Anda di halaman 1dari 12

Bupati Tetapkan Timor Tengah Selatan KLB Diare

JUM'AT, 30 JANUARI 2015 | 11:42 WIB

Kampung adalah salah satu perkampungan megalitikum yang terletak di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Tepatnya di Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere, sekitar 19 km selatan Bajawa. Tempo/Rully Kesuma

TEMPO.CO, Kupang - Bupati Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara


Timur, Paul Mella, akhirnya menetapkan status kejadian luar biasa
(KLB) atas penyakit diare di wilayahnya setelah tiga penderita diare
meninggal. Alasan lain penetapan status KLB ini adalah jumlah warga
yang terserang diare meningkat.

"Diare di Timor Tengah Selatan sudah ditetapkan sebagai kejadian


luar biasa," kata Kepala Bidang Pengendalian Dinas Kesehatan Timor
Tengah Selatan Barince Yalla kepada Tempo, Jumat, 30 Januari
2015. (Baca : Timor Tengah Selatan Endemik Diare, 2 Orang Tewas)

Dia mengatakan pemerintah Timor Tengah Selatan menetapkan KLB


diare walau jumlah penderita diare di wilayah yang terpapar penyakit
tersebut paling awal, Desa Noebeba, menurun. "Di Noebeba
kasusnya mulai menurun, namun muncul hampir setiap hari di desa-
desa lain," katanya.
Menurut Barince, petugas Dinas Kesehatan masih mendata warga
yang terserang penyakit tersebut. "Petugas kami masih mendata
jumlah pasti penderita diare di desa hingga dusun-dusun untuk
segera ditangani," katanya. (Baca: KLB Diare di Nusa Tenggara
Barat)

Hingga Kamis, 29 Januari 2015, kata dia, jumlah kasus diare di Timor
Tengah Selatan mencapai 224. Kasus ini tersebar di lima desa di
Kecamatan Noebeba, yakni Desa Enonabuasa 111 kasus, Oebaki 28
kasus, Oepliki 54 kasus, Teas 26 kasus, dan Oe'ekam 25 kasus. "Dari
jumlah itu, 33 kasus masih ditangani dengan rawat jalan, sedangkan
satu kasus rawat inap," katanya.

Diare melanda Timor Tengah Selatan sejak 21 Januari 2015. Kasus


diare ini telah menewaskan tiga warga, yakni Katerina Snae, 80 tahun,
Nitanel Liunokas (85), dan Jeremi Opat (6). (Baca: Wabah Diare, 19
Orang Meninggal di RSUD Sidoarjo)

YOHANES SEO
https://m.tempo.co/read/news/2015/01/30/058638736/bupati-tetapkan-
timor-tengah-selatan-klb-diare
Waduh, Kota Sukabumi KLB Campak
Jumat, 30 September 2016 18:15 WIB
Pewarta: Aditya A Rohman

Ilustrasi - Dokter menyuntikkan vaksin kepada balita. (Foto Antara/Risky Andrianto/Dok)

Atas dasar tersebut, kami menetapkan kasus


penyakit campak ini menjadi KLB campak.
Sukabumi (Antara Megapolitan) - Dinas Kesehatan Kota Sukabumi, menetapkan
Kota Sukabumi, Jawa Barat menjadi daerah kejadian luar biasa (KLB) penyakit
campak yang mayoritas menjangkiti anak di bawah umum dan balita.

"Kami beserta pihak puskesmas dan posyandu sudah berupaya mengedukasi


warga bahwa vaksin imunisasi yang dikeluarkan oleh pemerintah asli dan aman,
namun sayangnya masih banyak warga yang belum sadar akan pentingnya
imunisasi campak," kata Kepala Dinkes Kota Sukabumi, Ritanenny di Sukabumi,
Jumat.

Menurutnya, setelah dilakukan investigasi epidemologi oleh petugas dinkes dan


puskesmas se-Kota Sukabumi, ke setiap rumah warga diketahui terdapat sekitar
70 anak yang terkena penyakit campak se-Kota Sukabumi.

Seluruh anak yang terkena penyakit tersebut sampel darahnya sudah diambil,
serta sudah dikirim ke PT Bio Farma untuk dilakukan uji laboratorium.

Selain itu, dari 70 anak yang terkena penyakit tersebut, sebanyak 67 anak
dinyatakan positif yakni sebanyak 60 anak dari Kota Sukabumi dan tujuh anak
dari Kabupaten Sukabumi, tetapi yang tinggal di Kota Sukabumi.

"Atas dasar tersebut, kami menetapkan kasus penyakit campak ini menjadi KLB
campak. Sedangkan yang menjadi salah satu dasar dan alasannya sebab
kasusnya selama 2 bulan terakhir mengalami peningkatan," tambahnya.

Rita mengatakan setelah kasus penyakit tersebut ditangani dan ditanggulangi,


sampai saat ini tidak terjadi komplikasi dan kematian pada anak yang terserang
penyakit tersebut.

Dikatakannya, sebenarnya penyakit campak ini dapat dicegah yakni dengan


memberi imunisasi campak kepada anak sebanyak tiga kali yakni saat usia
sembilan bulan, 24 bulan dan pada anak usia Kelas 1 SD.
Editor: Naryo
COPYRIGHT ANTARA 2016 http://megapolitan.antaranews.com/berita/24466/waduh-kota-
sukabumi-klb-campak

KLB Rabies di Kalbar, 9 Meninggal Akibat Gigitan Anjing


Sabtu, 27 Agustus 2016 | 11:09

Ilustrasi penyakit rabies. [Google]

Berita Terkait
KLB Rabies di Kalbar, Pemda Minta Bantuan BNPB
Kera Diduga Rabies Gagal Ditangkap Warga di Karangasem
Penyakit Anjing Gila Masih Endemis di NTT
Kapolda Sumut Berikan Bantuan 1.500 Vaksin Rabies

[PONTIANAK] Sesuai dengan data informasi yang diterma bahwa sejak Januari hingga Angustus
2016 ini, jumlah warga Kalimantan Barat (Kalbar) yang digigt anjing sudah mencapai 877 orang. Dari
jumlah itu 9 orang dinyatakan meningal dunia karena menderita penyakit rabies akibat gigitan anjing.

Hal itu dikataklan Kepala Dinas Peternakan Pemprov Kalbar A Manaf, Jumat (26/8).
Ia mengatakan, sejak tahun 2014 yang lalu, beberapa kabupaten di Wilayah Kalbar sudah dinyatakan
kondisi luar biasa (KLB) rabies. Dimana pada tahun 2015, empat kabupaten dinyatakan KLB Rabies
dan tahun 2016 ini sudah meningkat menjadi 8 kabupaten yang menyatakan KLB rabies yaitu
Kabupaten Ketapang, Melawi, Sekadau, Sintang, Kapuashulu, Bengkayang, Kayong Utara dan
Sanggau.

Menurut Manaf, saat ini pihaknya sudah berhasil mendata jumlah anjing di Kalbar yaitu mencapai 179
ribu ekor. Dari jumlah itu baru 20.459 yang sudah divaksin jadi masuh jauh dari yang diharapkan,
dimana seharusnya jumlah hewan yang sudah di vaksin seharusnya mencapai 70 persen.

Permasalahan dan kendala yang dihadapi untuk melakukan vaksin terhadap anjing adalah luas
daerah wilayah yang dihadapi sangat luas dan jauh. Selain itu juga saran dan prasana serta Sumber
Daya Manusia (SDM) yang paham masalah penyakit anjing sangat terbatas. Dimana bisa kita
temukan di salah satu kebupaten tidak memiliki dinas peternakan dan kehewanan. Selain itu tenaga
dokter hewan juga sangat terbatas serta SDM dalam bidang kesehatan hewan sangat terbatas, jelas
Manaf.

Selain itu juga masalah anggaran untuk penanganan rabies serta vaksin yang memerlukan dana yang
sangat besar. Sementara Kabupaten dan provinsi tidak memiliki anggaran yang cukup dalam
menangani masalah rabies.

Untuk mengantisipasi semakin meluasnya rabies di Kalbar, Pemprov Kalbar sudah menyatakan KLB
Rabies sejak bulan Februari yang lalu. Selanjutnya pihaknya sudah meminta bantuan baik anggaran
dan juga SDM kepada pemerintah pusat.

Sementara itu Bupati Kabupaten Kapuashulu M Nasir mengatakan,penyakit rabies sudah merebak di
Wilayah Kabupaten Kapashulu sejak tahun 2014 yang lalu. Sejak timbulnya penyakit rabies itu,
pihaknya juga sudah melaksanakan vaksin sejak tahun 2014.

Ia mengatakan, hingga saat ini sudah 15 keamatan di Kabupaten Kapuashulu yang terserang
penyakit rabies. Dimana hingga saat ini sudah 54 orang yang digigit anjing dan dari jumlah itu 1 orang
dinyatakan meninggal dunia. Semua anjing yang sudah di vaksin langsung diberikan tanda berupa
kalung di leher anjing. Sehingga dapat dengan mudah diketahui bahwa anjing itu sudah di vaksin,
ungkap Nasir.

Saat ini yang menjadi kendala dalam menanggulangi masalah rabies ini adalah vaksin untuk manusia
belum tersedia. Untuk itu pihaknya sudah membuka posko di beberapa kecamatan yaitu untuk
memudahkan dalam penanganan penyakit rabies. [146]

http://sp.beritasatu.com/home/klb-rabies-di-kalbar-9-meninggal-akibat-gigitan-anjing/116647
Kalbar Tetapkan Rabies sebagai Kejadian
Luar Biasa

127
Shares

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menetapkan


penyakit rabies di daerahnya sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Menyikapi kejadian ini, Gubernur Kalimantan Barat Cornelis menggelar rapat


koordinasi dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Willem Rampangilei serta unsur terkait, yakni Kementerian Koordinator
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan dan Wali Kota
serta Bupati se-Kalimantan Barat pada Kamis (25/8/2016).

Dalam rapat itu, Cornelis menegaskan, pihaknya butuh bantuan pemerintah pusat
untuk mengantisipasi virus rabies di daerahnya karena keterbatasan anggaran.

"Bupati dan Wali Kota saya harap untuk serius menangani dua kejadian bencana ini,
asap dan vaksin untuk rabies," ujar Cornelis, seperti dikutip dari siaran pers BNPB,
Kamis malam.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho
mengatakan, penyelesaian merebaknya virus rabies di Kalimantan Barat dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yakni penggunaan vaksin dan depopulasi.

"Selain itu, mengedukasi masyarakat agar selalu waspada terhadap rabies. Awasi
sumber virusnya (peternakan). Lalu awasi juga pergerakan hewannya," ujar Sutopo.

Ia menegaskan, BNPB akan membantu penyelesaian kasus itu dengan


menggunakan dana siap pakai milik BNPB.
Akan tetapi, saat ini BNPB masih mengkalkulasi berapa biaya yang akan
digelontorkan untuk membantu Kalimantan Barat bebas dari virus rabies.

Di Indonesia sendiri, virus rabies masih banyak ditemukan. Pemerintah menargetkan


Indonesia bebas rabies pada 2030 mendatang.

Penulis : Fabian Januarius Kuwado

Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

http://nasional.kompas.com/read/2016/08/25/22433731/kalbar.tetapkan.rabies.se
bagai.kejadian.luar.biasa

Aceh KLB DBD


Sabtu, 4 Februari 2017 14:52

SERAMBI/M ANSHAR
Pasien memenuhi ruang IGD RS Meuraxa Banda Aceh, Jumat (3/2/2017). Sebagian besar pasien yang dirawat
menderita Demam Berdarah Dengue (DBD). SERAMBI/M ANSHAR

* Korban Meninggal Sudah 19 Orang

BANDA ACEH - Penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Aceh sudah


masuk kategori kasus luar biasa (KLB) dengan korban meninggal dilaporkan
sudah mencapai 19 orang.

Perkembangan kasus DBD tersebut dilaporkan Kadis Kesehatan Aceh, dr


Hanif kepada wartawan seusai rapat kerja dengan Komisi VI DPRA di Banda
Aceh, Jumat (3/2).

Hanif merincikan, sejak Januari-Desember 2016 DBD di Aceh mencapai 2.643


kasus. Jika dibanding 2015 sebanyak 1.510 kasus, terjadi peningkatan 70
persen. Sedangkan korban meninggal melonjak menjadi 216 persen, dari 6
orang menjadi 19 orang. Ini sudah KLB, ungkap Hanif.

Menurut Hanif, rapat kerja antara Dinkes Aceh dan RSUZA dengan Komisi VI
DPRA dilaksanakan atas inisiatif pimpinan beserta ketua dan anggota Komisi
VI DPRA. Pihak DPRA mengundang pihak Dinas Kesehatan dan Direktur
RSUZA untuk mendapat laporan kasus DBD dan difteri yang dilaporkan cukup
tinggi.

Menurut Hanif, KLB DBD masih berlangsung sampai Februari 2017 karena
menurut laporan dari sejumlah rumah sakit di daerah, korban yang dirawat
inap masih banyak. Di RSUZA dan RSUD Meuraxa Banda Aceh, misalnya,
masih ada puluhan pasien DBD lagi yang dirawat.

Serangan DBD melonjak, menurut Hanif, biasanya terjadi pada musim


pancaroba dan penghujan. Daerah-daerah yang frekuensi curah hujannya
tinggi, kasus DBD-nya juga tinggi, contohnya di Aceh Tengah.

Khusus di Aceh Tengah, kata Hanif, kasus DBD pada 2016 terbanyak se-
Aceh, mencapai 293 kasus, namun belum ada laporan korban meninggal.
Selanjutnya, kabupaten/kota yang penanganan sampah masyarakatnya
belum begitu baik, seperti Kota Lhokseumawe, jumlah kasus DBD-nya masih
besar, mencapai 280 kasus, dengan korban meninggal sebanyak 4 orang.
Aceh Tamiang 248 kasus, korban meninggal 3 orang, Aceh Timur 156 kasus,
korban meninggal 5 orang.

Berikutnya, Aceh Utara 108 kasus, korban meninggal 3 orang, Aceh Tenggara
44 kasus, meninggal 2 orang, Pidie 189 kasus, meninggal 1 orang, dan Aceh
Jaya 5 kasus, meninggal 1 orang.
Editor: hasyim

Sumber: Serambi Indonesia

http://aceh.tribunnews.com/2017/02/04/aceh-klb-dbd

Kota Banda Aceh 152 kasus, Aceh Besar 115 kasus, Sabang 64 kasus,
namun belum ada laporan korban meninggal di ketiga daerah itu.

Pada 2016, daerah yang paling sedikit kasus DBD adalah Gayo Lues yaitu 1
kasus, Aceh Jaya 5 kasus, dan Subulussalam 7 kasus. Sedangkan Kota
Banda Aceh dan Aceh Besar, kasus DBD masih tinggi, selain karena
perubahan iklim juga penularan dari korban yang pernah terserang di dalam
keluarga.

Secara kelembagaan dan pemerintahan, kata Hanif, pemerintah daerah yang


kasus DBD-nya masih tinggi, harus sering melakukan program Jumat bersih
dengan cara bergotong royong membersihkan riol dan tumpukan sampah di
berbagai tempat yang padat penduduk.

Direktur RSUD Meuraxa Banda Aceh, dr Syahrul yang dimintai penjelasannya


mengungkapkan, masyarakat yang terserang demam panas atau DBD yang
datang berobat ke RSUD Meuraxa dalam dua bulan terakhir masih tergolong
banyak, antara 5-10 orang yang datang berobat akibat demam panas
atau DBD. Usia serangan dari anak-anak, remaja, sampai dewasa dan usia
lanjut.

Korban DBD di Agara


Di Aceh Tenggara (Agara), korban DBD dilaporkan bertambah, dari
sebelumnya tiga orang menjadi empat orang. Korban terbaru Raisa Al-fadillah
(9), warga Desa Lawe Loning Aman, Kecamatan Lawe Sigala-gala.
Sedangkan tiga pasien DBD sebelumnya adalah warga Lawe Loning Aman.
Informasi dari Saifullah, ayahanda dari Raisa Al-fadillah kepada Serambi,
Jumaat (3/2), anaknya positif DBD berdasarkan hasil lab RSUD Sahudin
Kutacane.

Masyarakat menyatakan kecewa terhadap kinerja jajaran Dinas


Kesehatan Aceh Tenggara. Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) setiap
tahunnya cukup besar, tapi manfaatnya tidak dirasakan masyarakat termasuk
dalam hal pencegahan kasus DBD, kata seorang warga.(her/as)

KLB, Selama 2017 Sebanyak 28 Kasus


Difteri, 1 Orang Meninggal Dunia
M. Herizal
3 minggu lalu3 minggu lalu
335kali dibaca
57
90
ShareTweetGoogle

Foto: ANTARA/Irwansyah Putra

Want create site? Find Free WordPress Themes and plugins.


HARIANACEH.co.id, BANDA ACEH Kejadian Luar Biasa, penyakit difteri
dari tahun ketahun di Aceh semakin meningkat, diantaranya 28 warga Aceh
menderita penyakit difteri dan satu orang meninggal dunia selama tahun
2017.
Menurut Kepala bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas
Kesehatan (Dinkes) Aceh, dr. Abdul Fatah MP PM saat
ditemui HARIANACEH.co.id Senin, (06/02/2017) mengungkapkan bahwa dari
data tahun 2016 jumlah kasus penderita difteri mencapai 11 warga dan
empat orang meninggal dunia. Hal ini meunjukkan perbandingan antara satu
tahun pada 2016 dan satu bulan pada 2017.
Setengah dari kasus pada tahun 2017 terjadi di Kabupaten Aceh Timur,
dengan total kasus sebanyak 18 orang dan satu orang meninggal dunia,
ungkapnya.

dr Abdul menjelaskan apabila seseorang diduga tertular difteri, tim dokter


akan segera memulai penanganan, bahkan sebelum ada hasil laboratorium.
Langkah awal pengobatan penderita difteri dilakukan dengan obat antibiotik
dan antitoksin.

Penderita difteri bisa saja tidak sakit karena dilindungi kekebalan tubuhnya,
tetapi ia bisa menjadi penular bagi orang disekitarnya dengan melalui kontak
langsung. Contohnya seperti, bersin dan batuk.

Abdul menambahkan difteri ini sangat patut diwaspadai karena merupakan


penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheriae dan Corynebacterium ulcerans. Bakteri jenis ini memproduksi
racun yang menyerang selaput lendir pada hidung serta tenggorokan, dan
terkadang dapatjuga memengaruhi kulit.

Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius yang dapat
mengancam jiwa jika tidak segera ditangani, imbuhnya.

Semua golongan umur baik anak-anak maupun orang dewasa dapat tertular
oleh penyakit ini. Namun, anak usia kurang dari 5 tahun dan orang tua diatas
60 tahun sangat beresiko tertular penyakit membahayakan ini. Penyakit
difteri dapat dicegah lewat imunisasi sejak usia dini, []

Editor: Eko Densa


https://www.harianaceh.co.id/2017/02/07/klb-2017-sebanyak-28-kasus-difteri-1-
orang-meninggal-dunia/

Anda mungkin juga menyukai