Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Demam berdarah dengue (DBD) Soegjanto, (2006) dalam Sitorus,


Rotua Sumihar, (2009:39) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit
ini dapat menyerang semua orang, mengakibatkan kesakitan dan kematian,
terutama anak-anak, dan juga dapat menjadi suatu wabah bahkan Kejadian
Luar Biasa (KLB). (Soegjanto, (2006) dalam Sitorus, Rotua Sumihar,
(2009:39)).

Kasus untuk penyakit ini telah menyebar luas ke penjuru negara


Indonesia, karena negara Indonesia merupakan negara subtropis dan tropis
sehingga sangat cocok untuk menjadi tempat perkembangbiakkan nyamuk
tersebut.

Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah


kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk, jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah. Di Indonesia, demam berdarah pertama
kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia, dengan Angka kematian
(AK) mencapai 41,3 %. Sejak saat itu, penyakit ini, menyebar luas keseluruh
Indonesia. (Kementrian Kesehatan RI, (2016: 2).

Pada tahun 2015 menurut Kementrian Kesehatan RI, 2016 dalam


Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015 dalam Kementrian Kesehatan RI,
(2016: 187) jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 129.650 kasus
dengan jumlah kematian sebanyak 1.071 orang (IR/Angka kesakitan= 50.75%
per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian= 0.83%). Dibandingkan
tahun 2014 dengan kasus sebanyak 100.347 serta IR 39.80 terjadi
peningkatan kasus pada tahun 2015. Target Renstra Kementrian Kesehatan
untuk angka kesakita DBD tahun 2015 sebesar kurang dari 49 per 100.000
penduduk dengan demikian Indonesia belum mencapai target Renstra 2015.

Menurut Mc Micheal, (2006) dalam Kementrian Kesehatan RI,


(2016:4). Peningkatan dan penyebaran kasus DBD dari tahun 1968 sampai
tahun 2015 terjadi karena perubahan iklim yang menyebabkan perubahan
curah hujan, suhu, kelembaban, dan arah udara, sehingga berpengaruh
terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan.
Perubahan iklim tersebut dapat mempengaruhi perkembangbiakkan vektor
penyakit, seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya. Selain itu, faktor

1
perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan PSN
(pemberantasan sarang nyamuk), serta faktor pertambahan jumlah penduduk
dam peningkatan sarana transportasi menyebabkan menyebabkan penyebaran
virus DBD semakin mudah dan semakin luas. Hal tersebut jelas sekali bahwa
peningkatan dan penyebaran kasus kejadian DBB bukan hanya karena faktor
alam tetapi perilaku masyarakat pun termasuk pendukung terjadinya kejadian
DBD.

Kegiatan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) termasuk salah satu


upaya pencegahan kejadian DBD. Kegiatan PSN tidak bisa terlaksana jika
kesadaran masyarakat terhadap berperilaku hidup sehat belum terbangun.
Faktor perilaku memiliki andil yang besar dalam derajat kesehatan sesudah
lingkungan yaitu sekitar 30-35% (buku kesmas), maka dengan hal tersebut
memerlukan upaya untuk mengubah masyarakat untuk memiliki perilaku
sehat yaitu dengan program PHBS.

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku


kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau
keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan
aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat (Booklet PHBS di
Rumah Tangga dalam Kementrian Kesehatan RI, 2016: 2).

Salah satu indikator PHBS untuk mengurangi kejadian demam berdarah


dengue yaitu dengan memberantas jentik nyamuk di rumah. Memberantas
jentik nyamuk dilakukan dengan cara gerakan 3M plus yaitu menguras,
menutup, mengubur plus menghindari gigitan nyamuk.
Mengingat bahwa penyakit demam berdarah dengue belum memiliki
vaksin efektif yang tersedia dan adapun pengobatan hanya untuk mengurangi
gejala sakit penderita, maka berperilaku hidup bersih dan sehat sangat penting
untuk diterapkan dalam masyarakat, karena dengan melakukan hal tersebut
akan memutus rantai penularan nyamuk Aedes aegypti dan akan mengurangi
jumlah kasus kejadian penyakit DBD pada tahun berikutnya. Berdasarkan hal
tersebut, maka penulis ingin mengetahui hubungan perilaku hidup bersih dan
sehat dengan kejadian DBD, maka penulis mengambil judul Hubungan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD).

2
B Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan
masalah Apakah ada Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)?

C Tujuan Makalah
1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).
2 Tujuan khusus
Mendeskripsikan teori atau hasil penelitian mengenai hubungan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian demam berdarah dengue
(DBD).

D Manfaat Makalah
Makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi program
kesehatan, masyarakat dan ilmu pengetahuan.
1 Bagi Penulis
Mengetahui upaya pencegahan untuk mengurangi kejadian demam
berdarah dengue.
2 Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk
penyusunan makalah selanjutnya tentang upaya pencegahan untuk
mengurangi kejadian demam berdarah dengue dan sebagai informasi
untuk mahasiswa fakultas ilmu kesehatan.
3 Bagi Masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat
tentang hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan
kejadian demam berdarah dengue (DBD), sehingga masyarakat dapat
mengetahui pentingnya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
terutamaya melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan
melakukan 3M (menguras, menutup dan mengubur) supaya bisa
mencegah terjadinya DBD diwilayah tertentu dan mengurangi angka
kejadian DBD .

E Metode Penyusunan Makalah

3
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Melalui
metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan
komprehensif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan
menggunakan menggunakan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil data
melalui kegiatan membaca berbagai literatur yang relevan dengan tema makalah.
Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui kegiatan mengeksposisikan
data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema makalah. Makalah
ini terdiri dari: Bab I Pendahuluan dengan subbab latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan masalah, manfaat makalah, dan metode penyusunan
makalah, Bab II Pembahasan dengan subbab kajian teoritis dengan sub subab
definisi dan faktor penyebab demam berdarah dengue (DBD), tanda dan penularan
DBD, faktor-faktor yang mempengaruhi penularan DBD, upaya-upaya
pencegahan penyakit DBD, pengertian perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
indikator PHBS dan manfaat PHBS, serta subbab kedua adalah pembahasan
dengan sub subab hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan
kejadian demam berdarah dengue , Bab III Simpulan dan Saran.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kajian Teoritis
1. Definisi dan Faktor Penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disertai
dengan manifestasi perdarahan bertendensi menimbulkan syok dan dapat
menyebabkan kematian, umumnya menyerang pada anak < 15 tahun, namun
tidak tertutup kemungkinan menyerang orang dewasa. Tanda-tanda penyakit
ini adalah demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang

4
jelas, lemah, lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda-tanda perdarahan di
kulit (petechoae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang
mimisan, berak darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock) (Depkes RI,
2003 dalam Roose, A. 2008: 9)

Penyebab dari penyakit demam berdarah adalah virus Dengue jenis


arbovirus. Virus ini memerlukan perantara untuk bisa masuk ke tubuh
manusia. Perantara/vektor virus ini adalah nyamuk Aedes aegypti. Tempat
perkembangbiakkan utama nyamuk tersebut ialah tempat-tempat
penampungan air yang berada di dalam dan sekitar rumah, serta tempat-
tempat umum yang biasanya berjarak tidak lebih dari 500 meter dari rumah.
Nyamuk ini biasayanya tidak dapat berkembang biak digenangan air yang
langsung berhubungan dengan tanah.
Jenis-jenis tempat perkembangbiakkan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tempat penampunan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum,
tangki, reservoir, tempayan, bak mandi/wc, ember dan bukan untuk
keperluan sehari-hari seperti tempat minum, burung, vas bunga, perangkap
semut dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik, dan lain-lain).
b. Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa dan potongan bambu.
(Soegijanto, 2003 dalam Widodo, N.P. 2012: 19-20)

2. Tanda dan Penularan DBD


Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus-
menerus dan badan terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan
timbul bintik bintik perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di muka, dada,
lengan atau kaki dan nyeri ulu hati serta kadang-kadang mimisan, berak darah
atau muntah. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba.
Kemungkinan yang selanjutnya adalah penderita sembuh atau keadaan
memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan
banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, akan terjadi renjatan
(lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tidak teraba). Kadang kadang
kesadarannya menurun. (Mubin, 2005: 8 dalam Sitorus, Rotua Sumihar.
(2009: 23).

Penularan demam dengue terjadi apabila penderita yang sakit (dalam


keadaan viremia) digigit oleh nyamuk penular, yang kemudin mengigit orang
lain. Biasanya penularan terjadi dalam satu rumah, tetangga, dan cepat
menyebar ke suatu wilayah (RT/RW/dusun/desa). (Depkes RI dalam
Widodo, N.P. 2012: 6).

5
Penularan tidak akan terjadi jika kita mencegah faktor-faktor yang
mempengaruhi penularan penyakit DBD.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penularan Penyakit DBD


Menurut Soegijanto, (2006: 247 ) dalam Sitorus, Rotua Sumihar,
( 2009: 26) faktor-faktor yang mempengaruhi penluaran penyakit DBD
adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit
DBD dengan manusia yang dapat mengkibatkan terjadinya penyakit
DBD. Hal-hal yang diperhatikan dilingkungan yang berkaitan dengan
vektor penularan DBD antara lain:
1) Sumber air yang digunakan yang tidak langsung berhubungan
dengan tanah merupakan tempat perindukan yang potensial bagi
vektor DBD
2) Kualitas tempat penampungan air (TPA) yang berjentik lebih besar
kemungkinan terjadinya DBD dibandingkan dengan tempat
penampungan air yang tidak berjentik
3) Kebersihan lingkungan dari keleng/ban bekas, tempurung, dan lain-
lain juga merupakan faktor terbesar terjadinya DBD.

Lingkungan yang sehat dan bersih tercipta bukan karena sendirinya


tetapi adanya kegiatan untuk menjaga, melestarikan dan memelihara
lingkungan tersebut, akan tetapi kegiatan tersebut bukan hanya dikerjakan
oleh seorang individu akan tetapi dari seluruh anggota masyarakat yang
dinamakan partisipasi masyarakat.

b. Partisipasi masyarakat
Menurut Notoatmodjo (2007: 124).
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota
masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat
tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan
seluruh anggota masyarakat dalam memecahka masalah kesehatan mereka
sendiri.

Partisipasi masyarakat dalam tingkat individu dapat dilakukan


dengan mendorong atau menganjurkan dalam kegiatan PSN dan
perlindungan diri secara memadai. Pelaksanaan kampanye kebersihan
yang intensif dengan berbagai cara merupakan upaya ditingkat
masyarakat. Memperkenalkan program pemberantasan DBD pada anak
sekolah dan orang tua, mengajak sektor swasta dalam program
pemberantasan vektor dengue, menggabungkan kegiatan pemberantasan

6
berbagai jeni penyakit yang disebabkan serangga dengan program
pemberantasan DBD agar memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu,
peran partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan dengan pemberian intensif
seperti pemberian kelambu atau bubuk abate secara gratis bagi berperan
aktif. (Soegijanto, 2006:7 dalam Sitorus, Rotua Sumihar, 2009: 28).

4. Upaya- upaya Pencegahan Penyakit DBD


Menurut Kementrian Kesehatan RI, (2011:136)
Pencegahan dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan tempat
umum dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang
meliputi: menguras tempat penampungan air sekurang-kurangnya
seminggu sekali, atau menutupnya rapat-rapat; mengubur barang bekas
yang dapat menampung air; menaburkan racun pembasmi jentik
(abatisasi); memelihara ikan; dan cara-cara lain membasmi jentik. Hal
tersebut menggambarkan bahwa untuk mencegah kejadian DBD tidak
memerlukan sesuatu yang mahal hanya kegiatan tersebut memerlukan
partisipasi masyarakat yang sadar akan berperilaku hidup bersih dan
sehat.

5. Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Pelaksanaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) secara


langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap penanggulangan
masalah kesehatan melalui pencegahan terjadinya kesakitan maupun
kematian. PHBS mengisyaratkan slogan Lebih Baik Mencegah daripada
Mengobati. Program PHBS adalah upaya untuk pengalaman belajar bagi
perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, untuk meningkatkan
pengetahuan,sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat, yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat turut menangani masalah di bidang kesehatan
serta berperan-aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. PHBS
mencakup tatanan Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Tempat Umum
dan Sarana Kesehatan. (Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2014 dalam
Kementrian Kesehatan RI, 2016: 25)

Menurut Proverawati, (2012) dalam Supriyadi, Agus, (2016: 30).


Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberdayakan
anggota rumah tangga agar tahu, mau, dan mampu mempraktekkan perilaku
hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakkan kesehatan
dimasyarakat.

6. Indikator PHBS

7
Hasil Riskesdas 2013 Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) terdiri dari sepuluh indikator yang mencakup perilaku individu dan
gambaran rumah tangga. (Promkes, 2009 dalam Kemenkes RI, 2003:147).

Menurut Kementrian Kesehatan RI, (2015: 74)


Rumah Tangga ber-PHBS didapatkan dari rumah tangga yang seluruh
anggotanya berperilaku hidup bersih dan sehat. Indikator ini merupakan
indikator komposit 10 kriteria, yaitu: a. pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan; b. bayi diberi ASI eksklusif; c. balita ditimbang setiap bulan; d.
menggunakan air bersih; e. mencuci tangan dengan air bersih dan sabun; f.
menggunakan jamban sehat; g. memberantas jentik nyamuk di rumah sekali
seminggu; h. makan sayur dan buah setiap hari; i. melakukan aktivitas fisik
setiap hari; j. tidak merokok di dalam rumah.

7. Manfaat PHBS
Menurut Kementrian Kesehatan RI, (2016: 3) dalam Booklet PHBS di
Rumah Tangga Manfaat perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dibagi
menjadi dua, diantaranya yaitu:
a. Manfaat bagi Rumah Tangga
1) Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit
2) Anak tumbuh sehat dan cerdas
3) Anggota keluarga giat bekerja
4) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat digunakan untuk memenuhi gizi
keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan
keluarga
b. Manfaat bagi Masyarakat
1) Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat
2) Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah
kesehatan
3) Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
4) Masyarakat mampu mengembangkan upaya kesehatan bersumber
masyarakat (UKBM) seperti posyandu, tabungan ibu bersalin, arisan
jamban, ambulans desa dan lain-lain.

B. Pembahasan

Alasan penulis mengambil judul hubungan perilaku hidup bersih dan sehat
dengan kejadian DBD, karena masalah DBD di Indonesia setiap tahunnya
cenderung meningkat, hal ini dapat dibuktikan pada gambar 2.1 jumlah
kabupaten/kota terjangkit dbd di indonesia tahun 2009-2015.

8
Gambar 2.1 jumlah Kabupaten/Kota terjangkit Dbd di Indonesia tahun 2009-2015
Sumber Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015 dalam Kementrian Kesehatan RI,
(2016: 187)
Berdasarkan gambar grafik diatas menurut Kementrian Kesehatan RI,
(2016: 187) bahwa angka kesakitan DBD per kota/kabupaten cenderung terus
meningkat. Hal ini mencerminkan bahwa penyakit DBD suatu penyakit yang
tidak bisa dikesampingkan yang membutuhkan pencegahan dan penanggulangan
segera agar tidak terjadi pada tahun berikutnya.
Penyebab terjadinya DBD adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor
penular, adapun ciri-ciri nyamuk aedes aegypti dapat dilihat pada gambar 2.2
nyamuk Aedes aegypti sedang mengigit manusia.

Gambar 2.2 Nyamuk Aedes aegypti sedang mengigit manusia


Sumber Muhlisisn, Ahmad. (2016).
Nyamuk tersebut berkembang biak ditempat-tempat penampungan air, yang
tidak langsung menyentuh ke tanah. Tempat penampungan air tersebut suatu

9
barang yang selalu ditemukan didalam kehidupan sehari-hari seperti ember,vas
bunga, botol, kaleng, potongan bambu, dan lain sebagainya.
Hal tersebut jika didiamkan maka akan membantu persebaran sumber
penular penyakit DBD, maka dari itu dibutukan kegiatan yang menunjang untuk
mengendalikan perkembangbiakkan nyamuk tersebut. Salah satu kegiatan yang
menunjang untuk kegiatan tersebut adalah berperilaku hidup bersih dan sehat
karena perilaku adalah penentu derajat kesehatan setelah lingkungan.

Perilaku menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007:133)


merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Sedangkan perilaku kesehatan suatu respons seseorang (organisme)
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.

Respons dan reaksi seseorang atau masyarakat sangat dibutuhkan untuk


membentuk kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup bersih dan sehat.
Kesadaran tersebut dibentuk dari adanya perubahan perilaku.
Perubahan perilaku menurut Notoatmodjo (2007:146) adalah suatu proses
yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara terori perubahan
perilaku atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam
kehidupannya melalui tiga tahap, yaitu pengetahuan, sikap dan praktik.

1.pengetahuan

Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007:139) adalah merupakan hasil


tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan masyarakat dapat berpengaruh terhadap perubaahan
perilaku seseorang untuk membentuk dirinya dan orang disekitarnya agar
berperilaku hidup bersih dan sehat untuk mencegah penyakit terutamanya
penyakit DBD.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Supriyadi, Agus (2016: 65) yang
menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis somers i D dengan ada hubungan
tingkat pengetahuan PHBS dengan upaya pencegahan Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Desa Pendem, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen
ditunjukkan dengan siginifikan 0,000 dengan arah positif sebesar 0,668 sehingga
menunjukkan hubungan yang kuat antara tingkat pengetahuan PHBS dengan
upaya pencegahan Demam Berdarah Dengue.

10
Pengetahuan seseorang menurut Wawan, A. dan M. Dewi, (2011:17) dapat
dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan dan umur. Menurut YB Mantra dalam
Notoatmodjo (2003) dalam Wawan, A. dan M. Dewi, (2011: 17) pendidikan dapat
mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup
terutama dalam memotivasi untuk sikap berberapa serta dalam pembangunan,
pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, jelas sekali bahwa tingkat pengetahuan


sangat berpengaruh terhadap pembentukan tindakan untuk pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) sehingga mencegah terjadinya penyakit DBD, maka dari itu peran
pemerintah dan juga tokoh masyarakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat dengan memberikan penyuluhan mengenai perilaku
hidup bersih dan sehat.

2. sikap

Sikap menurut Notoatmodjo (2007:147) adalah penilaian (bisa berupa


pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah masalah
kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek,
proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek
kesehatan tersebut.
Menurut hasil penelitian Supriyanto, Heri (2011:12) menyatakan bahwa
sikap tentang pencegahan penyakit demam berdarah dengue (DBD) dan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian penyakit demam berdarah dengue (DBD).

PHBS merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit DBD, karena di


dalam program PHBS terdapat indikator tentang pemberantasan sarang nyamuk
yaitu dengan cara memberantas sarang nyamuk dengan melakukan 3M
(mengubur, menguras dan menutup). Penulis menyimpulkan dari penelitian di atas
jika seseorang memiliki sikap yang baik terhadap pencegahan penyakit DBD
dengan cara pemberantasan sarang nyamuk maka akan mengurangi kejadian
penyakit DBD , sebaliknya jika seseorang memiliki sikap negatif atau tidak peduli
terhadap pencegahan penyakit demam berdarah dengue (DBD) maka akan

11
meningkatkan kejadian penyakit DBD. Sikap hanyalah suatu persepsi masyarakat
mengenai suatu objek, maka dari itu untuk membuat suatu sikap itu menjadi
perbuatan nyata maka yang harus dilakukan adalah mempraktikkannya.

3. praktik

Setelah seseseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian


mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkanakan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang
diektahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice)
kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan. (Notoatmodjo,
2011:147).

Berdasarkan hasil penelitian Supriyanto, Heri (2011:19) menyatakan


bahwa praktik tentang pencegahan penyakit demam berdarah dengue (DBD) dan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian penyakit demam berdarah dengue (DBD).
Program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah suatu upaya untuk
memberdayakan masyarakat agar masyarakat mau mempraktikkan hidup bersih
dan sehat serta mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam gerakkan
kesehatan masyarakat. Kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam program
tersebut sangat dibutuhkan karena untuk mencegah terjadinya penyakit khususnya
penyakit DBD.
Program PHBS yang termasuk dalam upaya pencegahan penyakit DBD
yaitu dengan memberantas jentik nyamuk dengan gerakkan 3M+plus. Adapun
gambar untuk gerakkan 3M+plus dapat dilihat pada gambar 2.3 Gerakkan
3M+plus.

12
Gambar 2.3 Gerakkan 3M+plus
Sumber Zaki, S. (2016)

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2016:32-34) dalam booklet PHBS rumah


tangga, 3 M Plus adalah tiga cara plus yang dilakukan pada saat PSN yaitu:
a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti bak
mandi, tatakan kulkas, tatakan pot kembang dan tempat air minum burung.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti lubang bak kontrol,
lubang pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung air hujan.
c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air seperti ban bekas, kaleng bekas, plastik-plastik yang
dibuang sembarangan (bekas botol/gelas akua, plastik kresek,dll)
d. Plus Menghindari gigitan nyamuk, yaitu:
1) Menggunakan kelambu ketika tidur.
2) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, misalnya obat
nyamuk; bakar, semprot, oles/diusap ke kulit, dll
3) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar
4) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai
5) Memperbaiki saluran dan talang air yang rusak
6) Menaburkan larvasida (bubuk pembunuh jentik) di tempat-tempat yang
sulit dikuras misalnya di talang air atau di daerah sulit air
7) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak penampung air,
misalnya ikan cupang, ikan nila, dll
8) Menanam tumbuhan pengusir nyamuk misalnya, Zodia, Lavender,
Rosemerry, dll

Berdasarkan teori di atas, gerakkan 3M Plus jika diperhatikan kegiatan


tersebut memiliki cara-cara yang sederhana untuk bisa dilakukan oleh masyarakat
dan biaya yang dikeluarkan terjangkau. Adapun manfaat dari melakukan kegiatan

13
3M Plus populasi nyamuk penyebab DBD dan penularan penyakit DBD menjadi
terkendali, kemungkinan terhindar dari berbagai jenis penyakit yang diakibatkan
nyamuk tersebut, kejadian penyakit DBD diharapakan setiap tahunnya berkurang,
dan tentunya lingkungan menjadi bersih dan sehat.
Manfaat tersebut dapat dirasakan jika semua rumah tangga atau masyarakat
melakukan kegiatan tersebut atau berpartisipasi dalam memberantas penyakit
DBD. Angka perilaku hidup bersih dan sehat di Indonesia dapat dilihat pada
gambar 2.4 proporsi rumah tangga yang memenuhi kriteria perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) baik menurut provinsi, Indonesia 2013.

Gambar 2.4 proporsi rumah tangga yang memenuhi kriteria perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) baik menurut provinsi, Indonesia 2013.
Sumber Hasil Riskesdas Tahun 2013, (2013:150).
Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2013 (2013: 150), dapat
disimpulkan bahwa proporsi nasional rumah tangga dengan PHBS baik adalah
32,3 % dan terdapat 20 dari 33 provinsi yang masih memiliki rumah tangga PHBS
baik di bawah proporsi nasional.
Hal tersebut menunjukkan masih banyaknya masyarakat atau rumah tangga
yang tidak melaksanakan sepuluh indikator perilaku hidup bersih dan sehat, yang
sudah dijelaskan pada kajian teoritis, dengan adanya hal tersebut maka sebaiknya
ada suatu kebijakan berupa sanksi tentang upaya pencegahan penyakit DBD.
Sanksi tersebut diberikan kepada masyarakat yang tidak menjalankan atau
melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk. Sanksi tersebut diharapkan
mampu mengurangi angka kejadian penyakit DBD. Sebenarnya sanksi untuk

14
masyarakat yang tidak melaksanakan PSN sudah diterapkan di negara lain seperti
negara Singapura dan Malaysia. Kedua negara tersebut telah menerapkan sanksi
bagi siapapun yang dirumahnya masih terdapat jentik.

Menurut Wong, C.H., (2013). Singapura, berpenduduk sekitar 5,3 juta jiwa,
menerapkan kendali penyakit dan pengawasan terhadap nyamuk secara ketat.
Otoritas setempat pun menerapkan sanksi berat bagi siapapun yang lalai
membersihkan lokasi bertelur nyamuk di rumah penduduk, Pemerintah meminta
warga membersihkan rumah dan tempat umum dari genangan air. Pihak
berwenang juga memperkenalkan sistem peringatan berbasis warna untuk
memperingatkan warga di sejumlah wilayah jika wabah DBD terjadi.

Berdasarkan kutipan di atas, jelas sekali terlihat adanya suatu ketegasan dan
keseriusan pemerintah dalam mengatasi kejadian penyakit DBD, maka dari itu
diharapkan negara Indonesia mempunyai suatu kemauan dan keseriusan
mengatasi masalah penyakit DBD dengan cara menghukum dengan memberi
sanksi kepada masyarakat yang dirumahnya masih terdapat jentik nyamuk yang
menjadi penyebab penyakit DBD.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Purnamasari, I.K., (2011)
mengenai hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian DBD adalah
sebagai berikut.

Terdapat hubungan yang signifikan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Dengan Kejadian DHF (Dengue Haemorhagic Fever) pada anak. Di Polindes Waru
Kulon Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan Tahun 2010. Seseorang yang memiliki
perilaku yang sehat akan terhindar dari penyakit DHF, karena dalam kejadian DHF
dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan fisik, fasilitas kesehatan, PHBS dan petugas
kesehatan. Begitu juga sebaliknya, seseorang yang terkena DHF sebagian besar
mempunyai perilaku yang tidak sehat, dalam hal ini kebiasaan perilaku hidup bersih dan
sehat ibu atau keluarga yang berhubungan dengan DHF. (Purnamasari, I.K., 2011: 25)

Perilaku hidup bersih dan sehat untuk suatu upaya pencegahan yang sederhana
untuk mencegah penyakit khususnya penyakit DBD, adapun pencegahan yang dilakukan
adalah dengan melakukan gerakkan 3M Plus. Gerakkan tersebut tidak akan berhasil jika
masih kurangnya partisipasi masyarakat terhadap berperilaku hidup bersih dan sehat dan
peduli terhadap lingkungan baik lingkungan rumah dan sekitarnya. Berdasarkan kutipan
di atas, penulis menyimpulkan bahwa seseorang yang sudah menjalankan perilaku hidup
bersih dan sehat akan terhindar dari penyakit DBD, begitu pun sebaliknya seseorang yang

15
belum menjalan perilaku hidup bersih dan sehat khususnya 3M Plus akan memperbesar
peluang terhadap dirinya untuk terkena penyakit DBD.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A SIMPULAN
Berdasarkan hasil uraian dari BAB II maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini dapat menyerang semua orang, mengakibatkan kesakitan bahkan
kematian. Setiap tahunnya negara Indonesia adalah salah satu negara yang

16
menjadi endemik penyakit DBD, maka dari itu dibutuhkan suatu pencegahan dan
penanggulangan. Pencegahan yang dapat dilakukan dengan berperilaku hidup
bersih dan sehat yaitu dengan memberantas jentik nyamuk. Pemberantasan jentik
nyamuk dilakukan dengan gerakkan 3M Plus yaitu (menguras, menutup dan
mengubur serta menghindari gigitan nyamuk). Masyarakat yang berperilaku hidup
bersih dan sehat dapat mencegah atau mengurangi peluang untuk terkena penyakit
DBD, sebaliknya masyarakat yang tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan
sehat akan memberikan peluang yang besar terhadap dirinya untuk terkena
penyakit DBD. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Ida
Kasi Purnamasari di Polindes Waru Kulon Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan
Tahun 2010 yang menyatakan sebagai berikut.

Terdapat hubungan yang signifikan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Dengan Kejadian DHF (Dengue Haemorhagic Fever) pada anak. Di Polindes Waru
Kulon Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan Tahun 2010. Seseorang yang memiliki
perilaku yang sehat akan terhindar dari penyakit DHF, karena dalam kejadian DHF
dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan fisik, fasilitas kesehatan, PHBS dan petugas
kesehatan. Begitu juga sebaliknya, seseorang yang terkena DHF sebagian besar
mempunyai perilaku yang tidak sehat, dalam hal ini kebiasaan perilaku hidup bersih dan
sehat ibu atau keluarga yang berhubungan dengan DHF. (Purnamasari, I.K., 2011: 25)

B SARAN
Berdasarkan hasil kegiatan tersebut, maka beberapa saran yang dapat
diajukan adalah sebagai berikut.
1 bagi tenaga kesehatan dan calon tenaga kesehatan diharapkan mampu
memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya
mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat agar terhindar dari penyakit
atau memperkecil peluang untuk sakit, khususnya sakit demam berdarah
dengue dan mensosialisasikan terkait dengan gerakkan memberantas jentik
nyamuk yaitu 3M Plus.
2 bagi pemerintah ataupun pihak terkait seperti puskesmas, diharapkan
membuat kebijakan berupa sanksi tegas bagi yang dirumahnya masih terdapat
jentik nyamuk.

17

Anda mungkin juga menyukai