Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ULKUS PEPTIC

Dosen Pembimbing:
Dhanang Prawira Nugraha S.Farm,.Apt

Disusun Oleh :
Dewi Hajar Agustina (1413206014)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES KARYA PUTRA BANGSA TULUNGAGUNG
2016KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, atas petunjuk dan
kekuatan-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Ulkus Peptic dengan lancar tanpa
kendala yang berarti.
Tugas ini kami susun dengan tujuan memenuhi kebutuhan kami sebagai mahasiswa
untuk menambah pengetahuan kami tentang mata kuliah ini. Dengan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber yang relevan, yang nantinya dapat bermanfaat bagi semua
untuk mengatasi kesulitan belajar dalam mempelajari mata kuliah ini.
Dalam penyelesaian makalah ini tentunya banyak melibatkan berbagai pihak. Untuk
itu ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini.
Tentunya dalam penyusunan tugas ini kami belumlah cukup sempurna. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk menjadikan isi makalah ini menjadi lebih baik
dan menjadi tolak ukur bagi kami untuk menyusun makalah yang sesuai dengan harapan kita
semua yang bermanfaat untuk sekarang dan masa depan. Semoga segala ikhtiyar kita diridhoi
Allah SWT, Amin.

Tulungagung, 2 Desember 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Cover.................................................................................................................... i
Kata Pengantar..................................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan................................................................................................ 3
B. Epidemiologi............................................................................................... 3
C. Etiologi....................................................................................................... 3
D. Patofisiologi................................................................................................ 4
E. Tanda dan Gejala........................................................................................ 5
F. Obat............................................................................................................. 6
G. Algoritma Terapi dan Manajemen Penyakit............................................... 8
H. Monitoring dan Evaluasi............................................................................. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................. 11
B. Saran........................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada lambung normal, terdapat dua mekanisme yang bekerja dan mempengaruhi
kondisi lambung, yaitu faktor pertahanan (defense) lambung dan faktor perusak
(aggressive) lambung. Kedua faktor ini, pada lambung sehat, bekerja secara seimbang,
sehingga lambung tidak mengalami kerusakan atau luka. Faktor perusak lambung meliputi
(1) Faktor perusak endogen atau berasal dari dalam lambung sendiri antara lain HCL,
pepsin dan garam empedu; (2) faktor perusak eksogen, misalnya (obat-obatan, alkohol dan
bakteri). Faktor pertahanan lambung tersedia untuk melawan atau mengimbangi kerja dari
faktor tersebut diatas.
Faktor atau sistem pertahanan pada lambung, meliputi lapisan (1) pre-epitel; (2)
epitel; (3) post epitel. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua faktor tersebut, baik
faktor pertahanan yang melemah ataupun faktor perusak yang semakin kuat, dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel-sel lambung, yang pada akhirnya akan membentuk
ulkus lambung/ peptikum. Pemberian paparan eksogen yang berlebihan seperti
kortikosteroid, OAINS dan kafein dapat memicu terjadinya ulkus lambung. Lambung
memiliki mekanisme penyembuhan ulkus sendiri. Mekanisme ini merupakan suatu proses
kompleks yang melibatkan migrasi sel, proliferasi, reepitelisasi, angiogenesis dan deposisi
matriks yang selanjutnya akan membentuk jaringan parut. Nyeri di ulu hati adalah tanda
khas dari penyakit ini dan gejala ini pasti sering didengar.
Lambung sebagai reservoir/lumbung makanan berfungsi menerima
makanan/minuman, menggiling, mencampur dan megosongkan makanan ke dalam
duodenum. Karena sering berhubungan dengan semua jenis makanan, minuman dan obat-
obatan maka lambung akan mengalami iritasi kronis dan menjadi tukak atau ulkus. Secara
definisi ulkus peptikum adalah rusaknya atau hilangnya jaringan mukosa sampai lamina
propria (meluas ke bawah) pada berbagai saluran pencernaan makanan yang terpajan
cairan asam lambung, yaitu oesophagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi juga jejunum. Namun, penyakit ini timbul terutama pada duodenum dan
lambung.

1
B. Rumusan Masalah
1) Apakah pengertian ulkus peptikum?
2) Bagaimana epidemiologi ulkus peptikum?
3) Bagaimanaka etiologi ulkus peptikum?
4) Bagaimanakah tanda dan gejala ulkus peptikum?
5) Bagaimanakah patofisiologi ulkus peptikum?
6) Apakah obat ulkus peptikum?
7) Bagaimana algoritma terapi dan manajemen penyakit ulkus peptikum?
8) Bagaimana monitoring dan evaluasi ulkus peptikum?

C. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian ulkus peptikum.
2) Untuk mengetahui epidemiologi ulkus peptikum.
3) Untuk mengetahui etiologi ulkus peptikum.
4) Untuk mengetahui tanda dan gejala ulkus peptikum.
5) Untuk mengetahui patofisiologi ulkus peptikum.
6) Untuk mengetahui obat ulkus peptikum.
7) Untuk mengetahui algoritma terapi dan manajemen penyakit ulkus peptikum
8) Untuk mengetahui monitoring dan evaluasi ulkus peptikum

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendahuluan
Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi
dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum merupakan erosi
lapisan mukosa biasanya di lambung atau duodenum (Corwin, 2009). Ulkus peptikum
adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas di bawah epitel atau
kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga lapisan otot dari suatu daerah
saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung asam/pepsin (Sanusi,
2011).

B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat sekitar 4 juta orang menderita ulkus peptikum dan sekitar
350.000 kasus baru terdiagnosa setiap tahunnya. Di Amerika Serikat sekitar 3000 orang
meninggal dunia akibat ulkus duodenum dan 3000 akibat ulkus lambung. Pasien yang di
rawat akibat ulkus duodenum berkurang sekitar 50% dari tahun 1970 -1978 tapi untuk
ulkus lambung tidak ada penurunan. Ada bukti bahwa merokok, penggunaan rutin
aspirin, dan penggunaan steroid yang lama menyebabkan ulkus peptikum. Faktor genetik
memainkan peranan penyebab ulkus peptikum. Beberapa bukti menunjukkan bahwa kopi
dan pengganti aspirin mungkin mempengaruhi ulkus, tapi banyak penelitian
menunjukkan alkohol tidak merupakan penyebab ulkus (Kurata JH, 1984).
Prevalensi kemunculan ulkus peptikumberpindah dari yang predominan pada pria
ke frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin. Prevalensi berkisar 11-14 % pada pria
dan 8-11 % pada wanita. Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah kemunculan
ulkusmengalami penurunan pada pria usia muda, khususnya untuk ulkus duodenum, dan
jumlah meningkat pada wanita usia tua (Anand, 2012).

C. Etiologi
Ulkus peptic merupakan penyakit pembentukan ulkus pada saluran pencernaan
bagian atas yang diakibatkan oleh pembentukan asam dan pepsin (Sukandar, 2009 dan
Neal, 2006). Tukak peptic merupakan sekelompok gangguan saluran cerna bagian atas
yang bersifat ulseratif, terjadi inflamasi di saluran cerna (Keshav, 2004). Obat-obatan
yang efektif pada terapi ulkus peptic adalah obat yang menurunkan sekresi asam lambung
atau yang meningkatkan resistensi mukosa terhadap serangan asam-pepsin (Neal, 2006).

3
Tukak lambung umumnya terjadi karena infeksi dari bakteri Helicobacter Pylori yang
menyebabkan peradangan dan kerusakan sel, selain itu penyebab lainnya dari tukak
lambung adalah terdapatnya gastritis kronis, adanya gangguan motilitas lambung,
khususnya terhambatnya peristaltic dan pengosongan lambung, stress, ketegangan psikis
dan emosional dengan produksi kortisol berlebihan, merokok, penggunaan obat anti
inflamasi non steroid (NSAID), adanya penyakit lain seperti sirosis hati, pankreatitis
kronis, dan lain lain (Tjay, 2007 dan, Sukandar, 2009).
Pasien juga mengalami nyeri perut yang sering berpindah, dimana gejala ini
menandakan bahwa pasien menderita ulkus, pasien juga sering mual namun tidak sampai
muntah merupakan gejala adanya kerusakan pada lambung, hal ini karena waktu
pengosongan lambung yang lambat sehingga menimbulkan perasaan kembung dan mual
(Tjay, 2007).
D. Patofisiologi Ulkus Peptikum
Epitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric pits atau lekukan
yang berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima
kelenjar gaster dari sel -sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak
anatominya. Kelenjar di daerah cardia terdiri < 5%kelenjar gaster yang
mengandung mukus dan sel-sel endokrin. Sebagian terbesar kelenjar gaster (75%)
terletak didalam mukosa oksintik mengandung sel-sel leher mukosa, parietal,
chief, endokrin dan sel enterokromafin (Wilson dan Lindseth, 2005).
Kelenjar pilorik mengandung mukus dan sel -sel endokrin(termasuk sel-sel
gastrin) dan didapati di daerah antrum. Sel parietal juga dikenal sebagai sel
oksintik biasanya didapati didaerah leher atau isthmus atau kelenjar oksintik. Sel
parietal yang tidak terangsang, mempunyai sitoplasma dan kanalikuli intraseluler
yang berisi mikrovili ukuran pendek sepanjang permukaan atas. Enzim H+, K+ -
ATPase didapati didaerah membran tubulovesikel. Bila sel dirangsang, membran
ini dan membran atas/apikal lainnya diubah menjadi jaringan padat dari kanalikuli
intraseluler apikal yang mengandung mikrovili ukuran panjang (Tarigan, 2009).
Permukaan epitelium dari lambung atau usus rusak dan berulkus, hasil
dari inflamasi menyebar sampai ke dasar mukosa dan submukosa. Asam lambung
dan enzim pencernaan memasuki jaringan menyebabkan kerusakan lebih lanjut
pada pembuluh darah dan jaringan disekitarnya (Keshav, 2004).
Ulkus peptikum disebabkan oleh sekresi asam dan pepsin yang berlebih
olehmukosa lambung atau berkurangnya kemampuan sawar mukosa
gastroduodenalis untuk berlindung dari sifat pencernaan dari kompleks asampepsin

4
(Guyton dan Hall, 2007). Asam pepsin penting dalam patogenesis ulkus
peptikum. Akan tetapi berlawanan dengan ulkus duodeni, pasien umumnya
mempunyai laju sekresi asam yang normal atau berkurang dibandingkan dengan
individu tanpa ulkus. Sepuluh sampai dua puluh persen pasien dengan ulkus
peptikum juga mempunyai ulkus duodeni (Mc.Guigan, 2001). Telah diduga
bahwa obat-obatan tertentu seperti aspirin, alkohol, indometasin, fenilbutazon
dan kotikostreroid mempunyai efek langsung terhadap mukosa lambung dan
menimbulkan ulkus. Obat-obatan lain seperti kafein, akan
meningkatkanpembentukanasam. Stress emosi dapat juga memegang peranan dalam
pathogenesis ulkus peptikum, agaknya dengan meningkatkan pembentukan asam sebagai
akibat perangsangan vagus. Sejumlah penyakit tampaknya disertai pembentukan ulkus
peptikum yaitu sirosis hati akibatalkohol, pankreatitis kronik, penyakit paru
kronik, hiperparatirioidisme dan sindrom Zollinger-Ellison (Wilson dan Lindseth,
2005).
Peningkatan sekresi asam-cairan peptik dapat turut berperan terhadap
ulserasi. Pada kebanyakan orang yang menderita ulkus peptikum dibagian awal
duodenum, jumlah sekresi asam lambung lebih besar dari normal, sering sebanyak
dua kali normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin
disebabkan infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti adanya
perangsangan berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang
menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi cairan lambung yang
berlebihan untuk alasan apa saja (sebagai contoh, pada gangguan fisik) yang
sering merupakan penyebab utama ulkus peptikum (Guyton dan Hall, 2007).

E. Tanda dan Gejala


Ulkus biasanya sembuh sendiri tetapi dapat timbul kembali. Nyeri dapat timbul
selama beberapa hari atau minggu dan kemudian berkurang atau menghilang. Gejala
bervarias i tergantung lokasi ulkus dan usia penderita. Contohnya anak-anak dan orang
tua biasanya tidak memiliki gejala yang sering didapat atau tidak ada gejala sama sekali.
Oleh karena itu ulkus biasanya diketahui ketika komplikasi terjadi. Hanya setengah dari
penderita ulkus duodenum mempunyai gejala yang sama seperti perih, rasa seperti
terbakar, nyeri, pegal, dan lapar. Rasa nyeri berlangsung terus-menerus dengan intensitas
ringan sampai berat biasanya terletak di bawah sternum. Kebanyakan orang yang
menderita ulkus duodenum, nyeri biasanya tidak ada ketika bangun tidur tetapi timbul
menjelang siang. Minum susu dan makan (yang menyangga keasaman PH lambung) atau

5
meminum obat antasida mengurangi nyeri, tapi mulai timbul kembali setelah 2 atau 3 jam
kemudian. Nyeri yang dapat membangunkan orang ketika malam hari juga ditemukan.
Seringkali nyeri timbul sekali atau lebih dalam sehari selama beberapa minggu dan hilang
tanpa diobati. Namun, nyeri biasanya timbul kembali 2 tahun kemudian dan terkadang
juga dalam beberap a tahun kemudian. Penderita biasanya akan belajar mengenai pola
sakitnya ketika kambuh (biasanya terjadi ketika stres). Makan bisa meredakan sakit untuk
sementara tetapi bisa juga malah menimbulkan sakit. Ulkus lambung terkadang membuat
jaringan bengkak (edema) yang menjalar ke usus halus, yang bisa mencegah makanan
melewati lambung. Blokade ini bisa menyebabkan kembung, mual, atau muntah setelah
makan. (Keshav, 2004).

F. Obat
Perawatan dan terapi ulkus peptikum kronis bervariasi pada tiap individu
tergantung pada etiologinya, apakah disebabkan infeksi Helicobacter Pylori atau sebagai
induksi AINS atau mungkin karena adanya faktor lain. Disamping harus juga
memperhitungkan komplikasi penyertanya. Secara umum terapi ulkus peptikum
bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit, menyembuhkan ulkus,
mencegah kekambuhan, dan mencegah atau mengurangi timbulnya komplikasi.
Sedangkan pada pasien dengan ulkus peptikum aktif yang positif terinfeksi HP, tujuan
terapinya adalah membasmi kuman Helicobacter Pylori dan menyembuhkan ulkus. Dan
pada pasien ulkus peptikum akibat induksi AINS tujuan terapinya adalah untuk
menyembuhkan ulkus secepat mungkin. Pasien yang beresiko tinggi mengalami ulkus
peptikum harus beralih dari AINS nonselektif ke AINS yang selektif pada COX-2, atau
harus diberi terapi pendukung obat profilaksis untuk mengurangi resiko ulkus dan
komplikasinya (Dipiro, et al., 2009).
Terapi penyakit ulkus peptikum pada dasarnya adalah dengan membasmi
pertumbuhan HP dan mengurangi resiko ulkus akibat AINS. Obat-obatan yang berupa
antibiotika (klaritromisin, metronidazole, amoksisilin dan garam-garam bismut) dan
antisekretori seperti pompa proton inhibitor (PPIs) dan H2 Reseptor antagonist (H2RAs)
digunakan untuk meringankan dan menyembuhkan ulkus serta membasmi bakteri HP
(Dipiro, et al., 2009). Pengobatan atau terapi ulkus peptikum terdiri dari:
1. Antagonis H2
Obat yang termasuk antagonis reseptor H2 adalah Simetidine, Ranitidine, Nizatidine,
dan Famotidine. Senyawa-senyawa antagonis reseptor H2 secara kompetitif dan
reversibel berikatan dengan reseptor H2 di sel parietal, menyebabkan berkurangnya

6
produksi sitosolik siklik AMP dan sekresi histamine yang menstimulasi sekresi asam
lambung. Interaksi antara siklik AMP dan jalur kalsium menyebabkan inhibisi parsial
asetilkolin dan gastrin yang menstimulasi sekresi asam (Djuwantoro D, 1992).
2. Antasida
Antasida antara lain senyawa magnesium, aluminium, dan bismut, hidrotalsit,
kalsium karbonat, Na-bikarbonat. Antasida adalah obat yang menetralkan asam
lambung sehingga efektifitasnya bergantung pada kapasitas penetralan dari antasida
tersebut. Kapasitas penetralan (dalam miliequivalen) adalah mEq HCl yang
dibutuhkan untuk memepertahankan suspensi antasida pada pH 3,5 selama 10 menit
secara in vitro. Peningkatan pH cairan gastric dari 1,3 ke 2,3 terjadi penetralan
sebesar 90% dan peningkatan ke pH 3,3 terjadi penetralan sebesar 99% asam
lambung. Antasida ideal adalah yang memiliki kapasitas penetralan yang besar, juga
memiliki durasi kerja yang panjang dan tidak menyebabkan efek lokal maupun
sistemik yang merugikan (Soemanto, dkk, 1993).
3. Proton Pump Inhibitor (PPI)
Obat-obat yang termasuk dalam PPI adalah Omeprazol, lansoprazol, pantoprazol,
rabeprazol dan esomeprazol. Obat-obat golongan proton pump inhibitor mengurangi
sekresi asam lambung dengan jalan menghambat enzim H+, K+, ATPase (enzim ini
dikenal sebagai pompa proton) secara selektif dalam sel-sel parietal. Enzim pompa
proton bekerja memecah KH ATP yang kemudian akan menghasilkan energi yang
digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen
lambung. Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini yang
menyebabkan terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim. Kemudian dilanjutkan
dengan terhentinya produksi asam lambung (Djuwantoro D, 1992).
4. Analog Prostaglandin
Prostaglandin E2 dan I2 dihasilkan oleh mukosa lambung, menghambat seksresi HCl
dan merangsang seksresi mukus dan bikarbonat (efek sitoprotektif). Defisiensi
prostaglandin diduga terlibat dalam patogenesis ulkus peptikum. Misoprostol yaitu
analog prostaglandin E digunakan untuk mencegah ulkus lambung yang disebabkan
antiinflamasi non steroid (NSAIDs). Obat ini kurang efektif bila dibandingkan
antagonis H2 untuk pengobatan akut ulkus peptikum (Djuwantoro D, 1992).
5. Sukralfat
Mekanisme Sukralfat atau aluminium sukrosa sulfat adalah disakarida sulfat yang
digunakan dalam penyakit ulkus peptik. Mekanisme kerjanya diperkirakan
melibatkan ikatan selektif pada jaringan ulkus yang nekrotik, dimana obat ini bekerja

7
sebagai sawar terhadap asam, pepsin, dan empedu. Obat ini mempunyai efek
perlindungan terhadap mukosa termasuk stimulasi prostaglandin mukosa. Selain itu,
sukralfat dapat langsung mengabsorpsi garam-garam empedu, aktivitas ini
nampaknya terletak didalam seluruh kompleks molekul dan bukan hasil kerja ion
aluminium saja (Soemanto, dkk, 1993).
6. Senyawa Bismut
Senyawa bismut juga bekerja secara selektif berikatan dengan ulkus, melapisi dan
melindungi ulkus dari asam dan pepsin. Postulat lain mengenai mekanisme kerjanya
termasuk penghambatan aktivitas pepsin, merangsang produksi mukosa, dan
meningkatkan sintesis prostaglandin. Obat ini mungkin juga mempunyai beberapa
aktivitas antimikroba terhadap H pylori. Bila dikombinasi dengan antibiotik seperti
metronidazol dan tetrasiklin, kecepatan penyembuhan ulkus mencapai 98%. Biaya
dan potensi toksisitas dari regimen ini dapat membatasi penggunanya pada ulkus
yang serius atau pada penderita yang sering kambuh. Garam bismut tidak
menghambat ataupun menetralisasi asam (Syam, dkk, 2001).
7. Antibiotik
Pengobatan ini ditujukan untuk memberantas infeksi bakteri (dikenal sebagai 'terapi
eradikasi') dan mengurangi produksi asam di perut. Ulkus kemudian dapat
disembuhkan dan mencegah kekambuhan karena bakteri tidak lagi di usus. Pada
terapi erakdisi ini ada beberapa protokol pengobatan berbeda yang sering digunakan,
tapi NICE (National Institute for Health and Clinical Excellence) merekomendasikan
'terapi tiga regimen' sebagai baris pertama (Nathan, 2012).

G. Algoritma Terapi dan Manajemen Penyakit

8
(gambar alogaritma ulkus peptic)

H. Monitoring dan Evaluasi


1. Kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat, bahwa sucralfate diberikan pertama kali
sebelum makan dan diberi jeda waktu 1 jam dengan pemberian antasida kemudian
pemberian lansoprazole diberikan setelah 15 menit penggunaan antasida.
2. Keluhan keluhan yang dirasakan pasien misalnya : berkurangnya rasa sakit di bagian
abdomen atau perut.
3. Adanya efek samping yang muncul pada pasien misalnya pusing, diare, konstipasi, dan
flatulens.
4. Dilakukan terapi non farmakologi yaitu :
Makan teratur. Alasan harus diterapkannya terapi non-farmakologi ini adalah bahwa
orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis dan
kemudian ulkus peptik, hal ini sesuai dengan data objektif pasien. Pada saat perut harus
diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna
lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester,2001). Bila seseorang telat
makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan
berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di
sekitar epigastrium (Baliwati, 2004).
Menghindari makanan makanan pedas, asam, kafein, dan alcohol.
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan,

9
terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas
dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat
penderita makin berkurang nafsu makannya. (Okviani, 2011).
Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan
aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin.Hormon gastrin
yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat
asam dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan
iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati,
oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak
hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Konsumsi
alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik,
dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. (Beyer, 2004).
Cukup istirahat dan menghindari atau mengurangi stress. Produksi asam lambung akan
meningkat pada keadaan stress,misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa.
Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini
dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gatritis dan tukak peptik.Bagi
sebagian orang, keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. (Friscaan, 2010).
Menghindari rokok. Merokok dapat memicu pengeluaran asetilkolin yang dapat
mempengaruhi pelepasan histamin di sel parietal sehingga meningkatkan sekresi asam
lambung. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau
asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat
penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung
pada malam hari, dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam
proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor
defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa),
memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena
infeksi H. pylori. Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan
meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004).
5. Dilakukan intake albumin dari luar seperti susu, dll

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ulkus peptikum merupakan diskontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai
bawah epitel (jaringan mukosa, sub mukosa dan lapisan otot saluran pencernaanbagian
atas, dapat terjadi di esofagus, gaster, duodenum dan jejenum yang disebabkan oleh asam
lambung dan pepsin.( Price, 2006). Etilogi dari ulkus peptikum adalah resistensi mukosa
terhadap asam getah lambung, kerusakan pada susunan saraf pusat seperti neoplasma dan
hipertensi maligna menyebabkan chusing, erosi akut dan ulkus lambung, esophagus, dan
duodenum, kondisi psikologi seseorang berpengaruh pada munculnya ulkus lambung,
pada beberapa orang yang ambisius dan beban stress yang tinggi serta hidup tidak teratur
berisiko menderita peptic ulcer, infark pada dinding lambung karena asam lambung, stress
akut pada keadaan terancam atau operasi darurat dan stress koronik dapat memperburuk
kondisi penderita ulkus peptikum, faktor
Hormonal berpengaruh menimbulkan ulkus lambung seperti pada penyakit
Addisons, pasien mengonsumsi kortison untuk dosis maintens menambah timbulnya
ulkus lambung yang disertai dengan komplikasi, obat-obatan yang menyebabkan ulkus
lambung. Penatalaksanaaannya ada Non-Farmako yaitu penurunan stres dan istirahat,
penghentian merokok, modifikasi diet, intervensi bedah dan ada farmako yaitu obat-
obatan.

B. Saran
Untuk mencapai asuhan dalam merawat klien, pendekatan dalam proses
penatalaksanaan harus dilaksanakan sedacara sistematis. Pelayanan kesehatan hendaknya
dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan tetap memperhatikan dan menjaga privacy
klien. Tenaga kesehatam hendaknya selalu menjalin hubungan kerjasama yang baik/
kolaborasi baik kepada teman sejawat, dokter atau para medis lainnya dalam hal
pelaksanaan Asuhan dalam hal pengobatan kepada klien agar tujuan yang diharapkan
dapat tercapai.

11
DAFTAR PUSTAKA

Baliwati, Yayak F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya

Baratawidjaja, K.G, dan Iris Rengganis, 2012, Imunologi Dasar, Edisi ke-9, UI Press, Jakarta.

Beyer. 2004. Medical Nutrition Therapy for Upper Gastrointestinal Tract Disorders.
Philadelphia: Saunders

Budiyanto, Cakro, 2010, Gastritis, Ulkus Peptikum, Diare, http://www.umm.ac.id,

Dipiro, T, Joseph, et al., 2009, Pharmacoterapy Handbook, 7th Edition, The McGraw-Hill
Companies.

Djuwantoro D, 1992, Diagnosis dan Pengobatan Tukak Peptik, Cermin Dunia Kedokteran,
Jakarta.

Ester, Monica. 2001. Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Friscaan. 2010. Semua Tentang Maag.http://www.medicalera.com/index.php ?option=com


myblog. Diakses tanggal 19 September 2013.

Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.

Keshav S. 2004. The gastrointestinal system at a glance. 1st ed.


Massachusetts:
Blackwell Science. p.36-9

Keshav, 2004, The Gastrointestinal System At a Glance, Blackwell Scieence, London.

Lindseth, G. N. (2005). Gangguan Usus Halus Dalam Patofisiologi Konsep Klinis


Proses - Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

McGuigan, J.E. 2000, Ulkus Peptikum dan Gastritis, Dalam Isselbacher, K.J.,
Braunwald, E., Wilson, J.D., Martin, J.B., Fauci, A.S., Kasper, D.L.
(Eds.), Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, EGC, Jakarta, Ed. 2

12
Meyliana, Dwi dan Khasanah,Khuswatun, 2012, Antasida (Al(OH)3 dan Mg(OH)2)Obat Sakit
Maag, UNY, Yogyakarta.

Nathan T, Brandt C.J, De Muckedell O.S, 2012, Peptic Ulcers Treatment,


http://www.netdoctor.co.uk/diseases/facts/pepticulcertreatment.htm.

diakses pada tanggal 2 November 2016 .

Neal , M. J., 2006, At a Glance Farmakologi Medis Edisi 5, Penerbit Erlangga, Jakarta

Okviani, Wati. 2011. Pola Makan Gastritis. http://www.library.upnvj.ac.id/-


pdf/2s1keperawatan/205312047/.pdf

Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses Penyakit,


Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

Soemanto PM, Hirlan, Setiawati A, Hadi S., 1993, Penatalaksanaan Gastritis dan Ulkus
Peptikum. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Uji Diri, Yayasan Penerbit IDI,
Jakarta.

Sukandar E.Y, Prof. Dr, Apt; Dkk, 2009, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbit, Jakarta,
Indonesia

Syam AF, Simadibrata M, Rani AA, 2001, Helicobcater Pylori: Diagnosis and Treatment,
Med Progress.

Tatro, David S., PharmD, 2003, A to Z Drug Facts, Facts and Comparisons, San Franscisco.

Tjay, H., dan Kirana, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi 6, Gramedia, Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai