Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Definisi batuan sejatinya berbeda tergantung dari ilmu apa ia ditinjau.


Namun, secara umum definisi batuan adalah campuran dari satu atau lebih
mineral yang berbeda dan tidak mempunyai komposisi kimia tetap.

Batuan memiliki sifat fisik dan sifat mekanik. Sifat fisik batuan meliputi
spesific gravity, porositas, void ratio, berat isi, derajat kejenuhan, dan kadar air.
Sedangkan sifat mekanik batuan meliputi kuat tekan, kuat tarik, modulus
elastisitas, dan rasio Poisson. Pokok bahasan pada makalah ini lebih
terkonsentrasi pada sifat mekanik batuan. Ilmu yang berhubungan dengan sifat
mekanik batuan adalah mekanika batuan.

Mekanika batuan adalah salah cabang disiplin ilmu geomekanika.


Mekanika batuan merupakan ilmu yang mempelajari perilaku batuan yang
meliputi sifat-sifat mekanik batuan ketika diberi gangguan berupa gaya.
Mekanika batuan merupakan ilmu yang sangat berperan dalam operasi
penambangan, seperti pekerjaan penerowongan, pemboran, penggalian,
peledakan dan semacamnya.

Ada beberapa macam percobaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui


sifat mekanik pada batuan, seperti uji kuat tekan uniaksial, uji kuat tarik, uji
triaksial dan uji tegangan insitu.

Mekanika batuan mempunyai karakteristik mekanik, seperti kuat tekan


batuan (t), kuat tarik batuan (c ), modulus Young (E), nisbah Poisson (v),
selubung kekuatan batuan (strength envelope), kuat geser (), kohesi (C), dan
sudut geser dalam ().

Masing-masing karakter mekanik batuan tersebut diperoleh dari uji yang


berbeda. Kuat tekan batuan dan modulus Young diperoleh dari uji kuat tekan
uniaksial. Pokok bahasan pada makalah ini hanya terkonsentrasi pada uji kuat
tekan uniaksial pada batuan. Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk
menentukan kuat tekan batuan (t ), modulus Young (E), nisbah Poisson (v) , dan
kurva tegangan-regangan.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah:

1. Apa definisi uji kuat tekan uniaksial pada batuan?

2. Apa kegunaan uji kuat tekan uniaksial pada batuan?

3. Bagaimana cara menentukan sifat-sifat mekanik pada batuan dengan


menguji kuat tekan uniaksial?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah:

1. Mengetahui definisi uji kuat tekan uniaksial pada batuan.

2. Mengetahui kegunaan uji kuat tekan uniaksial pada batuan.

3. Mengetahui cara menentukan sifat-sifat mekanik pada batuan dengan


menguji kuat tekan uniaksial.
BAB II

ISI

2.1. Definisi Batuan dan Sifat Batuan

2.1.1. Definisi Batuan

Definisi batuan sebagai objek daalam mekanika batuan memiliki beberapa


perbedaan yang cukup signifikan jika ditinjau dari beberapa disiplin ilmu
keteknikan. Di bawah ini dipaparkan definisi batuan menurut beberapa ahli dan
disiplin ilmu:

Menurut geologiwan:

1. Batuan adalah susunan mineral dan bahan organis yang bersatu


membentuk kulit bumi.

2. Batuan adalah semua material yang membentuk kulit bumi yang dibagi
atas batuan yang terkonsolidasi (consolidated rock) dan batuan yang tidak
terkonsolidasi (unconsolidated rock).

Menurut ahli teknik sipil (khususnya ahli geoteknik):

1. Istilah batuan hanya untuk formasi yang keras dan padat dari kulit bumi.

2. Batuan adalah suatu bahan yang keras dan koheren atau yang telah
terkonsolidasi dan tidak dapat digali dengan cara biasa, misalnya dengan
cangkul dan belincong.

Menurut Talobre:
Talobre adalah orang pertama yang memperkenalkan mekanika batuan di
Perancis pada tahun 1948. Menurut Talobre, batuan adalah material yang
membentuk kulit bumi termasuk fluida yang berada di dalamnya (seperti air,
minyak, dan semacamnya).

Menurut American Standard Testing and Material (ASTM):

Batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat (solid) berupa
massa yang berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, secara umum kita dapat


mendefinisikan batuan sebagai campuran dari satu atau lebih mineral yang
berbeda, tidak mempunyai komposisi kimia tetap. Definisi ini tentu menjelaskan
bahwa batuan berbeda dengan tanah yang dikenal sebagai material yang
mobile, rapuh, dan terletak di dekat permukaan Bumi.

2.1.2. Sifat Batuan

Secara umum sifat batuan dibagi menjadi 3, yaitu heterogen, diskontinyu,


dan anisotrop.

Suatu batuan dikatakan bersifat heterogen karena:

1. Jenis mineral pembentuk batuan yang berbeda.

2. Ukuran dan bentuk partikel/butir berbeda di dalam batuan.

3. Ukuran, bentuk, dan penyebaran void berbeda di dalam batuan.

Suatu batuan dikatakan bersifat diskontinyu karena massa batuan di alam tidak
kontinu (diskontinu) karena adanya bidang-bidang lemah (crack, joint, fault,
fissure) di mana kekerapan, perluasan dan orientasi dari bidang-bidang lemah
tersebut tidak kontinu. Suatu batuan dikatakan bersifat anisotrop karena
mempunyai sifat-sifat yang berbeda pada arah yang berbeda

Selain ketiga penbagian sifat batuan di atas, sifat batuan juga dapat
dibagi menjadi sifat fisik dan sifat mekanik. Sifat fisik batuan meliputi porositas,
densitas batuan, kadar air, dan adsorbsi. Sebenarnya masih ada siifat fisik lain
yang dimiliki oleh batuan, namun karena konsentrasi penulisan makalah ini
mengenai sifat mekanik batuan, maka 4 sifat fisik saja yang akan dijelaskan
secara singkat.

Porositas didefinisikan sebagai kemampuan suatu batuan untuk


meloloskan fluida. Porositas merupakan perbandingan volume pori-pori (yaitu
volume yang ditempati oleh fluida) terhadap volume total batuan. Ada dua jenis
porositas yaitu porositas antar butir dan porositas rekahan.

Densitas batuan adalah berat jenis dari batuan yang dinyatakan dalam
pon per kaki kubik atau kilonewton per meter kubik. Specific gravity suatu
padatan adalah perbandingan densitas padatan dengan densitas air.

Kadar air adalah perbandingan berat air dengan berat total dari batuan.
Sedangkan adsorbsi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses
pengumpulan substansi terlarut yang ada dalam larutan oleh permukaan zat
atau benda penyerap dimana terjadi suatu ikatan kimia fisik antara substansi
dengan zat penyerap.

Sifat mekanik pada batuan meliputi kuat tekan, kuat tarik, modulus
elastisitas, dan rasio Poisson. Kuat tekan adalah kemampuan batuan dalam
menerima tekanan yang magnitudnya dapat mengakibatkan batuan tersebut
berdeformasi hingga mengalami kehancuran. Sedangkan kuat tarik adalah
kemampuan batuan dalam menerima tarikan yang magnitudnya dapat
mengakibatkan batuan tersebut berdeformasi hingga mengalami kehancuran.
Modulus elastisitas adalah angka yang digunakan untuk mengukur obyek atau
ketahanan bahan untuk mengalami deformasi elastis ketika gaya diterapkan
pada benda itu. Modulus elastisitas suatu benda didefinisikan sebagai
kemiringan dari kurva tegangan-regangan di wilayah deformasi elastis.
Sedangkan rasio Poisson merupakan rasio kontraksi terhadap ekstensi atau rasio
dari tegangan yang terjadi tegak lurus dengan beban terhadap tegangan aksial.
Rasio Poisson juga dapat didefinisikan sebagai rasio dari lateral (atau melintang)
regangan kontraksi (dalam arah utama yang kedua) dengan strain longitudinal
(dalam arah utama pertama.)

Bila suatu padatan atau batuan dikenai tekanan atau gaya yang
meningkat, ia akan mengalami 3 fase deformasi, yaitu:

1. Fase deformasi anyal


Pada fase deformasi anyal, saat gaya yang diberikan kepada batuan
dihilangkan, maka bentuk batuan akan kembali ke keadaan semula. Jadi,
dalam fase deformasi anyal tidak terjadi deformasi kekal.

2. Fase deformasi plastis


Jika gaya yang diberikan kepada batuan terus ditingkatkan hingga
melewati batas gaya yang diperlukan hingga sampai di fase deformasi
anyal, maka batuan akan berdeformasi hingga bentuknya tidak bisa
kembali ke bentuk semula.

3. Fase deformasi kekal atau patah


Jika gaya yang diberikan kepada batuan terus ditingkatkan hingga
melewati batas gaya yang diperlukan untuk sampai di fase deformasi
plastis, maka batuan akan patah.

Faktor-faktor yang memengaruhi deformasi batuan adalah:

1. Tekanan;
2. Suhu;
3. Waktu;
4. Gejala pelarutan melalui pori-pori batuan;
5. Ketakseragaman dalam susunan lapisan batuan.

Ada beberapa macam percobaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui


sifat mekanik pada batuan, seperti uji kuat tekan uniaksial, uji kuat tarik, uji
triaksial dan uji tegangan insitu. Pada makalah ini percobaan yang akan
dipaparkan untuk mengetahui sifat mekanik batuan adalah percobaan dengan
menguji kuat tekan uniaksial.

2.2. Uji Kuat Tekan Uniaksial

2.2.1. Definisi Uji kuat Tekan Uniaksial

Uji kuat tekan adalah pengujian suatu benda (dalam hal ini batuan) yang
besarnya sama dengan gaya per satuan luas yang menyebabkan benda yang
diuji hancur bila dibebani dengan gaya tekan tersebut. Tujuan dari pengujian
kuat tekan ini adalah untuk mengetahui kuat tekan maksimum yang dapat
diterima oleh batuan hingga batuan tersebut berada pada deformasi kekal atau
batuan uji tersebut patah atau hancur.
Uji kuat tekan uniaksial adalah pengujian suatu batuan yang besarnya
sama dengan gaya per satuan luas yang menyebabkan benda yang diuji hancur
bila dibebani dengan gaya tekan yang hanya memiliki satu arah.

Kekuatan tekan dalam uji kuat tekan dapat diukur dengan


memasukkannya ke dalam kurva tegangan-regangan dari data yang didapatkan
dari mesin uji. Batas kekuatan tekan didefinisikan sebagai kemampuan batuan
hingga batuan berdeformasi dan tidak dapat kembali ke bentuk semula.

Pengujian kuat tekan uniaksial menggunakan mesin tekan perconto


batuan. Secara teoritis, penyebaran tegangan di dalam perconto batuan searah
dengan arah gaya yang bekerja pada batuan. Namun dalam praktiknya tidak
seperti itu. Bentuk pecahan yang dihasilkan dalam uji kuat tekan uniaksial
berbentuk cone, tidak searah dengan arah gaya yang bekerja pada batuan.

2.2.2. Standarisasi Bahan Uji Kuat Tekan

Bahan uji yang digunakan dalam pengujian kuat uji tekan diatur
berdasarkan standardisasi. Standardisasi bahan uji dilakukan untuk menghindari
variasi bentuk bahan uji. Bahan uji kuat tekan dikelompokkan ke dalam dua jenis
bahan uji, yaitu bahan uji dalam standardisasi ketentuan secara proporsional dan
non-proporsional. Bahan uji dalam standardisasi secara proporsional diatur
berdasarkan standar Dp, yaitu:

Dp-5 dan Dp-10, di mana Dp-5 adalah Lo=5.do dan Dp-10 adalah
Lo=10.do.
Beberapa bagian lain dari bentuk bahan uji proporsional ini adalah pada
bagian prismatik Le=Lo+2m
Untuk bahan uji bulat, harga Le harus di antara Lo+d dan Lo+2d.
Untuk bahan uji segi empat, perbandingan antara lebar dengan lebarnya
adalah 1:4, tetapi tidak berlaku untuk bahan uji yang tipis.

Perbandingan tinggi dan diameter akan memengaruhi kuat tekan batuan.


Semakin besar hasil bagi tinggi dan diameter batuan, maka kuat tekannya akan
semakin kecil.
Selain itu, ada beberapa syarat bahan uji dalam uji kuat tekan uniaksial,
yaitu:

1. Panjang dimensi panjang percetakan bahan uji antara 2-2,5 kali


diameternya. Hal ini dikarenakan jika panjang dimensi panjang percetakan
kurang dari itu, maka gaya-gaya yang bekerja pada kedua permukaan
ujung batuan akan saling berpotongan sehingga memberikan gaya reaksi.
Gaya reaksi ini memberikan kekuatan tambahan pada batuan agar tidak
pecah sehingga pengujian ini tidak dapat merepresentasikan kekuatan
batuan.
2. Kedua ujung bahan uji halus dan rata dengan ketidakrataan kurang dari
0,02 mm untuk tiap ujung bahan uji. Standar ketidakrataan maksimal 0,02
mm diberlakukan karena jika salah satu ujung bahan uji tidak rata dengan
ketidakrataan lebih dari 0,02 mm, maka gaya yang bekerja pada bahan uji
tidak merata di seluruh permukaan ujung bahan uji. Selain itu, dengan
adanya ketidakrataan, maka permukaan yang lebih di atas lah yang akan
dikenai gaya terlebih dahulu dan ini dapat memicu terjadinya pecahan
pada bahan uji.
3. Kedua ujung bahan uji tegak lurus sumbu utama dengan ketidaklurusan
kurang dari 0,06. Standar ketidaklurusan kurang dari 0,06 diberlakukan
karena jika permukaan ujung bahan uji miring lebih dari 0,06, maka gaya
yang bekerja pada bahan uji tidak merata di seluruh permukaan ujungnya,
karena terdapat perbedaan tinggi pada tiap titik di permukaan ujung
bahan uji.
4. Selimut bahan uji harus halus dan bebas dari ketidakberaturan serta lurus,
tidak melebihi 0,3 mm pada seluruh tinggi bahan uji. Selimut bahan uji
yang halus diberlakukan agar persebaran gaya-gaya di dalam bahan uji
tersebar merata dan lurus mengikuti arah datangnya gaya. Hal ini
dimaksudkan agar pengujian dapat merepresentasikan kekuatan batuan
secara keseluruhan.

Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk menentukan kuat tekan batuan
(t ), modulus Young (E), nisbah Poisson (v) , dan kurva tegangan-regangan.

2.2.3. Kuat Tekan


Secara matematis, kuat tekan didefinisikan sebagai perbandingan antara
gaya yang diberikan kepada batuan dengan luas permukaan bahan uji. Karena
percepatan dalam pengujian kuat tekan batuan tidak dieksiskan akibat adanya
gaya tahan yang cukup signifikan, maka pengukuran kuat tekan dalam uji kuat
tekan uniaksial, gaya diganti dengan massa. Jadi, secara matematis kuat tekan
dituliskan sebagai:

beban
=
luas permukaan

2.2.4. Modulus Young

Modulus Young merupakan faktor yang sangat penting untuk


mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai
elastisitas dari batuan sangat bervariasi di beberapa daerah karena perbedaan
genesa, formasi batuan, dan mineral penyusunnya.

Modulus Young ditentukan dengan membandingkan tegangan aksial


dengan regangan aksial. Secara matematis dapat ditulis:


E=
a

Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan modulus


Young, yaitu dengan tangen modulus Young, modulus Young, dan secant modulus
Young. Tangen modulus Young digunakan dengan membandingkan tegangan
aksial dengan regangan aksial yang umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan
uniaksial. Modulus Young digunakan dengan membandingkan tegangan aksial
dengan regangan aksial yang dihitung dengan pada bagian linier dari kurva
tegangan-regangan. Sedangkan secant modulus Young digunakan dengan
membandingkan tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung dengan
membuat garis lurus yang dimulai dari tegangan nol ke suatu titik pada kurva
tegangan-regangan dalam persentase yang tetap dari nilai kuat tekan, umumnya
diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.

2.2.5. Rasio Poisson


Rasio Poisson didefinisikan sebagai negatif perbandingan dari regangan
lateral dengan regangan aksial. Rasio Poisson bisa menunjukkan adanya
pemanjangan kearah lateral akibat adanya tegangan dalam arah aksial. Rasio
Poisson secara matematis dapat dituliskan sebagai:

l
V=
a

Pada uji kuat tekan uniaksial terdapat tipe pecah bahan uji saat runtuh.
Tipe pecah pada bahan uji tergantung pada tingkat ketahanan dan kualitas
permukaan bahan uji yang bersentuhan secara langsung dengan permukaan alat
tekan saat pembebanan. Tipe pecah pada uji kuat tekan uniaksial adalah
cataclasis, belahan arah aksial, hancuran kerucut, hancuran geser, hancuran
geser dari sudut ke sudut, kombinasi belahan aksial dan geser, serta serpihan
mengulit bawang dan menekuk.

2.2.6. Kurva Tegangan-Regangan

Kurva tegangan-regangan dapat diperoleh saat melakukan uji kuat tekan


uniaksial. Pada tahap awal batuan dikenakan gaya. Kurva berbentuk landai dan
tidak linier yang berarti bahwa gaya yang diterima oleh batuan dipergunakan
untuk menutup rekahan awal (pre exiting cracks) yang terdapat di dalam batuan.
Sesudah itu kurva menjadi linier sampai batas tegangan tertentu, yang kita kenal
dengan batas elastis lalu terbentuk rekahan baru dengan batas elastis
perambatan stabil sehingga kurva tetap linier. Sesudah batas elastis dilewati
maka perambatan rekahan menjadi tidak stabil, kurva tidak linier lagi dan tidak
berapa lama kemudian batuan akan hancur. Titik hancur ini menyatakan
kekuatan batuan.

Harga batas elastis dinotasikan dengan C dimana pada grafik diukur pada
saat grafik regangan aksial meninggalkan keadaan linier pada suatu titik
tertentu, Titik ini dapat ditentukan dengan membuat sebuah garis singgung pada
daerah linier dengan kelengkungan tertentu hingga mencapai puncak (peak).
Pada titik tersebut diproyeksikan tegak lurus ke sumbu tegangan aksial sehingga
didapat nilai batas elastis C.. Dari kurva ini, maka kita dapat menentukan sifat
mekanik batuan, seperti kuat tekan, modulus Young, dan rasio Poisson.

Gambar 1.1 Kurva Tegangan-Regangan

2.2.6. Alat dan Bahan Uji Kuat Tekan Uniaksial

Alat yang digunakan dalam uji kuat tekan uniaksial adalah mesin kuat
tekan, sepasang plat baja yang diletakkan pada kedua ujung permukaan bahan
uji dengan diameter yang sama, dan dial gauge. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam uji kuat tekan uniaksial adalah bahan uji berupa batuan.
Gambar 1.1 Mesin kuat tekan

Gambar 1.2 Dial gauge

2.2.7. Prosedur Uji Kuat Tekan Uniaksial

Prosedur dalam pengujian uji kuat tekan uniaksial adalah:

1. Menyediakan bahan uji atau spesimen yang akan digunakan (dalam hal ini
batuan) dengan dimensi panjang minimal dua kali diameternya.
2. Meletakkan spesimen di antara pelat baja dan pastikan tepat dengan pelat
penekan alat.
3. Menyalakan mesin dan pastikan kembali bahwa kedua permukaan
spesimen menyetuh plat baja.
4. Menetapkan skala pengukuran bebas pada keadaan nol.
5. Memasang tiga buah dial gauge yang akan mengukur deformasi aksial,
deformasi lateral kiri, dan deformasi lateral kanan.
6. Membaca jarum penunjuk pembebanan pada aksial dial gauge tiap 30
detik kemudian catat hasil pengukurannya.
7. Mencatat nilai deformasi aksial dan lateral yang ditunjukkan oleh dial
gauge selama pembebanan berlangsung. Pembacaan ini dilakukan secara
periodik tiap 30 detik.
8. Menambah beban sedikit demi sedikit hingga spesimen pecah.
9. Menghentikan pembebanan saat spesimen telah pecah.

BAB III

PENUTUP

Uji kuat tekan uniaksial adalah pengujian suatu batuan yang besarnya
sama dengan gaya per satuan luas yang menyebabkan benda yang diuji
hancur bila dibebani dengan gaya tekan yang hanya memiliki satu arah.
Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk menentukan kuat tekan batuan
(t ), modulus Young (E), nisbah Poisson (v) , dan kurva tegangan-
regangan.
Sifat mekanik dapat ditentukan dengan uji kuat tekan uniaksial melalui
beberapa prosedur, yaitu:
1. Menyediakan bahan uji atau spesimen yang akan digunakan (dalam
hal ini batuan) dengan dimensi panjang minimal dua kali diameternya.
2. Meletakkan spesimen di antara pelat baja dan pastikan tepat dengan
pelat penekan alat.
3. Menyalakan mesin dan pastikan kembali bahwa kedua permukaan
spesimen menyetuh plat baja.
4. Menetapkan skala pengukuran bebas pada keadaan nol.
5. Memasang tiga buah dial gauge yang akan mengukur deformasi
aksial, deformasi lateral kiri, dan deformasi lateral kanan.
6. Membaca jarum penunjuk pembebanan pada aksial dial gauge tiap 30
detik kemudian catat hasil pengukurannya.
7. Mencatat nilai deformasi aksial dan lateral yang ditunjukkan oleh dial
gauge selama pembebanan berlangsung. Pembacaan ini dilakukan
secara periodik tiap 30 detik.
8. Menambah beban sedikit demi sedikit hingga spesimen pecah.
9. Menghentikan pembebanan saat spesimen telah pecah.

Anda mungkin juga menyukai