Abstrak
Pulau-pulau kecil merupakan unsur utama dari negara kepulauan Indonesia yang
memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan pertahanan keamanan. Fakta membuktikan bahwa
dari 13.466 pulau Indonesia yang telah bernama, memiliki potensi ekonomi berupa
sumberdaya pesisir dan laut yang melimpah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.
Sehingga untuk melindungi keanekaragaman hayati tersebut, tidak kurang dari 1.900 pulau-
pulau kecil Indonesia masuk dalam kawasan konservasi. Namun demikian, masih sering
timbul permasalahan dan konflik kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan
laut di pulau-pulau kecil, terutama dalam pemanfaatan sumberdaya ikan, pariwisata bahari,
dan konservasi. Hal ini terjadi karena ekosistem pulau-pulau kecil memiliki daya dukung dan
daya tampung yang terbatas serta sangat rentan terhadap perubahan lingkungan, termasuk
dampak bencana alam dan perubahan iklim. Untuk mengoptimalkan fungsi ekologi dan
ekonomi sumberdaya yang dimiliki demi kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga
kelestarian sumberdayanya, maka dikembangkan konsep minawisata pulau-pulau kecil.
Minawisata pulau-pulau kecil adalah konsep pengembangan ekonomi masyarakat melalui
pemanfaatan sumberdaya yang memadukan kekuatan potensi perikanan dan pariwisata
bahari dengan mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan konservasi
sumberdaya. Untuk mengimplementasikan konsep tersebut, maka dibutuhkan perencanaan
yang mantap, dukungan infrastruktur, sumberdaya manusia, pengembangan destinasi
wisata, promosi dan investasi, serta dukungan kebijakan dan regulasi pemerintah.
PENDAHULUAN
Dalam pengelolaan pulau-pulau kecil, setidaknya ada tiga isu strategis yang sering
mengemuka yaitu: kedaulatan wilayah NKRI, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan
masyarakat. Ketiga isu diatas berhubungan dengan tiga fungsi penting dari pulau-pulau
kecil; pertama fungsi pertahanan keamanan, terutama pada pulau-pulau kecil terluar (PPKT)
yang berbatasan dengan negara lain sebagai pintu gerbang keluar masuknya aliran orang
dan barang yang rentan terhadap okupasi negara lain. Kedua fungsi ekonomi, wilayah
pulau-pulau kecil memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan dengan produktivitas hayati
tinggi, serta pusat kegiatan wisata bahari yang potensial dikembangkan sebagai wilayah
bisnis yang berbasis sumberdaya (resource based industry). Ketiga, fungsi ekologi dimana
ekosistem pesisir dan laut pulau-pulau kecil berfungsi sebagai tempat berlangsungnya siklus
hidrologi dan bio-geokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah dan energi alternatif,
faktor penentu iklim global, dan sistem penunjang kehidupan lainnya.
Jumlah pulau Indonesia yang telah diverifikasi dan diberi nama hingga kini mencapai
13.466 pulau, yang tersebar di wilayah nusantara dengan total panjang garis pantai 95.181
km2 dan menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Pulau-pulau
kecil yang memiliki luas kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (UU No. 27 Tahun 2007),
1
Disampaikan pada KONAS VIII Pengelolaan Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil, Mataram 22-24 Oktober 2012
2
Direktur Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil-Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta
3
Staf Direktorat Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil, KKP, Jakarta
1
merupakan kesatuan ekosistem yang memiliki potensi sumberdaya alam pesisir dan laut
yang produktif, seperti ekosistem mangrove, terumbu karang dan ekosistem lamun beserta
biota yang hidup di dalamnya yang merupakan sumber bahan makanan, kawasan rekreasi,
pariwisata, konservasi dan jenis pemanfaatan lainnya. Jika dikelola dengan baik, maka
segenap potensi ekonomi yang ada di kawasan pulau-pulau kecil sangat prospektif untuk
dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat menyumbangkan
pendapatan bagi daerah.
2
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, maka pembangunan di pulau-
pulau kecil harus dilaksanakan secara berkelanjutan dengan pendekatan yang
mengutamakan keseimbangan ekologi, ekonomi dan konservasi. Pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) sendiri adalah pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan atau merusak kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987). Definisi di atas tidak melarang
aktivitas pembangunan ekonomi, tetapi menganjurkannya dengan persyaratan bahwa laju
(tingkat) kegiatan pembangunan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity). Dengan
demikian, generasi mendatang tetap memiliki aset sumberdaya alam dan jasa-jasa
lingkungan (environmental services) yang sama kualitasnya dengan kondisi saat ini.
3
Pengembangan pariwisata bahari di kawasan pulau-pulau kecil Nusantara secara
nyata memiliki prospek menjanjikan sebagai daerah tujuan wisata bahari terbesar di dunia.
Luasnya ekosistem pesisir dan laut di kawasan ribuan pulau-pulau kecil Indonesia
berdampak pada tersedianya berjuta hektar taman laut yang memiliki flora dan fauna yang
sangat khas dan tak dimiliki oleh negara lain. Sebagai gambaran adalah terdapat luasan
terumbu karang 25.000 km2, serta kehidupan biota laut yang mencapai 80 genera dan 590
spesies terumbu karang, 2.500 spesies moluska, 1.512 spesies krustasea, 850 spesies
sponge, 2.334 spesies ikan laut, 30 spesies mamalia laut dan 38 spesies reptilian
(Suharsono, 2008a; Soegiarto dan Polunin, 1981 dalam Dahuri, 2003).
Menurut data BPS dan Gahawisri (Gabungan Pengusaha Wisata Bahari), Potensi
wisata bahari di Kawasan Konservasi Perairan diperkirakan mencapai USD 6,3 milyar atau
25-30% dari devisa pariwisata. Proyeksi untuk 10 tahun ke depan, kontribusinya dapat
meningkat hingga 50%. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa daerah-daerah tujuan
wisata bahari di pulau-pulau kecil utamanya berada pada kawasan konservasi yang memiliki
keindahan terumbu karang, biota laut, dan pantai.
Beberapa contoh kawasan konservasi dan taman nasional laut yang menjadi tujuan
utama wisata bahari adalah: Kepulauan Raja Ampat, Taka Bonerate, Kepulauan Wakatobi,
Bunaken, Kepulauan Anambas, Kepulauan Derawan, TN Komodo, Gili Matra-Lombok (Gili
Meno, Gili Air, Gili Trawangan), TN 17 pulau Riung-Flores, TN Kepulauan Seribu, dan Pulau
Menjangan di TN Bali Barat. Bahkan terumbu karang Kep. Raja Ampat masuk urutan ke-7
dalam Top 10 world dive site (http://www.backpackingbex.com/). Diperkirakan, sekitar 1.900
pulau kecil masuk dalam kawasan konservasi nasional, jumlah ini belum termasuk yang
berada di kawasan konservasi laut di daerah (KKLD) yang tersebar di 36 Kabupaten/kota
dengan luas mencapai 13,5 juta Ha (2009).
Sumberdaya ikan (SDI) merupakan salah satu potensi yang ada di kawasan pulau-
pulau kecil. Kegiatan perikanan, konservasi dan wisata bahari saat ini sudah berjalan di
pulau-pulau kecil, namun masing-masing terkesan berjalan sendiri-sendiri dan tidak sinergis.
Pengelolaan SDI di kawasan pariwisata seringkali masih menimbulkan konflik, demikian
pula dengan pemanfaatan perikanan di kawasan konservasi yang sering menimbulkan
masalah. Untuk memperoleh manfaat optimal pendayagunaan sumberdaya perikanan dan
pariwisata tersebut, maka pembangunan perikanan dan kepariwisataan bahari perlu
diterjemahkan dalam konsep yang lebih terpadu berdasarkan prinsip-prinsip blue economy.
Konsep dimaksud adalah Minawisata Pulau-pulau Kecil yang nantinya dikembangkan pada
gugusan pulau-pulau kecil yang memiliki potensi dan peluang pengembangan wisata bahari
dan perikanan, termasuk di kawasan konservasi. Eksistensi sumberdaya ikan yang saling
menyatu dengan ekosistem pulau dan potensi wisata bahari menjadi kekuatan dan nilai jual
program minawisata.
4
Konsepsi Minawisata Pulau-Pulau Kecil
Pulau kecil didefinisikan sebagai pulau dengan luas area kurang dari atau sama
dengan 2.000 km2 (UU no 27 tahun 2007). Adapun gugusan pulau-pulau kecil adalah
kumpulan pulau-pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi,
sosial dan budaya (Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2001). Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, disebutkan
bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu system bisnis
perikanan. Dalam sistem bisnis perikanan, seringkali digunakan kata Mina untuk
menggantikan kata Perikanan yang pada hakekatnya mengandung pengertian yang sama
dengan kata perikanan itu sendiri. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan
pada dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama
masyarakat nelayan dan juga masyarakat lainnya yang hidup di wilayah pesisir.
5
kolom air di atasnya, dengan beragam flora dan fauna yang berasosiasi di dalamnya serta
memiliki nilai ekologis, ekonomis, sosial dan budaya.
Kawasan konservasi laut pulau-pulau kecil memiliki peran utama sebagai berikut
(Agardy, 1997; Barr et. al, 1997) :
a. Melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, fungsi dan integritas ekosistem,
termasuk proses-proses ekologis dalam suatu ekosistem.
b. Meningkatkan hasil perikanan, karena kawasan konservasi dapat melindungi daerah
pemijahan, pembesaran dan mencari makanan; meningkatkan kapasitas reproduksi dan
stok sumberdaya ikan.
c. Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata yang bernilai ekologis dan estetis.
Kawasan konservasi melindungi tempat-tempat khusus melalui pengawasan dan
pengaturan jenis-jenis aktivitas yang diijinkan dan tidak diijinkan di zona-zona kawasan
konservasi.
d. Memperluas pengetahuan, pemahaman dan kepedulian masyarakat tentang ekosistem
pesisir dan laut pulau-pulau kecil; menyediakan tempat yang sesuai untuk observasi
dan monitoring jangka panjang, dan berperan penting bagi pendidikan masyarakat
berkaitan dengan pentingnya konservasi laut dan dampak negatif aktivitas manusia.
e. Memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir. Kawasan konservasi
dapat membantu masyarakat pesisir dalam mempertahankan basis ekonominya melalui
pemanfaatan sumberdaya dan jasa lingkungan secara optimal dan berkelanjutan.
Dari sudut pandang aktivitas secara keseluruhan, prinsip-prinsip blue economy yang
diintegrasikan dalam program minawisata diterjemahkan dalam aspek-aspek berikut:
a. Low CO2 Emission;
Untuk mengurangi emisi karbon, maka semua aktivitas dalam minawisata diupayakan
memanfaatkan sumber energi terbarukan. Misalnya untuk listrik dan penerangan
menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya, untuk memasak menggunakan biogas,
dan menggunakan bahan bakar biofuel atau rechargeable battery untuk speedboat.
6
b. Resources Efficient;
Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam maka perlu dikaji daya
dukung dan daya tampung pulau. Selanjutnya, jenis-jenis aktivitas dan batas jumlah
wisatawan yang diperbolehkan disesuaikan dengan hasil kajian tersebut. Sebagai
contoh, untuk memenuhi kebutuhan air minum dengan menghemat air tanah maka
dibangun alat desalinasi air laut atau reverse osmosis (RO). Penggunaan bahan-bahan
baku lokal dalam jumlah yang diperbolehkan, serta tidak melebihi batas maksimal
penggunaan lahan daratan pulau.
c. Socially Inclusive;
Untuk memastikan bahwa kegiatan minawisata nantinya berkontribusi terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal secara merata, maka diperlukan adanya
dukungan dan partisipasi dari setiap kelompok pemangku kepentingan. Untuk itu
diperlukan adanya pemberdayaan masyarakat lokal yang mencakup sosialisasi program,
penyadaran masyarakat, pelatihan keterampilan dan/ atau bimbingan teknis,
pembentukan dan penguatan kelembagaan, pendampingan, bantuan peralatan
penunjang, dan sebagainya. Adanya program pengembangan mata pencaharian
alternatif pendukung minawisata diharapkan dapat menambah penyerapan tenaga kerja
lokal. Kontribusi terhadap ekonomi daerah dapat diperoleh dari investasi dan perijinan,
penyerapan tenaga kerja (tour guide, dive guide, souvenir shop, boat operators, pegawai
restoran, pegawai KJA, dll), pajak, wisatawan (tiket masuk, akomodasi, konsumsi, dll).
d. Inovasi;
Inovasi dibutuhkan tidak hanya dalam teknologi pemanfaatan sumberdaya, tetapi juga
dalam pengelolaan sampah dan limbah yang dihasilkan. Pentingnya meminimalkan
produksi sampah dan limbah, tersedianya fasilitas pengolahan limbah IPAL (instalasi
pengolah air limbah), dan penerapan prinsip 3R (reuse, reduce dan recycle) dalam
pengelolaan sampah.
7
Gambar 1. Contoh KJA Minawisata pulau-pulau kecil
8
Gambar 4. Souvenir dari hasil daur ulang sampah plastik (kiri) dan beragam makanan dari
buah mangrove (kanan).
Perencanaan
1. Survei untuk mengumpulkan data dan informasi serta analisis data. Kegiatan analisis
data bertujuan untuk mengolah berbagai data, informasi dan peta dari lapangan
(biofisik, sosial ekonomi dan lain-lain). Jenis analisis yang dilakukan meliputi analisis
kesesuaian lahan, daya dukung, ekonomi dan analisis pengembangan wilayah.
2. Penyusunan rencana pengembangan dan rencana aksi minawisata pulau-pulau kecil
yang outputnya berupa dokumen masterplan, bussiness plan, siteplan, dan rancang
bangun minawisata pulau-pulau kecil.
3. Penataan ruang pesisir dan laut pulau-pulau kecil (pemintakatan) yang sinergis dengan
zonasi kawasan konservasi dalam konteks pengelolaan pulau-pulau kecil terpadu
(ISIM/Integrated Small Islands Management), yaitu ICM di PPK.
Pelaksanaan
Implementasi program minawisata membutuhkan dukungan program sebagai berikut:
1. Sosialisasi program dan penguatan kesadaran wisata masyarakat
2. Penyusunan Rencana Pengembangan Minawisata PPK, yang mencakup masterplan,
site plan/rancang bangun minawisata PPK
3. Penguatan sumberdaya manusia melalui pelatihan dan bimbingan teknis
4. Pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengembangan aktivitas ekonomi di bidang
perikanan dan wisata bahari
9
5. Penguatan infrastruktur dasar dan ekonomi penunjang aktivitas minawisata, termasuk
peningkatan akses wisatawan terhadap kawasan minawisata
6. Pengelolaan/rehabilitasi ekosistem termasuk pengawasan SDKP
7. Promosi, pemasaran paket wisata dan pengembangan investasi minawisata
8. Pengembangan dan inovasi paket atraksi perikanan dan ekowisata bahari
9. Operasionalisasi dan pengendalian pengelolaan kawasan minawisata pulau-pulau kecil.
2. Evaluasi program.
Evaluasi adalah suatu proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis, dan
menginterprestasikan informasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan
program sesuai dengan kriteria tertentu untuk mengambil keputusan dalam
pengembangan minawisata pulau-pulau kecil.
Evaluasi dapat dibedakan menjadi tiga tahap yaitu:
a. Pra Evaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat program belum
berjalan/beroperasi pada tahap perencanaan.
b. Evaluasi pada saat program telah berjalan, yaitu evaluasi yang lebih difokuskan pada
penilaian dari setiap tahapan kegiatan yang sudah dilaksanakan walaupun belum
selesai sepenuhnya.
c. Evaluasi setelah program dilaksanakan, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap
seluruh tahapan program yang dikaitkan dengan tingkat keberhasilannya sesuai
dengan indikator yang ditetapkan dalam rumusan sasaran atau tujuan program.
PENUTUP
Minawisata pulau-pulau kecil adalah konsep yang relatif baru berkembang sehingga
masih membutuhkan penyempurnaan pada banyak aspek sehingga nantinya dapat
diimplementasikan dengan baik. Dukungan teknis dan politis tentu diperlukan, demikian pula
dengan dukungan regulasi, payung hukum, kajian dan riset baik dari para peneliti, akademisi
maupun praktisi dan lembaga swadaya masyarakat. Tidak kalah penting adalah dukungan
pihak swasta/dunia usaha sebagai calon investor. Selain itu, juga diperlukan kerjasama
yang sinergis dengan stakeholders terkait, seperti Gahawisri, BKPM, dan DMO (Destination
Management Organization), yaitu Tata kelola destinasi wisata yang baik yang diinisiasi oleh
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, khususnya cluster wisata bahari.
10
DAFTAR REFERENSI
Agardy, T.S. (1997), Marine Protected Areas and Ocean Conservation. Academic Press,
Inc., San Diego, California.
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil
Adrianto L, 2004 Adrianto, Luky. 2004. Pembangunan dan Pengelolaan Pulau-pulau Kecil
yang Berkelanjutan. Makalah disampaikan pada Pelatihan Perencanaan dan
Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu, Bogor, 23 Agustus 25 September
2004.
Bengen Dietriech G dan Retraubun Alex SW, 2006, Bengen, D.G. dan A.S.W. Retraubun.
2006. Menguak Realitas dan Urgensi Pengelolaan Berbasis Eko-Sosiosistem Pulau-
Pulau Kecil. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut (P4L), Bogor.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 20 Tahun 2008 Tentang Pemanfaatan
Pulau-pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya
Direktorat Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil, Ditjen KP3K-Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2012, Pedoman Pengembangan Minawisata Pulau-pulau Kecil (dalam
proses penyempurnaan).
WCED (UN World Commission on Environment and Development), 1987, Our Common
Future: Report of the World Commission on Environment and Development, WCED,
Switzerland.
Pearce, D.G., Markandya A., Barbier E.(1994) [1989] Blueprint for a Green Economy.
London: Earthscan Publication Limited.
Suharsono. 2008a. Jenis-jenis Karang di Indonesia. Jakarta: LIPI Press.
Suharsono. 2008b. Sustainable Harvest of Stony Corals [paper]. Di dalam: Workshop
Penyusunan Peraturan Daerah Terumbu Karang-COREMAP II; Bogor, 12-13 Agustus
2008. Bogor: Coremap II, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Yulianda, 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir
Berbasis Konservasi. Makalah. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Kamal E. 2005. Minawisata dan Minaindustri. Informasi Kampus. Universitas Bung Hatta.
Padang.
Fandeli, C. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
META. 2002. Planning for marine ecotourism in the EU Atlantic Area: good practice
guidance. Bristol: University of the West of England.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 412 hal.
http://www.backpackingbex.com/
11