MODERNISASI
DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
Disusun
Kartika Napu
IX-4
BAB I
PENDAHULUAN
2. Sejarah Modernisasi
Teori modernisasi lahir sebagai tanggapan ilmuwan sosial Barat terhadap
Perang Dunia II. Teori ini muncul sebagai upaya Amerika untuk memenangkan
perang ideologi melawan sosialisme yang pada waktu itu sedang populer.
Bersamaan dengan itu, lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika,
dan Amerika Latin bekas jajahan Eropa melatar belakangi perkembangan teori
ini. Negara adidaya melihat hal ini sebagai peluang untuk membantu Negara
Dunia Ketiga sebagai upaya stabilitas ekonomi dan politik.
Satu hal yang menonjol dari teori ini adalah modernisasi seolah-olah tidak
memberikan celah terhadap unsur luar yang dianggap modern sebagai sumber
kegagalan, namun lebih menekankan sebagai akibat dari dalam masyarakat itu
sendiri. Alhasil faktor eksternal menjadi terabaikan. Teori modernisasi
memberikan solusi, bahwa untuk membantu Dunia Ketiga termasuk
kemiskinan, tidak saja diperlukan bantuan modal dari negara-negara maju,
tetapi negara itu disarankan untuk meninggalkan dan mengganti nilai-nilai
tradisional dan kemudian melembagakan demokrasi politik.
Karena berpatokan dengan perkembangan di Barat, modernisasi
diidentikkan dengan westernisasi. Teori ini pun kurang mampu menjawab
kegagalan penerapannya di Amerika Latin, tidak memperhatikan kondisi
obyektif masyarakat, sejarah dan tradisi lama yang masih berkembang di
Negara Dunia Ketiga. Untuk menjawabnya, muncullah teori modernisasi baru.
Bila dalam teori modernisasi klasik, tradisi dianggap sebagai penghalang
pembangunan, dalam teori modernisasi baru, tradisi dipandang sebagai faktor
positif pembangunan. Namun, tetap saja baik teori modernisasi klasik, maupun
baru, melihat permasalahan pembangunan lebih banyak dari sudut kepentingan
Amerika Serikat dan negara maju lainnya.
2.2 Teori Modernisasi
Berdasarkan pada teori pembagian kerja secara internasional, maka secara
umum di dunia ini terdapat dua kelompok negara, yaitu kelompok negara yang
memproduksi hasil pertanian dan kelompok negara yang memproduksi barang
industri. Pada kedua kelompok negara ini terjadi hubungan dagang dan
keduanya menurut teori diatas saling menguntungkan. Tetapi setelah beberapa
puluh tahun kemudian, muncul suatu permasalahan bahwa neraca perdagangan
kedua kelompok negara ini berbeda, yang dimana negara yang memproduksi
barang industri mendapatkan keuntungan yang besar dan semakin kaya
sedangkan negara yang memproduksi hasil pertanian mendapatkan hasil yang
kurang menguntungkan dan lebih tertinggal (miskin). Dari permasalahan diatas
maka muncul beberapa teori modernisasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli,
yang menjelaskan tentang kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor yang
terdapat di dalam negara tersebut. Beberapa teori yang tergolong kedalam
kelompok teori modernisasi yaitu :
1) Teori Harrod Domar : Modal dan Investasi
Roy Harrod dan Evsey Domar adalah ahli ekonomi yang berbicara tentang
teori ekonomi pembangunan yang menekankan pada penyediaan modal dan
investasi. Mereka berkesimpulan bahwa pembangunan akan berhasil dan
terlaksana dengan baik jika pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya
modal dan investasi.
a. Masyarakat tradisional
Perlunya penguasaan ilmu pengetahuan agar kehidupan dan kemajuan
masyarakat dapat berkembang.
b. Prakondisi untuk lepas landas
Proses ini memerlukan adanya campur tangan dari luar atau masyarakat yang
sudah maju. Dengan campur tangan dari luar ini maka mulai berkembang ide
pembaharuan.
c. Lepas landas
Periode ini akan ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang
menghalangi proses pertumbuhan ekonomi.
d. Bergerak ke kedewasaan
Periode ini ditandai perkembangan industri yang sangat pesat dan
memantapkan posisinya dalam perekonomian global. Barang-barang yang
tadinya di inpor, sekarang dapat diproduksi di dalam negeri. Yang
diproduksikan bukan hanya terbatas pada barang konsumsi tetapi juga barang
modal.
e. Zaman konsumsi masal yang tinggi
Pada periode ini konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan pokok untuk
hidup, tetapi akan meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Produksi industri
akan berubah, dari kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang konsumsi yang
tahan lama. Pada titik ini pembangunan sudah merupakan sebuah proses yang
berkesinambungan, yang bisa menopang kemajuan secara terus menerus.
Selain itu juga teori Rostow menekankan pada aspek-aspek non ekonomi untuk
menuju ke proses lepas landas. Baginya untuk menuju ke proses lepas landas
harus memenuhi tiga kondisi yang saling berkaitan, yaitu :
a) Peningkatan investasi pada sektor produktif
b) Pertumbuhan satu atau lebih sektor manukfaktur yang penting
dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi
c) Perlunya lembaga-lembaga politik dan sosial yang bisa memanfaatkan
berbagai dorongan gerak ekspansi dari sektor ekonomi modern dan akibat yang
mungkin terjadi terjadi dengan adanya kekuatan-kekuatan ekonomi dari luar
sebagai hasil dari lepas landas, disamping itu juga lembaga-lembaga ini bisa
membuat pertumbuhan menjadi sebuah proses berkesinambungan.
5) Teori Bert. F. Hoselitz : Faktor-Faktor Non Ekonomi
Teori Hoselitz membahas tentang faktor-faktor non ekonomi yang
ditinggalkan oleh Rostow. Teorinya menekankan pada perlunya lembaga-
lembaga yang diperlukan menjelang lepas landas. Menurut Hoselitz masalah
utama pembangunan bukan hanya sekedar masalah kekurangan modal, tetapi
ada masalah lain yang juga sangat penting yakni adanya ketrampilan kerja
tertentu, yang termasuk didalamnya tenaga wiraswata yang tangguh. Hoselitz
berfikir bahwa, dibutuhkan perubahan kelembagaan pada masa sebelum lepas
landas, yang akan mempengaruhi pemasukan modal menjadi lebih produktif.
Perubahan kelembagaan ini akan menghasilkan tenaga wiraswasta dan
administrasi, serta ketrampilan teknis dan keilmuan yang dimiliki. Oleh karena
itu, bagi Hoselitz pembangunan membutuhkan pemasukan dari beberapa unsur,
yaitu :
a) Pemasokan modal besar dan perbankan
Dibutuhkan lembaga-lembaga yang bisa menggerakan tabungan masyarakat
dan menyalurkannya ke kegiatan yang produktif. Ia menyebutkan lembaga
perbankanlah yang lebih efektif. Tanpa lembaga-lembaga seperti ini, maka
modal besar yang ada sulit dikumpulkan sehingga bisa menjadi sia-sia dan tidak
menghasilkan pembangunan.
b) Pemasokan tenaga ahli dan terampil
Tenaga yang dimaksud adalah tenaga kewiraswataan, administrator
profesional, insinyur, ahli ilmu pengetahuan, dan tenaga manajerial yang
tangguh. Disamping itu juga perlu di dukung dengan perkembangan teknologi
dan sains yang harus sudah melembaga sebelum masyarakat melakukan lepas
landas.
2) Saat membeli barang jadi yang sudah diolah di luar negeri masyarakat
Indonesia dikenakan harga yang sangat tinggi
1) Modal
3) Masalah Proteksi
Tiap negara berharap bahwa kemakmuran pada akhirnya dapat tercapai berkat
perkembangan industri yang mampu menghasilkan pendapatan yang lebih besar
bagi ekonomi nasional. Dewasa ini Indonesia menggalakkan ekspor barang non-
migas dengan cara promosi ke luar negeri, memperbaiki kualitas barang yang
diekspor dan memberikan kemudahan untuk ekspor.
5) Bahan Dasar
1) Semakin tersedianya sarana dan prasarana ibadah dari kota besar hingga ke
pelosok daerah.
2) Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka
merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitas. Padahal manusia
diciptakan sebagai makhluk sosial.
3) Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya
negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada
orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
4) Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu
yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan
memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lainnya.
Dengan kata lain individu yang dapat terus mengikuti perkembangan jaman
memiliki kesenjangan tersendiri terhadap individu yang tidak dapat mengikuti
suatu proses modernisasi tersebut.
Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan sosial antara individu satu dengan
lainnya, yang bisa disangkutkan sebagai sikap individualistik.
5) Kriminalitas
Kriminalitas sering terjadi di kota-kota besar karena menipisnya rasa
kekeluargaan, sikap yang individualisme, adanya tingkat persaingan yang tinggi
dan pola hidup yang konsumtif.