Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

DIVISI GASTROENTEROHEPATOLOGI SEPTEMBER 2016

HEPATITIS VIRUS A

DISUSUN OLEH :
Siti Hardiyanti (C111 12 001)
Haryanto K. Tuling (C111 12 003)
Yuliasi (C111 12 018)
Agni Khairani (C111 12 030)
Nurul Indah Pertiwi (C111 12 052)
Atikah Zulqaidah (C111 12 908)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM DIVISI GASTROENTEROHEPATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

BAB I
PRESENTASI KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Usia : 23 tahun
Tanggal lahir : 18 Oktober 1992
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Pekerjaan : PNS
Tanggal masuk : 02 September 2016
Ruang Perawatan : Madinah Kamar 516
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri Ulu Hati
Anamnesis Terpimpin :
Seorang laki-laki berumur 23 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri ulu hati.
Keluhan dialami sejak 3 hari terakhir sebelum masuk rumah sakit, dan disertai dengan
mual dan muntah yang berisi makanan. Demam tidak ada, Riwayat demam ada, nyeri
badan ada, lemah ada, sakit kepala ada, batuk dan nyeri dada tidak ada. Pasien merasakan
keluhan kuning di mata timbul sejak 1 hari di rumah sakit. Buang air kecil lancar, warna
seperti teh pekat. Buang air besar biasa. Pasien riwayat berobat ke tempat dokter praktik
dan diberikan obat penurun panas, antibiotik, anti-emetik dan tidak membaik dan pasien
langsung dirujuk ke rumah sakit.
Riwayat penyakit sebelumnya dengan keluhan yang sama tidak ada, riwayat penyakit
kuning sebelumnya tidak ada. Riwayat dalam keluarga dengan keluhan yang sama tidak
ada, Riwayat dengan orang sekitar dengan keluhan yang sama ada, yaitu teman kantor
pasien. Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol, serta tidak mengkonsumsi obat-
obatan, pasien mempunyai riwayat sering jajan di luar rumah.
C. Pemeriksaan Fisis
Keadaan Umum : Sakit Sedang, Gizi Cukup
Kesadaran : Kompos Mentis (GCS E4M6V5)
Tanda Vital :
- Tekanan Darah: 110/80 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Suhu : 36,6 C (Axilla)
- Pernafasan : 20 x/menit
Status Lokalis :

1. Kepala
-
Rambut : Berwarna hitam, tidak rontok
-
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterus (+), Gangguan
penglihatan (-). Pupil bulat isokor d 2,5 mm ODS
-
Telinga : Nyeri (-), Sekret (-), Tinnitus (-), Gangguan
pendengaran (-)
-
Hidung : Nyeri (-), Epiktaksis (-), Rhinorrhea (-)
-
Mulut : Bibir kering, Gusi berdarah (-), Lidah kotor (-),
Gangguan pengecap (-), Sianosis (-)
2. Leher
-
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak

massa tumor. JVP R+2 cmH O.


2
-
Palpasi : Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening.

3. Thoraks
-
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, normochest, sela iga dalam
batas normal
-
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, vokal
fremitus kanan dan kiri sama
-
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, batas paru hepar: ICS
VI dextra anterior, batas paru belakang kanan: CV Th IX
dextra, batas paru belakang kiri: CV Th X sinsitra
-
Auskultas : Bunyi pernapasan vesikuler, wheezing dan rhonki pada
i kedua lapangan paru negatif

4. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
- Perkusi : Pekak, Batas jantung normal:
Kanan : ICS II linea parasternalis dextra
Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kiri : ICS IV linea parasternalis dextra
Bawah: ICS V linea midclavicularis
- Perkusi : Timpani

5. Abdomen

- Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas


- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Palpasi : Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, asites (-),
lien dan hepar tidak teraba.
- Perkusi : Timpani

6. Alat kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Anus dan rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan

8. Punggung
- Inspeksi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
- Nyeri ketok : Tidak ada
- Gerakan : Dalam batas normal
- Lain-lain : Tidak ada skoliosis

9. Ekstremitas
- Inspeksi : Edema (-)
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, akral hangat
- Eritema palmaris : Tidak ada
- Eritema palmaris : Tidak ada

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Fungsi Hati (03/09/2016)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

AST 429 5-38 u/L


ALT 25 5-41 u/L

b. Fungsi Ginjal (03/09/2016)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Ureum 18 15-40 mg/dl

Kreatinin 0.8 0,5-1,2 mg/dl

c. Immunoserologi (05/09/2016)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

ANTI-HAV IgM Reaktif Non-Reaktif

d. Kimia (05/09/2016)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


BILIRUBIN TOTAL 7.69 <1.3 mg/dL
BILIRUBIN DIREK 6.82 <0.5 mg/dL
BILIRUBIN INDIREK 0.87 0-41 U/L

e. Darah Rutin (02/09/2016)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

WBC 7,6 x 103 /uL 4 - 12 x 103 /uL

LYMP 2,2 x 103 /uL 1-5 x 103 /uL

LYM % 29,1 25-50 %


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
MON % 25,2 2-10 %
GRA
RBC % 45,7
5.31 50-80% 6 L
4-6.20x10
HGB 14.9 11-17 g/dL
PLT 102 150-400 x 103 l

MPV 8.7 7-11 x 103 m


PCT 0.089 0.200-0.500 %
PDW 15.3 10-18 %
HCT 47.8 35-55 %
MCV 90 80-100m3
MCH 28.1 26-34 pg
MCHC 31.2 31-35.5 g/dL
E. Diagnosis
Diagnosis Klinis :
Hepatitis Virus A

F. Terapi
Diet Lunak
IVFD asering 28 tpm
Aminofusin 1 bag/24 jam/drips
Hepatoprotektor (maxiliv 1 x 1)
Ursodeoxycholic acid 250 mg 2x1
Sotatic tab 2x1

G. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanactionam : bonam
BAB 2

PEMBAHASAN

Definisi

Hepatitis adalah proses peradangan difus pada sel hati. Hepatitis A adalah hepatitis
yang disebabkan oleh infeksi Hepatitis A Virus.1 Infeksi virus hepatitis A dapat menyebabkan
berbagai macam komplikasi, diantaranya adalah hepatitis fulminant, autoimun hepatitis,
kolestatik hepatitis, hepatitis relaps, dan sindroma pasca hepatitis (sindroma kelelahan
kronik). Hepatitis A tidak pernah menyebabkan penyakit hati kronik.2,3

Epidemiologi

Diperkirakan sekitar 1,5 juta kasus klinis dari hepatitis A terjadi di seluruh dunia
setiap tahun, tetapi rasio dari infeksi hepatits A yang tidak terdeteksi dapat mencapai sepuluh
kali lipat dari jumlah kasus klinis tersebut. Seroprevalensi dari hepatitis A virus beragam dari
beberapa negara di Asia. Pada negara dengan endemisitas sedang seperti Korea, Indonesia,
Thailand, Srilanka dan Malaysia, data yang tersedia menunjukan apabila rasio insidensi
mungkin mengalami penurunan pada area perkotaan, dan usia pada saat infeksi meningkat
dari awal masa kanak-kanak menuju ke akhir masa kanak-kanak, dimana meningkatkan
11resiko terjadinya wabah hepatitis A. Di Amerika Serikat, angka kejadian hepatitis A telah
turun sebanyak 95% sejak vaksin hepatitis A pertama kali tersedia pada tahun 1995. Pada
tahun 2010, 1.670 kasus hepatitis A akut dilaporkan; Incidence rate sebanyak 0,6/100.000,
rasio terendah yang pernah tercatat. Setelah menyesuaikan untuk infeksi asimtomatik dan
kejadian yang tidak dilaporkan, perkiraan jumlah infeksi baru ialah sekitar 17.000 kasus.4

Hepatitis A masih merupakan suatu masalah kesehatan di negara berkembang seperti


Indonesia. Berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan
bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8-
68,3%5.Incidence ratedari hepatitis per 10.000 12populasi sering kali berfluktuasi selama
beberapa tahun silam. Suatu studi di Jakarta melaporkan bahwa anti-HAV kadang kadang
ditemukan pada bayi baru lahir, dan ditemukan pada 20% bayi. Angka prevalensi ini terus
meningkat pada usia di atas 20 tahun.6
Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010, KLB hepatitis A terjadi di 2 desa dengan
jumlah penderita sebanyak 32 orang dengan attack rate sebesar 1,35%, kondisi ini mengalami
peningkatan dimana pada tahun 2009 kasus hepatitis A menyerang pada satudesa. Sementara
di Kota Semarang selama tahun 2011 tidak di temukan KLB hepatitis A. Pada tahun
2013,kasus hepatitis di Kota Semarang meningkat tajam. Menurut Dinas Kesehatan Kota
(DKK) Semarang,ada 47 kasus hepatitis yang diketahui hingga bulan Agustus tahun 2013.7

Etiologi

Hepatitis A disebabkan oleh hepatitis A virus. Virus ini termasuk virus RNA, serat
tunggal, dengan berat molekul 2,25-2,28 x 10 dalton, simetri ikosahedral, diameter 27-32 nm
dan tidak mempunyai selubung. Mempunyai protein terminal VPg pada ujung 5nya dan
poli(A) pada ujung 3nya. Panjang genom HAV: 7500-8000 pasang basa. Hepatitis A virus
dapat diklasifikasikan dalam famili picornavirus dan genus hepatovirus8

Patogenesis

Infeksi virus hepatitis A terutama menular melalui jalur fekal-oral, demikian pula
dengan air dan makanan yang terkontaminasi. Kerang-kerangan mempunyai kemampuan
untuk mencerna dan menghasilkan virus hepatitis A yang terkonsentrasi, sehingga dapat
menjadi sumber penularan virus. Transmisi terjadi terutama melalui kejadian luar biasa
(transmisi melalui makanan dan minuman), dan kontak dari orang ke orang. Pada cairan
tubuh, virus hepatitis A terkonsentrasi sebagian besar pada feses, serum, dan air liur. Virus
hepatitis A sangat jarang ditransmisikan melalui produk darah atau prosedur medis. Virus
hepatitis A terdapatpadafesesselama 3-6 mingguselamamasainkubasi,
dapatmemanjangpadafaseawalkerusakanhepatoselularpadapasien yang
simptomatikmaupunasimptomatik.Penempelan virus paling
maksimalterjadipadasaatterjadinyakerusakanhepatoseluler, selamaperiodedimanaindividu
yang terinfeksiberadadalamfase yang paling infeksius9

Virus hepatitis A sangat stabil pada lingkungan dan bertahan hidup pada suhu 60 0C
selama 60 menit, tetapi menjadi tidak aktif pada suhu 810C setelah pemanasan selama 10
menit. Virus hepatitis A dapat bertahan hidup pada feses, tanah, makanan, dan air yang
terkontaminasi. Virus hepatitis A resisten terhadap deterjen dan pH rendah selama transmisi
menuju lambung. Selama dicerna di saluran pencernaan, virus hepatitis A berpenetrasi ke
dalam mukosa lambung dan mulai bereplikasi di kripti sel epitel intestin dan mencapai hati
melalui pembuluh darah portal9.

Infeksi virus hepatitis A berhubungan dengan respon imun seluler, yang berperan dalam
imunopatogenesis infeksi virus hepatitis A dan induksi kerusakan hepatosit. Kerusakan
hepatosit terjadi melalui aktivasi sel T sitolitik spesifik terhadap virus hepatitis A. Dari hasil
hepatosit yang terinfeksi, yang didapatkan dari biopsi menunjukkan adanya sel T CD8+ yang
secara spesifik dapat melisiskan virus hepatitis A. Terbatasnya keterlibatan sistem imun alami
pada infeksi virus hepatitis A menunjukkan sekresi interferon gamma melalui sel T yang
teraktivasi, yang memfasilitasi ekspresi HLA kelas I determinan pada permukaan hepatosit
yang terinfeksi9.

Diagnosis

GejalaKlinis

1. Fase pre-ikterik (1-2 minggu sebelum fase ikterik): ditemukan gejala konstitusional
seperti anoreksia, mual dan muntah, malaise, mudahlelah, atralgia, myalgia, nyeri
kepala, fotofobia, faringitis, atau batuk. Dapat pula timbul demam yang tidak
terlalutinggi. Perubahan warna urin menjadi lebih gelap dan feses menjadi lebih pucat
dapat ditemukan 1-5 hari sebelum fase ikterik.

2. Fase ikterik (2-8 minggu): gejala konstitusional umumnya membaik, namun muncul
gambaran klinis jaundice, nyeri perut kuadran kananatas (akibat hepatomegali), serta
penurunan berat badan ringan
3. Fase perbaikan (konvalesens): gejala konstitusional menghilang, tetapi hepatomegaly
dan abnormalitas fungsi hati masih ditemukan. Nafsu makan kembali dan secara
umum pasien akan merasa lebih sehat. Perbaikan klinis dan parameter laboratorium
akan komplit dalam 1-2 bulan sejak awitan ikterik. Namun sebanyak <1% kasus
menjadi hepatitis fulminant, yakni munculnya ensefalopati dan koagulopati dalam 8
minggu setelah gejala pertama penyakit hati10

Pemeriksaanpenunjang

1. Serologi hepatitis A

a. IgM anti-HAVpositif menandakan infeksi hepatitis A akut

b. IgG anti-HAV positif menandakan infeksilampau (riwayat hepatitis A)

2. Biokimiahati

a. Kadar ALT AST meningkat 2 kali nilai normal tertinggi. Kadar ALT umumnya
jauh lebih tinggi dibandingkan kadar AST pada fase ikterik

b. Kadar bilirubin umumnya >2.5mg/dl apabila ditemukan klinis ikterik pada sclera
atau kulit.

c. Alkali fosfatase umumnya normal atau meningkat sedikit

d. Waktu protrombin (PT) umumnya normal atau memanjang 1-3 detik. Peningkatan
PT yang signifikan menunjukkan nekrosis hepatoselular yang ekstensif dan
prognosis yang lebih buruk

e. Penurunan albumin serum jarang ditemukan pada hepatitis virus akut tanpa
komplikasi

3. USG abdomen bertujuan untuk menilai adanya penyerta batu empedu10

Fase akut ditandai dengan peningkatan kadar aminotransferase serum, ditemukan antibodi
terhadap VAH (IgM anti-VAH), dan munculnya gejala klinis (jaundice). Selama fase akut,
hepatosit yang terinfeksi umunya hanya mengalami perubahan morfologi yang minimal,
hanya <1% yang menjadi fulminan. Diagnosis terhadap hepatitis A dilakukanselamafaseakut
yang ditunjukkanolehIgM anti-HAV.Kadar IgM anti-HAV umunya bertahan kurang dari 6
bulan, yang kemudian digantikan oleh IgG anti-VAH yang akan bertahan seumur
hidup.Setelahfaseakut, Infeksi VHA akan sembuh secara spontan, dan tidak pernah menjadi
kronis atau karier10,11.
Terapi

Penatalaksanaan hepatitis A virus sebagian besar adalah terapi suportif, yang terdiri
dari bed rest sampai dengan ikterus mereda, diet tinggi kalori, penghentian dari pengobatan
yang beresiko hepatotoxic, dan pembatasan dari konsumsi alkohol.Sebagian besar dari kasus
hepatitis A virus tidak memerlukan rawat inap. Rawat inap direkomendasikan untuk pasien
dengan usia lanjut, malnutrisi, kehamilan, terapi imunosupresif, pengobatan yang
mengandung obat hepatotoxic, pasien muntah berlebih tanpa diimbangi dengan asupan cairan
yang adekuat, penyakit hati kronis/didasari oleh kondisi medis yang serius, dan apabila
padapemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan gejala-gejala dari hepatitis
fulminan. Pasien dengan gagal hati fulminant, didefinisikan dengan onset dari
encephalopathy dalam waktu 8 minggu sejak timbulnya gejala. Pasien dengan gagal hati
fulminant harus dirujuk untuk pertimbangan melakukan transplantasi hati.12
Pencegahan

Pencegahan penularan hepatitis A dapat dilakukan dalam beberapa cara yaitu


pemberian imunoglobulin, vaksinasi, dan kondisi higenis yang baik, seperti cuci tangan dan
desinfeksi.

Sampai saat ini, pemberian imunoglobulin merupakan cara utama untuk mencegah
infeksi virus hepatitis A pada individu yang sangat rentan dengan paparan, maupun orang
yang baru terkena paparan infeksi virus hepatitis A. Imunisasi ini bermanfaat untuk
pencegahan infeksi pada orang yang bepergian, pekerja militer bahkan pencegahan
profilaksis pasca paparan virus hepatitis A. Bila imunoglobulin diberikan dalam 2 minggu
pasca paparan, maka efektivitasnya proteksinya sebesar 85%.

Imunoglobulin diberikan secara intramuskular, dosis tunggal sebanyak 0.02-0.6


ml/kg. Dosis yang rendah efektif untuk proteksi selama 3 bulan, sedangkan dosis yang lebih
tinggi efektif selama enam bulan. Hasil dari pemeberian imunglobulin dalah serokonversi,
yang didenifisikan sebagai terbentuknya antibodi yang bersifat protektif setelah pemberian
imunoglobulin. Pada umumnya kadar yang dianggap protektif adalah 10-20 mlU, yang
biasanya timbul setelah pasca pemberian.

Imunisasi aktif yang diberikan berupa vaksin yang dilemahkan, yang diinaktivasi
fprmalin, dan berupa whole vaccine yang diproduksi dari klutur sel. Metode ini menggantikan
metode pemberian imunoglobulin untuk profilaksis individu yang belum terpapar. Pemberian
imunisasi aktif diberikan kepada orang yang berisiko tinggi terinveksi virus hepatitis A, yang
belum mempunyai antibodi anti-HAV. Selain itu, imunisasi hepatitis A aktif juga
direkomendasikan untuk pasien dengan infeksi hepatitis A dan C.

Contoh vaksin yang tersedia di pasaran saat ini adalah vaksin yang diproduksi oleh
Glaxo Smith Kline (Havrix) dan Merck yang memproduksi Vaqta. Kedua vaksin tersebut
diproduksi dari virus yang menginfeksi fibroblas. Harvix dibuat dari virus Hepatitis A strain
HM175, sedangkan Vagta dari strain CR326. Namun keduanya tidak memiliki perbedaan
efek klinis yang bermakna, vaksin diberikan dalam dosis secara intramuskular dengan selang
waktu 6-18 bulan. Pemeberian Hravix dosis tunggal dapat memberikan efek proteksi sampai
1 tahun, tetapi proteksi permanen diperoleh dengan memberikan vaksin dosis kedua dalam 6-
12 bulan. Efek samping yang dapat timbul meliputi nyeri ditempat suntikan (terjadi pada
50%) dan sakit kepala (6-16%). Efek samping yang berat dapat berupa reaksi anafilaksis dan
Sindrom Gullain-Barre. Dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, booster setalah
imunisasi primer tidak perlu dilakukan karena tubuh akan membuat sel memori terhadap
virus hepatitis A.

Kadar antibodi yang dihasilkan dari imunisasi biasanya 10-100 kali lebih rendah
daripada pasca infeksi alamiah dan dapat lebih rendah dariapda batas ambang pemeriksaan
diagnostik. Namun, Harvix dan Vaqta memberikan antibodi lebih 10-20 mlU/ml. Efek
proteksi dibentuk dalam 1 bulan setelah pemberian dosis inisial pada 90-100% individu dan
hampir semua individu mencapai kadar antibodi yang protektif satu bulan setelah pemberian
dosis kedua. Durasi proteksi setelah kedua bertahan samapi sepuluh tahun. Harvix
memperthankan kadar anti-HAV serum sampai 20 tahun imunisasi. Selain Harvix dan Vaqta,
saat ini Glaxo Smith Klinee telah memproduksi vaksin kombinasi hapatitis A (harvix) dan
hepatitis B (Engerix-B).

Vaksin Dosis Volume Jadwal


Harvix 1440 ELU 1 ml 0,6-12 bulan
Vaqta 50 U 1 ml 0.6-18 bulan
Twinrix 720 ELU HAV 1 ml 0.1,6 bulan

Vaksin tersebut harus disimpan dalam suhu 2-8C dan dapat disimpan setidaknya dua
tahun dalam kondisi tersebut tanpa mengurangi efektivitasnya. Pemyimpanan vaksin di
tempat beku akan merusak vaksin. Vaksin hepatitis A inaktif belum disetujui untuk anak usia
dibawah 2 tahun. Kontraindikasi pemberian waktu hepatitis A adalah individu dengan alergi
terhadap vaksin atau komponen dari vaksin. Perhatian khusus perlu dipertimbangkan pada
individu dengan penyakit-penyakit akut derajat sedang dan berat, serta pada kehamilan,
karena sampai saat ini keamanan vaksin hepatitis A pada ibu hamil belum dapat dibuktikan.
Bila seorang mengalami keterlambatan dalam pemberian vaksin kedua, maka vaksin kedua
dapat langsung diberikan tanpa mengulang vaksin pertama.

Prognosis

Prognosis Hepatitis A sangat bagus karena Hepatitis A tidak pernah menjadi hepatitis
kronik dan merupakan Self limiting disease

Komplikasi

Hepatitis A tidak pernah menyebabkan komplikasi karena dapat sembuh sendiri


dengan istirahat yang cukup.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sherlock S and Dooley J. Diseases of the liver and biliary system. 11th ed.
Malden, MA: Blackwell Science, 2002, p.xvi, 706 p.

2. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM and Mayon-White RT. Lecture Notes :
Penyakit Infeksi. 6 ed.: Penerbit Erlangga, 2008.

3. Grendell JH, McQuaid KR and Friedman SL. Current diagnosis & treatment in
gastroenterology. 2nd ed. New York: Lang Medical Books/McGraw- Hill, 2003,
p.xv, 867 p.

4. CDC. Hepatitis A FAQs for Health Professionals. USA: CDC, 2013.

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M and Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 2006 ed. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit
dalam, 2006.

6. Widoyono. Penyakit tropis : epidemiologi, penularan, pencegahan &


pemberantasannya. Penerbit Erlangga, 2008.

7. DINKES. Hepatitis. Semarang: Dinkes propinsi jawa tengah, 2011.

8. Syahrurachman A, Chatim A, Triyatni M, et al. Buku ajar mikrobiologi


kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher, 2010, p.501.

9. Sanityoso A, Christine G. Hepatitis Viral Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
ed 6.

10. Kapita Selekta Kedokteran

11. Dienstag J. Acute Viral Hepatitis. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17


ed. 2008. USA: McGraw-Hill Companies

12. Grendell JH, McQuaid KR and Friedman SL. Current Diagnpsis & Rreatment in
Gastroenterology. 2nd ed. New York : Lang Medical Boooks/McGraw-Hill, 2003.

Anda mungkin juga menyukai