Kepadatan penduduk DIY dari tahun ke tahun semakin meningkat pada saat ini terakhir
tercatat pada tahun 2015 dengan luas Area 3.185,80 Km dengan peningkatan jumlah jiwa
12.699 Jiwa/Km. jumlah penduduk sampai tahun 2015 mencapai 3.679.176 Jiwa. DIY memiliki
27 rumah sakit yaitu rumah sakit negeri dan swasta serta 3 rumah sakit jiwa. Dari 27 rumah sakit
tersebut bila dihitung memiliki 3.933 tempat tidur, sedangkan jumlah korban pada saat terjadi
gempa sebanyak 192.534 orang. RS.Dr.Sardjito sendiri hanya memiliki 813 tempat tidur.
Sehingga untuk kedepannya dari ke 27 rumah sakit yang berada di DIY diharapkan untuk
menambahkan jumlah tempat tidur untuk menangani kemungkinan bencana yang datang.
Tanggal 27 Mei 2006 dilakukan penilaian cepat oleh Tim 1. Tanggal 28 Mei 2006
penilaian masalah kesehatan dilakukan oleh dinas kesehatan dan pusat PK. Pada saat pasca
gempa koordinasi antar rumah sakit kurang karena banyaknya rumah sakit yang mengalami
kerusakan berat. Pada saat itu korban luka-luka ditempatkan di Jateng dan Jakarta.
Pelayanan kesehatan
Pengungsi sebanyak 2.020.788 tercatat pada tanggal 2 Juni 2006 sebanyak 250
pengungsi keracunan makanan yang berasal dari nasi bungkus dan 4 Juni 2006 sebanyak 56
pengungsi keracunan makanan namun tidak ada korban jiwa.
Penanganan jenazah yang terlambat karena sulitnya evakuasi korban diakibatkan oleh
tertimpa reruntuhan. Dilakukan fogging dan pemberian desinfektan lingkungan terutama di daera
bekas ditemukan jenazah, bekas reruntuhan rumah/.bangunan, lokasi pemukiman dan
pengungsian serta lokasi potensial KLB penyakit.
Penanganan korban luka mendapatkan perawatan dari rumah sakit negeri, swasta,
puskesmas dan sarana kesehatan lain yang bersifat sementara seperti rumah sakit lapangan, pos
kesehatan dan mobile clinic. 120 RS, 18 RS lapangan, 37 puskesmas dan 30 mobile clinic.
Pos kesehatan sampai 20 Juni 2006 ada 164 lokasi pos pelayanan kesehatan di
Kab.Bantul, 1 lokasi di Kab.Boyolali dan 4 lokasi di Kab.Klaten dengan petugas medis di
setiap lokasi.
RS di luar lokasi bencana seperti di Semarang, Grobogan, Banyumas, Tegal, Purworejo,
Batang, Karanganyar, Temanggung, Wonosobo, Kendal, Sragen, Jepara, Wonogiri,
Cilacap, Salatiga, Purbalingga, Bajarnegara, Blora, Brebes, Kudus, Pekalongan,
Pemalang, Pati, Rembang, Jakarta dan sebagainya. Hal ini dikarenakan jumlah korban
yang begitu besar sedangkan kapasitas perawatan pado RS di lokasi bencana terbatas.
Rs lapangan ada 14 di Kab.Bantul, 1 di kota Yogyakarta, 2 Kab.Klaten, 1 kab.Boyolali,
dengan jumlah korban 78.323. RS lapangan mulai dari 27 Mei 2006 namun tiba di tempat
tanggal 28 Mei 2006 karena peralatan RS lapangan agak rumit dan banyak ada 30 truk.
Sdidirikan tanggal 29 Mei 2006 selesai didirikan tanggal 31 Mei 2006. Beroperasi
tanggal 31 Mei 2006 sampai 1 Juli 2006. Terdiri dari beberapa tenda pelayanan yaitu 1
tenda UGD, 1 tenda Operasi kapasitas 2 meja operasi, 1 tenda Poli Umum, 1 tenda
pemeriksaan X-Ray, 1 tenda farmasi, 6 tenda perawatan dengan kapasitas 60 tempat tidur,
3 tenda untuk tenaga kesehatan, 1 tenda logistik, dan 1 tenda sterilisasi. Untuk keperluan
air bersih mendapat pasokan dari PDAM Kab.Bantul. Sedangkan untuk suplai Iistrik
terutama pada malam hari mendapat bantuan dari PLN Kab.Bantul dan pada siang hari
disuplai dari Genset. Sarana pendukung lain yang tidak kalah penting adalah dapur umum
yang disuplai penuh oleh PMI serta sarana sanitasi darurat dan laundry.
Mobile clinic telah dikirimkan 30 ambulans diisi oleh 1 dokter, 2 perawat dan 1 supir
dilengkapi dengan 1 paket obat. Terdiri dari 30 tim pada tahap pertama dari tanggal 30
Mei 2006- 8 Juni 2006, tahap kedua 14 tim tanggal 13-22 Juni 2006 dan tahap ketiga 10
tim tanggal 23 Juni-4 Juli 2006.
Penanganan KLB tetanus dilakukan beberapa langkah yaitu:
Sejak tanggal 7 Juni 2006 ditemukan 14 orang yang menderitaq penyakit tetanus. Hingga tanggal
4 Juli 2006 sebanyak 76 orang dan 29 orang meninggal dunia akibat tetanus.
1) Perawatan korban yang terkena tetanus dan beresiko terkena tetanus di rumah sakit
2) Distribusi vaksin ATS ke RS yang merawat korban
3) Imunisasi TT kepada balita dan dewasa yang beresiko termasuk para relawan
4) Sosialisasi SOP pencegahan dan penanganan tetanus
Penanganan kesehatan jiwa
Melakukan Rapid Assesment Mental Health sejak tanggal 31 Mei 2006. Penanganan masalah
kesehatan jiwa ini juga dilaksanakan oleh Dinas kesehatan Provinsi DIY dan Jawa Tengah
didukung Depkes RI bekerjasama dengan Rumah sakit, Universitas, WHO, UNICEF dan LSM
yang bergerak di bidang kesehatan jiwa dan psikososlal dalam melakukanupaya-upaya untuk
rehabilitasi psikososial yang berbasismasyarakat dan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan
primer (Puskesmas). Hal ini dimaksudkan agar masyarakat yang mengalami gangguan jiwa
kronik dan trauma beratdapat dideteksi sedini mungkin untuk mendapatkanpengobatan dengan
segera dan tepat. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program penanggulangan kesehatan
jiwa pasca bencana adalah :
1) Surveilans penemuan khusus gangguan jiwa dan psikososial, khususnya dalam
pencatatan dan pelaporan belum berjalan dengan baik
2) Tenaga yang ada di lapangan belum seluruhnya dilatih tentang program kesehatan jiwa
khususnya dalam deteksi dini dan pemberian pengobatan yang tepat.