Anda di halaman 1dari 28

m

BABI
KONSEP DASAR GAWAT DARURAT

Falsafah KGD ( Konsep Dasar Gawat Darurat)


KGD dapat diterapkan pada bidang-bidang :
Pre hospital, kodisi pra rumah sakit artinya kondisi gawat darurat di
tangani pada kondisi pra rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara seperti menggamankan situwasi penderita gawat darurat,
memberikan bantuan hidup dasar sampai kondisi penderita aman,
atau dapat melekukan balut bidai pada pasien gawat darurat.
In hospital, pada situwasi seperti ini pasien sudah masuk dalam
lingkungan rumah sakit tentunya hal ini dapat menjadi tanggung
jawab petuggas kesehatan dalam memberikan bantuan medis bagi
penderita.
Post hospital. Pada kondisi seperti ini penderita gawat darurat harus
tetap di control setelah keluar dari rumah sakit agar komplikasi yang
munggkin terjjadi semenjak keluar dari rumah sakit dapat segera
ditangani. Hal ini membutuhkan bantuan semua orang, baik pasien
keluarga, perawat atau dokter untuk sama-sama melakukan control
pasien setelah pasien keluar dari rumah sakit
Kesenjangan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia pada
tinggkat individu, keluarga, komunitas. Kondisi gawat darurat yang
dapat menimpa siapa saja, kapansaja, tentunya tidak boleh
membeda-bedakan manusia satu dengan lainya. Semua yang
membutuhkan bantuan harus di bantu tidak boleh membedakan ras,
suku, agama, dan alin-lain. Hal ini menjadi salah satu palsafah dalam
penangganan penderita gawat darurat.
Kondisi gawat darurat bisanya berorientasi pada upaya pemulihan
bentuk kesadaran seseorang yang tampak mati akibat berhentinya
fungsi jantung dan paru yang berorientasi pada otak.
Pertolongan di berikan karena keadaan yang mengancam kehidupan.

Kompetensi praktis
- Respek terhadadap keterbatasan yang dimiliki.
- Melakukan tindakan dan prosedur sesuai aturan.
m

Tidak melakukan intervensi yang kita tidak di persiapkan untuk


tindakan tersebut

Transfortasi
Pada umunya,dalam penanganan pasien dengan kondisi gawat
darurat dapat melakukan trasfortasi dengan prinsip : do not further harm
(jangan menyimbulkan kerusakan lebih lanjut)
Secara prinsip lakukan penangangan penderita
sebelum di bawab S Airway: efektip (bebas )
S Breathing: stabil
S Circulation:
( stabil)

Biala ada patah tulang sudah di fikasi dan perdarahan

sudah di hentikan Prinsip : Evakuasi

Three men lift orang yang terlatih. Artinya jika memungkinkan, lakukan
pengangkatan pasien dengan 3 orang yang terlatih untuk melakukan
pengangkatan pada bagian :
Kepala dan bahu
- Pinggang
- Anggota tubuh bagian bawah

Prinsip selama transportasi


- Monitoring A-B-C
- Monitoring TTV
Monitoring
Kesadaran
- Monitoring sekitar luka
- Harus disertai personal dan peralatan yang memadai
- Pencatatan selam transportasi
Pemberian 02 dan cairan tetap
berlangsung
m

Kunci keberhasilan
- Personil terlatih
- Peralatan yang memadai

Keberhasilan penanggulangan pasien gawat darurat tergantung


pada 4 kecepatan.
1. Kecepatan ditemukan adanya penderita GD
Semakin cepat pasien ditemukan, semakin cepat pula pasien
dapat diselamatkan. Namun bukan berarti tanpa halangan. Penderita
gawat darurat dilokasi yang sangat sulit dujangkau mi s:
membutuhkan teknik cara yang lebih baik dalam menemukan
mereka.
2. Kecepatan dan respon petugas
Respon petugas (baik RS maupun Ambulance) menjadi sangat
penting dalam memperbesar harapanbagi pasien penderita gawat
darurat
3. Kemampuan dan kualitas
Semakin terlatih petugas, dan apabila di imbangi dengan
penengetahuan yang cukup, maka dalam melakukan
tugasnyamenolong penderita gawat darurat diharapkan dapat
memperbesar harapan hidup korban
4. Kecepatan minta tolong
Pasien penderita gawat darurat biasanya tidak mampu meminta
tolong,karena kondisinya sendiripun tidak memungkinkan untuk itu.
Sehingga apabila ada seorang didekat penderita yang sanggup untuk
meminta tolong, semakin cepat meminta tolong, semakin cepat pula
harapan untuk mendapatkan pertolongan. Segala upaya perlu dilakukan
untuk dapat meminta bantuan secepatnya.
Untuk dapat MENYELAMATKAN / MEMPERTAHANKAN HIDUP DAN
MENCEGAH CACAT penderita maka mereka harus mampu :
1. Cara minta tolong > Telepon Layanan Gawat Darurat.
m

2. Cara menghidupakan orang yang sedang meninggal - Resusitasi


Jantung Paru tanpa alat RJP
3. Cara menghentikan perdarahan
4. Cara memasang balut/bidai
5. Cara transportasi yang baik

Orang awam khusus


Orang awam khusus harus mampu mengerti orang awam di tambah
dengan pengetahuan/keterampilan sesuai dengan bidangnya :
- Biomekanika
KLL Luka
tembak/tusuk
- Persalinan dll

Penanggulangan di tempat kejadian


1. Awam/awam khusu
Penderita umumnya ditemukan oleh terdekat yang dapat
dikategorikan sebagai awam (Guru sekolah, orang tua, supir,
sekretaris dll), atau awam khusus (petugas DAMKAR, Pramuka, Polisi,
Satpam dll)
Kemapuan awam dan awam khusu dalam hal Cara meminta tolong
- Memasang pembalut dan bidai
- Bantuan hidup dasar (BLS)
- Transportasi
- Mengontrol perdarahan
m

BAB II
BANTUAN HIDUP DASAR
I. Deskripsi singkat
Bantuan hidup dasar (BHD) bertujuan untuk memberikan
oksigensi segera,yang terdiri dari langkah-langkah; circulation ( C =
Sirkulasi ), Airway control ( A = Kontrol jalan napas ), Breathing
support ( B = Bantuan nafas ), dan Potensi seseoran untuk dapat
diselamatkan dari gagal nafas henti jantung dengan melakukan
resulasi jantung paru (RJP), manajemen jalan nafas dan ventilasi
serta pemberian obat-obatan intra vena, dapat berhasil dengan baik.
Masing-masing langkah tersebut tidak dapat dipisahkan untuk
keberhasilan resusitasi dan jika ada langkah-langkah tersebut yang
hilang atau tidak adekuat diharapkan sirkulasi kemungkinan survival
akan berkurang. Dengan RJP yang adekuat diharapkan sirkulasi dan
oksigen dapat dipertahankan sampai datang alat, untuk itulah
diperlukan seseorang perawatEmergency yang mampu dan terampil
dalam penatalaksaan RJP.
Pada materi ini peserta akan dijelaskan tentang langkah-langkah
dalam melakukan bantuan hidup dasar, demonstrasi, dan sirmulasi
m

RJP dengan menggunakan manikin dan praktek klinik di lapangan /


klinik.

II. Tujuan Pembelajaran


A. Tujuan Pembelajaran Umum.
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mengerti serta
dapat
mendemonstrasikan langkah-langkah Bantuan Hidup Dasar (BHD).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus.
Pada akhir sesi ini, peserta mampu:
1. Mengerti, bisa mengenal dan menerangkan tanda-tanda
gangguan airway dan breathing penderita gawat darurat
2. Mengerti, bisa melakukan teknik-teknik menjagan jalan nafas.
3. Mengerti dan bisa melakukan bantuan pernafasan
4. Mengerti, bisa mendemostrasikan Resusitasi Jantung Paru( RJP).
5. Melakukan, tindakan bantuan hidup dasar baik pada pasien
langsung maupun pada manikin.
6. Mampu, memonitor pasien pasca henti nafas dan henti jantung.

IILUraian Materi
A. Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan
Sistem pernafasan dimulai dari:
> Mulut, hidung, dan taring
Udara akan masuk melalui rongga hidung maupun
rongga mulut dan akan masuk ke rongga faring.

> Laring dan trakhea.


Setelah melewati rongga fairing udara akan
kelaring ( tenggorokan ), selanjutnya udara masuk ke
trakhea dan kemudian memasuki rongga thoraks. Dari
rongga thoraks trakhea bercabang dua menjadi dua
bronchus, dan kemudian bercabang-cabang dalam paru-
paru.
m

Pada saat inspirasi udara akan masuk sampai ke


paru-paru, sebagian oksigen dalam udara dari darah
akan keluar karbon dioksida (C02), yang kemudian keluar
melalui udara yang dikeluarkan.

> Diafragma dan otot-otot antara liga


i- Ispirasi : Pada saat inspirasi, otot diafragma
dan intercosta bercontraksi. Diafragma akan
turun, dengan demikian rongga dada akan
berkembang dan paru-paru ikut berkembang
sehingga udara terhisap masuk.
4 Ekspirasi : Pada saat ekspirasi otot diafragma
rileks. Diafragma akan naik, sehingga rongga
dada mengecil, paru menguncup, dan udara
terhembus keluar.

Pernafasan adekuat:
Inspeksi:
Tidak tampak dispnu .
Pergerakan dinding dada kiri dan
kanan simetris Tidak menggunakan
otot-otot nafas tambahan.
Frekuensi:
o Dewasa : 12 - 20 *
/menit o Anak : 15 - 30 x
/menit o Bayi : 25 - 50
x /menit

Irama: Reguler Isi: cukup


Ekspansi paru kiri dan kanan ;
Simentris Perkusi:
Pada daerah paru : sonor, simentris kiri
dan kanan Pernafasan tidak adekuat;
m

Inspeksi:
Tampak pernafasan sesak nafas (dispnoe), henti
nafas (apnoe). Tampak ekspansi paru tidak
sismentris kiri dan kanan Tampak menggunakan
otot-otot nafas tambahan.
Frekuensi;
Dewasa : < 10 x/menit atau > 30
x/menit Anak : < 15 x /menit
atau > 40 x /menit Bayi : < 25
x/menit atau > 50 x/menit Irama
pemapasan : irreguler.

B. Bantuan hidup dasar pada dewasa

Indikasi melakukan RJP adalah;


1. Henti napas.
Henti napas dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti:
Tenggelam
Stroke
Obsruksi/Sumbatan jalan nafas
Syok
Menghirup asap,
Keracunan / Over dosis obat
Tersegat listrik
Tercekik,
Trauma,
m

Infark Miokard
Tersambar petir
Koma akibat berbagai macam kasus

Yang ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran


udara pernafasan dari pasien.
Pada awal henti nafas oksigen masih di dalam darah untuk
beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasi darah
ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini
diberikan bantuan nafas, maka akan sangat bermanfaat
sehinga pasien dapat tetep hidup dan mencegah henti
jantung.

2. Henti jantung
Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti
sirkulasi, Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabakan otak
dan organ vital kekurangan oksigen. Pemapasan yang terganggu
( tersengal-sengal ) merupakan tanda awal akan teijadinya henti
jantung. Pada kondisi henti jantung, sirkulasi terhenti dan semua
organ tubuh mengalami hipoksia.

Tujuan BHD:
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat
darurat medik yang bertujuan:
1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pemapasan
m

2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sikulasi dan ventilasi dari


pasien yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui
resusitasi jantung paru (RJP).
C. Chain of Survival

1. Cepat mengenali keadaan gawat daruratan dan mengaktifkan sistem


gawat darurat
2. Cepat melakukan CPR
3. Cepat melakukan defibrilasi; CPR dengan defibrilasi dalam 3-5 menit
awal dapat meningkatkan angka keberhasilan antara 45% - 75%.
4. Cepat melakukan bantuan hidup lanjut (ACLS)
5. Intergated post-cardiac arrest care

Langkah-langkah BHD
1. Pastikan keamanan penolong, pasien dan lingkungan.
2. Periksa kembali keadaan pasien dengan cara menggoncangakan bahu
pasien.

3. Segera berteriak minta pertolongan.


4. Memperbaiki posisi pasien.
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, pasien/ pasien harus
dalam terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras.
Jika pasien ditemukaan dalam posisi miring atau tengurap, ubalah posisi
pasien keposisi terlentang. Ingat! penolong harus membalikan pasien
sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakan secara
bersama-sama (kontrol servikal).
5. Mengatur posisi penolong.
m

Segera berlutut sejajar dengan bahu pasien agar saat memberikan


bantuan nafas dan sirkulasi, penolongtidak perlumengubah posisi.
6. Circulation ( C = sirkulasi ).
Terdiri dari 2 tahap;
a. Memastikan ada tindaknya denyut jantung pasien
b. Ada tidakanya denyut jantung pasien dapat ditentukan dengan
meraba arteri karotis di daerah leher pasien dengan dua atau tiga
jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba
pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari di
geser kebagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1-2 cm, raba dengan
lembut selama 5 - 1 0 detik.

c. Jika teraba denyut nadi, penolong harus kembali memeriksa


pernafasan pasien dengan melakukan manuver tengadah kepala
topang dagu untuk menilai pernafasan pasien. Jika tidak bernafas
lakuakan bantuan nafas, tetapi jika bernafas pertahankan jalan
nafasnya.
d. Memberikan bantuan sirkulasi
m

e. Jika arteri karotis teraba, cukup berikan napas buatan setiap 5 detik
sekali.
f. Namun bila arteri karotis tidak teraba lakuakn kombinasi nafas
buatan dan kompresi jantung luar dengan perbandingan 30 : 2 (baik
1 atau 2 orang penolong), dengan tehnik sebagai berikut;
1) Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang
iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada
(stemum)
2) Dari pertemuan tulang stemum diukur kurang lebih 2 atau 3 jari
keatas daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan
tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
3) Letakan salah satu pangkal telapak tangan penolong pada
pertengahan dari seperdua bagian bawah dada (stemum).

Letakan pangkal telapak tangan yang satu lagi menumpang


diatas tangan yang pertama. Letakan jari-jari kedua tangan atau
saling mengait untuk memastikan bahwa penekanan yang
dilakukan tepat pada stemum dan tidak pada tulang iga atau
bagian atas perut.

4) Tempatkan badan penolong vertikal diatas pasiendengan


bertumpu pada kedua lengan yang diluruskan diatas stemum
pasien dan tekan stemum tegak lurus sedalam 1.5-2 inci (4-5
cm).
5) Lepaskan tekanan tanpa melepas kontak antara tangan dan
stemum pasien, kemudian ulangi penekanan/ kompresi jantung
luar dengan kecepatan 100 * /menit (dilakukan 4 siklus / menit,
berarti hampir 2 x kompresi dalam 1 detik).
m

6) Berikan nafas buatan yang efektif sebanyak 2 x. Tidak boleh ada


penundaan antara kompresi-nafas buatan-kompresi lagi, sehingga jeda
waktu tidak lama, dan lanjutkan rasio kompresi-ventilasi 30:2.
7) Kompresi dan ventilasi tidak boleh dihentikan kecuali untuk memeriksa
tanda-tanda sirkulasi jika pada pasien bergerak atau ada usaha bernafas
spontan.

Evaluasi.
1. Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi kemudian pasien dievaluasi
kembali.
2. Jika tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi dan bantuan nafas
dengan ratio
30:2.
3. Jika ada nafas dan denyut nadi teraba letakkan pasien pada posisi
mantap.
4. Ika tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berian bantuan nafas sebanyak
10-12x/menit dan monitor nadi setiap 10 detik.
5. Jika sudah terdapat pernafasan spontan dan adekuat serta nadi teraba,
jaga agar jalan
\

nafas tetap terbuka.


6. Lanjutkan resusitasi sampai:
a. Pertolongan diambil alih oleh yang lebih ahli.
b. Pasien menunjukkan tanda-tanda sirkulasi.
c. Penolong kelelahan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:


1. Evaluasi pernafasan pasien tiap 1 menit saat dilakukan RJP
m

2. Lakukan RJP sampai:


a. Timbul nafas spontan.
b. Diambil alih alat/petugas lain.
c. Dinyatakan meninggal.
d. Penolong tidak mampu atau sudah 30 menit tidak ada respon.
G. Airway (Jalan nafas)
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dialnjutkan dengan
melakukan tindakan:
1. Pemeriksaan jaln nafas.
Perubahan yang terjadi pada alur bantuan hidup dasar ini sesuai
dengan panduan yang terbaru dari American Heart Association mengenai
bantuan hidup dasar, bahwa penderita yang mengalami henti jantung
umumnya memiliki penyebab primer gangguan jantung. Sehingga
komprensi secepatnya harus dilakukan dari pada menghabiskan waktu
untuk mencari sumbatan benda asing pada jalan nafas .
Setelah melakukan tindakan komprensi sebanyak 30x maka
dilanjutkan dengan pemberian bantuan nafas sebanyak 2 kali yang
diawali membuka jalan nafas. Posisi penderita saat diberikan jalan
nafas tetap terlentang, jikalau mungkin dengan dasar yang keras dan
datar dengan posisi penolong tetap berada disamping penderita. Hal
yang diperhatikan dalam hal ventilasi:
Berikan bantuan nafas 2 kali dalam waktu 1 detik setia tiupan.
Berikan bantuan nafas sesuai dengan kapasitas volume tidal yang
cukup untuk memperlihatkan pengangkatan dinding dada.
Berikan bantuan nafas bersesuai dengan kompresi dengan
perbandingan 2 kali dengan bantuan nafas setiap 30 kali kompresi.
2. Membuka jalan nafas.
Pada umunya bila pasien tidak sadar tonus otot menghilang, maka
lidah dan epiglotis akan menutu faring Ndan laring, inilah salah satu
penyebab sumbatan jalan nafas. Pembebasan jalan nafas oleh lidah
dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu (head tilt
Chin lift) dan manuver mendoroing mandibula. Jika dicurigai adanya
fraktur cervikal, jngan dilakukan manuver tengadah.
m

H. Breathing (pernafasan)
Memberikan bantun nafas
Jika pasien tida bernafas bantuan nafas dapat dilakukan melalui
mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma, dengan cara
memberikan hembusan nafas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang
dibutuhkan tiap kali menghembuskan adalah 1 , 5 - 2 detik dan volume
udara yang dihembuskan 700-1000 (lOml/Kg/BB) atau sampai dada
pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik nafas dalam pada
saat akan menghembuskan nafas agar tercapai volume udara yang
cukup. Penolong harus memperhatikan respon dari pasien atau pasien
setelah diberikan bantuan nafas.
Cara memberikan bantuan pernafasan.
1. Mulut ke mulut
Bantuan pernafasan degan menggunakan cara ini yang cepat dan
efektif untuk memberikan udara ke paru-paru pasien. Pada saat
dilakukan nafas hembusan dari mulut ke mulut, penolong harus dapat
menutup seluruh mulut pasien dengan baik agar tidak terjadi
kebocoran saat menghembuskan nafas dan juga penolong harus
menutup lubang hidung pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk
mencegah udara keluar kembali ke hidung.
Volume udara yang berlebihan dan kaju inspirasi yang terlalu
cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung sehingga terjadi
distensi lambung.

2. Mulut ke hidung
Tehnik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut ke
mulut pasien tidak memungkinkan, misalnya pada trismus atau
m

dimana mulut pasien mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika
melalui mulut ke hidung penolong harus menutup pasien.

3. Mulut ke stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lobang (stoma)
yang menghubung-kan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami
kesulitan bernafas maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.

4. Bag vakve mask (Ambu Bag)


Digunakan alat bag dan mask dengan diantaranya ada katup
Konsentrasi oksigen tergantung dari adanya suplemetasi oksigen. Untuk
mendapatkan penutupan face mask yang baik maka sebaiknya mask
dipegang satu petugas dan petugas lainnya memompa..

Evaluasi
d. Jika mengalami kesulitan untuk memberikan nafas buatan yang efektif,
perksa apakah masih ada sumbatan du mulut pasien serta perbaiki
posisi tengadah kepala dan angkat dagu yang belum adekuat. Lakukan
sampai dapat dilakukan 2 kali nafas buatan yang adekuat.
Bila pasien kembali bernafas spontan dan normal tetapi tetap belum
sadar, ubah posisi pasien ke posisi miring mantap, bia pasien muntah
tidak terjadi asprasi ( ).
Waspada terhadap kemungkinan pasien mengalami henti nafas kembali,
jika teijadi segera terlentangkan pasien dan lakukan nafas buatan
kembali.
m

e. Jika tetap gagal memebrikan jalan nafas buatan, tetap lanjutkan ke


pemeriksaan tanda- tanda sirkulasi.

D. ENATALAKSANAAN OBSTRUKSI JALAN NAFAS OLEH BENDA ASING


PADA DEWASA.
Pengertian obstruksi jalan nafas oleh benda asing:
Obstruksi jalan nafas oleh benda asing pada orang dewasa sering
teijadi pada saat makan, daging merupakan penyebab utama obstruksi
jalan nafas meskipun demikian berbagai macam bentuk makanan lain
berpotensi menyumbat jalan nafas.
Benda asing tersebut dapat enyebabkan obstruksi jalan nafas
sebagian (parsial) atau komplit (total). Pada obstruksi jalan nafas parsial
pasien mungkin masih mamu melakukan pernafasan, namun kualitas
pernafasan dapat baik atau buruk. Pada pasien dengan pernafasan yang
masih baik pasien biasanya masih dapat melakukan tindakan batuk
dengan kuat, usahakan agar pasien bisa melakukan batuk dengan kuat
sampai benda asing tersebut dapat keluar. Obstruksi jalan nafas parsial
dengan pernafasan yang buruk harus diperlakukan sebagai obstruksi
jalan nafas komplit.
Obstruksi jalan nafas komplit (total), pasien biasanya tidak dapat
berbicara, bernafas, atau batuk. Biasanya pasien memegang lehernya
diantara ibu jari dan jari lainnya. Konsentrasi ksigen dalam darah akan
dengan cepat menurun dan itak akan mengalami kekurangan oksigen
sehingga menyebabkan kehilangan kesdaran, dan kematian akan cepat
terjadi jika tidak diambil tindakan segera ke atas.

Penataaksanaan obstruksi jalan nafas


oleh benda asing 1. Manuver heimlich
Manuver heimlich merupakan suatu hentakan yang menyebabkan
peningkatan tekanan pada diafragma sehingga memaksa udara yang
ada di dalam paru-paru untuk keluar dengan cepat sehingga
diharapkan dapat mendorong atau mengeluarkan benda asing yang
m

menyumbat jalan nafas. Setiap hentakan harus diberikan dengan


tujuan menghilangkan obstruksi, mungkin dibutuhkan pengulangan
hentakan 6-10 kali untuk membersihkan jalan nafas.
Pertimbangan penting dalam melakukan menuver heimlich adalah
kemungkinan keruasakan pada organ-organ besar.
a. Manuver Heimlich pada pasien sadar dengan posisi berdiri
atau duduk
Penolon harus berdiri dibelakang pasien, melingkari pinggang pasien
dengan ke dua tangan, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan
sisi jempol dengan kepalan tangan pada perut pasien, sedikit di atas
pusar dan di bawah uung tulang stemum. Pegang erat kepalan
tangan dengan tangan yang lainnya. Tekan kepalan ke perut dengan
hentakan yang cepat atas. Setiap hentakan harus terpisah dan
dengan gerakan yang jelas.

b. Manuver heimlich pada asien yang tergeletak (tidak sadar)


Pasien harus dletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas.
Penolong berlutut disisi paha pasien. Letakkan alah satu tangan pada
perut pasien di garis tengah sedikit di atas pusat dan jauh di bawah
ujung tulang strenum, tangan ke dua diletakkan di atas tanagn pertama.
Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke atas.
Manuver ini dapat dilakukan juga pada pasien sadar jika penolongnya
terlampau pendek untuk memeluk pingga pasien.

c. Manuver heimlich yang dilakukan pada diri sendiri


Pengobatan diri sendiri terhadap obstruksi jaan nafas; kepalkan
sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada peut di atas pusat dan di
m

bawah tulang stemum, genggam kepalan itu dengan kuat dan berikan
tekanan ke atas arah diafragma dengan gerkan cepat, jika tidak
berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi
meja atau belakang meja.
d. Penyapuan jari
Manuver ini hanya dilakukan atau digunakan pada pasien tidak
sadar, dengan muka menghadap ke atas buka mulut pasien dengen
memegang lidah dan rahanag diantara ibu jari dan jari-jarinya,
kemudian mengangkat rahang bawah. Tindakan ini akan menjauh
lidah dari kerongkongan serta menjauhkan benda asing yang mungkin
menyangkut ditempat tersebut. Masukkan jari telunjuk tangan lain
menelusuri bagan dalam pipi, jauh ke dalam kerongkongan di bagian
dasar lidah kemudian lakukan gerakan mengait untuk melepaskan
benda asing serta menggerakkan benda asing tersebut kp dalam
mulut sehingga memudahkan untu diambil. Hati-hati agar tidak
mendorong benda asing lebih jauh ke dalam jalan nafas.

E. BANTUAN HIDUP DASAR PADA ANAK


Bantuan hidup dasar merupakan fase gawat darurat dimana diusahakan:
1. Pencegahan gagal nafas danhenti sirkulasi dengan diagnosa dan
intervensi dini.
2. Bantuan ventilasi dan sirkulasi tanpa alat.

Sebab - sebab henti jantung dan paru pada anak

Henti jantung pada anak-anak lebih sering merupakan akibat kadar


oksigen darah yang rendah ( hipoksemiahipoksemia yang lama) karena
gagal atau henti nafas.

Beberapa kejadian yang memerlukan resusitasi adalah:

1. Luka karena kecelakaan.


2. Tersedak karena benda asing, seperti makanan, cairan dan lain-lain.
3. Inhalasi asap.
4. Sindroma mati mendadak pada anak.
m

5. Infeksi saluran nafas.


Langkah-langkah resusitasi jantung paru (RJP)
1. Menentukan keadaan pasien.
Tentukan keadaan anak, tak respontif atau dalam keadaan
kesulitan nafas. Penolong harus segera menilai beratnya kecelakaan
dan pastikan apakah anak sadar atau tidak dengan menggunjangkan
bahu anak. Bila anak mengalami kecelakaan berat seperti adanya
trauma kepala atau leher, berikan pengamanan pada, servikal.

2. Mintalah pertolongan
Bila telah dipastikan tidak ada respon atau terdapat tanda-tanda
gagal nafas penolong harus meminta pertolongan. Jika penolong
sendiri, dan anak jelas tidak bernafas, RJP harus dilakukan selama 1
menit sebelum meminta pertolongan.
3. Posisi penolong
Agar RJP dapat dilakukan efektif, harus dibuat posisi terlentang pada
permukaan yang keras dan rata. Pada saat akan menelentangkan anak
bila anak didapatkan perlukaan pada kepala dan leher harus dilakukan
kontrol servikal.

4. Buka Jalan Nafas


Jalan nafas pada anak dengan mudah tersumbat lendir, darah,
muntahan, dan lidah jatuh pada penderita yang tidak sadar. Lidah
melekat pada rahang bawah, dengan hilangnya kedaran maka otot
menjaddi relaks dan lidah jatuh ke belakang menutup jalan nafas.
m

Tindakan pertama setelah memastikan penderita tidak sadar dan


menelentangkan anak adalah dengan membuka jalan nafas.

Caranya:
a. Tengadahkan kepala-topang dagu (chin lift-head tilt)
Penolong meletakkan tangan pada dahi kepala anak dan
menengadahkan kepala perlahan-lahan ke belakang atau posisi netral
pada bayi dan lebih ke belakang pada anak-anak agar struktur-
struktur di dalamnya termasuk lidah dapat terangkat dari jalan nafas.
Gunakan jari-jari tangan yang bebas untuk menopang dagu dan
diletakkan pada bagian tulang dari rahang bawah sehingga dagu
ditopang ke depan. Agar tidak menutup jalan nafas, harus dijaga agar
tidak sampai mulut terkatup atau menekan bagian-bagian lunak dari
rahang.
Sedangkan tangan lain dari penolong harus mempertahankan
kepala tengadah.
b. Gerakan mengedepankan rahang (mencakilan) juw thrust
Penolong meletakkan 2 atau 3 jari di bawah ke dua sisi dari
rahang bawah pada sudutnya dan kemudian mendorong rahang ke
depan.
Siku penolong harus diletakkan pada alas dimana pasien
berbaring. Gerakan pencangkilan ini dapat disertai dengan kepala
sedikit tengadah, sedangkan bila pasien diduga cedera leher
sebaliknya pencakilan tanpa posisi kepala tengadah.

5. Menenentukan pasien bernafas atau tidak


Jika pasien belum dapat dipastikan bernafas atau tidak, jalan nafas
segera dibuka dan sambil menjaga nafas tetap terbuka, penolong
m

meletakkan telinganya sambil dekat mulut dan hidung pasien, kemudian


lihat gerakan dada dan dengarkan serta rasakan aliran udara.
Bila anak bernafas, pertahankan jalan nafas agar tetap terbuka.
Namun bila tidak ada pernafasan, penolong harus segera memberikan
bantuan pernafasan pada anak.

6. Memberi bantuan nafas


Bila setelah jalan nafas terbuka, pasien tidak bernafas, bantuan
pemafasn harus diberikan agar oksigen dapat sampai ke dalam paru-
paru pasien.
Sembil menatap mempertahankan jalan nafas terbuka penolong
dapat menutup mulur dengan hidung anak. Jika pasiennya bayi, mulut
penolong dapat menutup mulut dan hidung pasien. Jika pasiennya lebih
besar, hidung ditutup dengan pipi atau jari telunjuk dan ibu jari tangan
penolong yang menengadahkan kepala, kemudian tutup mulut pasien
dengan mulut penolong.
Tiupan lambat (1-1,5 detik tiap tiupan) diberikn dengan selang
waktu penolong menarik nafas (pengukuran waktu bernafas merupakan
ukuran waktu inspirasi dari pasien).

Prinsip pemberian bantuan nafas:


Bantuan nafas penolong merupakan satu-satunya tindakan yang
penting dalam membantu anak yang henti nafas.
Volume nafas yang cukup adalah yang dapat menyebabkan rongga dada
turun naik.
Memberikan nafas secara lambat akan dapat volume nafas yang cukup
dengan
tekanan rendah sehingga menghindari terjadinya distensi lambung.
7. Sirkulasi, periksa nadi

Pada anak lebih dari 1 tahun, arteri karotis adalah ateri yang paling
baik untuk dinilai. Sedangkan pada anak kurang dari 1 tahun, arteri
brakhialis lebih dianjurkan.
m

Arteri brakhialis: terletak pada bagian dalam dari bagian atas


diantara siku dan bahu, ibu jari penolong berada pada bagian luar dari
lengan pasien dan jari serta jari tengah meraba sampai denyut nadi
teraba.
Jika denyut nadi teraba tetrapi tidak ada usaha nafas = bantuan nafas
harus segera diberikan tiap 4 detik (15 x semenit).
Jika nadi tak teraba, terjadi henri jantung = kompresi dada harus
dilakukan dan harus dikoordinasi dengan bantuan nafas.

8. Kompresi dada
Melakukan kompresi dada terdiri dari gerakan iramam yang teratur,
sehingga darah dapat dipompakan pada organ-organ penting seperti
jantung, paru dan otak, sehingga pasien tetap hidup sampai bantuan
hidup lanjut diberikan. Kompresi dada harus selalu disertai dengan
bantuan nafas. Untuk kompresi yang optimal, anak harus dalam posisi
horizontal terlentang pada permukaan yang keras.
m

1. Tariklah garis imaginer diantara puting susu sehingga memotong tulang


dada.
2. Jari telunjuk yang tidak memegang kepala, diletakkan tepat di bawah
garis imaginer tadi pada stemum. Tempat untuk melakukan kompresi
adalah satu jari di bawah garis imaginer tersebut dan pada tempat jari
tengah dan jari manis.
3. Dengan menggunakan 2 atau 3 jari pada tulang dada kompresi sampai
ke dalaman 0,5-1 inchi (1,3-2,5 cm) dengan kecepatan 100x/menit.
4. Pada setiap akhir kompresi tekanan dilepaskan dan stemum dibiarkan
kembali pada posisi semula, tanpa melepaskan jari-jari dan stemum.
Dengan irama kompresi, relaksasi hams dilakukan dengan waktu yang
sesuai dan tanpa gerkan hentakan.

a. Pada anak-anak
1) Cari dan raba batas bawah dari iga-iga yang terletak dekat penolong
dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
2) Kemudian diikuti tengah pada tonjolan tersebut, jari telunjuk
ditelentangkan disamping jari tengah.
3) Dengan jari tengah pada tonjolan tersebut, jari telunujuk
ditelentangkan disamping jari tengah.
4) Letakkan pangkal telapak tangan disamping jari telunjuk, dengan
arah axis memanjang dari pangkal telapak tangan sejajar stemum.
5) Kompresi dada dilakukan dengan satu tanagn sampai kedalaman 1-
1,5 inchi (2,5-3,8 cm) dengan kecepatan 80-100x/menit.
m

6) Kompresi harus hati-hati, lembut, tidak menghentakkan dan


dada harus dapat kembali pada posisi semula setelah setiap
relaksasi lamanya harus sama.
7) Jika anak lebih besar atau lebih dari 8 tahun, harus dipakai
seperti pada cara RJP dewasa.

Koordinasi kompresi dan bantuan nafas


Kompresi dada harus selalu disertai dengan bantuan nafas Pada setiap
akhir kompresi ke-5, selang waktu harus diberikan untuk ventilasi (1-1,5
detik setiap nafas). Pada anak, ratio 30:2 kompresi-ventilasi dipakai pada
RJP 1 maupun RJP 2 penolong. RJP 2 penolong hanya diberikan oelh tenaga
medis. Karena kompresi harus dihentikan sesaat untuk ventilasi yang
cukup., dianjurkan untuk memberikan kecepatan kompresi 80-100x/menit.
Bayi dan abak harus dinilai kembali setelah 5 siklus (kompresi-ventilasi kira-
kira 1 menit) dan beberapa menit setelah itu.

Menghentikan RJP
Bila RJP dilakukan dengan efektif, kematian biologis akan tertunda.
Saat menghentikan RJP merupakan keputusan yang sangat sulit yang
tergantung:
1. Lamanay kematian klinis.
2. Prognosis pasien (ditinjau dari penyebab henti jantung).
3. Penyebab henti jantung (pada henti jantung karena listrik minimal 1 jam)
Sebanyak keputusan penghentian RJP diserahkan kepada dokter.
m

Komplikasi RJP:
1. Fraktiriga.
Sering terjadi terutama pada orang tua. RJP tetap diteruskan
walaupun terasa ada fraktur iga. Fraktur mungkin terjadi bila posisi
tangan salah.

2. Perdarahan intra abdominal


Posisi tanagan yang terlalu rendah akan menekan procesus xipeudeus ke
arah hepar (limpa).
3. Distensi lambung karena pernafasan buatan.

F. PENATALAKSANAAN SUMBATAN JALAN NAFAS PADA ANAK


Kematian aspirasi benda asing pada kelompok anak-anak terjadi
lebih dari 90 % padsa usia kurang dari 5 tahun dan 65 % adalah bayi.
Benda-benda yang teraspirasi antara lain: makanan (daging, permen,
kacang) dan benda-benda kecil lainnya. Obstruksi jalan nafas karena
benda asing harus di duga pada bayi dan anak yang mengalami gagal
nafas akut disertai batuk, tercekik, dan bunyi stridor (nafas dengan nada
bunyi yang tinggi). Gejala dan tanda obstruksi jalan nafas juga dapat
disebabkan oleh pembengkakan jalan nafas karena infeksi, misalnya
epiglotis, dan difteri.
Usaha untuk menghilangkan sumbatan jalan nafas harus difikirkan
pada: (1) anak dengan dugaan kuat aspirasi jalan nafas ; (2) anak yang
tidak sadar, tidak bernafas walaupun usaha membuka jalan nafas telah
dilakukan.
Pada anak yang disuga kuat terlihat mengalami aspirasi, penolong
harus mengusahakan anak untuk batuk dan berusaha bernafas, selama
batuk masih kuat. Usaha menghilangkan sumbatan jalan nafas hanya
dilakukan jika batuk menjadi tidak efektif dan terdapat tanda-tanda
gangguan pernafasan yang makin hebat disretai stridor.
Jika pasien seorang anak, gerakan heimlich yakni hentakan pada
perut di bawah diafragma secara serial masih dianjurkan. Gerakan ini
dapat meningkatkan tekanan intra toraks sehingga menimbulkan batuk
buatan yang memaksakan gerakan udara dan diharapkan benda asing
akan ikut keluar.
m

Pada kelompok umur ini dikombinasikan pukulan pada punggung


dan hentakan dada masih merupakan cara yang dianjurkan. Banayak
orang menganggap cara tersebut juga merupakan aplikasi cara heimlich
pada anak. Setelah dilakukan gerakan mengeluarkan sumbatan jalan
jalan nafas, jalan nafas dibuka dan dengan tengadah kepala dan topang
dagu.

a. Pada bayi
Bayi ditunggakan pada lengan penolong dengan kepala lebih
rendah dari badan dan kepala ditahan dengan menahan pada rahang
bawah. Pada bayi terletak pada lengan atas penolong. Kemudian
dengan menggunakan pangkal telapak tangan yang lain, berikan 4
pukulan diantara kedua tulang belikat. Setelah memberikan pukulan,
penolong meletakkan tangan yang bawah pada punggung bayi
sehingga terjepit diantara kedua tangan, tangan bawah menahan
leher, rahang dan dada, sedangkan tangan lainnya menahan
punggung. Sambil tetap menahan kepala dan leher, bayi dilentangkan
di atas pangkuan penolongdengan kepala lebih rendah dari badan,
kemudian 4x hentakkan di dada dilakukan seperti pada kompresi dada
tetapi dengan kecepatan yang lambat. Penolong yang mermpunyai
tangan kecil mungkin akan mengalami kesulitan melakukan gerakan-
gerakan di atas apalagi jika bayi besar.

Cara lain adalah dengan meletakkan bayi tengkurap pada


pangkuan dan kepala lebih rendah daripada badan dan dilakukan 4x
pukulan pada punggung. Kemudian bayi ditelentangkan dan dilakukan
hentakan dada, b. Pada anak
Cara heimlich pada anak sadar berdiri atau duduk. Penolong
berdiri di belakang pasien dan merangkul pinggang pasien dengan dua
lengan dan salah satu tangan dikepalkan. Bagian jempol dari kepalan
m

tangan harus terletak pada bagian pertengahan dari perut anak,


sedikit di atas pusat dan di bawah ulu hati. Tangan lain harus
memegang tangan yang mengepal dan ditekankan pada perut anak
dengan gerakan hentakan ke atas. Kedua tanagn tidak boleh menekan
pada tulang-tulang dada (processus xiphoudeus dan iga-iga melayang)
karena dapat merusak alat-alat dalam. Lakukan beberapa kali
hentakan dan setiaphentakan harus merupakan gerakan yang terpisah
tetapi teratur.

Cara Heimlich pada anak sadar atau tidak sadar posisi


terbaring
Penolong harus menelentangkan anak dan berlutut pada kaki, jika
anak ada di lantai. Bila anak di atas meja/tempat tidur, penolong
berdiri pada kaki anak. Penolong kemudian meletakkan pangkal
telapak tangan pada perut anak, di atas pusat dan tulang iga pada
garis pertengahan. Tangan yang diletakkan di atas tangan yang
pertama dan diberikan hentakan yang cepat ke arah atas.
Hentakan tidak boleh ke arah yang lain dari perut dan dilakukan
berulang-ulang sampai benda asing dapat dikeluarkan. Pada anak-
anak yang lebih kecil gerakan harus berhati-hati dan lembut.

Anda mungkin juga menyukai