Anda di halaman 1dari 44

KONSEP MUTU

DAN PARADIGMA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

Makalah Tugas Kelompok


Evaluasi dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Dosen Pengampu: 1. Prof. Dr. Rasdi Ekosiswoyo, M.Sc.
2. Prof. Dr. Fatkhuruddin, M.Pd.

Disusun oleh:
Kelompok IV Rombel I
DEDY HERIYANTO NIM. 0102514038
SYAHRIATI NIM. 0102514040
WACHID NUGROHO NIM. 0102514044
AGUS SAEFUDIN NIM. 0102514057
AKHMAD KUSFANDI NIM. 0102514064

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
KONSENTRASI KEPENGAWASAN SEKOLAH
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
APRIL
2015

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan banyak kenikmatan, utamanya nikmat iman, sehat, sempat dan diberi
kekuatan tetap setia mengabdi pada bidang pendidikan untuk berperan dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa pula
makalah dengan judul Konsep Mutu dan Paradigma Penjaminan Mutu
Pendidikan dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi
Tugas Kelompok Mata Kuliah Evaluasi dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
Banyak bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak dalam penyusunan
makalah ini, untuk itu disampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Rasdi Ekosiswoyo, M.Sc. yang telah membuka wawasan kami tentang
evaluasi dan penjaminan mutu pendidikan;
2. Prof. Dr. Fatkhuruddin, M.Pd. yang telah memberikan bimbingan dan banyak ilmu
tentang bagaimana evaluasi dan penjaminan mutu pendidikan;
3. Teman-teman mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan (Kepengawasan Sekolah)
Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang merupakan mitra
diskusi dan berbagi pengalaman yang luar biasa, bersama kami mempunyai
mimpi untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi.
Semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan imbalan pahala yang
berlipat dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa sebagaimana kata pepatah tak ada gading
yang tak retak, makalah ini pun masih terdapat kekurangan. Saran dan masukan demi
perbaikan sangat dinantikan. Kami berharap semoga makalah ini membawa manfaat
bagi kita semua dalam mengabdi bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Amin.
Semarang, 11 April 2015
Dedy Heriyanto / NIM. 0102514038
Syahriyati / NIM. 0102514040
Wachid Nugroho / NIM. 0102514044
Agus Saefudin / NIM. 0102514057
Akhmad Kusfandi / NIM. 0102514064

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ..................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................. iii
Abstrak ................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1


A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Perumusan Masalah ..... ................................................ 3
C. Tujuan ........................................................................... 4

5
BAB II KAJIAN TEORI ................................................................... 5
A. Konsep Mutu .................................................................
B. Konsep Manajemen Mutu Terpadu (TQM: Total 6
Quality Management) ....................................................
7
BAB III PEMBAHASAN .................................................................... 7
A. Konsep Mutu dalam Pendidikan ......................................
B. Konsep TQM (Total Quality Management) dalam 9
Pendidikan .......................................................................
C. Strategi Perencanaan Peningkatan Mutu Pendidikan dan 11
Tantangannya .................................................................. 18
D. Paradigma Penjaminan Mutu Pendidikan ........................
E. Implementasu Penjaminan Mutu Pendidikan (Quality 21
Assurance in Education) ..................................................
F. Konsep Akreditasi sebagai Penjaminan Mutu Pendidikan 28
.......................................................................
34
BAB IV PENUTUP ............................................................................ 34
A. Simpulan ...................................................................... 37
B. Saran ............................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
ABSTRAK

KONSEP MUTU DAN PARADIGMA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

Oleh:
Dedy Heriyanto / NIM. 0102514038
Syahriyati / NIM. 0102514040
Wachid Nugroho / NIM. 0102514044
Agus Saefudin, S.Pd. / NIM. 0102514057
Akhmad Kusfandi / NIM. 0102514061

Tujuan penulisan makalah ini, adalah: (1) menjelaskan konsep mutu, (2)
menguraikan konsep manajemen mutu terpadu (total quality management), (3)
menjelaskan penyusunan strategi perencanaan peningkatan mutu pendidikan, (4)
menjelaskan konsep paradigma penjaminan mutu pendidikan, dan (5) mengkritisi
implementasi proses dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan (quality
assurance in education) dalam idealisme praksis pendidikan melalui sistem
akreditasi.
Sistem pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan harus dibangun dan
dikembangkan secara nasional dalam upaya meningkatkan daya saing, citra, dan
akuntabilitas publik. Kegiatan penjaminan mutu tertuju pda proses untuk membangun
kepercayaan dengan cara melakukan pemenuhan persyaratan atau standar minimum
pada komponen input, komponen proses dan hasil atau outcome sesuai dengan yang
diharapkan oleh stake holders.
Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggungjawab
satuan pendidikan yang harus didukung oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi
dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing
serta peran serta masyarakat. Implementasi penjaminan dan peningkatan mutu
pendidikan hingga saat ini masih menghadapi berbagai macam permasalahan antara
lain: (1) belum tersosialisasikannya secara utuh Standar Nasional Pendidikan sebagai
acuan mutu pendidikan; (2) pelaksanaan penjaminan dan peningkatan mutu
pendidikan masih terbatas pada pemantauan komponen mutu di satuan pendidikan;
(3) pemetaan mutu masih dalam bentuk pendataan pencapaian mutu pendidikan yang
belum terpadu dari berbagai penyelenggara pendidikan; dan (4) tindak lanjut hasil
pendataan mutu pendidikan yang belum terkoordinir dari para penyelenggara dan
pelaksana pendidikan pada berbagai tingkatan.

Kata Kunci: konsep mutu, penjaminan mutu pendidikan, paradigma penjaminan


mutu pendidikan

ABSTRACT

iv
CONCEPT OF QUALITY ASSURANCE AND QUALITY
EDUCATION PARADIGM
By:
Dedy Heriyanto / NIM. 0102514038
Syahriyati / NIM. 0102514040
Wachid Nugroho / NIM. 0102514044
Agus Saefudin, S.Pd. / NIM. 0102514057
Akhmad Kusfandi / NIM. 0102514061

The purpose of this paper, are: (1) explain the concept of quality, (2) outlines
the concept of total quality management, (3) describes the preparation of a planning
strategy to improve the quality of education, (4) to explain the concept of the
paradigm of education quality assurance, and (5) criticized the implementation
process and the implementation of quality assurance of education in a practical
idealism education through accreditation system.
System development and improvement of education quality should be built and
developed nationally in an effort to improve competitiveness, image, and public
accountability. Quality assurance activities directed pda process to build trust by way
of eligibility or minimum standards on the input component, component or process
and outcome results as expected by stakeholders.
Assurance and quality improvement of education is the responsibility of the
educational unit that must be supported by the government, the provincial
government and local government district / city in accordance with their respective
authorities and community participation. Implementation and improvement of
education quality assurance is still facing various kinds of problems, among others:
(1) has not been fully socialized National Education Standards as a reference the
quality of education; (2) the implementation of quality assurance and improvement of
education is limited to monitoring the quality of the components in the educational
unit; (3) mapping data quality is still in the form of educational attainment are not yet
integrated quality of various education providers; and (4) follow-up of the data
quality of education that has not been coordinated from the organizers and executors
of education at various levels.

Keywords: concept of quality, quality assurance of education, educational quality


assurance paradigm

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan bidang pendidikan sangat menentukan pembentukan SDM
berkualitas dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanah
Pembukaan UUD 1945. Bangsa yang cerdas dengan kebudayaan dan berperadaban
unggul merupakan cita-cita para founding fathers yang bisa diwujudkan dengan
proses pendidikan yang terstruktur dan sistematis.
Kemajuan dan kejayaan suatu negara (bangsa) bukan ditentukan umur negara
tersebut. Ketersediaan sumber daya alam di suatu negara juga tidak menjamin negara
itu menjadi kaya atau miskin. Para eksekutif dari negara maju dan dari negara
terbelakang sependapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal
kecerdasan. Apalagi ras atau warna kulit juga bukan faktor penyebab kemajuan suatu
bangsa. Para imigran yang dikatakan pemalas di negara asalnya ternyata sumber daya
yang sangat produktif di negara-negara maju/kaya di Eropa.
Sesungguhnya faktor ataupun penyebab kemajuan dan kejayaan suatu negara
(bangsa) adalah pada sikap/perilaku dan kemampuan berpikir masyarakatnya, yang
telah dibentuk sepanjang masa melalui kebudayaan dan proses pendidikan.
Pendidikan merupakan peristiwa interaksi individu dengan lingkungannya sehingga
menghasilkan perubahan perilaku yang diinginkan (nilai-nilai positif kehidupan).
Secara umum pendidikan dimaknai dari dua perspektif, sebagai proses belajar yang
dibentuk secara alami/natural (yaitu ranah pendidikan informal dalam keluarga) dan
proses pembelajaran yang direncanakan dan dirancang, by design (ranah pendidikan
formal sekolah). Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat, ternyata bahwa
mayoritas penduduk di negara maju menerapkan prinsip-prinsip dasar perilaku
tersebut dalam kehidupan keseharian.

1
Diantara prinsip dasar positif nilai-nilai kehidupan tersebut adalah etika,
kejujuran dan integritas, tanggung jawab, taat pada aturan dan hukum masyarakat,
hormat pada hak orang/warga lain, cinta pada pekerjaan/profesi, berusaha keras untuk
menabung dan investasi, mau dan mampu bekerja keras dan cerdas, serta sadar
waktu, sadar mutu, dan sadar biaya. Di negara terbelakang/miskin/berkembang,
hanya sebagian kecil masyarakatnya yang mematuhi prinsip dasar kehidupan
tersebut. Jadi, negara-negara yang dikategorikan terbelakang/lemah/miskin karena
perilaku masyarakatnya yang kurang/tidak baik. Mereka kurang kemauan untuk
mematuhi, menghayati, serta menerapkan prinsip-prinsip dasar kehidupan
yang memungkinkan mereka pantas membangun masyarakatnya sehingga memiliki
aspek budaya, sosial dan perekonomian bangsa dan negara yang unggul dan
berkembang.
Ternyata proses pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Manusia
membutuhkan pendidikan yang bermutu dalam kehidupannya. Dalam UU Pendidikan
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 dinyatakan
bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan mempunyai peran besar dalam kehidupan manusia. Kemajuan
ilmu pengetahuan selama ini juga tidak terlepas dari sebuah proses pendidikan.
Kehidupan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kualitas system pendidikan yang
diterapkan pada bangsa tersebut. Pendidikan akan memproduksi manusia kreatis yang
mampu menjawab persoalan sebuah bangsa. Pendidikan dengan kata lain mempunyai
peran yang besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak zaman
dahulu hingga memasuki zaman globalisasi saat ini.
Sistem pendidikan di Indonesia dirancang dengan tujuan meningkatkan
kualitas SDM (UUSPN No. 20 Tahun 2003 pasal 3). Fungsi sIstem pendidikan
nasional menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003 adalah :

2
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.

UUSPN tersebut menyatakan kualitas sumber daya manusia yang diinginkan oleh
bangsa Indonesia adalah kualitas yang menyeluruh. SDM yang berkualitas tidak
hanya dilihat dari penguasaan ilmu pengetahua semata.
Kemajuan dan perbaikan mutu pendidikan dipengaruhi banyak faktor. Dalam
perspektif kebijakan pemerintah, salah satu faktor penilaian kemajuan dan pencapaian
mutu pendidikan yang ideal bisa dilihat dari sudut pandang pelaksanaan 8 Standar
Nasional Pendidikan (PP No 19 Tahun 2005) atau proses dan sistem penjaminan
mutu pendidikan (Permendiknas No 63 Tahun 2009).
Dalam perspektif global, secara umum dapat dinyatakan bahwa kunci mutu
pendidikan nasional terletak pada mutu pendidikan (sekolah) dan kunci mutu sekolah
terletak pada mutu kegiatan belajar mengajar di kelas. Mutu kegiatan belajar
mengajar pada akhirnya diukur dari mutu hasil belajar yang dicapai siswa. Oleh
karena itu menjadi jelas dan nyata bahwa peningkatan mutu terjadi di lingkungan
sekolah/kelas, bukan di kantor birokrasi pendidikan (Djaman Satori, 2014 : 2).
Rosalina Ginting dan Titik Haryati (2012 : 8) menyatakan bahwa mutu
pendidikan merupakan isu yang sangat penting dan kompleks karena melibatkan
berbagai komponen dan dimensi yang saling berkaitan satu sama lainnya, mencakup
konteks dan proses yang terus berkembang, dalam konteks pendidikan khususnya di
sekolah sebagai unit satuan pendidikan.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat
dirumuskankan beberapa masalah yang berhubungan dengan konsep mutu dan
paradigm penjaminan mutu pendidikan. Masalah-masalah yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut:

3
1. Bagaimana konsep mutu dibangun dan dikembangkan sehingga bisa menjadi
kerangka acuan pelaksanaan sistem pendidikan nasional?
2. Apa dan bagaimana konsep Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality
Management) yang ideal sehingga dapat diimplementasikan secara menyeluruh
dalam sistem pendidikan bangsa?
3. Bagaimana penyusunan strategi perencanaan peningkatan mutu pendidikan untuk
menjawab tantangan dan berbagai permasalahan pendidikan modern saat ini?
4. Bagaimana konsep dan paradigma penjaminan mutu pendidikan dikembangkan
sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia bangsa?
5. Bagaimana implementasi proses dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan
(quality assurance in education) dalam idealisme praksis pendidikan di lapangan?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini sejalan dengan perumusan masalah di atas,
yaitu :
1. Menjelaskan dan mendeskripsikan konsep mutu yang dibangun dan dikembangkan
sehingga bisa menjadi kerangka acuan pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
2. Menguraikan dan menganalisis konsep Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality
Management) yang ideal sehingga dapat diimplementasikan secara menyeluruh
dalam sistem pendidikan suatu bangsa.
3. Menjelaskan dan memaparkan penyusunan strategi perencanaan peningkatan mutu
pendidikan untuk menjawab tantangan dan berbagai permasalahan pendidikan
modern saat ini.
4. Menjelaskan dan menguraikan konsep paradigma penjaminan mutu pendidikan
yang dikembangkan sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia
suatu bangsa.
5. Menganalisis dan mengkritisi bagaimana implementasi proses dan pelaksanaan
penjaminan mutu pendidikan (quality assurance in education) dalam idealisme
praksis pendidikan melalui sistem akreditasi.

4
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Mutu
Mutu menurut Edward Sallis (1993:24) adalah kepuasan terbaik dan
tercapainya kebutuhan/keinginan pelanggan. Dan menurut Hoy (2000:15), yaitu
Quality is often defined in term of outcomes to match a customers satisfaction,
mutu adalah kepuasan terhadap lulusan berkualitas dan pelayanan yang baik.
Berkaitan dengan manajemen mutu modern, Joseph M. Juran (1980:18)
mengembangkan konsep trilogi kualitas, yaitu: perencanaan kualitas (quality
planning), pengendalian kualitas (quality control) dan perbaikan kualitas (quality
improvement). Perencanaan kualitas (quality planning), yaitu suatu proses yang
mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan menyampaikan produk dan jasa
dengan karakteristik yang tepat dan kemudian mentransfer pengetahuan ini ke seluruh
kaki tangan perusahaan guna memuaskan pelanggan dengan cara: memenuhi
kebutuhan pelanggan/konsumen, menentukan market segment (segmen pasar)
produk, mengembangkan karakteristik produk sesuai dengan permintaan konsumen,
dan mengembangkan proses yang mendukung tercapainya karakteristik produk.
Pengendalian kualitas (quality control), yaitu suatu proses dimana produk
benar-benar diperiksa dan dievaluasi, dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan
yang diinginkan para pelanggan. Persoalan yang telah diketahui kemudian
dipecahkan, misalnya mesin-mesin rusak segera diperbaiki. Caranya: mengevaluasi
performa produk, membandingkan antara performa aktual dan target, serta melakukan
tindakan jika terdapat perbedaan/penyimpangan.
Sedangkan perbaikanan kualitas (quality improvement), yaitu suatu proses
dimana mekanisme yang sudah mapan dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai
berkelanjutan. Caranya: mengidentifikasi proyek perbaikan (improvement),
membangun infrastruktur yang memadai, membentuk tim, melakukan pelatihan-

5
pelatihan yang relevan, diagnosa sebab-akibat, cara penanggulangan masalah, cara
mencapai target sasaran.

B. Konsep Manajemen Mutu Terpadu (TQM : Total Quality Management)


Istilah manajemen mutu terpadu sebagai padanan pengertian total quality
management (TQM) didasarkan pada kepercayaan bahwa semua aktivitas organisasi
terfokus pada memperbaiki produk. Mutu dalam pengertian TQM tidak hanya dilihat
dari hasil akhir saja. Suatu organisasi atau lembaga memandang bahwa penciptaan
suatu produk atau jasa dapat dilihat dalam setiap proses kegiatan. Gambaran mutu
tersebut tentunya membutuhkan dukungan semua pihak dalam upaya pemeliharaan
mutu. TQM oleh Karena itu digambarkan sebagai komitmen total semua karyawan
untuk melakukan perbaikan secara terus menerus.
Edward Sallis (2012 : 75-76) menguraikan bahwa TQM biasanya digunakan
untuk mendeskripsikan dua gagasan yang sedikit berbeda namun saling berkaitan.
Yang pertama adalah filosofi perbaikan secara terus-menerus. Kedua, untuk
mendeskripsikan alat-alat atau teknik-teknik, seperti brainstorming dan analisis
lapangan, yang digunakan untuk membawa peningkatan mutu. TQM adalah sebuah
pola pikir sekaligus aktivitas praktis.

6
BAB III
PEMBAHASAN

A. Konsep Mutu dalam Pendidikan


Praktek pendidikan dapat dianalogikan dengan industri khususnya industri
jasa. Sekolah dapat dianggap sebagai lembaga yang memproduksi dan menjual jasa
(service) kepada para pelanggannya. Pelanggan jasa pendidikan yang di produksi oleh
sekolah terdiri dari pelanggan primer yaitu siswa, pelanggan sekunder yaitu orang tua
dan masyarakat atau penyandang dana, dan pelanggan tersier yaitu pemakai lulusan
sekolah yang terdiri dari lembaga pendidikan yang lebih tinggi dan dunia kerja.
Pelanggan sekunder dan tersier, yaitu orang tua, masyarakat penyandang dana dan
pemakai lulusan, bisa disebut dengan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
pendidikan di sekolah (stakeholders).
Dengan berpegang kepada konsep mutu sebagaimana dijelaskan di atas,
apabila konsep modern digunakan, maka mutu sekolah haruslah ditentukan oleh
pelanggannya, yakni siswa dan stakeholders, bukan oleh produsen yaitu sekolah itu
sendiri. Hal ini berarti bahwa sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu
memberikan layanan atau jasa pendidikan yang sesuai atau melebihi harapan dan
kepuasan para pelanggannya.
Apakah sekolah dapat memberi layanan yang sesuai atau melebihi kepuasan
para pelanggannya merupakan pertanyaan kunci dalam menilai mutu suatu sekolah.
Untuk menilainya diperlukan adanya kriteria-kriteria penilaian pada masing-masing
dimensi mutu. Menurut Sanusi (1990), dimensi-dimensi itu meliputi dimensi hasil
belajar, dimensi mengajar, bahan kajian, dan dimensi pengelolaan. Dimensi hasil
belajar dapat dipandang sebagai mutu output sedangkan dimensi pengelolaan dan
mutu mengajar sebagai mutu proses, sementara dimensi bahan kajian sebagai mutu
input. Berbagai dimensi tersebut dapat dipandang sebagai sumber-sumber mutu
sekaligus sebagai fokus mutu dalam penjaminan mutu sekolah.

7
Secara umum, mutu dalam pendidikan dapat diartikan sebagai gambaran dan
karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan kemamapuannya
dalam memuasakan kebutuhan yang diharapakan atau yang tersirat. Dalam konteks
pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan
(Depdiknas, 2001).
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan
untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber daya dan
perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses.
Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru termasuk
guru BP, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan,
uang, bahan dan sebagainya). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi
sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana dan program. Input
harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh
sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan
baik. Oleh karean itu rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkt kesiapan input.
Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain.
Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses tersebut disebut input,
sedang sesuatu hasil dari proses disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro
(sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses
pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan
proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar
memilki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian
serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan
sebagainya) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi
pembelajaran yang menyenangan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi
dan minat belajar dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata
memberdayakan mengandung arti bahawa peserta didik tidak sekedar menguasai
pengetahuan yang idajarkan oleh gurunya, tetapi pengetahuan tesebut juga telah

8
menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari dan yang lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar cara belajar
(mampu mengembangkan dirinya).
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah
prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat
diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiensinya, inovasinya,
kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu
output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas atau
bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa, menunjukkan
pencapaian yang tinggi dalam : (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum,
nilai ujian akhir, karya ilmiah, lomba-lomba akademik ; dan (2) prestasi non-
akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian,
keterampilan dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Mutu sekolah
dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti
misalnya perencanaaan, pelaksanan, dan pengawasan.
Hasil pendidikan dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan
akademik dan ekstrakurikuler, serta terbentuknya karakter/soft skill yang handal pada
peserta didik yang dinyatakan lulus dari suatu jenjang pendidikan tertentu.
Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang dicapai peserta didik.
Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka jenis keterampilan yang
diperolah siswa selama mengikuti program ekstrakurikuler. Keunggulan karakter/soft
skill dapat dilihat dari sikap dan budaya peserta didik pada lingkungan kehidupan
social baik di sekolah, keluarga, maupun pergaulan di masyarakat.

B. Konsep TQM (Total Quality Management) dalam Pendidikan


TQM adalah sebuah pendekatan praktis, namun strategis, dalam menjalankan
roda organisasi yang memfokuskan diri pada kebutuhan pelanggan dan kliennya.
Tujuannya adalah untuk mencari hasil yang lebih baik. TQM bukan sekumpulan
slogan, namun merupakan suatu pendekatan sistematis dan hati-hati untk mencapai
tingkatan kualitas yang tepat dengan cara yang konsisten dalam memenuhi kebutuhan

9
dan keinginan pelanggan. TQM dapat dipahami sebagai filosofi perbaikan tanpa henti
hingga tujuan organisasi dapat dicapai dan dengan melibatkan segenap komponen
dalam organisasi tersebut.
Sebagai sebuah pendekatan, TQM mencari sebuah perubahan permanen dalam
tujuan sebuah organisasi, dari tujuan kelayakan jangka pendek menuju tujuan
perbaikan mutu jangka panjang. Institusi yang melakukan inovasi secara konstan,
melakukan perbaikan dan perubahan secara terarah, dan mempraktikkan TQM, akan
mengalami siklus perbaikan secara terus-menerus. Semangat tersebut akan
menciptakan sebuah upaya sadar untuk menganalisis apa yang sedang dikerjakan dan
merencanakan perbaikannya. Untuk menciptakan kultur perbaikan terus-menerus,
seorang manajer harus mempercayai stafnya dan mendelegasikan keputusan pada
tingkatan-tingkatan yang tepat. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan staf sebuah
tanggung jawab untuk mencapaikan mutu dalam lingkungan mereka. Staf
membutuhkan kebebasan kerja dalam kerangka kerja yang sudah jelas dan tujuan
organisasi yang sudah diketahui.
Konsep TQM selanjutnya menjelaskan bahwa mutu sekolah mencakup dan
menekankan pada tiga kemampuan, yaitu kemampuan akademik, kemampuan sosial,
dan kemampuan moral. Menurut teori ini, mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel,
yakni kultur sekolah, proses belajar mengajar dan realitas sekolah. Kultur sekolah
merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan, dan
berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu
angkatan ke angkatan berikutnya baik secara sadar maupun tidak. Kultur ini diyakini
mempengaruhi perilaku komponen sekolah, yaitu guru, kepala sekolah, staf
administrasi, siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagi peningkatan
mutu akan mendorong perilaku warga sekolah kea rah peningkatan mutu sekolah,
sebaliknya kultur sekolah yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju
peningkatan mutu sekolah.
Kultur sekolah dipengaruhi dua variabel, yakni variabel pengaruh eksternal
dan realitas sekolah itu sendiri. Pengaruh eksternal dapat berupa kebijakan
pendidikan yang dikeluarkan pemerintah, perkembangan media massa dan lain

10
sebagainya. Realitas adalah keadaan dan kondisi factual yang ada di sekolah, baik
kondisi fisik seperti gedung dan fasilitasnya, maupun non fisik seperti ; hubungan
antar guru yang tidak harmonis dan peraturan sekolah yang terlalu kaku. Realitas
sekolah mempengaruhi mutu sekolah. Sekolah yang memilki peraturan yang diterima
dan dilaksanakan oleh warga sekolah akan memiliki dampak atas mutu yang berbeda
dengan sekolah yang memliki peraturan tetapi tidak diterima warga sekolah.
Kualitas kurikulum dan proses belajar mengajar merupakan variabel ketiga
yang mempengaruhi mutu sekolah. Variabel ini merupakan variabel yang paling
dekat dan paling menentukan mutu lulusan. Kualitas kurikulum dan PBM memilki
hubungan timbal balik dengan realitas sekolah. Di samping itu juga dipengaruhi oleh
faktor internal sekolah. Faktor internal adalah aspek kelembagaan dari sekolah seperti
struktur organisasi, bagaimana pemilihan kepala sekolah, pengangkatan guru. Faktor
internal ini akan mempengaruhi pandangan dan pengalaman sekolah. Selain itu,
pandangan dan pengalaman sekolah juga akan dipengaruhi oleh faktor eksternal.

C. Strategi Perencanaan Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tantangannya


Strategi merupakan penentuan suatu tujuan jangka panjang dari suatu lembaga
dan aktivitas yang harus dilakukan guna mewujudkan tujuan tersebut, disertai alokasi
sumber yang ada sehingga tujuan dapat diwujudkan secara efektif dan efesien.
Penentuan tujuan dan aktivitas yang dilakukan bermula dari kondisi saat ini yang ada
dan kondisi yang akan dicapai masa depan sebagai tujuan. Terdapat tiga perencanaan
strategis yang berkaitan dengan peningkatan mutu sekolah, yaitu strategi yang
menekankan pada hasil (the output oriented strategy), strategi yang menekankan pada
proses (the process oriented strategy), dan strategi komprehensif (the comprehensive
strategy).
Strategi yang menekankan pada hasil bersifat top down, di mana hasil yang
akan dicapai baik kuantitas maupun kualitas telah ditentukan dari atas, bisa dari
pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi, ataupun pemerintah daerah
kabupaten/kota. Kasus di Indonesia saat ini, hasil yang harus dicapai telah
dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Kompetensi Dasar.

11
Untuk mencapai standar yang telah ditetapkan pemerintah juga akan menetapkan
berbagai standar yang lain, seperti standar proses, standar pengelolaan, standar
fasilitas, dan standar tenaga pendidik.
Strategi yang menekankan pada hasil ini akan sangat efektif karena sasarannya
jelas dan umum, sehingga apabila diikuti dengan pedoman, pengendalian dan
pengorganisasian yang baik serta kebijakan yang memberikan dorongan sekaligus
ancaman bagi yang menyimpang, strategi ini akan akan sangat efesien. Namun,
dibalik kebaikan tersebut strategi ini juga mengandung sisi kelemahan yakni akan
terjadi kesenjangan yang semakin besar antara sekolah yang maju dan sekolah yang
terbelakang. Sekolah yang sudah siap untuk mencapai hasil yang ditentukan akan
dengan mudah mencapainya, sebaliknya sekolah yang tidak siap sulit untuk mencapai
hasil yang ditentukan dan akan muncul upaya-upaya yang tidak sehat atau muncul
keputus-asaan. Untuk strategi yang menekankan pada prosesi muncul, tumbuh
berkembang dan digerakkan mulai dari bawah, yakni sekolah sendiri. Pelaksanaan
strategi ini sangat ditentukan oleh inisiatif dan kemampuan dari sekolah. Karena
sekolah memilki peran yang sangat menentukan dan sekaligus pengambil inisiatif,
maka akan muncul semangat dan kekuatan dari sekolah sesuai kondisi dari masing-
masing sekolah. Gerakan untuk memperkuat diri dengan bekerja sama di antara
sekolah akan lahir yang akan diikuti dengan munculnya berbagai inovasi dan kreasi
dari bawah. Namun, strategi ini memiliki kelemahan yaitu arah dan kualitas sekolah
tidak seragam, sehingga sulit untuk melihat dan meningkatkan kualitas secara
nasional.
Layaknya, kalau ada dua pendapat yang bertolak belakang akan muncul
pendapat ke tiga yang merupakan perpaduan diantaranya. Demikian pula dalam
kaitan dengan strategi, muncul strategi peningkatan mutu sekolah yang ketiga yang
merupakan kombinasi dari dua strategi yang sudah ada. Strategi ini disebut strategi
yang komprehensif (the comprehensive strategy). Strategi ini menggariskan bahwa
hasil yang akan dicapai sekolah ditentukan secara nasional, yang diwujudkan dalam
dalam standar nasional. Untuk mencapainya maka berbagai standar yang berkaitan
dengan hasil juga ditentukan sebagai jaminan hasil akan dicapai. Maka lahir lah pula

12
standar proses, standar pengelolaan sekolah, standar guru, kepala sekolah dan
pengawas, standar keuangan, standar isi kurikulum, serta standar sarana prasarana. Di
balik standar yang telah ditentukan dari atas tersebut, sekolah memiliki kekuasaan
dan otoritas yang besar untuk mengelola sekolah dalam rangka mencapai standar
hasil di atas. Berdasarkan strategi ini diperkiarakan akan muncul berbagai inovasi
kegiatan dari sekolah. Bahkan, tidak mustahi akan muncul kenekaragaman dalam
pengelolaan sekolah. Dengan demikian kondisi dan kebutuhan lokal terakomodasi
dengan strategi komprehensif. Tujuannya bersifat nasional tetapi cara mencapainya
sesuai dengan kondisi lokal.
Strategi peningkatan mutu sekolah yang ada di Indonesia cenderung pada
strategi yang ketiga ini, sebagimana dapat ditunjukkan dengan adanya berbagai
standar nasional yang menjadi acuan sekolah, namun sekolah diberi kebebasan dalam
bentuk kebijakan manajemen berbasis sekolah dan kurikulum berbasis kompetensi
dengan kewenangan sekolah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) (setelah dievaluasi Kurikulum 2013 ternyata belum siap diimplementasikan).
Setiap strategi mengandung kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan
tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan ini pada intinya adalah menggerakkan semua
komponen sekolah yang bermuara pada peningkatan kualitas lulusan. Strategi untuk
meningkatkan mutu mencakup membangun kapasitas level birokrat, sekolah dan
kelas.

1. Membangun kapasitas level birokrat


Membangun kapasitas (capacity building) adalah sesuatu yang berkaitan
dengan penciptaan kesempatan bagi siapa saja untuk mengambil manfaat dari
bekerjasama dalam suatu sistem kerja yang baru (Harris & Lambert, 2003). Konsep
ini menekankan pada kerja sama sebagai prinsip dalam organisasi untuk mencapai
tujuan bersama yang telah ditetapkan. Capacity building yang diperlukan mencakup
tiga hal; a) pengembangn nilai-nilai atau budaya kerja yang menjadi jiwa pelaksanaan
kegiatan, b) infrastruktur yang mejnadi landasan untuk melaksanakan kerja, dan c)

13
pengembangn tenaga pendidik, khususnya guru, sebagai inti pelaksana kegiatan yang
harus dilaksanakan.
Membangun kapasitas level birokrat berarti mengembangkan suasana kerja di
kalangan staf dan pegawai kantor pendidikan di segala jenjang, yang menekankan
pada penciptaan kondisi kerja yang didasarkan pada saling percaya mempercayai
untuk dapat melayani sekolah sebaik mungkin, agar sekolah dapat mengelola proses
belajar mengajar (PBM) dan meningkatkan mutunya masing-masing sesuai dengan
kondisi dan situasi yang ada. Variabel yang diperlukan dalam pengembangan
kapasitas birokrat institusional antara lain visi, skills, incentive, sumber daya, dan
program.
Di bidang infrastruktur, pembangunan kapasitas pada level birokrat kantoran,
keberadaan operation room mutlak diperlukan. Pada operation room paling tidak
memiliki peta sekolah dan kualitasnya, peta guru, jumlah, penyebaran, kesesuaian,
dan kualifikasi pendidikannya dan data yang senantiasa dimutakhirkan dari tahun ke
tahun. Disamping itu diperlukan juga suatu sistem, mekanisme dan dan prosedur
pelatihan, pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian kepala sekolah dan pengawas.
Berdasarkan data dan fakta yang ada pada operation room bias dikembangkan
berbagai skenario peningkatan mutu sekolah, mutu kepala sekolah, mutu guru, di
suatu daerah atau wilayah. Disamping itu, dalam pembangunan kapasitas sekolah
pada level birokrat kantoran perlu dikaji dan ditentukan scenario bagaimana
pemberdayaan guru, pengembangan dan peningkatan kemampuan guru secara
berkesinambungan dilaksanakan. Dalam peningkatan mutu guru harus ditekankan
pada pemberdayaan dan pen-dinamisasi-an KKG, MGMP, dan MKKS. Dinamisasi
ini ditujukan untuk dua hal, yaitu ; a) meningkatkan interaksi akademik antara guru
dan kepala sekolah, b) untuk mengembangkan kemampuan di kalangan guru melalui
refleksi secara sistematis atas apa yang dilakukan dalam proses belajar mengajar.
Dalam aspek pengembangan tenaga pendidikan ini pula birokrat kantoran
harus mempersiapkan rancangan pengadaan gueu, baik karena lingkaran proses
pensiun sudah mulai muncul maupun perluasan pelayanan pendidikan yang semakin
lebar, sehingga penambahan lembaga pendidikan baru tidak dapat ditunda lagi.

14
Peningkatan kemapuan profesioanalitas guru yang harus dimiliki oleh guru ada
emapat sasaran, yaitu; 1) kemampuan melaksanakan PBM secara individual, 2)
kemampuan melaksanakan PBM dan mengembangkan kurikulum secara
berkelompok, 3) kemampuan mengorganisir, memimpin, menjalin, hubungan, dan
memecahkan masalah secara individual dan, 4) kemampuan untuk bekerja sama
memajukan sekolah.

2. Membangun kapasitas level sekolah


Membangun kapasitas berarti membangun kerjasama, membangun trust, dan
membangun kelompok atau masyarakat sehingga memiliki persepsi yang sama
kemana akan menuju dan dapat bekerjasama untuk mewujudkan tujuan itu.
Membangun kapasitas diarahkan pada sekolah sebagai suatu system dan juga level
kelas sebagai inti dari sekolah.
Secara teoritis dalam membangun kapasitas sekolah ada beberapa konsep yang
diidentifikasi oleh Hopkins & Jackson (2002), yaitu ; pertama, dalam membangun
kapasitas sekolah individu memegag peranan penting. Individu dalam hal ini bisa
kepala sekolah, guru ataupun siswa. Kedua, hubungan dan kaitan kerja di antara
individu-individu yang dirangkum dalam suatu aturan sehingga mereka dapat bekerja
sebagai suatu tim yang solid. Ketiga, terdapat suatu sistem dan mekanisme yang
mendorong dan memfasilitasi terjadinya kesatuan kerja dan jaringan kerja internl
yang akan meningkatkan kemampuan individu dan kauitas kerjasama. Keempat,
keberadaan pemimpin yang mampu mengembangkan nilai-nilai, kultur, trust,
keutuhan sosial, dan kebersamaan yang tulus. Jadi, membangun kapasitas mencakup
membangun diri idividu, kelompok dan organisasi di satu sisi dan membangun
kepemimpinan di sisi lain. Membangun kapasitas level sekolah mencakup ;
mengembangkan visi dan misi, mengembangkan kepemimpinan dan manajemen
sekolah, mengembangkan kultur sekolah, mengembangkan a learning school, dan
melibatkan orang tua, alumni dan masyarakat serta memahami tantangan yang
dihadapi kepala sekolah.

15
3. Membangun kapasitas level kelas
Inti dari mutu pendidikan terletak pada apa yang terjadi di ruang kelas.
Meningkatkan mutu sekolah pada intinya berujung pada peningkatan mutu belajar
mengajar di ruang kelas. Oleh karenanya, membangun kapasitas sekolah harus
membangun kapasitas kelas. Kapasitas kelas merupakan proses yang memungkinkan
interaksi akademik antara guru dan siswa, dan antara komponen di sekolah yang
berlangsung secara positif. Interaksi anatar guru dan siswa merupakan inti dari
kegiatan di sekolah.
Interaksi memiliki dua macam sifat, yakni: sifat positif dan negatif. Interaksi
yang positif akan melahirkan energi yang positif yang akan mendukung peningkatan
mutu. Sebaliknya interaksi negatif akan menghasilkan dampak negatif bagi upaya
peningkatan mutu. Dengan demikian, kepala sekolah harus melakukan rekayasa agar
di kelas muncul interaksi guru dan siswa yang bersifat positif.
Beberapa hal ihwal yang berkaitan erata dengan pembangunan kapaistas level
kelas antara lain ; a) memahami hakekat proses belajar mengajar, b) memahami
karakteristik kerja guru, c) mengembangkan kepemimpinan pembelajaran, d)
meningkatkan kemampuan mengelola kelas, e) tantangan guru.
Tantangan Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah
Di bawah ini akan diuraikan beberapa tantangan peningkatan kualitas
pendidikan di sekolah secara umum, yaitu:
1. Efektifitas pendidikan di Indonesia yang masih rendah
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi
pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya
adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu goal
apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam
proses pendidikan.
2. Efisiensi pengajaran di sekolah yang masih bermasalah
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan
dengan proses yang lebih murah. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik

16
jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan
proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan
di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat
meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya
biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu
pengajar, sistem pendidikan dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang
efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam
peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas
merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat
dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan
dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung
ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan
yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program
yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan
sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami
hambatan.
3. Standarisasi pendidikan di Indonesia
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam
pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar
dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standar dan kompetensi di dalam
berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk
melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standarisasi
Nasional Pendidikan (BSNP).
Peserta didik terkadang hanya memikirkan bagaimana agar mencapai
standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif
dan dapat digunakan. Tidak peduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau
lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpenting adalah memenuhi nilai di
atas standar saja. Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan

17
seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu
jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
4. Perubahan Sikap dan perilaku birokrasi pendidikan dari sikap sebagai birokrat
menjadi sikap dan perilaku sebagai pelayan pendidikan yang masih sulit
dilaksanakan.
5. Alokasi anggaran yang langsung berkaitan dengan proses belajar mengajar masih
terbatas.
6. Tidak meratanya tenaga guru di sekolah-sekoalh akibat distribusi tenaga guru di
Indonesia yang timpang.
7. Penerapan pola manajemen berbasis sekolah bertentangan kebijakan pendidikan
gratis yang disalahgunakan oleh kepentingan politik tertentu di daereh, sehingga
masyarakat salah memahami prinsip kebijakan pendidikan gratis itu sendiri.
8. Adanya kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dengan daerah
pedesaan.

D. Paradigma Penjaminan Mutu Pendidikan


Penjaminan mutu pendidikan formal, nonformal, dan informal telah diatur
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan. Kebijakan pembangunan pendidikan nasional
diarahkan pada upaya mewujudkan daya saing, pencitraan publik, dan akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan. Tolok ukur efektivitas implementasi kebijakan tersebut
dapat dilihat dari ketercapaian indikator-indikator mutu penyelenggaraan pendidikan
yang telah ditetapkan BNSP dalam delapan (8) standar nasional pendidikan (SNP).
Dasar hukum upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional adalah Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa penjaminan mutu
pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program
pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah,
Pemerintah, dan masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa
melalui pendidikan.

18
Tujuan akhir penjaminan mutu pendidikan adalah tingginya kecerdasan
kehidupan manusia dan bangsa sebagaimana dicita-citakan oleh Pembukaan Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dicapai melalui
penerapan SPMP. Sedangkan tujuan antara yang hendak dicapai melalui sistem
penjaminan mutu pendidikan ini adalah adalah terbangunnya Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan, meliputi:
1. Terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal;
2. Pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan proporsional dalam
penjaminan mutupendidikan formal dan/atau nonformal pada satuan atau program
pendidikan, penyelenggarasatuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten
atau kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah;
3. Ditetapkannya secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan
formal dan/atau nonformal;
4. Terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal dan nonformal yang
dirinci menurut provinsi, kabupaten atau kota, dan satuan atau program
pendidikan;
5. Terbangunnya sistem informasi mutu pendidikan formal dan nonformal berbasis
teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu, dan tersambung yang
menghubungkan satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau
program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan
Pemerintah.
Paradigma Penjaminan Mutu Pendidikan yang dikembangkan adalah:
1. Pendidikan untuk semua yang bersifat inklusif dan tidak mendiskriminasi peserta
didik atas dasar latar belakang apa pun;
2. Pembelajaran sepanjang hayat berpusat pada peserta didik yang memperlakukan,
memfasilitasi, dan mendorong peserta didik menjadi insan pembelajar mandiri
yang kreatif, inovatif, dan berkewirausahaan; dan
3. Pendidikan untuk perkembangan, pengembangan, dan/atau pembangunan
berkelanjutan (education for sustainable development), yaitu pendidikan yang
mampu mengembangkanpeserta didik menjadi rahmat bagi sekalian alam.

19
Penjaminan mutu pendidikan dilakukan atas dasar prinsip:
1. Keberlanjutan;
2. Terencana dan sistematis, dengan kerangka waktu dan target-target capaian
mutu yang jelas dan terukur dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan
nonformal;
3. Menghormati otonomi satuan pendidikan formal dan nonformal;
4. Memfasilitasi pembelajaran informal masyarakat berkelanjutan dengan
regulasi negara yangeminimal mungkin;
5. SPMP merupakan sistem terbuka yang terus disempurnakan secara
berkelanjutan.
Sistem penjaminan mutu pendidikan merupakan kegiatan yang sistemik dan
terpadu pada penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan tingkat kecerdasan
bangsa. Tidak dipungkiri bahwa upaya strategis jangka panjang untuk
mewujudkannya menuntut satu sistem pengembangan dan peningkatan mutu
pendidikan yang dapat membangun kerjasama dan kolaborasi di antara berbagai
pemangku kepentingan (stake holders) yang terkait dalam satu keterpaduan jaringan
kerja tingkat nasional, regional, dan lokal. Dalam rangka penjaminan dan peningkatan
mutu pendidikan nasional secara bertahap, terencana dan terukur sesuai amanat
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pemerintah melakukan akreditasi untuk menilai kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah telah menetapkan Badan
Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dengan Peraturan Mendiknas
Nomor 29 Tahun 2005.
BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program
dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Sebagai institusi yang bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Mendiknas, BAN-S/M bertugas merumuskan
kebijakan operasional, melakukan sosialisasi kebijakan dan melaksanakan akreditasi
sekolah/ madrasah. Dalam melaksanakan akreditasi sekolah/ madrasah, BAN-S/M
dibantu oleh Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) yang dibentuk

20
oleh Gubernur, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, khususnya Pasal 87 ayat (2).
Latar belakang adanya kebijakan akreditasi sekolah di Indonesia adalah bahwa
setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat
menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, setiap satuan/program pendidikan harus
memenuhi atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi ter
hadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan. Tujuan diadakannya kegiatan
akreditasi sekolah/madrasah, ialah: (1) memberikan informasi tentang kelayakan
sekolah/madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan, (2) memberikan pengakuan peringkat kelayakan, dan (3) memberikan
rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan atau satuan
pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait.
Paradigma baru sistem manajemen pendidikan yang berorientasi mutu
mengenal empat buah prinsip, yaitu (1) prinsip otonomi; (2) prinsip evaluasi; (3)
prinsip akuntabilitas, dan (4) prinsip akreditasi. Paradigma baru sistem pendidikan
tersebut dapat digunakan untuk semua lapis otoritas satuan pendidikan, seperti
wewenang untuk self regulation pada prinsip otonomi dapat diterapkan pada lapis
organisasi institusi satuan sekolah dan kelas. Namun harus selalu diingat bahwa
dibalik otonomi ada akuntabilitas, dan penilaian kualitas dalam bentuk akreditasi.
Akuntabilitas dalam self regulation ini mengisyaratkan tugas untuk melakukan
perencanaan terhadap peningkatan kualitas secara berkelanjutan.
Bentuk akuntabilitas pada otoritas sekolah kepada otoritas pusat atau bisa juga
yayasan yang dikenal dengan penjaminan mutu internal (internal quality assurance).
Upaya penjaminan mutu ini berupa pemberdayaan lapis unit akademik untuk
melakukan peningkatan kualitas secara berkelanjutan berdasar pada perencanaan
berbasis pada fakta yang diperoleh berdasar pada proses evaluasi diri. Dalam sistem
penjaminan mutu internal bidang akademik diupayakan untuk melakukan
peningkatan kualitas secara berkelanjutan pada setiap unit akademik yang
mengandung dua unsur, yaitu unsur operasional (rutin) dan unsur peningkatan
kualitas. Pada tingkat unit akademik di sekolah, proses perencanaan peningkatan

21
kualitas berdasar pada visi sekolah sebagai situasi masa depan yang hendak
diwujudkan melalui analisis terhadap situasi lingkungan (environmental scanning)
untuk cakrawala waktu 10 tahun ke depan. Melalui environtal scanning dapat
dikenali situasi eksternal yang merupakan kesempatan dan yang merupakan ancaman
(threat).
Visi sekolah hendaknya dijabarkan dalam bentuk pernyataan misi atau tugas
yaitu apa tindakan yang harus dilakukan, untuk siapa dan bagaimana tindakan itu
dilakukan, serta mengapa tindakan untuk mewujudkan visi itu harus dilakukan.
Pernyataan misi itu ada pada tingkat program, sehingga pernyataan misi sekolah
menunjukkan keunikan program yang dihasilkan oleh program sekolah tersebut.
Selanjutnya pernyataan misi dijabarkan dalam bentuk pernyataan tujuan yaitu situasi
yang harus dicapai sebagai indikator keterlaksanaan misi dalam rangka mewujudkan
visi.
Banyak indikator yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan penjaminan
mutu di suatu lembaga pendidikan. Penjaminan mutu di sekolah misalnya dalam hal
kurikulum, fasilitas dan proses pembelajaran. Indikator-indikator yang berkait dengan
proses pembelajaran seperti: penyiapan silabus, penyiapan bahan ajar, penyiapan
bahan/pedoman praktek, alat/media pembelajaran, dan alat evaluasi.

E. Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan (Quality Assurance in Education)


Tujuan utama dari penjaminan mutu adalah untuk mencegah terjadinya
kesalahan dalam produksi yang dilakukan dengan cara mengefektifkan setiap langkah
yang dilaksanakan, memperhatikan setiap sumberdaya yang digunakan, dan setiap
aspek yang terlibat dalam proses produksi di evaluasi secara terus menerus untuk
mencegah terjadinya kesalahan. Jika terjadi kekeliruan maka segera dilakukan
perbaikan sehingga bisa dihindari terjadinya kerugian. Selain pelaksanaan evaluasi
yang dilakukan secara terus menerus, perbaikan juga harus dilakukan secara
berkelanjutan. Penerapan seperti ini dalam manajemen mutu mempunyai dampak
terhadap produk yang dihasilkan, karena pencegahan kesalahan dalam memproses
produksi yang dilakukan secara terus menerus dan pengawasan yang ketat.

22
Dalam pendidikan, logikanya sebagaimana yang diterapkan manajemen
produksi seperti di atas, juga dapat diterapkan di dalam manajemen pendidikan. Oleh
sebab itu penjaminan mutu ini dapat diterapkan dalam manajemen mutu pendidikan,
karena merupakan suatu pemantauan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dalam
rangka memenuhi pencapaian mutu yang baik untuk memberikan jaminan kepada
masyarakat bahwa sekolah telah memfokuskan penilaian dan pengembangan
pendidikan yang dapat dipertanggungjawaban.
Fullan (1991) menjelaskan, fokus penilaian mengindikasikan pentingnya
dukungan melalui strategi pengembangan dan pentingnya tekanan melalui proses
akuntabilitas dalam perubahan maupun perbaikan sekolah secara efektif. Penilaian
sekolah dalam rangka penjaminan mutu sangat penting dan fundamental sebagai
akibat dari pelaksanaan otonomi dalam pengelolaan sekolah (manajemen berbasis
sekolah). Dengan adanya akuntabilitas lokal sekolah, maka proses penilaian yang
lebih memuaskan sangat diperlukan untuk menjamin tercapainya standar yang telah
ditetapkan dan akan terpenuhinya harapan masyarakat.
Penerapan penjaminan mutu ini yang ada bersifat formal dan ada yang bersifat
informal. Penjaminan mutu dilakukan oleh lembaga yang ada diluar organisasi yang
bersifat independen secara khusus menjalankan evaluasinya agar terpenuhinya
standar mutu untuk akreditasi atau sertifikasi. Penjaminan mutu secara informal,
dilakukan oleh suatu gugus penjaminan mutu (quality circle) dalam organisasi itu
sendiri (internal) dengan tugas utama adalah menentukan standar mutu, sistem
penilaian, dan mengembangkan instrumen untuk melakukan penilaian atau audit
tersebut.
Dalam penentuan, quality standart merupakan langkah pertama yang harus
diambil dalam konteks penjaminan mutu formal maupun informal. Penjaminan mutu
formal melalui ISO yaitu merupakan aplikasi dan prinsip penjaminan mutu yang di
dalamnya menentukan proses dan sistem yang dijadikan pedoman oleh suatu
perusahaan untuk menjamin suatu produknya sesuai dengan kebutuhan pelanggan,
untuk mendapat sertifikasi dari badan internasional.

23
Dalam rangka menuju kearah pembakuan mutu pendidikan sebagaimana yang
dilakukan sertifikasi melalui ISO terhadap pendidikan, perlu ditetapkan lebih dahulu
apa yang yang menjadi fokus penjaminan mutu pendidikan. Menurut Departemen
For Education and chaildrens Services (1996), menekankan agar penjaminan mutu di
fokuskan pada proses dan hasil pendidikan. Dalam upaya menerapkan model
penjaminan mutu pendidikan ini maka perlu adanya komitmen yang tinggi, penilaian
kebutuhan, perencanaan strategik, penyusunan rencana taktis, dan penilai kemajuan.
Penerapan penjaminan mutu ini sangat penting dalam penerapan manajemen
pendidikan berbasis sekolah.
Dalam Directorate of Quality Assurance, ada tiga komponen sistemik dari
penjaminan mutu yang dikembangkan yaitu 1) belajar dan mengajar, 2)
kepemimpinan dan budaya, serta 3) pengembangan dan manajemen sekolah. Pertama,
komponen belajar mengajar meliputi lingkungan belajar, proses belajar peserta didik,
proses mengajar, prencanaan dan penerapan mengajar, penguasaan dan pelaporan,
serta penilaian dan refleksi. Kedua, kepemimpinan dan budaya meliputi
kepemimpinan kontekstual, kepemimpinan untuk perubahan, kepemimpinan inklusif,
kepemimpinan untuk belajar, konteks budaya, mengembangkan rasa memiliki,
budaya belajar, budaya peningkatan, dan pengembangan sekolah. Ketiga, tata laksana
meliputi tujuan sekolah, penetapan prioritas, perencanaan, tata laksana peningkatan
yang terencana, dan tata laksana perubahan fundamental.
Indikator kinerja yang dijadikan acuan dalam penilaian yang dilakukan dalam
proses penjaminan mutu, meliputi empat hal yakni sebagai berikut.
1. manajemen dan organisasi, yang meliputi aspek kepemimpinan, perencanaan,
dan administrasi, pengelolaan staf, pengelolaan biaya, sumber daya dan
pemeliharaannya dan evaluasi diri.
2. pembelajaran yang meliputi aspek-aspek kurikulum, pengajaran, proses belajar,
peserta didik dan penilaian.
3. dukungan kepada peserta didik dan etos kerja sekolah yang meliputi aspek
bimbingan, pengembangan kepribadian dan sosial peserta didik, dukungan bagi

24
peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus, hubungan dengan orang tua dan
masyarakat dan iklim sekolah.
4. prestasi belajar meliputi aspek-aspek kinerja akademis dan non akademis.

Proses mutu dilakukan tiga tingkatan yakni tingkatan sekolah, tingkatan


teritorial dan tingkatan internasional. Khusus mengenai di tingkat sekolah setiap
sekolah merencanakan pengembangan atas dasar tujuan kemudian melaksanakan
rencana tersebut. Dalam rangka penjaminan mutu sekolah diperlukan evaluasi diri
dan membuat laporan tahunan setiap tahunnya. Sekolah memiliki fungsi pendidikan
yang fundamental dalam meningkatkan kemajuan pendidikan.
Studi yang dilakukan oleh UNESCO (Delors,et.al, 1990), menyimpulkan
tentang adanya empat pilar pendidikan yang pada hakekatnya merupakan salah satu
kajian tentang fungsi pendidikan. Keempat pilar yang dimaksud adalah a) learning to
know, b) learning to do, c) learning to live together, and d) learning to be. Hasil
studi tersebut dikaitkan dengan fungsi sekolah, yaitu sekolah sebagai layanan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan, terutama peserta didik.
Berdasarkan studi oleh UNESCO tersebut, maka fungsi sekolah adalah :
1. Memberi layanan kepada peserta didik agar mampu memperoleh pemgetahuan
atau kemampuan akademik yang di butuhkan dalam kehidupan.
2. Memberi layanan kepada peserta didik agar dapat mengembangkan keterampilan
yang dibutuhkan dalam kehidupan,
3. Memberi layanan kepada peserta didik agar dapat hidup bersama ataupun
bekerjasama dengan orang lain.
4. Memberi layanan kepada peserta didik agar dapat mewujudkan cita-cita atau
mengaktualisasikan dirinya sendiri. Hasil kajian di atas dijadikan sebagai
landasan untuk mempersepsikan atau memahami fungsi sekolah.

Dengan kata lain fungsi sekolah adalah membantu setiap peserta didik untuk
memperoleh dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang terkait dengan
moralitas, akademik, vokasional (ekonomik), dan sosial pribadi. Kompetensi tersebut
dicapai melalui layanan yang harus diberikan sekolah yakni: a) implementasi

25
kurikulum/proses belajar mengajar, b) administrasi sekolah dan manajemen sekolah,
c) layanan penciptaan lingkungan dan kultur sekolah yang kondusif, d) layanan
pembinaan organisasi dan kelembagaan sekolah, dan e) kemitraan sekolah dan
masyarakat.
Dari kelima layanan tersebut, layanan impelementasi kurikulum dan proses
belajar mengajar merupakan layanan pokok dari ciri sekolah sebagai lembaga
pendidikan. Untuk keberhasilan dari kelima layanan diatas, perlu mendapat
dukungan yakni a) pembiayaan, b) tenaga pendidik dan kependidikan, c) sarana
prasarana, d) peserta didik yang memiliki kesiapan untuk mengikuti pendidikan.
Adapun gambaran mengenai komponen-komponen mutu sekolah dapat dicermati
pada bagan berikut :

Gambar 1. Komponen-komponen Mutu Sekolah

Dari bagan tersebut dapat dipaparkan penjelasan bahwa :


a. Dimensi-dimensi mutu pendidikan secara keseluruhan pada hakekatnya
merupakan penjaminan agar sekolah tersebut dapat mengantarkan peserta didiknya

26
mencapai kompetensi-kompetensi yang terkait dengan moralitas, akademik,
vokasional, dan sosial pribadi.
b. Mutu lulusan sekolah ditandai oleh kompetensi yang dimiliki siswa yang terkait
dengan moralitas, akademik, vokasional, dan sosial pribadi.
c. Kompetensi ini dapat dicapai melalui proses yang mencakup pemberian layanan
dari kurikulum dan proses belajar mengajar, lingkungan dan kultur sekolah yang
kondusif, penyelenggaran adminisrasi sekolah dan manajemen sekolah yang baik,
keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan, pembinaan organisasi
dan kelembagaan sekolah dengan baik serta dukungan pembiayaan yang memadai,
memiliki tenaga kependidikan yang memiliki kompetensi pendidik, serta
dipenuhinya sarana dan parasana yang cukup memadai.
d. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat dan penerima lulusan sekolah
baik sekolah jenjang berikutnya maupun lapangan pekerjaan.

F. Konsep Akreditasi sebagai Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan


1. Pengertian Akreditasi Sekolah
Akreditasi adalah suatu proses yang berkesinambungan dari evaluasi diri,
refleksi, dan perbaikan. Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (asesmen)
sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan
evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah
(Imron, 2012).
Akreditasi sekolah merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan oleh
pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang untuk menentukan
kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan
non-formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan, berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan, sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan dilakukan
secara obyektif, adil, transparan dan komprehensif dengan menggunakan
instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.

27
2. Sejarah Akreditasi Sekolah
Akreditasi adalah sebuah bentuk penjaminan mutu sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal di Indonesia dengan dasar hukum Undang Undang
No. 20 Tahun 2003 Pasal 60, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal
86 & 87, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2005 Tentang Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, dan Renstra
Depdiknas 2010-2014. Adapun sejarah perkembangan akreditasi menurut Imron
(2012) adalah sebagai berikut. Fase pertama terjadi ketika Direktorat Sekolah
Swasta melakukan akreditasi terhadap sekolah-sekolah swasta. Pada fase ini,
akreditasi sekolah hanya diperuntukkan bagi sekolah swasta dan terkesan sangat
diskriminatif. Terlebih dengan kriteria pemeringkatan sebagai Terdaftar, Diakui
dan Disamakan. Sekolah swasta merasa dianggap berada pada posisi under
position.
Fase kedua terjadi ketika Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS)
melakukan akreditasi terhadap semua sekolah, baik negeri maupun swasta
berdasar 9 (sembilan) komponen penyelenggaraan sekolah. Sistem akreditasi
sekolah fase kedua dianggap tidak adil, karena sifat instrumennya yang kategorik
dan sangat diskrit. Respon instrumen hanya ada dua kemungkinan jawaban, ialah
antara ya atau tidak. Jika ya maka diberi skor 1, sedangkan jika tidak
diberi skor 0. Sifatnya yang sangat diskrit cenderung mengabaikan sisi rentang
kualitatif, kuantitatif dan kefungsian.
Fase ketiga ditandai dengan pelaksanaan akreditasi sekolah oleh Badan
Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dengan instrumen yang
disusun berdasarkan 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP). Fase ketiga ini
merupakan penyempurnaan dan sekaligus jawaban terhadap kritik berbagai pihak
atas kelemahan sistem akreditasi sebelumnya. Hal ini terkait dengan mulai
tumbuhnya kesadaran, bahwa akreditasi bukan hanya sekadar kegiatan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah.
Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan untuk akuntabilitas publik.

28
3. Tujuan Akreditasi Sekolah
Dalam Undang-Undang N0.20 tahun 2003 pasal 60, menyebutkan bahwa
sekolah perlu dilakukan akreditasi karena :
a. Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang
dan jenis pendidikan.
b. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga
mandiri yang berwewenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
c. Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
Kemudian dipertegas lagi dengan terbitnya PP No.19 tahun 2003 yang
menyatakan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan akreditasi
sekolah, sertifikasi guru, dan evaluasi pendidikan.

Secara ringkas disebutkan oleh Imron (2012) mengenai tujuan akreditasi


sekolah adalah untuk:
a. Menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam menyelenggarakan layanan
pendidikan.
b. Memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah.

4. Pelaksana Kewenangan Akreditasi Sekolah


Khusus dalam pelaksanaan akreditasi ini, ditetapkan dalam Permendiknas
No.29 tahun 2005, bahwa Badan Akareditasi Nasional Sekolah Madrasah (BAN-
SM) merupakan badan mandiri yang menetapkan kelayakan suatu program dan
atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal
dengan mengacu Standar Nasional Pendidikan (SNP). BAN-SM ini merupakan
badan non struktural yang bersifat nirlaba dan mandiri yang bertanggungjawab
kepada Mendiknas. Secara struktural ditingkat Propinsi dibentuklah Badan
Akreditasi Provinsi Sekolah dan Madrasah atau BAP-SM.

29
Kelembagaan akreditasi terdiri dari Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dan Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah
(BAP-S/M). Apabila diperlukan BAP-SM dapat membentuk Unit Pelaksana
Akreditasi Sekolah/Madrasah (UPA-S/M) Kabupaten/Kota. BAN-S/M
berkedudukan di ibukota negara, BAP-S/M berkedudukan di ibukota provinsi,
UPA-S/M dibentuk oleh BAP-S/M sesuai keperluan dan kondisi pada masing-
masing provinsi.
Badan Akreditasi Nasional-Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) merumuskan
kebijakan operasional, melakukan sosialisasi kebijakan dan melaksanakan
akreditasi S/M. Badan Akreditasi Propinsi-Sekolah/Madrasah (BAP-S/M)
melaksanakan akreditasi untuk TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK dan SLB. Unit Pelaksana Akreditasi (UPA)-Kabupaten/Kota
membantu BAP-S/M melaksanakan akreditasi.

5. Manfaat Akreditasi Sekolah


Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah memiliki manfaat sebagai
berikut:
a. dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu
sekolah/madrasah dan rencana pengembangan sekolah/madrasah,
b. dapat dijadikan sebagai motivator agar sekolah/madrasah terus meningkatkan
mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat
kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional,
c. dapat dijadikan umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan
kinerja warga sekolah/madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan,
sasaran, strategi dan program sekolah/madrasah,
d. membantu mengidentifikasi sekolah/madrasah dan program dalam rangka
pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur atau bentuk
bantuan lainnya,

30
e. bahan informasi bagi sekolah/madrasah sebagai masyarakat belajar untuk
meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta
dalam hal profesionalisme, moral, tenaga dan dana,
f. membantu sekolah/madrasah dalam menentukan dan mempermudah
kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru
dan kerjasama yang saling menguntungkan (Balitbang Kemendiknas, 2011).

6. Prinsip-prinsip Akreditasi Sekolah


Akreditasi sekolah/madrasah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai
berikut.
a. Objektif, akreditasi Sekolah/Madrasah pada hakikatnya merupakan kegiatan
penilaian tentang kelayakan penyelenggaraan pendidikan yang ditunjukkan oleh
suatu Sekolah/Madrasah. Dalam pelaksanaan penilaian ini berbagai aspek yang
terkait dengan kelayakan itu diperiksa dengan jelas dan benar untuk memperoleh
informasi tentang keberadaannya. Agar hasil penilaian itu dapat menggambarkan
kondisi yang sebenarnya untuk dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan
maka dalam prosesnya digunakan indikator-indikator terkait dengan kriteria-
kriteria yang ditetapkan.
b. Komprehensif, dalam pelaksanaan akreditasi Sekolah/Madrasah, fokus penilaian
tidak hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu saja tetapi juga meliputi berbagai
komponen pendidikan yang bersifat menyeluruh. Dengan demikian hasil yang
diperoleh dapat menggambarkan secara utuh kondisi kelayakan
Sekolah/Madrasah tersebut.
c. Adil, dalam melaksanakan akreditasi, semua Sekolah/Madrasah harus
diperlakukan sama dengan tidak membedakan S/M atas dasar kultur, keyakinan,
sosial budaya dan tidak memandang status Sekolah/Madrasah baik negeri
ataupun swasta. Sekolah/Madrasah harus dilayani sesuai dengan kriteria dan
mekanisme kerja secara adil dan/atau tidak diskriminatif.
d. Transparan, data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan akreditasi
S/M seperti kriteria, mekanisme kerja, jadwal serta sistem penilaian akreditasi

31
dan lainnya harus disampaikan secara terbuka dan dapat diakses oleh siapa saja
yang memerlukannya.
e. Akuntabel, pelaksanaan akreditasi S/M harus dapat dipertanggungjawabkan baik
dari sisi penilaian maupun keputusannya sesuai aturan dan prosedur yang telah
ditetapkan.

7. Peranan Akreditasi dalam Penjaminan Mutu Sekolah


Permasalahan mutu pendidikan pada satuan pendidikan tidak berdiri sendiri,
tetapi terkait dalam satu sistem yang saling mempengaruhi. Hasil keluaran pendidikan
dipengaruhi oleh mutu masukan dan mutu proses belajar mengajar. Dalam proses
pendidikan masing-masing sub unsur saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
Faktor masukan yakni anak didik yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, demikian
juga proses pembelajaran juga dipengaruhi oleh berbagai faktor sehingga akan
memengaruhi hasil atau keluaran dari pendidikan itu sendiri. Hasil dari akreditasi
yang merupakan hasil penilaian kelayakan satuan atau program pendidikan secara
menyeluruh yang mengacu pada SNP.
Masukan dari pihak eksternal dan hasil akreditasi yang merupakan hasil
kelayakan satuan bermanfaat bagi satuan pendidikan dan instansi yang membantu
satuan pendidikan dalam pemenuhan standar nasional pendidikan berupa pencapaian
hasil evaluasi lainnya yang dilakukan oleh pihak ekstrenal terhadap
sekolah/madarasah. Mutu pada satuan pendidikan mempunyai makna menghasilkan
dan memberikan yang terbaik, karena dalam PP no.19 Tahun 2009 pasal 91
disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib melaksanakan penjaminan mutu
pendidikan.
Penjaminan mutu pendidikan ini bertujuan untuk memenuhi atau jika perlu
melampaui standar nasioal pendidikan yang telah ditetapkan. Komponen-komponen
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan mutu dan yang harus di evaluasi
adalah masukan, proses, hasil belajar, dan manfaat hasilnya nanti. Input dalam hal ini
para pelajar/siswa dipengaruhi oleh latar belakang kognitif siswa, keadaan sosial
ekonomi, keadaan lingkungan tempat tinggal siswa itu sendiri.

32
Proses belajar mengajar, disamping guru yang memegang peranan, juga
dipengaruhi faktor biaya penyelenggaraan sekolah serta kelengkapan sarana dan
prasarana belajar. Kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh sistem kurikum, sistem
pelayanan dan administrasi, sitem penyajian atau metode pembelajaran, dan sistem
evaluasi. Dari proses pembelajaran akan menghasilkan siswa yang memiliki ilmu
pengetahuan, memiliki sikap kepribadian yang bermoral Pancasila, dan memiliki
keterampilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan nantinya.
Dengan demikian betapa pentingnya proses pembelajaran dengan semua
aspek lainnya agar tercapai hasil pembelajaran yang baik, dan tercapai standar yang
telah ditetapkan. Jika hasil pendidikan ini bermanfaat dan dapat diterima oleh semua
pihak atau pelanggan merasa puas, maka akan dikatakan sekolah itu bermutu.
Akreditasi adalah salah satu alat yang digunakan oleh pemerintah dalam
menjaminkan mutu pendidikan dan sekolah di Indonesia.

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, simpulan yang diperoleh dari
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Sistem pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan harus dibangun dan
dikembangkan secara nasional dalam upaya meningkatkan daya saing, citra, dan
akuntabilitas publik. Akreditasi merupakan serangkaian proses dan sistem
mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan data mengenai kinerja satuan
pendidikan. Dua rekomendasi utama yang penulis kemukakan dalam upaya
pengembangan dan peningkatan mutu sistem akreditasi sekolah/madrasah adalah
(1) kebutuhan teknologi untuk sistem akreditasi sekolah/madrasah, dan (2)
pengukuran dampak atau manfaat dari sistem akreditasi yang terintegrasi TIK.

33
Pemetaan Kebutuhan Teknologi Desain Sistem Komputerisasi Akreditasi
Sekolah/Madrasah dilakukan untuk memberikan rekomendasi berupa pemetaan
kebutuhan teknologi berupa sistem komputerisasi untuk menciptakan layanan
prima yang sesuai dengan prinsip reformasi layanan dan undang-undang
pelayanan publik.
2. Kegiatan penjaminan mutu tertuju pada proses untuk membangun kepercayaan
dengan cara melakukan pemenuhan persyaratan atau standar minimum pada
komponen input, komponen proses dan hasil atau outcome sesuai dengan yang
diharapkan oleh stake holders.
3. Penerapan penjaminan mutu ini yang ada bersifat formal dan ada yang bersifat
informal. Penjaminan mutu dilakukan oleh lembaga yang ada diluar organisasi
yang bersifat independen secara khusus menjalankan evaluasinya agar
terpenuhinya standar mutu untuk akreditasi atau sertifikasi. Penjaminan mutu
secara informal, dilakukan oleh suatu gugus penjaminan mutu (quality circle)
dalam organisasi itu sendiri (internal) dengan tugas utama adalah menentukan
standar mutu, sistem penilaian, dan mengembangkan instrumen untuk melakukan
penilaian atau audit tersebut. Dalam penentuan, quality standart merupakan
langkah pertama yang harus diambil dalam konteks penjaminan mutu formal
maupun informal. Penjaminan mutu formal melalui ISO yaitu merupakan aplikasi
dan prinsip penjaminan mutu yang di dalamnya menentukan proses dan sistem
yang dijadikan pedoman oleh suatu perusahaan untuk menjamin suatu produknya
sesuai dengan kebutuhan pelanggan, untuk mendapat sertifikasi dari badan
internasional.
4. Hasil dari akreditasi yang merupakan hasil penilaian kelayakan satuan atau
program pendidikan secara menyeluruh yang mengacu pada SNP. Masukan dari
pihak eksternal dan hasil akreditasi yang merupakan hasil kelayakan satuan
bermanfaat bagi satuan pendidikan dan instansi yang membantu satuan
pendidikan dalam pemenuhan standar nasional pendidikan berupa pencapaian
hasil evaluasi lainnya yang dilakukan oleh pihak ekstrenal terhadap
sekolah/madarasah.

34
5. Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggungjawab satuan
pendidikan yang harus didukung oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan
pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing
serta peran serta masyarakat. Pada level Pemerintah dilaksanakan oleh
Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan Departemen Dalam
Negeri serta instansi terkait lainnya. Pada level Pemerintah Daerah Propinsi
dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Propinsi, LPMP dan Kantor Wilayah
Departemen Agama, sedangkan pada level pemerintah daerah kabupaten/kota
dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Kantor Departemen
Agama.
6. Implementasi penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan hingga saat ini
masih menghadapi berbagai macam permasalahan antara lain: (1) belum
tersosialisasikannya secara utuh Standar Nasional Pendidikan sebagai acuan
mutu pendidikan; (2) pelaksanaan penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan
masih terbatas pada pemantauan komponen mutu di satuan pendidikan; (3)
pemetaan mutu masih dalam bentuk pendataan pencapaian mutu pendidikan yang
belum terpadu dari berbagai penyelenggara pendidikan; dan (4) tindak lanjut
hasil pendataan mutu pendidikan yang belum terkoordinir dari para
penyelenggara dan pelaksana pendidikan pada berbagai tingkatan.
7. Diperlukan aspek legal tentang penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan
meliputi: (1) pengertian dan ruang lingkup penjaminan dan peningkatan mutu;
(2) pembagian tugas dan tanggungjawab yang proporsional dalam penjaminan
dan peningkatan mutu pendidikan, (3) pencapaian Standar Nasional Pendidikan,
dan (4) pengembangan sistem informasi mutu pendidikan yang efektif untuk
pengelolaan, pengambilan keputusan dalam penjaminan dan peningkatan mutu
pendidikan.
8. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya disebut SPMP adalah sub-
sistem dari Sistem Pendidikan Nasional (SPN) yang fungsi utamanya
meningkatkan mutu pendidikan. Tujuan antara penjaminan mutu pendidikan
adalah terbangunnya SPMP termasuk :

35
a. terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal ;
b. pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan proporsional dalam
penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal pada satuan atau
program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan,
pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah ;
c. ditetapkannya secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan
formal dan/atau nonformal ;
d. terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal dan nonformal yang
dirinci menurut provinsi, kabupaten atau kota, dan satuan atau program
pendidikan ;
e. terbangunnya sistem informasi mutu pendidikan formal dan nonformal
berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu, dan
tersambung yang menghubungkan satuan atau program pendidikan,
penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau
kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah.

9. Implementasi Sistem penjaminan mutu pendidikan dalam suatu sistem


pendidikan di Indonesia yang wilayahnya luas, dan ditambah dengan
pelaksanaan otonomi pendidikan di tingkat Kabupaten/Kota tentu akan berjalan
lambat. Oleh karena itu, implementasi perlu dibuat dalam beberapa tahapan dan
dilakukan dengan cara hati-hati oleh semua pihak yang punya tanggung jawab
terhadap perbaikan mutu pendidikan. Strategi implementasi sistem penjaminan
mutu pendidikan secara nasional harus dilakukan secara bertahap dengan
kegiatan utama penilaian mutu dan analisis mutu komponen sistem penjaminan
mutu pendidikan. Prioritas dukungan harus diberikan kepada :
1. Kegiatan yang akan dilaksanakan secara berkala dan sering dilakukan secara
rutin

2. Kegiatan yang memiliki peluang untuk mendapatkan dampak terbesar dalam


meningkatkan hasil belajar peserta didik harus ditingkatkan.

36
B. Saran

Implementasi konsep manajemen mutu terpadu dan paradigma penjaminan


mutu dalam dunia pendidikan merupakan salah satu hal mendasar yang bisa me-
revitalisasi kelembagaan dan proses pendidikan dalam rangka optimalisasi meraih
dan mewujudkan rencana, program, visi, dan misinya. Kemajuan dunia pendidikan
melalui revitalisasi pelaksanaan manajemen mutu terpadu dan penjaminan mutu
pendidikan akan mengangkat derajat dan martabat bangsa secara lebih luas sehingga
terwujud keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran di berbagai bidang kehidupan
yang lain.
Seluruh elemen bangsa, dimulai dari dunia pendidikan, me-revitalisasi fungsi,
kesadaran, tanggung jawab dan perannya di bidang tugasnya masing-masing untuk
mengoptimalkan implementasi manajemen mutu terpadu dan konsep penjaminan
mutu pendidikan yang bertanggung jawab dan mampu mengatasi persoalan
kehidupan yang semakin kompleks.

37
DAFTAR PUSTAKA

BAN.SM.2011. Pengertian Akreditasi Sekolah/Madrasah. (Online). http://jakarta.bapsm-


dki.or.id/berita/read/pengertian-akreditasi-sekolah-madrasah

Depdiknas. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu BerbasisSekolah; Buku 1. Koonsep


Dasar. Jakarta: Depdiknas.

Ginting, Rosalina dan Titik Haryati. 2012. Kepemimpinan dan Konteks Peningkatan
Mutu Pendidikan, Jurnal Ilmiah CIVIS Volume II No 2, Juli 2012

http://www.thefreelibrary.com/Joseph+M+Juran+:+Quality+Management-Quality
Management karya M. Juran.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Drs.%20M.Pd./ARTIKEL%20PENJA
MINAN_MUTU_PENDIDIKAN

http://ilmucerdaspendidikan.wordpress.com/2011/04/27/pengendalian-mutu-pendidikan-
konsep-dan-aplikasi/

Haryati, Sri. 2012. Pengembangan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah dan
Madrasah Melalui Proses Akreditasi. (Online).
http://www.polines.ac.id/ragam/index_files/jurnalragam/ragam_des_8_2012.pdf.

Hoy, Charles, et.al. 2000. Improving Quality in Education. London: Longman


Publishing Company.

Kusumah, Utawijaya, tt, Manajemen Mutu Pendidikan Pesantren, makalah tidak


diterbitkan

Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, strategi, dan implementasi.


Bandung: Remaja Rosdakarya.
---------------2012. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolahi. Jakarta: Bumi
Aksara.

Nanang, F. 2000. Manajemen Berbasis Sekolah; Pemberdayaan sekolah dalam rangka


Peningkatan Mutu dan Kemandirian Sekolah. Bandung: CV Andira.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan


Peraturan Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional

Permendiknas Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan


(http://hukum.unsrat.ac.id/men/mendiknasp2009_63.pdf

Rivai, V & Murni, S. 2010. Education Management: Analisis Teori dan Praktik. Jakarta:
Rajawali Pers

Sallis, Edward. 2012 (cet XVI). Total Quality Management in Education. Yogyakarta :
Penerbit IRCiSoD

Sanusi, Achmad. 1990. Beberapa Dimensi Pendidikan. Fakultas Pasca Sarjana: IKIP
Bandung.

Satori, Djaman. 2014. Pengawas Profesional (Profesionalisasi Pengawas Sekolah).


Materi Pembekalan Calon Pengawas. Bogor : 9-11 September 2014

---------------------(2012). Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan. Bahan


kuliah Supervisi Pendidikan. Tidak diterbitkan.

Sudarwan, Danim. 2008. Visi Baru Manajemen Sekolahdari Unit Birokrasi ke Lembaga
Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.

Sungkono, dkk (2009). Hasil Penelitian : Aplikasi Sistem Penjaminan Mutu di Sekolah
Dasar Kec Jetis, Kab. Bantul. Yogyakarta: Pusat Studi Kebijakan Lembaga
Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta

Syaifuddin, M, dkk. 2008. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.

Tjiptono, F. dan Diana, A. 1996. Total Quality Management. Yogyakarta: penerbit Andi.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Anda mungkin juga menyukai