Fix
Fix
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tribunnews.com (Maret,2016), mengabarkan bahwa berdasarkan hasil
penelitian dari berbagai lembaga-lembaga akademis yang dimuat media, ikan,
dan kerang di Teluk Jakarta terkontaminasi merkuri dengan kandungan antara
0,45 1,2 ppm. Sedangkan WHO pada tahun 1980-an memberikan nilai
ambang batas 0,5 ppm kandungan merkuri pada ikan. Hal ini memberikan
kekhawatiran pada masyarakat sekitar yang menggunakan air dari Teluk
Jakarta yang muaranya ke laut. Karena kandungan merkuri pada ikan diatas
ambang batas akan menyebabkan kerusakan saraf. Salah satu usaha yang
harus dilakukan yaitu dengan meminimalisasi pencemaran limbah merkuri
pada Teluk tersebut. Untuk meminimalisasi upaya pencemaran limbah merkuri
dibutuhkan suatu pendeteksi kandungan merkuri. Tempurung kelapa sebagai
biomasa yang mampu menjadi bahan baku untuk pembuatan Carbon
Nanodots. Carbon Nanodots tersebut mampu mendeteksi Merkuri pada limbah
Cair.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar balakang diatas penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1
Bagaimana pembuatan Carbon Nanodots dari Biomasa Tempurung
Kelapa?
2
Bagaimana mekanisme Carbon Nanodots bisa mendetekti ion Hg2+
2.1 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas penelitian ini mempunyai tujuan sebagai
berikut :
1
Mengetahui pembuatan Carbon Nanodots dari Biomassa Tempurung
Kepala.
2
Mengetahui mekanisme Carbon Nanodots bisa mendeteksi ion Hg2+
2.1 Manfaat
Melalui karya tulis ilmiah ini, penulis ingin memberikan solusi
terhadap upaya penyelamatan lingkungan di wilayah pesisir pantai dari limbah
industri yang mengandung merkuri .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera) merupakan salah satu anggota tanaman
palma yang paling dikenal dan banyak tersebar di daerah tropis. Tinggi pohon
kelapa dapat mencapai 10-14 meter lebih, daunnya berpelepah dengan
panjang dapat mencapai 3-4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang
menopang tiap helaian. Tanaman ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya
oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serbaguna, terutama bagi
masyarakat pesisir. Tanaman ini diperkirakan berasal dari pesisir Samudera
Hindia di sisi Asia, namun kini telah menyebar luas di seluruh pantai tropika
dunia. Kelapa merupakan tanaman tropis yang telah lama dikenal masyarakat
Indonesia termasuk daerah Gorontalo. Hal ini terlihat dari penyebaran
tanaman kelapa dihampir seluruh wilayah Nusantara, yaitu di Sumatera
dengan areal 1,20 juta ha (32,90%), Jawa 0,903 juta ha (24,30%), Sulawesi
0,716 juta ha (19,30%), Bali, NTB, dan NTT 0,305 juta ha (8,20%), Maluku
dan Papua 0,289 juta ha (7,80%).
Ordo : Palmales
Familia : Palmae
Genus : Cocos
G
aGambar 2.1 Bentuk Fisik Tempurung Kelapa
(Sumber: kompasiana.co.id)
Tempurung kelapa termasuk golongan kayu keras dengan kadar air
sekitar enam sampai sembilan persen (dihitung berdasar berat kering) yang
tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Tempurung kelapa dalam
penggunaan biasanya digunakan sebagai bahan pokok pembuatan arang
dan arang aktif.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Tempurung Kelapa
Persentase
Komponen
(%)
Selulosa 26,6
Hemiselulosa 27,7
Lignin 29,4
Abu 0,6
Nitrogen 0,1
Air 8,0
(b)
Gambar 2.5 (a) Tahap pembuatan C-Dots dari molekul sederhana, (b) Tahap
pembuatan C-Dots dari molekul kompleks.
1) Absorpsi
Carbon nanodots (C-Dots) memiliki ukuran dibawah 10 nm
yang dapat berfungsi sebagai medium optik untuk cahaya. Ketika
cahaya merambat kedalam carbon nanodots (C-Dots) melalui celah
pita yang terbentuk diantara pita valensi dan pita konduksi, maka
cahaya tersebut akan mengalami absorpsi dan luminisensi. Absorpsi
akan terjadi selama perambatan cahaya didalam carbon nanodots (C-
Dots) dengan frekuensi cahaya yang sama dengan frekuensi transisi
elektron didalam carbon nanodots (C-Dots). Pada proses absorpsi,
intensitas cahaya akan berkurang dan carbon nanodots (C-Dots) akan
terlihat berwarna.
Setelah cahaya diabsorpsi oleh carbon nanodots (C-Dots),
maka akan terjadi peristiwa luminisensi. Luminisensi merupakan
peristiwa emisi spontan cahaya oleh elektron yang tereksitasi di dalam
carbon nanodots (C-Dots). Luminisensi terjadi ketika elektron
berpindah dari pita valensi menuju pita konduksi setelah dieksitasi
oleh energi cahaya, kemudian akan kembali lagi pada keadaan
dasarnya. Hal ini disebabkan karena elektron menyerap foton dari
cahaya sehingga elektron menjadi tidak stabil. Elektron akan
mengalami relaksasi sehingga energi foton akan diemisikan.
2) Fluoresensi
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu
materi setelah tereksitasi oleh berkas cahaya yang memiliki energi
tinggi. Fluoresensi akan terjadi ketika suatu materi dikenai energi
cahaya. Emisi cahaya terjadi karena proses absorpsi cahaya oleh
elektron yang mengakibatkan elektron tereksitasi (Haryanto, 2008).
Elektron yang tereksitasi akan kembali pada keadaan semula dengan
melepaskan energi berupa cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi merupakan
proses perpindahan tingkat energi dari keadaan elektron tereksitasi (S 1
atau S2) menuju keadaan stabil (ground states).
3) Fosforesensi
Fosforesensi merupakan proses pemancaran energi cahaya
setelah material dikenai energi cahaya. Fosforesensi terjadi ketika
daerah di sekitar material menjadi gelap. Fosforesensi berfungsi untuk
mempermudah proses terjadinya fluoresensi setelah sumber energi
cahaya dimatikan. Ketika tidak ada sumber cahaya yang mengenai
material optik, fosforesensi akan tetap terjadi walaupun waktunya sangat
singkat.
Perbedaan fluoresensi dan fosforesensi terdapat pada rentang waktu
antara penyerapan cahaya dan emisi cahaya. Fluoresensi terjadi pada waktu
10-6 detik sampai dengan 10-9 detik setelah penyerapan cahaya. Sedangkan
fosforesensi terjadi pada waktu 10-3 detik. Fluoresensi terjadi pada
temperatur sedang dalam larutan cair, sedangkan fosforesensi terjadi pada
temperatur yang sangat rendah serta media yang pekat.
Setelah terjadi proses fosforesensi, warna yang terkandung dalam
larutan cair akan berkurang intensitasnya meskipun berada pada tempat
yang gelap atau dengan jumlah cahaya masuk yang sedikit. Semakin lama
waktu fluoresensi, maka fosforesensi akan berlangsung lebih lama pula.
Diagram proses fluoresensi dan fosforesensi dapat dilihat pada Gambar 2.7.
2.4 Merkuri
Merkuri (Hg) berasal dari bahasa Latin Hydragium yang berarti
cairan perak, mempunyai nomor atom 80, berat molekul 200.61,
merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada temperature
kamar. Di bawah titik lelehnya merupakan padatan putih dan di atas titik
didihnya merupakan uap tak berwarna (Redzeki,2007). Selain untuk kegiatan
penambangan emas, merkuri juga digunakan dalam produksi gas klor dan
soda kaustik, termometer, bahan tambal gigi, dan baterai (Widaninggrum dkk,
2007).
2.4.1 Karakteristik Merkuri
Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini
dapat bercampur dengan enzyme didalam tubuh manusia menyebabkan
hilangnya kemampuan enzyme untuk bertindak sebagai katalisator untuk
fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap kedalam tubuh
melalui saluran pencernaan dan kulit.
Merkuri memiliki sifat sebagai berikut (Pallar,1994 dalam
Sismanto, 2007):
1. Berwujud cair pada temperatur kamar. Zat cair ini tidak sangat
mudah menguap
2. (tekanan gas/uapnya adalah 0,0018 mm Hg pada 25C).
3. Terjadi pemuaian secara menyeluruh pada temperatur 396C.
4. Merupakan logam yang paling mudah menguap.
5. Logam yang sangat baik untuk menghantar listrik.
6. Dapat melarutkan berbagai logam untuk membentuk alloy yang
disebut juga amalgam.
7. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi hewan dan manusia.
2.4.2 Toksisitas Merkuri
Menurut Agus, dkk (2005), salah satu logam berat yang memiliki
bahaya potensial adalah merkuri baik terhadap manusia maupun hewan
karena : (1) bersifat sebagai racun dan meracuni; (2) tidak dapat
dirombak/sukar dihancurkan oleh organisme. Toksisitas merkuri dapat
terjadi pada bentuk organik maupun anorganik. Toksisitas merkuri berbeda
sesuai bentuk kimianya, misalnya merkuri anorganik bersifat toksik pada
ginjal, sedangkan merkuri organik seperti metil merkuri bersifat toksik
pada sistim syaraf pusat.
2.4.3 Pencemaran Merkuri
Pencemaran lingkungan dilakukan oleh industri-industri dan
kegiatan lain, melalui air buangan atau melalui sistem ventilasi udara.
Merkuri yang terbuang ini kemudian mengkontaminasi sungai, pantai atau
badan air yang terdapat di sekitarnya, air ini kemudian mengkontaminasi
ganggang dan ikan-ikan kecil Demikian pula dengan kerang
mengumpulkan merkuri di dalam tubuhnya. Kadar merkuri yang
mengkontaminasi langsung pada tubuh ikan yaitu antara 0.0005 0.075
ppm. Ikan-ikan dan kerang ini kemudian dikonsumsi oleh manusia
sehingga sedikit demi sedikit merkuri berakumulasi dalam tubuh manusia.
Sebagai contoh adalah terjadinya peningkatan kadar merkuri (Hg)
di perairan teluk jakarta. Kenaikan kadar merkuri dalam perairan teluk
jakarta. Kenaikan kadar merkuri dalam perairan teluk jakarta tersebut
pertama kali dikemukakan oleh A.A loeddin, kepala Badan penelitian dan
Pengembangan Departemen Kesehatan . penelitian yang dilakukan pihak
LON ( Lembaga Oseanologi Nasional-LIPPI ) pada tahun 1983, ternyata
hasilnya mendukung pendapat A.A Loeddin. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa kadar merkuri dalam 19 perairan teluk jakarta telah
mencapai 0, 027 ppm; berarti hampir empat kali dari jumlah hasil
penelitian yang dilakukan dua tahun sebelumya. Peningkatan kadar
merkuri dalam perairan teluk jakarta ituh telah meninggalkan bekas bagi
masyarakat teluk jakarta. Tercatat satu orang telah meninggal dan beberapa
orang lainnya mengalami kelumpuhan, lidah kelu, dan sama sekali tidak
memiliki daya.
(palar, 2008).
BAB III
METODE PENULISAN
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daftar pustaka berisi daftar referensi yang digunakan dalam penulisan. Penulisan
daftar pustaka untuk buku formatnya adalah nama pengarang, tahun terbit, judul
buku, kota terbit, dan nama penerbit. Penulisan daftar pustaka untuk jurnal ditulis
dengan nama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, dan nomor
halaman. Penulisan daftar pustaka yang diperoleh dari internet ditulis alamat
website-nya dan waktu aksesnya (tanggal dan jam).
LAMPIRAN