Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari Tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2005), tingkat pengetahuan terdiri dari 6 (enam)
tingkatan, yakni : Tahu (Know) diartikan mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu
kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan suatu materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenarnya. Analisa (Analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan
materi suatu objek didalam struktur organisasi tersebut dam masih ada
kaitannya satu sama lain. Sintesis (Synthesis) menunjukkan pada suatu
kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis itu suatu
kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi yang
ada. Evaluasi (Evaluation) berkaitan dengan pengetahuan untuk
melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran
pengetahuan pasien tentang disfungsi seksual dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang materi yang ingin
diukur melalui kuesioner yang diberikan.
Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah usia,makin
tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu atau menjelang usia lanjut

7
kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan
berkurang. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi.
Selain usia dan pendidikan, factor lain yang mempengaruhi tingkat
pendidikan seseorang antara lain tingkat pengetahuan, lingkungan, social
budaya, informasi dan pengalaman. Pengalaman adalah guru terbaik
merupakan pepatah lama yang memiliki arti cukup dalam. Pepatah
tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber
pengetahuan dan pengalaman adalah suatu cara memperoleh pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2005), cara seseorang memperoleh
pengetahuan terbagi menjadi 2 yaitu cara trandisional dan cara modern.
Cara tradisional ini dipakai sebelum ditemukannya metode ilmiah atau
metode penemuan statistic dan logis. Cara tradisioanl itu antara lain coba
salah (trial and error), berdasarkan pengalaman pribadi, melalui jalan
pikiran dan otoritas atau kekuasaan. Sedangkan cara modern yang dipakai
antara lain metode berpikir induktif dan metode berpikir dedukif.
Pengetuan seseorang dapat diukur dengan menggunakan teknik
wawancara atau angket. Isinya menanyakan tentang isi materi yang akan
diukur dari subjek penelitian atau responden.
2. Seksualitas.
Menurut Irawati (2011), seksualitas merupakan penilaian individu
terhadap diri sendiri dan bagaimana seseorang mengkomunikasikan
perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan seperti sentuhan,
pelukan, ciuman, ataupun perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak
tubuh, cara berpakaian dan perbendaharaan kata, termasuk pikiran,
pengalaman, nilai, fantasi, dan emosi. Seksualitas adalah ekspresi
fisiologis dan psikologis dari perilaku seksual.
Seksual menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu
dimensi biologis, sosial, psikologis dan kultural. Seksualitas dari dimensi
biologis berkaitan dengan organ reproduksi dan alat kelamin. Dari dimensi
psikologis erat kaitannya dengan bagaimana menjalankan fungsi sebagai

8
makhluk seksual. Dimensi sosial, seksualitas dilihat pada bagaimana
seksualitas muncul dalam hubungan antar manusia, bagaimana pengaruh
lingkungan dalam membentuk pandangan tentang seksualitas yang
akhirnya membentuk perilaku seksual. Dimensi kultural menunjukkan
perilaku seks menjadi bagian dari budaya yang ada di masyarakat.
Penelitian yang dilakukan Priyantini (2012) menyatakan lansia lebih
bersikap bahwa hasrat dan penggairahan mereka masih bisa tercapai atau
dengan kata lain, tidak terdapat perubahan fisiologis pada hasrat dan
penggairahan mereka.
Siklus respon fisiologis seksual ada empat fase yaitu : fase
perangsangan (excitement phase) adalah perangsangan terjadi sebagai hasil
dari pacuan yang dapat berbentuk fisik atau psikis. Fase plateau, pada fase
ini bangkitan seksual mencapai derajat tertinggi yaitu sebelum mencapai
ambang batas yang diperlukan untuk terjadinya orgasme. Fase orgasme,
orgasme adalah perasaan kepuasan seks yang bersifat fisik dan psokologik
dalam aktifitas seks sebagai pelepasan memuncaknya ketegangan seksual.
Fase resolusi, pada fase ini perubahan anatomi dan faal alat kelamin dan
luar alat kelamin akan kembali ke keadaan asal.
Disfungsi seksual merupakan istilah yang digunakan untuk
menunjukkan adanya gangguan pada salah satu atau lebih aspek fungsi
seksual (Pangkahila, 2006). Bila didefinisikan secara luas, disfungsi
seksual adalah ketidakmampuan untuk menikmati secara penuh hubungan
seks. Secara khusus, disfungsi seksual adalah gangguan yang terjadi pada
salah satu atau lebih dari keseluruhan siklus respons seksual yang normal
(Elvira, 2006).
Disfungsi Seksual dapat terjadi baik pada pria ataupun wanita, ada
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya disfungsi seksual. Faktor
tersebut terbagi menjadi fisik dan psikis. Faktor fisik yang menyebabkan
terjadinya disfungsi seksual antara lain adanya gangguan atau kerusakan
pada bagian tubuh tertentu (Tobing, 2006). Usia tua juga sering dikaitkan
dengan masalah seksual, hal ini disebabkan adanya penyakit kronis yang

9
diderita. Selain karena usia, beberapa penyakit juga beresiko menimbulkan
disfungsi seksual antara lain penyakit gangguan vaskuler, diabetes militus,
hipertermi, stroke, penyakit kerusakan saraf dan penyakit lain akibat
pembedahan.
Faktor psikis yang mengakibatkan terjadinya masalah disfungsi
seksual adalah semua faktor kejiwaan yang terganggu dalam diri
penderita. Gangguan jiwa yang terjadi dapat berupa depresi, ansietas dan
gangguan kejiwaan lainnya. Apapun faktor penyebab terjadinya disfungsi
seksual, penderita akan mengalami problem psikis yang akan berdampak
buruk terhadap fungsi seksualnya.
Menurut Pangkahila (2007), disfungsi seksual terbagi menjadi
beberapa macam yaitu gangguan dorongan seksual, gangguan ereksi,
gangguan ejakulasi, ejakulasi terhambat dan disfungsi orgasme. Gangguan
dorongan seksual disebabkan adanya perubahan atau gangguan hormonal
seperti hormon testosterone, kesehatan tubuh dan pengalaman seksual
sebelumnya. Gangguan dorongan seksual terbagi menjadi dorongan
seksual hipoaktif dan gangguan eversi seksual.
Gangguan ereksi atau disebut juga disfungsi ereksi merupakan
ketidak mampuan mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang
cukup untuk melakukan hubungan seksual dengan baik (Pangkahila,
2007). Penyebab dari disfungsi ereksi antara lain faktor hormonal, faktor
vaskulogenik, faktor neurogenik, faktor iatrogenik dan faktor psikis yang
muncul dan menyertai faktor fisik.
Gangguan ejakulasi atau ejakulasi dini merupakan ketidakmampuan
mengontrol ejakulasi sampai pasangan mencapai orgasme. Faktor
penyebab ejakulasi dini terbagi menjadi faktor fisik biasanya berkaitan
dengan hormon serotonim, sedangkan faktor psikis karena kebiasaan
ejakulasi secara tergesa-gesa.
Berbeda dengan ejakulasi dini, pasien dengan ejakulasi terhambat
justru tidak dapat mengalami ejakulasi didalam vagina. Ejakulasi
terhambat biasanya disebabkan karena fanatisme agama, takut terjadi
kehamilan dan trauma psikososial yang dialami.

10
Selain ejakulasi dini ada pula disfungsi orgasme, yaitu kondisi tidak
tercapainya orgasme yang bersifat persisten setelah memasuki fase
rangsangan. Seseorang yang mengalami hambatan orgasme tetap dapat
merasakan ereksi dan ejakulasi tetapi sensasi erotiknya tidak dirasakan.
Jenis disfungsi seksual yang terakhir adalah dyspareunia yaitu
kondisi dimana timbul rasa sakit pada kelamin atau disekitar kelamin saat
melakukan hubungan seksual. Salah satu penyebabnya antara lain infeksi
kelamin, infeksi pada penis, dan infeksi saluran kencing.

3. Transurethral Resection of the Prostate (TURP)


Transurethral resection of the prostate (TURP) adalah suatu operasi
pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop.
Merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan. TURP dapat dipakai sebagai
kriteria standar untuk mengurangi bladder outlet obstruction (BOO)
secondary to BPH. TURP merupakan metode paling sering digunakan
dimana jaringan prostat yang menyumbat dibuang melalui sebuah alat
yang dimasukkan melalui uretra (saluran kencing). Merupakan salah satu
jenis operasi endoskopi yang banyak dilakukan saat ini adalah TURP
(transurethral resection of the prostate) dimana kelenjar prostat dipotong
dengan cara dikerok dengan menggunakan energi listrik.
TURP merupakan pilihan alternatif pengobatan yang banyak dipilih
oleh pasien karena tidak adanya insisi atau pembedahan. Namun tindakan
TURP sendiri memiliki beberapa dampak antara lain perubahan
pemeliharaan kesehatan karena tirah baring selama 24 jam, perubahan
pola nutrisi dan metabolisme akibat anasthesi, perubahab pola eliminasi,
serta pola aktivitas dan latihan. Pola tidur dan istirahat. Rasa nyeri dan
perubahan situasi karena hospitalisasi dapat mempengaruhi pola tidur
dan istirahat.
Pola persepsi dan konsep diri juga akan terganggu akibat
kurangnya pengetahuan tentang perawatan serta komplikasi BPH paska

11
TURP, dalam hal ini peran keluarga sangat dibutuhkan. Sikap dan
pengetahuan individu juga dibutuhkan dalam rangka mempercepat proses
penyembuhan. Pola reproduksi dan seksual juga beresiko terganggu
karena tindakan TURP dapat menyebabkan disfungsi seksual dan
ejakulasi retrograd. Pengetahuan dan sikap individu sangat dibutuhkan,
karena akan muncul berbagai masalah dalam diri pasien setelah
dilakukan tindakan TURP. Sikap menerima dan pengetahuan yang cukup
diperlukan agar pasien tidak cemas dan khawatir tentang efek dari
tindakan operasi. Fitriana (2014) melakukan penelitian yang
menghasilkan bahwa hampir seluruh pasien BPH mengalami disfungsi
ereksi dengan derajat disfungsi ereksi berat sebesar 40%.

B. KerangkaTeori

Dehidrotesosteron Perubahan Interaksi stroma- Teori sel stem Berkurangnya sel


hormon epitel yg mati

12
Peningkatan frekuensi berkemih

Rasa tidak puas saat berkemih

Nyeri saat berkemih

Aliran urin tidak lancer/ menetes

Pembesaran prostat

(BPH)

TURP

Perubahan pola Perubahan status Nyeri post operasi Perubahan pola Perubahan pola
reproduksi dan kesehatan eliminasi aktivitas
seksual

Pengetahuan
Disfungsi seksual tentang
dan ejakulasi seksualitas:
retrograd
Pengertian

Tanda gejala

Penatalaksanaan

Pencegahan

Gambar 2.1. Kerangka Teori


Sumber : Elvira 2006, Tobing 2006, Pangkahila 2007, Notoadmodjo 2003, Azwar
2011, Fitriana 2004.

13

Anda mungkin juga menyukai