Anda di halaman 1dari 2

Dampak Ekonomi Pembangunan Infrastruktur MRT di DKI Jakarta

Salah satu masalah yang paling marak di bicarakan belakangan ini adalah
kemacetan di kawasan ibukota DKI Jakarta. Jumlah kendaraan yang telah melewati
batas maksimal dan kurangnya lahan ruas jalan mengakibatkan sulitnya mendapatkan
arus transportasi yang efisien. Kemacetan juga mengakibatkan polusi udara yang di
sebabkan oleh kendaraan bermotor. Oleh sebab itu, pemerintah harus lebih
memperhatikan dan menanggapi masalah ini dengan serius. Mungkin salah satunya
adalah dengan memberikan solusi transportasi alternative.

Solusi transportasi alternative yang belakangan ini sudah terdengar di kalangan


masyarakat adalah pembangunan infrastruktur MRT di DKI Jakarta.

Menurut website MRT Jakarta. MRT adalah singkatan dari Mass Rapid Transit yang
secara harfiah berarti angkutan yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah
besar secara cepat. Beberapa bentuk dari MRT antara lain:
Berdasarkan jenis fisik : BRT (Bus Rapid Transit), Light Rail Transit (LRT) yaitu
kereta api rel listrik, yang dioperasikan menggunakan kereta (gerbong) pendek seperti
monorel dan Heavy Rail Transit yang memiliki kapasitas besar seperti kereta
Jabodetabek yang ada saat ini
Berdasarkan Area Pelayanan : Metro yaitu heavy rail transit dalam kota dan Commuter
Rail yang merupakan jenis MRT untuk mengangkut penumpang dari daerah pinggir kota
ke dalam kota dan mengantarkannya kembali ke daerah penyangga (sub-urban).
Jenis yang akan dibangun oleh PT MRT Jakarta adalah MRT berbasis rel jenis Heavy
Rail Transit.

Namun, apakah ini menguntungkan atau malah merugikan? Di setiap keputusan atau
kebijakan yang pemerintah ambil pasti memiliki dampak positif ataupun dampak
negative.

Dampak positif dari pembangunan MRT ini adalah mengurangi kemacetan yang pasti
menjadi tujuan utama pembangunan ini di rencana kan. Lalu, pembangunan MRT ini
juga akan menciptakan lapangan pekerjaan, karna di perkirakan butuh lebih dari 40.000
sumber daya manusia untuk membangun infrastruktur tersebut. Dan di tegaskan melalui
data pelaksaan program Revisi Sistem MRT Jakarta 2005, dampak lingkungan
pembentukan MRT akan mengurangi hingga 0,7% dari emisi CO2 total pertahun sekitar
93.663 ton.
Namun, bagaimana dengan dampak negatifnya dan apakah menguntungkan? Tentu
membangun sebuah infrastuktur Negara yang terbilang cukup besar akan membutuhkan
banyak biaya. Jika di tengok kebelakang, apakah ekonomi Negara ini sudah cukup
stabil? Apakah ekonomi di Negara ini sudah bersih dari hutang-hutang luar negeri?
Tentu jawabannya, belum. Walaupun maksud pemerintah ingin membangun Negara ini
agar lebih baik, tapi ada baiknya pemerintah juga memikirnya kelanjutan nasib Negara
ini 5 sampai 10 tahun ke depan.

Menurut ucuy.blogspot.com, Dalam proyeksi awal, dengan perhitungan konservatif,


aliran kas keluar APBD diproyeksikan Rp 651 miliar pada tahun ke-1 s.d. 7 masa proyek,
Rp 85 miliar per tahun pada tahun ke-8 s.d. 10, Rp 97 miliar per tahun pada tahun ke-11
s.d. 17, dan Rp 12 miliar per tahun pada tahun ke-18 s.d. 40. APBD juga akan
menanggung subsidi operasional, yang dalam base scenario diproyeksikan Rp 85 miliar
per tahun selama 2015-2025 atau Rp 850 miliar untuk 10 tahun.

Tentu perkiraan dana di atas bukan termasuk dana yang kecil dan sedikit. MRT bukan
satu-satunya cara untuk menanggulangi kemacetan. Sebenarnya banyak solusi lain
yang lebih menghemat istilahnya.

Kita bisa lihat, sarana transportasi sekarang qualitasnya kurang bagus, banyak yang
rusak ataupun sudah tidak layak pakai. Dan dengan prinsip ekonomi yang mengatakan,
modal sekecil-kecilnya dan untung sebesar-besarnya mungkin pemerintah bisa
memulai pembenahan dari yang paling kecil. Misalnya, dengan pembetulan infastruktur
sarana transportasi yang sudah ada. Solusi ini mungkin akan lebih hemat dari pada
pemerintah membuat sarana baru yang biayanya jauh lebih mahal dan memerlukan
proses yang lama.

Dengan qualitas transportasi yang sudah ada menjadi lebih baik, maka tidak menutup
kemungkinan bahwa masyarakat-masyarakat akan lebih memilih menggunakan sarana
transportasi umum ketimbang kendaraan pribadi.

Jika pemerintah tetap memaksakan pembangunan MRT, apakah Negara ini sudah siap
terseok-seok dalam masalah ekonomi? Kesimpulannya, Jakarta belum butuh MRT, kita
masih bisa membenahi sarana yang sudah ada dan menjaga sarana infrastruktur
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai