Anda di halaman 1dari 2

NAMA : TRI HASTO

KELAS : XB

PENCURI DAN SEEKOR ANJING

Seekor anjing peliharaan yang telah dikebiri lantas kehilangan hasrat dan naluri
liarnya, dibelai dengan kasih sayang dan dibuai oleh kesenangan dalam berbagai
permainan, karena ia telah menjadi milik seseorang. Ia telah dilabeli sebagai
mahluk terdidik, dikondisikan untuk patuh. Sebagian implan memori yang terberi
memberinya pilihan atas kenyamanan dalam hidup yang telah diatur sedemikian
rupa.

Sampai suatu ketika ia berada dalam kondisi yang menekan, napasnya berat
menggeram tertahan di tenggorokan, parau, dan mencekam, agresi yang tidak
tertahan menyembul ke luar menghambur amarah. Teriakan terdengar, dan bau
amis darah di udara tercium semerbak, menggugah selera. Si anjing peliharaan
menancapkan giginya yang tajam di salah satu kaki seorang pencuri. Si Anjing
peliharaan terus menggigit semakin kuat, semakin tergugah, semakin haus akan
mangsanya, semakin bengis, ia telah menjadi, merupa warna aslinya,
pandangannya hanya melihat merah.

Si pencuri menahan menerjang, menendang, dan memukul tubuh si anjing


peliharaan. Si anjing peliharaan di kepung rasa sakit, tubuhnya bereaksi secara
kausal, semakin terancam oleh keadaan semakin kuat untuk bertahan semakin
keras melawan, naluri melawan akal, tuntutan untuk bertahan. Gigitannya
semakin dalam hampir menyentuh tulang, si pencuri makin kesakitan. Si anjing
peliharaan telah menjadi liar, hidupnya berulang dalam siklus konstan, berburu,
diburu, memakan, dimakan, bertahan, melawan. Hidupnya hanya menunggu
mati, atau membunuh mati.

Sekelebat ingatan menyeruak mengembalikannya pada alam, mencerabut jiwa


yang sejati dari naluri yang telah diberdayakan melebihi akal. Si anjing
peliharaan lupa diri, ia telah melepas diri atau justru ia telah menjadi diri. Ia
terus saja menggeram, menerkam, di sela tendangan dan pukulan yang tiada
henti. Si anjing peliharaan mencekram asa, meredam daya usaha untuk terus
melawan, melemahkan kekuatan, sampai tubuh menolak perintah akal.

Si anjing peliharaan mati terkapar dengan mata menyala membakar sukma,


mulut tebuka berbuih ara, dan gigi tajamnya mengucur darah menggenang
membungkus kepalanya layaknya mahkota. Si pencuri letih merepih sunyi,
giginya gemeretak menahan rasa sakit, ia melihat melebihi waktunya, tidak ada
lagi perlawanan, tidak ada lagi usaha bertahan, yang ada hanya ketiadaan. Satu
kakinya sarafnya tergigit putus hingga lumpuh tak berdaya, sementara kaki
lainnya gemetar goyah kehilangan kekuatan, satu kakinya yang seharusnya
masih bekerja mengkhianatinya.

Dari kejauhan terdengar suara derap langkah para tetangga. Si pencuri akhirnya
pasrah saja. Ia telah melihat waktunya. Ia dan anjing peliharaan telah
menuntaskan perannya.

Cerpen Karangan: Dedek

Anda mungkin juga menyukai