nervosa, bulimia nervosa, dan binge eating disorders.
Namun ada satu lagi kondisi dimana terlihat sangat mirip dengan ketiga
jenis gangguan makan di atas tapi secara keseluruhan tidak memenuhi
kriteria yang ada, gangguan makan ini dinamakan Eating Disorders Not
Otherwise Specified (EDNOS). Gangguan makan sering muncul selama
masa remaja atau dewasa muda tetapi juga bisa muncul selama masa kanak-
kanak. Terdapat 2 tipe gangguan makan yang sangat umum dan sering
terjadi di kalangan remaja yakni anorexia nervosa dan bulimia nervosa.[5]
2.2 Anoreksia Nervosa
2.2.1 Definisi
Anorexia nervosa berasal dari istilah anorexia yang berarti
hilangnya selera makan, dan nervosa yang berarti hilangnya selera
makan tersebut dengan memiliki sebab emosional. Istilah tersebut
tidak tepat karena sebagian besar penderita anorexia nervosa secara
aktual tidak kehilangan selera makan. Secara kontras, seraya
melaparkan diri, sebagian besar penderita menjadi sibuk dengan
urusan makanan, mereka dapat membaca buku-buku masakan secara
konstan dan menyiapkan aneka makanan untuk keluarga mereka.[7]
Anorexia berasal dari bahasa Yunani, a kata depan untuk
negasi dan orexis nafsu makan sehingga anorexia berarti hilangnya
atau tidak adanya nafsu makan. Anorexia nervosa adalah sindrom
dimana seseorang dengan sengaja melaparkan dirinya untuk menjadi
kurus, dan mengalami penurunan berat badan yang sangat drastis.[7]
Anorexia nervosa juga merupakan sindrom dimana seseorang
mempertahankan berat badannya agar tetap rendah dan biasanya
mereka takut akan mengalami kegemukan dan cenderung
mempertahankan berat badan agar tetap kurus. Pada penderita
anorexia nervosa, berat badan dipertahankan setidaknya 15% dibawah
berat badan normal dan pada dewasa dengan IMT dibawah 17,5
kg/m2.[8]
Menurut DSM-IV, anorexia nervosa (AN) dimaksudkan dengan
keengganan untuk menetapkan berat badan kira-kira 85% dari yang
diprediksi, ketakutan yang berlebihan untuk menaikkan berat badan,
dan tidak mengalami menstruasi selama 3 siklus berturut-turut.[2]
AN terbagi kepada dua jenis. Dalam jenis restricting-tye
anorexia, individu tersebut menurunkan berat badan dengan berdiet
sahaja tanpa makan berlebihan (binge eating) atau muntah kembali
(purging). Mereka terlalu mengurangi konsumsi karbohidrat dan
makanan mengandung lemak. Manakala pada tipe binge-
eating/purging, individu tersebut makan secara berlebihan kemudian
memuntahkannya kembali secara segaja.[9]
2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi AN tidaklah diketahui tetapi kemungkinan melibatkan
kombinasi psikologis, biologis dan faktor risiko kultural. Faktor risiko
seperti penderaan seksual atau fisik, dan riwayat keluarga yang
mengalami gangguan mood, adalah salah satu faktor risiko
nonspesifik yang meningkatkan kecenderungan kepada gangguan
psikiatris, termasuklah AN. Bagi setengah orang muda, perilaku
makan seperti berdiet yang dilakukan semasa usia remaja dapat
menyebabkan masalah makan yang lebih serius.[10]
2.2.3 Gambaran klinis
Apabila memeriksa pasien dengan AN, adalah sangat penting
untuk memperoleh informasi tentang tanda vital seperti denyut
jantung dalam posisi tidur dan berdiri, tekanan darah dan suhu tubuh,
memeriksa kekeringan kulit dan ekstremitas, informasi sirkulasi
termasuklah adanya bradikardia dan aritmia, informasi mengenai
kesehatan pencernaan, dan informasi tentang sistem saraf pusat yang
boleh menyebabkan penurunan berat badan dan muntah. Komplikasi
fisik termasuklah gangguan pada setiap sistem organ, yang
kebanyakannya dikenal sebagai akibat malnutrisi berat atau fluktuasi
cepat dalam elektrolit semasa kelaparan, dan muntah. Individu
tersebut juga mungkin mengalami palpitasi, pusing, sesak nafas dan
nyeri dada. Mengenai efek AN pada sistem kardiovaskular. AN
menyebabkan prolaps katup mitral, interval QT yang memanjang, dan
gagal jantung. Rambut yang halus kadang-kadang dapat terjadi, dan
alopesia juga kelihatan. Motilitas gastrointestinal menurun,
menyebabkan perlambatan pengosongan lambung dan konstipasi lebih
dari 90% pasien dengan AN mengalami amenorrea sekunder akibat
malnutrisi kronis.[11]
Sebagai akibat dari nutrisi buruk, gangguan endokrin yang
melibatkan aksis hipotalamus-pituitari-gonad timbul, bermanifestasi
pada wanita yaitu amenorrea dan pada laki-laki yaitu kurangnya minat
berseksual dan kurangnya kesuburan. Pada anak-anak yang
prapubertas, terjadi pubertasnya yang terlambat dan perkembangan
dan pertumbuhan fisiknya terganggu. Gejala metabolik lainnya,
seperti lelah dan intoleransi terhadap kedinginan juga disebabkan oleh
gangguan aksis hipotalamus-pituitari-gonad. Selain itu, resiko untuk
mengalami fraktur tulang berkaitan juga dengan pasien dengan AN
karena besar dan densitas mineral tulang yang berkurang.[8]
Kadar serum leptin dalam AN yang tidak ditangani adalah
rendah. Pada AN juga dijumpai peningkatan kadar kortisol dan
kegagalan deksametason untuk mensupresinya. Kadar thyroid-
stimulating hormone (TSH) adalah normal, tetapi kadar tiroksin dan
triiodotironin adalah rendah. Growth hormone meningkat, tetapi
insulin-like growth factor 1 (IGF-1) yang diproduksi oleh hati,
menurun.[11]
Pada pasien dengan tipe tertentu AN, sering dilihat terjadi
peningkatan kadar serotonin otaknya. Hal ini menyokong hipotesis
bahwa kadar serotonin otak yang tinggi dapat menyebabkan perbuatan
kompulsif, atau mungkin menginhibisi pusat selera.[11]
2.2.4 Diagnosis
Diagnosa AN adalah berdasarkan karakteristik perilaku,
psikologis dan fisiknya. Kriteria diagnostik yang digunakan secara
meluas melalui DSM-IV. Kriteria ini termasuklah :[2]
1. Ketakutan berlebihan untuk meningkatkan berat badan atau
menjadi gemuk.
2. Keengganan untuk menetapkan berat badan pada atau di atas
berat normal yang minimal sesuai umur dan ketinggian
tubuhnya.
3. Distorsi pandangan tubuh (merasakan dirinya terlalu gemuk
walaupun dirinya telah underweight).
4. Tidak mengalami menstruasi (amenorrea) selama sekurang-
kurangnya 3 siklus berturut-turut.
2.2.5 Dampak
Sekalipun gangguan makan bersifat kejiwaan namun
dampaknya sangat kuat berhubungan dengan gizi. Tanda pertama pada
penderita anorexia nervosa adalah terjadinya penurunan beruntun
berat badan, simpanan lemak dan otot, proses pertumbuhan, laju
metabolisme, suhu tubuh, dan pengeluaran energi. Penurunan lemak
tubuh akan menyebabkan menurunnya suhu tubuh dan akhirnya
intoleran terhadap dingin.[12]
Terdapat banyak dampak negatif bagi penderita anorexia
nervosa. Depresi adalah diagnosis komorbiditas umum pada penderita
anorexia nervosa sebesar 63 persen di beberapa studi, sedangkan
ditemukan gangguan obsesif-kompulsif (OCD) sebesar 35 persen pada
penderita anorexia nervosa. Anorexia nervosa memiliki dampak
diantaranya dehidrasi, depresi, hiponatremia, otot mengalami atrofi,
penyakit jantung, bradikardia, kerusakan otak, dan lebih parah nya
dapat mengalami kematian.[13]
Anorexia nervosa merupakan sebuah gangguan yang
mengancam jiwa, angka kematian sepuluh kali lebih besar pada para
pasien yang menderita gangguan tersebut dibanding pada populasi
umum dan dua kali lebih besar dibanding pada para pasien yang
menderita berbagai gangguan psikologis lain. Kematian paling sering
disebabkan oleh komplikasi fisik penyakit tersebut, contohnya sesak
nafas karena gagal ginjal dan bunuh diri. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Scott et al (2009) angka kematian kasar untuk
anorexia nervosa sebesar 4% dan untuk bulimia nervosa sebesar 3,9%
serta untuk Eating Disorder Not Otherwise Specified (EDNOS)
sebesar 5,2%.[7,14]
2.2.6 Terapi
Terdapat beberapa indikasi pasien dengan AN yang perlu
dirawat inap di rumah sakit, antara lain ialah berat badan kurang
daripada 75% daripada berat badan ideal, walaupun pemeriksaan
darah rutin dalam batas normal. Untuk pasien yang berat badannya
sangat kurang, kalori yang cukup (kira-kira 1200-1800 kkal/hari)
perlu diberi dalam hidangan sehari-hari dalam bentuk makanan atau
suplemen cairan untuk meningkatkan berat badan dan menstabilkan
keseimbangan cairan dan elektrolit. [10]
Konseling gizi juga membantu untuk menetapkan berat badan
sehat dan memperlengkapkan pasien dan keluarga tentang diet sehat
dan risiko jangka pendek dan jangka panjang akibat gangguan makan.
[11]

Keterlibatan keluarga dalam penatalaksanaan AN pada remaja


telah menjadi komponen standar, walaupun pengobatan utamanya
lebih kepada mengembalikan nutrisi di rumah sakit dan psikoterapi
individu atau konseling. Walaupun sebagian besar pasien dengan AN
perlu dirawat inap, peran keluarga juga memainkan peranan penting
dalam pengobatan yang efektif.[11]
Pengobatan dengan olanzapin ternyata meningkatkan berat
badan dan selera makan pada pasien AN, dan mengubah persepsi diri
tentang gambaran tubuhnya. Mereka akan memikirkan bahwa mereka
lebih normal dan matang.[11]
2.2.7 Prognosis
Mortalitas merupakan risiko pada pasien dengan AN,
disebabkan oleh percobaan bunuh diri atau komplikasi dari gangguan
makan yang kronis. Risiko mortalitas telah menurun sepanjang 25
tahun ini dengan pengobatan dan identifikasi dini AN. Kira-kira 25%
tetap simptomatik. Proses penyembuhan berlangsung lama, bisa 2
tahun dari onset AN.[11]
Terdapat juga pasien dengan AN beralih kepada jenis gangguan
makan lain, seperti bulimia nervosa dan binge-eating disorder,
menunjukkan terdapat hubungan antara gangguan makan tersebut.[11]
Gangguan makan dapat berakibat fatal akibat dari defisiensi
nutrisi yang berkelanjutan. Pasien dengan gangguan makan kadang
kala mencoba untuk membunuh diri atau menghindari kegiatan
sosialnya. Perlu ditekankan bahawa gangguan ini tidak hanya
mengganggu perilaku makan, tetapi juga mendatangkan akibat pada
fisik, psikologis dan aspek sosial pasien.[11]

2.3 Bulimia Nervosa


2.3.1 Definisi
Bulimia nervosa adalah gangguan makan yang berhubungan erat
dengan anorexia nervosa dan hadir dengan serangkaian perilaku yang
cukup mengganggu penderitanya. Berbeda dari penderita anorexia
nervosa yang umumnya memiliki berat badan jauh dibawah normal,
penderita bulimia nervosa memiliki berat badan yang normal bahkan
sampai berlebih.[12]
Bulimia berasal dari bahasa Yunani yang berarti lapar seperti
sapi jantan. Gangguan ini mencakup episode konsumsi sejumlah
besar makanan secara cepat, diikuti dengan perilaku kompensatori,
seperti muntah, puasa atau olahraga berlebihan, untuk mencegah
bertambahnya berat badan. DSM mendefinisikan makan berlebihan
sebagai makan makanan dalam jumlah yang sangat banyak dalam
waktu kurang dari 2 jam.[7]
Pada penderita bulimia nervosa cenderung tidak
mengungkapkan perilaku mereka untuk mencari pengobatan namun
lebih cenderung melakukannya dibanding penderita anorexia nervosa.
Pada penderita bulimia nervosa, makan berlebihan biasanya dilakukan
secara diam-diam, dapat dipicu oleh stress dan berbagai emosi negatif
yang ditimbulkannya dan terus berlangsung hingga orang yang
bersangkutan merasa sangat kekenyangan.[7,8]
Setelah selesai makan berlebihan, rasa jijik, rasa tidak nyaman,
dan takut bila berat badan bertambah memicu tahap kedua bulimia
nervosa, pengurasan untuk menghilangkan efek asupan kalori karena
makan berlebihan. Paling sering dengan cara memasukkan jari-jari
mereka ke tenggorokan agar tersedak, namun setelah satu waktu
banyak yang dapat muntah bila menghendakinya tanpa harus
membuat diri mereka tersedak. Penyalahgunaan obat-obat pencahar
dan diuretik (yang tidak banyak membantu menurunkan berat badan)
serta berpuasa dan olahraga berlebihan juga dilakukan untuk
mencegah penambahan berat badan.[7]
Bulimia nervosa (BN) ditandai dengan episode berulang makan
berlebihan (binge eating) dan kemudian dengan perlakuan
kompensatori (muntah, berpuasa, beriadah, atau kombinasinya).
Makan berlebihan disertai dengan perasaan subjektif kehilangan
kawalan ketika makan. Muntah yang dilakukan secara sengaja, dan
beraktifitas secara berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar,
diuretik, amfetamin dan tiroksin juga boleh terjadi.[8]
DSM-IV mengklasifikasikan BN kepada dua bentuk yaitu
purging dan nonpurging. Pada tipe purging, individu tersebut
memuntahkan kembali makanan secara sengaja atau
menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema. Pada tipe
nonpurging, individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang
digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa atau beriadah secara
berlebihan.[2]
2.3.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Faktor risiko untuk terjadinya BN antara lain ialah faktor
familial seperti obesitas pada orang tua, gangguan afek, dan kritikan
dari keluarga tentang berat badan atau kebiasaan makan. Terdapat juga
kerentanan genetik pada anak kembar untuk mengalami BN tetapi
bagaimana hal ini terjadi tidak begitu jelas.[11]
2.3.3 Gambaran Klinis
Komplikasi fisik BN termasuk kelelahan sebagai akibat
dehidrasi, gangguan pencernaan yang disebabkan oleh muntah dan
penyalahgunaan pencahar, menstruasi yang tidak teratur dan masalah
gangguan kesuburan, dan masalah jantung yang diakibatkan oleh
penyalahgunan ipecac. Perlu diberi perhatian jika terdapat
pembengkakan kelenjar liur yang disebakan oleh muntah-muntah dan
erosi enamel yang diakibatkan oleh regurgitasi asam lambung.[11]
Disebabkan oleh perbuatan muntah yang berulang, individu
tersebut mengalami ketidakseimbangan elektrolit seperti, hipokalemia,
hipokloremia, dan hiponatremia, dan juga boleh menyebabkan
alkalosis. Penggunaan pencahar yang berulang boleh menyebabkan
asidosis metabolik yang ringan.[11]
Gangguan mood adalah sering pada pasien dengan BN.
Kecemasan (anxiety) dan tegang (tension) sering dialami. Kebanyakan
pasien dengan BN mengalami depresi ringan dana sesetengah
mengalami gangguan mood dan perilaku yang serius seperti cobaan
membunuh diri dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
terlarang. Biasanya, pasien dengan BN merasa malu dengan
perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahasiakannya daripada
keluarga dan teman-teman.[8,10]
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis BN menggunakan kriteria diagnostik yang
dikemukakan oleh DSM-IV. Kriteria diagnostik BN ialah:[2]
1. Episode makan berlebihan yang berulang yang
dikarakteristikkan dengan konsumsi sejumlah besar makanan
dalam waktu yang singkat (selalunya kurang daripada 2 jam)
dan perasaan untuk makan tidak terkontrol.
2. Perilaku kompensasi makan berlebihan yang berulang, seperti
memuntahkan kembali, penggunaan pencahar, berdiet keras atau
berpuasa secara berlebihan sebagai melawan perbuatan makan
berlebihan.
3. Perbuatan 1 dan 2 telah berlangsung sebanyak sekurang-
kurangnya 2 kali/minggu selama sekurang-kurangnya 3 bulan.
4. Perhatian yang berlebihan terhadap bentuk dan berat badan.
2.3.5 Dampak
Bulimia nervosa biasanya terjadi pada akhir masa remaja atau
awal masa dewasa. Sekitar 90% kasus terjadi pada perempuan dan
prevalensi pada kaum perempuan diperkirakan sekitar 1- 2% dari
populasi. Bulimia nervosa memiliki dampak bagi tubuh seperti
dijelaskan dalam sebuah studi bahwa subyek dengan riwayat bulimia
nervosa memiliki penurunan yang signifikan terhadap suasana hati
(mood), peningkatan kepedulian terhadap citra tubuh dan kehilangan
kontrol makan setelah campuran tryptophan bebas.[7]
Dampak bulimia nervosa bervariasi menurut tingkat keparahan
kondisi dan perilaku pederita. Dampak umum yang biasanya terjadi
diantaranya yaitu :[12]
1. Depresi, kondisi ini dihubungkan dengan bulimia nervosa
walaupun perilaku ini bukanlah satu-satunya penyebab.
2. Lemah, terjadi akibat ketidakcukupan atau pola makan yang
tidak teratur atau dehidrasi atau ketidakseimbangan asam
lambung karena seringnya muntah atau penyalahgunaan
pencahar.
3. Dehidrasi atau ketidakseimbangan asam lambung, terjadi karena
penderita muntah secara terus-menerus atau sebagai hasil dari
diare
4. karena penggunaan laksatif secara berlebihan.
2.3.6 Terapi
Untuk mengurangi dan mengeliminasi perilaku makan/muntah,
individu tersebut perlu menjalani kaunseling gizi dan psikoterapi,
terutama terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy (CBT))
atau diberi pengobatan seperti antidepresan seperti fluoksetin, yang
merupakan satu-satunya obat yang dibenarkan oleh Food and Drug
Administration untuk mengobati BN.[8]
CBT merupakan pengobatan psikologis jangka pendek (4-6
bulan) yang berfokus pada perhatian berlebihan pada bentuk dan berat
badan, diet yang persisten dan perilaku makan/muntah yang
menggambarkan gangguan ini.[10]
2.3.7 Prognosis
Prognosis BN lebih baik daripada prognosis AN. Mortalitas
yang rendah, dan penyembuhan sempurna bisa terjadi pada 50%
dalam masa 10 tahun. Kira-kira 25% pasien mengalami simptom BN
yang persisten dan ada yang beralih dari BN menjadi AN.[11]

2.4 Binge-eating Disorder


2.4.1 Definisi
Binge eating artinya mengkonsumsi makanan yang banyak
dalam periode waktu yang singkat. Episode binge sering timbul pada
waktu yang sama setiap hari atau timbul sebagai akibat rangsangan
emosional seperti depresi, jemu, atau marah dan kemudian diikuti oleh
periode puasa berkepanjangan.[15]
Menurut DSM-IV, kriteria binge-eating disorder (BED)
memerlukan komponen episode makan berlebihan, sama seperti BN,
tetapi yang membedakan BED dengan BN ialah BED tidak
melibatkan perbuatan untuk melawan perilaku makan berlebihan,
seperti memuntahkan kembali makanan, penggunaan pencahar dan
beriadah berlebihan.[2]
2.4.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Obesitas semasa kecil dan orang tua yang mengalami obesitas
merupakan faktor risiko spesifik untuk terjadinya BED, dan BED
berkaitan dengan kelainan genetik yang sangat jarang, yaitu mutasi
pada gen untuk reseptor melanokortin 4.[11]
2.4.3 Gambaran Klinis
Komplikasi fisik BED termasuk peningkatan berat badan, dan
ruptur lambung (jarang) (Abraham dan Stafford, 2004). Individu
dengan BED juga mengalami rasa bersalah, malu dan tertekan akan
perilaku makannya, yang dapat mengakibatkan keadaan perilaku
makannya lebih buruk.[8]
2.4.4 Diagnosis
Diagnosis BED menggunakan kriteria diagnostik yang
dikemukakan oleh DSM-IV. Kriteria BED termasuk:[2]
1. Episode makan berlebihan yang berulang, seperti BN.
2. Episode makan berlebihan yang lebih cepat daripada biasa,
makan hingga perut terasa terlalu penuh, makan sejumlah besar
makanan walaupun tidak merasa lapar, makan sendirian karena
merasa malu dengan jumlah makanan yang dikonsumsinya,
dan/atau merasa jelek terhadap diri sendiri, depresi, dan rasa
bersalah selepas makan.
3. Rasa tertekan terhadap perbuatan makan yang berlebihan.
4. Perilaku makan tersebut berlaku sekurang-kurangnya 2
hari/minggu selama 6 bulan.
5. Perilaku makan tersebut tidak diikuti dengan perbuatan
kompensatori untuk melawan balik perilaku makan itu
2.4.5 Dampak
Penderita binge eating disorder cenderung mengalami
overweight. Hal ini akan menyebabkan komplikasi bagi kesehatan
tubuhnya. Seperti terjadinya depresi, kecemasan, kepanikan,
penyalahgunaan obat-obatan, tekanan darah tinggi, diabetes tingkat II,
penyakit jantung, stroke, dll. Binge eating disorder dapat
menyebabkan terjadiya rupture gastric atau esophagus dan obesitas.[4]
2.4.6 Terapi
Tujuan terapi pada pasien dengan BED ialah untuk megurangi
perilaku makan berlebihan tersebut, memperbaiki simptom gangguan
mood dan rasa cemas yang berkaitan dengan ED, dan mengurangi
berat badan pada individu yang juga mengalami obesitas. Terapi
psikologis seperti cognitive behavioral therapy dan farmakologis
bukan saja efektif mengobati BN tetapi berguna untuk mengurangi
frekuensi makan padan pasien dengan BED dan memperbaiki
gangguan mood.[4]
2.4.7 Prognosis
BED mempunyai kadar remisi yang tinggi, walaupun tanpa
pengobatan. Juga tidak ada kecenderungan untuk BED beralih ke tipe
gangguan makan yang lain.[11]

2.5 Eating Disorders Not Otherwise Specified (EDNOS)


2.5.1 Definisi
Eating Disorders Not Otherwise Specified (EDNOS) merupakan
kategori gangguan makan yang sangat luas dimana penderitanya
hanya memiliki sebagian sindrom dari kriteria anorexia nervosa atau
bulimia nervosa. Sekitar 50% penderita gangguan makan masuk
kedalam kategori EDNOS.[5]
2.5.2 Gambaran Klinis
Karakteristik EDNOS menurut Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV) adalah :[2]
1. Pada wanita, semua kriteria anorexia nervosa kecuali wanita
yang masih mengalami menstruasi secara teratur.
2. Orang yang mengalami semua kriteria anorexia nervosa
meskipun berat badannya turun drastis namun masih dalam
batas yang normal.
3. Orang yang memenuhi kriteria bulimia nervosa kecuali orang
yang frekuensi binge eating dan mekanisme
pengkompensasiannya pada frekuensi kurang dari 2 kali dalam
seminggu atau selama durasi kurang dari 3 bulan.
4. Melakukan pengkompensasian setelah memakan sedikit
makanan ( contoh: tidak melakukan binge eating (makan dalam
jumlah besar) namun melakukan pemuntahan. Hal ini biasa
dilakukan pada individu dengan berat badan yang normal.
5. Mengunyah dan menikmati rasa makanan dalam jumlah besar
namun tidak menelannya.
Ada hal yang perlu diingat yaitu karakteristik penderita EDNOS
dapat menjadi sangat subjektif, tergantung dengan kondisi yang
sebenarnya. Contoh, jika seseorang mengalami episode bingeing dan
purging sesuai dengan ambang batas yang ditetapkan DSM-IV namun
tidak memiliki perhatian yang berlebihan terhadap berat badan dan
bentuk tubuh (berat badan dan bentuk tubuh bukan merupakan alat
evaluasi diri) maka ia lebih cocok digolongkan dalam EDNOS
bukan bulimia nervosa.[11]
2.5.3 Diagnosis
Menurut DSM-IV terdapat beberapa kriteria diagnosis penderita
EDNOS yaitu:[2]
1. Seorang perempuan yang memenuhi semua kriteria anorexia
nervosa tetapi masih mengalami menstruasi secara normal.
2. Seorang perempuan yang memenuhi kriteria anorexia nervosa
tetapi berat badannya masih dalam ambang batas normal (85%
berat badan orang dengan usia dan tinggi badan yang sama).
3. Seseorang yang memenuhi semua kriteria bulimia nervosa tetapi
episode binge-eating dan perilaku kompensasinya :
a. Kurang dari 3 bulan
b. Kurang dari 2 kali per minggu
4. Melakukan perilaku kompensasi setelah makan dalam jumlah
yang normal atau sedikit (tidak ada episode binge-eating).
5. Terus-menerus mengunyah dan meludahkan sebagian besar
makanan tanpa menelannya.
6. Binge-eating disorder (BED)
2.5.4 Dampak
Eating Disorders Not Otherwise Specified (EDNOS) memiliki
kesamaan dengan sindrom anorexia nervosa dan bulimia nervosa
sehingga bahaya fisik dan gangguan psikososial pun sangat mirip
dengan kondisi diagnostik dari anorexia nervosa dan bulimia nervosa.
Penderita Eating Disorders Not Otherwise Specified (EDNOS) yang
obesitas memiliki resiko cacat psikologis dan fisik seperti harga diri
rendah, memiliki resiko diabetes, penyakit jantung, hipertensi dan
stroke.[8]
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Makan
Seperti dalam berbagai psikopatologi lain, satu faktor tunggal tidak
mungkin menjadi penyebab gangguan makan. Beberapa bidang penelitian
dewasa ini-genetik, peran otak, tekanan sosiokultural untuk menjadi
langsing, kepribadian, peran keluarga dan peran stress lingkungan-
menunjukkan bahwa gangguan makan terjadi bila beberapa faktor yang
berpengaruh terjadi dalam kehidupan seseorang. Beberapa para ahli
menyatakan bahwa gangguan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah :[7]
2.6.1
Genetik
Beberapa penelitian menunjukkan adanya kemungkinan
hubungan antara faktor genetik dengan terjadinya gangguan makan.
Penelitian dilakukan pada kelompok kembar identik dan kembar yang
tidak identik. Secara umum penelitian ini menunjukkan bahwa
kelompok kembar identik memiliki insiden mengalami gangguan
makan yang lebih tinggi daripada mereka yang kembar identik.
Diperkirakan hal ini terjadi karena kembar identik memiliki DNA
yang sama.[12]
Anorexia nervosa dan bulimia nervosa dapat terjadi dalam satu
keluarga. Kerabat tingkat pertama dari perempuan muda yang
menderita anorexia nervosa memiliki kemungkinan sepuluh kali lebih
besar dibanding rata-rata untuk menderita gangguan tersebut. Hasil
yang sama juga ditemukan terkait bulimia nervosa, dimana kerabat
tingkat pertama dari perempuan muda yang menderita bulimia
nervosa memiliki kemungkinan sekitar empat kali lebih besar
dibanding rata-rata untuk menderita gangguan tersebut.[7]
2.6.2
Usia
Batasan usia remaja adalah 10-19 tahun. Dengan
mempertimbangkan konteks sosio-historis maka masa remaja
(adolescence) didefinisikan sebagai periode transisi perkembangan
antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan
perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional. Pada
masa remaja juga merupakan sebuah fase usia yang rentan untuk
mengalami gangguan makan. Rata- rata penderita anorexia nervosa
mulai menahan diri untuk tidak makan sejak usia 17 tahun. Beberapa
data menunjukkan gangguan makan mulai terjadi pada usia 13-18
tahun. Sebagaimana dijelaskan pada penelitian bahwa kasus anorexia
nervosa di Singapura menunjukkan hasil rerata usia onset gejala
anorexia nervosa pada usia 15,5 tahun dengan standar deviasi sebesar
3,85.[16]
Gangguan makan sering terjadi pada usia remaja dikarenakan
jumlah stressor yang sangat fantastis yang dihadapi pada usia tersebut
terutama pada remaja putri. Pada awal fase remaja terjadi perubahan
bentuk tubuh sehingga bagi orang yang merasa tertekan oleh
kebutuhan untuk bertambah dewasa ini kadang menggunakan
anorexia untuk memperthankan tubuhnya agar tetap kecil. Bahkan
pertumbuhan tinggi badan menjadi berhenti karena kekurangan nutrisi
dan remaja remaja biasanya tidak menyadarinya jika ditanyakan
mengenai persoalan ini. Kelompok remaja dan dewasa muda
merupakan kelompok yang paking berisiko. Hal ini dikarenakan
terjadinya perubahan fisik dan mental pada saat puber juga perubahan
diri dan lingkungan pada saat pergantian masa anak-anak menjadi
dewasa. Persepsi diri dan lingkungan tentang tubuh yang kurus
dibarengi dengan penambahan berat badan dan lapisan lemak tubuh
karena pertumbuhan normal, akan menambah rasa tertekan dari
penderita.[12]
2.6.3
Jenis Kelamin
Seiring semakin sadarnya masyarakat terhadap kesehatan dan
kegemukan, pengaturan makan untuk menurunkan berat badan
menjadi suatu hal umum, jumlah orang-orang yang menjalani
pengaturan makan meningkat dari 7% pada laki-laki dan 14% pada
perempuan. Pada tahun 1990 meningkat menjadi 29% pada laki-laki
dan 44% pada perempuan. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh
informasi bahwa gangguan makan seperti anorexia nervosa dan
bulimia nervosa lebih umum terjadi pada perempuan dibanding pada
laki-laki. Salah satu alasan utama atas prevalensi gangguan makan
yang lebih besar pada perempuan kemungkinan adalah fakta bahwa
standar budaya masyarakat Barat menguatkan keinginan untuk
menjadi kurus pada perempuan dibanding laki-laki. Selain itu, nilai-
nilai sosiokultural mendorong objektivikasi tubuh perempuan,
sedangkan kaum laki-laki dihargai berdasarkan berbagai keberhasilan
mereka. Risiko gangguan makan pada kelompok perempuan yang
sangat peduli terhadap berat badan, misalnya para model, penari, dan
pesenam, sangat tinggi. Gangguan makan banyak diderita oleh
perempuan yakni sekitar 90% dialami oleh perempuan dan dilaporkan
bahwa perempuan memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk mengalami
gangguan makan dibanding laki-laki.[7]
Penderita gangguan makan lebih banyak pada perempuan
dimana 9 dari 10 penderita anorexia nervosa dan bulimia nervosa
adalah perempuan. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena lebih
tingginya tuntutan masyarakat terhadap perempuan untuk menjadi
kurus. Baru pada beberapa tahun belakangan ini pria penderita
gangguan makan mulai mendapat perhatian. Syafiq (2013) dalam
bukunya menjelaskan bahwa tuntutan media terhadap perempuan
adalah untuk memiliki tubuh yang kurus dan menarik. Hal ini akan
menambah tekanan pada perempuanuntuk tetap memiliki tubuh sesuai
dengan tuntutan massa. Secara genetik perempuan memang dirancang
memiliki persentase lemak yang lebih besar dibandingkan pria.
Karena tuntutan yang mengharuskan perempuan tetap menjadi kurus
sementara lemak tubuh mereka yang lebih besar daripada pria maka
perempuan lebih berisiko menderita gangguan makan.[12]
2.6.4
Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
tentang kesehatan dan nilai kesehatan pribadi secara tidak langsung
berpengaruh terhadap terjadinya gangguan makan. Pengetahuan
tentang kesehatan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi gaya
hidup nya dan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap
perilaku makan seseorang tersebut.[11]
2.6.5
Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri berkaitan dengan citra tubuh. Rasa percaya
diri yang rendah berkontribusi pada terjadinya penyimpangan citra
tubuh dan citra tubuh yang keliru tidak dapat sepenuhnya dikoreksi
sebelum masalah percaya diri dibereskan. Rasa percaya diri yang
rendah dapat menyebabkan permasalahan dalam persahabatan, stress,
kecemasan, depresi dan dapat berpengaruh terhadap perilaku makan
seseorang. Rasa percaya diri yang rendah juga salah satu karakteristik
dari perempuan yang mengalami gangguan makan. Penelitian cross-
sectional yang dilakukan oleh Neumark-Sztainer dan Peter (2000)
menjelaskan bahwa tingkat percaya diri yang rendah memiliki
hubungan yang signifikan dengan diet dan gangguan makan. Orang
dengan rasa percaya diri yang rendah memiliki kemungkinan 3,74 kali
lebih besar untuk berdiet dan 5,95 kali untuk mengalami gangguan
makan.[12]
Rasa percaya diri dan perfeksionis akan menyebabkan seseorang
melakukan tindakan yang mengarah pada gangguan makan. Gangguan
makan akan meningkatkan rasa kerapuhan pada diri penderita
sehingga akan menyebabkan makin turunnya rasa percaya diri dan
meningkatnya keperfeksionisan penderita. Hal tersebut akan terus
berulang dan menghasilkan suatu siklus yang terus-menerus terjadi.[12]
2.6.6
Citra Tubuh
Citra tubuh pada umumnya lebih berhubungan dengan remaja
putri dari pada remaja putra. Citra tubuh adalah sebuah istilah yang
mengacu kepada persepsi seseorang mengenai bentuk dan tampilan
fisik tubuhnya. Remaja putri cenderung memperhatikan penampilan
fisik. Penampilan fisik yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan
remaja, dapat menyebabkan remaja tidak puas terhadap tubuhnya
sendiri. Berbagai studi menemukan bahwa IMT tinggi dan
ketidakpuasan dengan bentuk tubuh merupakan faktor risiko
terjadinya gangguan makan. Ketidakpuasan dengan bentuk tubuh
meningkat dan merupakan prediktor kuat perkembangan gangguan
makan di kalangan remaja perempuan. Berdasarkan studi dilaporkan
pada beberapa kasus, perasaan negatif seseorang tentang tubuhnya
dapat menimbulkan kelainan mental seperti depresi atau gangguan
makan.[7]
Evaluasi diri yang negatif memiliki risiko 4,4 kali lebih besar
untuk mengalami gangguan makan dan memiliki risiko 8,2 kali lebih
besar untuk mengalami anorexia nervosa. Selanjutnya sebuah
penelitian menyebutkan bahwa keinginan untuk memiliki bentuk
tubuh yang kurus berhubungan signifikan dengan onset gangguan
makan, bahwa responden yang merasa gemuk mempunyai peluang 7,8
kali untuk mengalami gangguan makan dibandingkan dengan
responden yang tidak merasa gemuk.[17]
2.6.7
Riwayat Diet
Diet merupakan salah satu faktor risiko terjadinya gangguan
makan yang paling berisiko. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa
sekitar 40% wanita mulai menjalankan program diet ketika memasuki
masa remaja. Riwayat diet berpengaruh terhadap terjadinya gangguan
makan yang dilakukan pada 67 wanita dengan anorexia nervosa dan
102 wanita dengan bulimia nervosa. Hasil menunjukkan bahwa
perilaku diet lebih berpengaruh terhadap kejadian bulimia nervosa
dibandingkan anorexia nervosa. Penelitian selanjutnya juga
melaporkan bahwa sering berdiet memiliki pengaruh terhadap
terjadinya binge eating disorders pada wanita muda maupun tua.
Terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat diet dengan
perilaku muntah yang disengaja atau penggunaan laksatif untuk
menurunkan berat badan. Kemudian sebuah studi menjelaskan bahwa
responden yang pernah berdiet memiliki peluang sebesar 9,143 kali
untuk mangalami gangguan makan dibandingkan dengan responden
yang tidak pernah berdiet.[7,17}
Pembatasan asupan yang berlebihan akan menimbulkan
kekurangan energi dan kelaparan. Hal tersebut jika dikombinasikan
dengan tambahan stress, depresi, kecemasan dan perasaan tidak sabar
karena program diet yang dijalani tidak berjalan secepat yang
diharapkan akan memicu kepada frustasi dan kenginaan makan yang
sangat besar serta makan secara berlebihan. Pada orang yang
mengalami gangguan makan maka akan merasa bersalah dan merasa
cemas akan kenaikan berat badan setelah makan secara berlebihan.
Reaksi dari rasa takut dan cemas tersebut bisa saja berupa berhenti
berdiet dan menjadi obesitas atau berdiet kronis yang diikuti dengan
puasa atau perilaku purging.[11]
2.6.8
Pengaruh Keluarga
Pengaruh keluarga dan pendekatan orang tua kepada anak
merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan makan. Dimana
orang tua yang selalu menekan anak mereka agar memiliki bentuk
tubuh yang sesuai dengan keinginan mereka dapat menjadi faktor
risiko terjadinya gangguan makan pada anak tersebut. Pengaruh
keluarga dalam hal ini ayah yang memberikan komentar negatif
tentang berat badan diprediksi dapat menjadikan remaja laki-laki
mengalami binge eating disorders sedikitnya seminggu sekali. Selain
itu pada ibu yang memiliki riwayat gangguan makan merupakan
faktor resiko bagi remaja perempuan untuk mengalami gangguan
makan juga.[11]
Terdapat beberapa karakteristik khas pada keluarga penderita
anorexia nervosa. Karakteristik tersebut diantaranya terlalu protektif,
kaku, terlalu membatasi, tidak adanya usaha menyelesaikan konflik
keluarga dan atmosfir keluarga yang hanya mengizinkan sedikit
privasi. Pola ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan hirarki dan
adanya halangan pada unit keluarga. Seorang anak perempuan dan
ibunya dapat menjadi teman dekat dimana ibu menggunakan anak
untuk kepercayaan dirinya, mencegah anak membangun hubungan
dengan teman-teman sebayanya.[11]
2.6.9
Pengaruh Teman Sebaya
Masa remaja merupakan masa dimana meraka mencari jati diri.
Posisi remaja menjadi kurang jelas karena mereka bukan lagi anak-
anak yang harus diawasi oleh kedua orang tuanya namun mereka juga
belum pantas untuk dikatakan dewasa. Dalam masa pencarian jati diri
atau identitas diri remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungannya.
Remaja cenderung lebih dekat dengan teman sebaya karena sepaham
dan bisa saling memberi serta mendapat dukungan mental. Gaya hidup
dan pola pikir remaja sangat dipegaruhi oleh teman sebaya nya.
Namun ketidaksamaan dengan teman dalam berbagai hal termasuk
perbedaan fisik dikhawatirkan menyebabkan dirinya terkucil dan
merusak percaya diri.[4]
Teman sebaya juga dapat memberikan banyak tekanan pada
remaja putri dengan standar mereka karena jika berlawanan remaja
tersebut akan dikucilkan, disindir dan dibicarakan. Teman sebaya pun
dapat memberikan pengaruh yang negatif yaitu seperti melakukan
upaya penurunan berat badan dan kebiasaan makan yang salah dan
timbulnya persaingan sekaligus tekanan untuk menjadi terkurus dan
terkecil. Tekanan dari teman sebaya untuk mengontrol berat badan
dapat meningkatkan terjadinya resiko gangguan makan pada remaja.[4]
Sebuah penelitian menjelaskan bahwa teman sebaya juga dapat
menyebabkan kejadian gangguan makan. Penerimaan oleh teman
menjadi penting khususnya pada saat remaja dan dewasa muda.
Dimana untuk menghindari ketidaknyamanan karena ditolak oleh
teman, maka penderita akan menerima begitu saja peraturan dari
teman-temannya termasuk untuk memiliki penampilan yang menarik
dan bertubuh kurus. Sebanyak 25% remaja percaya bahwa dengan
tubuh yang lebih kurus akan memudahkan mereka mencari pasangan
dan teman. Wajar bila sebagian dari mereka kemudian melakukan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan gaya hidup gangguan
makan agar diterima lingkungan teman sebaya.[12]
2.6.10
Bullying oleh Teman Sebaya
Sebuah penelitian menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara bullying oleh teman sebaya dengan kejadian
gangguan makan pada perempuan kulit hitam dan putih. Perempuan
kulit hitam yang mengalami bullying oleh teman sebaya secara
signifikan lebih tinggi untuk mengalami binge eating disorders
dibandingkan dengan perempuan yang sehat. Perempuan kulit putih
yang pernah mengalami bullying oleh teman sebayanya berisiko 2,3
kali untuk mengalami binge eating disorders sedangkan perempuan
kulit hitam yang pernah mengalami bullying oleh teman sebayanya
berisiko 3,3 kali untuk menderita gangguan makan. Remaja
perempuan yang pernah mengalami bullying oleh teman sebayanya
berisiko 5,5 kali untuk menderita gangguan makan dibandingkan
dengan remaja yang tidak pernah mengalami bullying oleh teman
sebayanya.[11]
2.6.11
Ejekan Seputar Berat Badan atau Bentuk Tubuh
Sebuah penelitian melaporkan bahwa ejekan seputar berat badan
atau bentuk tubuh merupakan prediktor terhadap kejadian binge
eating disorders dengan hilang kendali diantara remaja perempuan
dan laki-laki pada 5 tahun masa tindak lanjut setelah disesuaikan
dengan umur, ras/etnis dan status sosial ekonomi. Selanjutnya sebuah
studi menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara ejekan seputar
berat badan dengan kejadian gangguan makan.[17]
Faktor risiko terjadinya gangguan makan dapat diketahui bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara kritik dari anggota keluarga
dan ejekan/hinaan tentang bentuk tubuh, berat badan atau perilaku
makan dengan kejadian gangguan makan. Perempuan yang pernah
dikritik oleh anggota kelurganya tentang bentuk tubuh, berat badan
atau perilaku makan berisiko 3,7 kali untuk mengalami gangguan
makan sedangkan perempuan yang pernah diejek/dihina tentang
bentuk tubuh, berat badan atau perilaku makan berisiko 2,4 kali untuk
mengalami gangguan makan.[17]
2.6.12
Kekerasan Fisik
Para perempuan kulit putih dan kulit hitam penderita binge
eating disorders mengalami kekerasan fisik lebih tinggi dibandingkan
perempuan yang sehat. Studi yang pernah dilakukan menjelaskan
bahwa perempuan yang mengalami kekerasan fisik akan berisiko 4,9
kali lebih besar untuk mengalami anorexia nervosa. Terdapat
hubungan antara kekerasan fisik dengan kejadian gangguan makan.
Perempuan yang mengalami kekerasan fisik yang parah berulang kali
memiliki risiko 10 kali lebih tinggi untuk mengalami gangguan
makan.[17]
Sebuah studi menemukan bahwa angka kekerasan emosional
dan fisik lebih tinggi secara signifikan diantara perempuan yang
didiagnosis sebagai penderita bulimia nervosa dibandingkan dengan
perempuan yang tidak memiliki riwayat gangguan makan. Sebagai
tambahan mereka juga menemukan bahwa perempuan yang
didiagnosis menderita bulimia nervosa lebih banyak yang melaporkan
pengalaman berbagai bentuk kekerasan/pelecehan di masa kecilnya
dibandingkan dengan yang tidak mengalami gangguan makan.[17]
2.6.13
Pelecehan Seksual
Para ahli psikoanalisis melihat adanya hubungan antara
seksualitas dan gangguan makan pada kelompok remaja dan dewasa
muda. Pengalaman klinik menunjukkan tingginya angka pelecehan
seksual pada penderita gangguan makan. Mereka yang mengalami
pelecehan seksual kemudian tumbuh menjadi seseorang yang takut
terhadap seks dan merasa dirinya kotor dan penuh dengan dosa. Hal
ini kemudian akan dapat menjadi pemicu munculnya gangguan
makan. Perempuan yang pernah mengalami pelecehan seksual
berisiko 1,6 kali untuk mengadopsi perilaku purging. Perempuan yang
pernah mengalami pelecehan seksual berisiko 3,4 kali untuk
mengalami anorexia nervosa dibandingkan dengan yang tidak pernah
mengalami pelecehan seksual. Jika pelecehan seksual yang dialaminya
parah dan dilakukan berulang kali maka risiko perempuan tersebut
mengalami anorexia nervosa meningkat drastis menjadi 15,3 kali.
Selanjutnya sebuah studi yang dilakukan pada perempuan berkulit
hitam dan putih penderita binge eating disorders menjelaskan bahwa
kedua perempuan tersebut mengalami pelecehan seksual.[12,17]
2.6.14
Pengaruh Media Massa
Media massa diduga berpengaruh terhadap kejadian gangguan
makan. Media massa memberikan kesan bahwa tubuh ideal adalah
tubuh yang kurus dan rata-rata remaja telah terpapar oleh media
terutama dari iklan TV maupun majalah sehingga tidak sedikit remaja
yang bergaya seperti idola nya di media. Remaja yang tidak memiliki
latar belakang pengetahuan yang cukup terhadap kesehatan akan
menerima informasi secara mentah. Oleh karenanya, remaja
memerlukan pendidikan menghadapi informasi dari media massa
secara kritis. Setiap orang menerima informasi dari media secara
terus-menerus setiap harinya. Informasinya bisa berupa apa yang
harus dilakukan, bagaimana caranya, produk apa yang harus
digunakan, dan bagaimana seharusnya seseorang berpenampilan.
Walaupun tidak ditunjukkan secara terang-terangan, gambar-gambar
yang digunakan pada media massa menunjukkan bentuk tubuh yang
diterima oleh masyarakat. Gambaran ini yang menimbulkan tekanan
pada masyarakat yang kemudian memiliki peran penting dalam
mempengaruhi kejadian gangguan makan.[12]
Sebuah studi menjelaskan bahwa terdapat asosiasi linear positif
antara frekuensi membaca majalah wanita dengan prevalensi berdiet
untuk menurunkan berat badan karena artikel di majalah, memulai
program latihan fisik karena artikel di majalah, ingin menurunkan
berat badan karena gambar yang ada di majalah tersebut
mempengaruhi ide mereka tentang bentuk tubuh yang ideal. Media
memegang peranan dalam perkembangan dari perhatian terhadap
berat badan dan kejadian gangguan makan. Baik remaja laki-laki
maupun perempuan ingin terlihat atau tampil sama seperti model yang
ada di media berpengaruh terhadap kejadian binge eating disorders.[17]
2.6.15
Sosiokultural
Davison et al., (2010) menjelaskan bahwa sepanjang sejarah
berbagai standar telah ditetapkan masyarakat mengenai tubuh yang
ideal, terutama tubuh perempuan ideal sangat bervariasi. Pada masa-
masa terakhir standar ideal dalam budaya Amerika bergerak ke arah
peningkatan langsing. Sebuah studi menghitung IMT para model
utama majalah Playboy dari tahun 1985-1997. Kecuali satu orang,
seluruh model Playboy tersebut memiliki IMT kurang dari 20, yang
berarti berat badan kurang dan hampir separuh dari model tersebut
memiliki IMT kurang dari 18 yang berarti berat badannya sangat
kurang. Studi ini mengindikasikan bahwa tubuh kurus pada kalangan
perempuan masih digemari. Hal tersebut berbeda bagi laki-laki
dimana IMT para model laki-laki meningkat sepanjang periode
tersebut.[7]
Pengaruh budaya memegang peranan yang penting bagi
penderita gangguan makan. Perempuan pada masa kini terperangkap
antara rata-rata berat badan yang ideal dan pandangan yang
menyatakan figur boneka Barbie adalah yang ideal. Pengaturan makan
untuk menurunkan berat badan sangat umum di kalangan perempuan
kulit putih dengan status sosioekonomi atas yang juga merupakan
kalangan dengan jumlah anorexia nervosa tertinggi. Onset gangguan
makan biasanya diawali dengan diet dan kekhawatiran lain tentang
berat badan, memperkuat pemikiran bahwa standar sosial yang
menekankan pentingnya bertubuh kurus berperan dalam gangguan ini
dimana nilai-nilai sosiokultural menitikberatkan pada tekanan sosial
kepada wanita muda untuk mencapai standar tubuh yang kurus.[7]

BAB III
KESIMPULAN

1. Makan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk mempertahankan


kelangsungan hidup. Gangguan makan mungkin berawal dari
mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak daripada
biasa, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih sedikit atau
lebih banyak terus menerus di luar keinginan.
2. Dalam Diagnostic and Statistical Mental Disorders-IV (DSM-IV) terdapat
tiga jenis gangguan makan yang memiliki kriteria dan ciri khusus yaitu
anorexia nervosa, bulimia nervosa, dan binge eating disorders. Namun ada
satu lagi kondisi dimana terlihat sangat mirip dengan ketiga jenis gangguan
makan di atas tapi secara keseluruhan tidak memenuhi kriteria yang ada,
gangguan makan ini dinamakan Eating Disorders Not Otherwise Specified
(EDNOS).
3. Anorexia nervosa merupakan sindrom dimana seseorang mempertahankan
berat badannya agar tetap rendah dan biasanya mereka takut akan
mengalami kegemukan dan cenderung mempertahankan berat badan agar
tetap kurus.
4. Bulimia nervosa adalah gangguan yang mencakup episode konsumsi
sejumlah besar makanan secara cepat, diikuti dengan perilaku kompensatori,
seperti muntah, puasa atau olahraga berlebihan, untuk mencegah
bertambahnya berat badan.
5. Binge eating disorder artinya mengkonsumsi makanan yang banyak dalam
periode waktu yang singkat. Episode binge sering timbul pada waktu yang
sama setiap hari atau timbul sebagai akibat rangsangan emosional seperti
depresi, jemu, atau marah dan kemudian diikuti oleh periode puasa
berkepanjangan.
6. Eating Disorders Not Otherwise Specified (EDNOS) merupakan kategori
gangguan makan yang sangat luas dimana penderitanya hanya memiliki
sebagian sindrom dari kriteria anorexia nervosa atau bulimia nervosa.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan makan: genetik, usia, jenis
kelamin, pengetahuan, rasa percaya diri, citra tubuh, riwayat diet, pengaruh
keluarga, pengaruh teman sebaya, bullying oleh teman sebaya, ejekan
seputar berat badan atau bentuk tubuh, kekerasan fisik, pelecehan seksual,
pengaruh media sosial, sosiokultural.

Anda mungkin juga menyukai