Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab II ini, tinjauan pustaka dilakukan dalam lingkup bahasan tentang
teori kebiasaan menyikat gigi malam sebelum tidur, faktor pengetahuan anak yang
berkaitan dengan pembentukan kebiasaan atau perilaku kesehatan, peranan orang tua
terhadap pembentukkan kebiasaan anak, fase tumbuh kembang anak dan
pembentukan perilaku, keterampilan menyikat gigi dan gingivitis serta faktor
resikonya.

II.1. Teori Kebiasaan Menyikat gigi Malam Sebelum Tidur

Menyikat gigi malam sebelum tidur adalah kegiatan membersihkan plak dari
gigi dan mulut yang dilakukan pada malam hari sebelum tidur dan merupakan hal
yang perlu mendapat lebih banyak perhatian. Ada berbagai alasan, alasan pertama
adalah pada saat kita masih terjaga produksi saliva cukup banyak. Saraf parasimpatis
dan simpatis di tubuh kita mengendalikan produksi saliva yang keluar dari kelenjar
saliva sublingual agar tidak terhambat, hasilnya pada saat kita terjaga proses
pembersihan gigi secara alami berlangsung dengan baik. Sebaliknya, di malam hari
pada saat kita tidur produksi aliran saliva berkurang, sehingga mulut menjadi relatif
lebih kering dan fungsi self cleansing dan penetralan plak tidak akan berlangsung
optimal.7,8 Penetralan plak yang tidak optimal dapat menyebabkan pH plak di bawah
pH kritis (5.5) yang akhirnya menyebabkan terjadinya demineralisasi email.

Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu pertama, aliran saliva yang baik
cenderung membersihkan mulut (self cleansing) termasuk melarutkan gula, serta
mengurangi potensi perlekatan makanan. Disini saliva berperan sebagai pelarut dan
pelumas. Kedua, saliva memiliki efek dapar (mempertahankan pH plak dalam mulut
di bawah pH kritis). Saliva cenderung mengurangi keasaman plak yang disebabkan
metabolisme karbohidrat dan bakteri . Ketiga, saliva mempunyai efek bakterisid dan
bakteriostatik. Saliva dapat mengendalikan pertumbuhan plak bakteri.9

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 6


Menurunnya aliran saliva di malam hari menyebabkan bakteri Streptococcus
mutan, penyebab karies gigi bertambah banyak jumlahnya hingga 30 kali lipat bila
kita tidak menyikat gigi malam sebelum tidur. Sebaliknya dengan menyikat gigi
malam sebelum tidur kita dapat menurunkan kapasitas berkembangbiaknya bakteri di
malam hari tersebut.10

Saliva juga mengandung mineral yang penting untuk proses remineralisasi,


yang bermanfaat memperbaiki kerusakan gigi yang masih dini. 11Interval waktu yang
panjang antara menyikat gigi di malam hari sebelum tidur dengan menyikat gigi
berikutnya pada pagi hari setelah bangun tidur membuat kadar flour dalam mulut
relatif berkurang jumlahnya.

Dengan berkurangnya kadar flour berarti proses remineralisasi menurun dan


kemungkinan proses demineralisasi meningkat. Flour berperan memicu
remineralisasi. Masyarakat dapat dengan mudah memperoleh flour dari pasta gigi,
semakin sering menyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung flour, semakin
sering terpapar ion flour sehingga dapat meningkatkan remineralisasi, menghambat
demineralisasi terutama pada malam hari pada saat potensi saliva menurun. 12

II.2. Faktor Pengetahuan Anak Yang Berkaitan Dengan Pembentukan


Kebiasaan Atau Perilaku kesehatan

Perilaku memegang peranan yang paling besar dalam mempengaruhi


kesehatan gigi dan mulut.1 Perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
berpengaruh terhadap timbulnya gingivitis. Pengetahuan merupakan hal yang sangat
penting untuk terbentuknya perilaku. Lebih lanjut Allport, 1954 (diambil dari
Budiharto, 1998) menyatakan bahwa dalam menentukan sikap, maka pengetahuan,
pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan yang penting.1
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia terhadap obyek-obyek
disekitarnya melalui indera-indera yang dimilikinya (pendengaran, penglihatan,
penciuman, dan sebagainya).13 Pengetahuan diperoleh sebagai akibat stimulus yang

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 7


ditangkap panca indera. Pengetahuan biasa diperoleh secara alami maupun secara
terencana yaitu melalui proses pendidikan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :14
a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap
subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial dimana subjek mulai mencoba untuk melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti
ini yaitu didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku
tersebut akan berlangsung lama (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama.14
Pada SD yang diteliti belum terdapat UKGS sehingga kemungkinan anak-
anak muridnya belum mendapat materi pendidikan kesehatan gigi dan mulut.
Pembentukan perilaku anak-anak murid dalam hal pemeliharaan kesehatan gigi dan
gusi kemungkinan tidak melalui tahap-tahap yang disebutkan di atas.

II.3. Peranan Orang Tua Terhadap Pembentukkan Kebiasaan Anak


Dalam hubungan dengan perilaku kesehatan, menurut Fukuta,1980 (diambil
dari Budiharto, 1998) perilaku ibu mengenai kesehatan gigi dapat digunakan untuk
meramalkan status kesehatan gigi dan gusi anaknya.2
Dari penelitian yang dilakukan oleh Budiharto diketahui bahwa kontribusi
perilaku ibu mengenai kesehatan gigi terhadap frekuensi timbulnya radang gusi anak
sebesar 22,28% adalah kontribusi terbesar, dibandingkan dengan kontribusi plak gigi
hanya 8,3%, pendidikan formal ibu 2%, status ekonomi keluarga 4,2%, pemanfaatan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 8


fasilitas kesehatan gigi 4,8%, dan pendidikan kesehatan gigi 2,1%. Faktor-faktor
yang erat kaitannya dengan perilaku kesehatan gigi ibu adalah faktor yang ada dalam
diri ibu yaitu pendidikan formal ibu. Faktor-faktor yang ada di luar ibu yaitu:2
1. Jumlah anak
Ibu dengan jumlah anak lebih banyak, memerlukan lebih banyak waktu untuk
memperhatikan anak bila dibandingkan dengan ibu dengan anak lebih sedikit,
sehingga dengan kesibukan tersebut perhatian mengenai kesehatan gigi
berkurang.8
2. Status sosial ekonomi keluarga
Makin tinggi status sosial ekonomi keluarga, makin baik perilaku kesehatan
keluarga tersebut. Sosial ekonomi orang tua rendah berpengaruh terhadap
kesehatan umum dan gigi anak, sebab dengan status ekonomi rendah problem
utamanya adalah pemenuhan kebutuhan hidup minimal sehingga
mempengaruhi kondisi kesehatannya.2,16
3. Pemanfaatan fasilitas kesehatan gigi
Fasilitas kesehatan gigi sangat menunjang pelayanan pengobatan dan
pembentukan perilaku kesehatan gigi mayarakat melalui program pendidikan
kesehatan gigi.2

4. Pendidikan kesehatan gigi.


Makin tinggi tingkat pendidikan, akan makin mudah menyerap informasi dan
inovasi baru, termasuk kesehatan gigi, bila dibandingkan dengan tingkat
pendidikan lebih rendah.
Maka, dalam mengkaji kebiasaan menyikat gigi malam sebelum tidur anak,
ibu sebagai tokoh panutan di rumah memegang peranan penting dalam pembentukan
perilaku menyikat gigi malam sebelum tidur anak.

II.4. Fase Tumbuh Kembang Anak dan Pembentukan Perilaku


Pada umur 4 sampai 6 tahun, anak-anak mulai memasuki periode
konflik yaitu ketidakstabilan emosinal. Anak-anak di dalam masa kekacauan yang

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 9


stabil antara perkembangan ego-nya dan pencapaian keinginannya. Sesuai
perkembangan ego-nya muncul kekuatan yang cukup untuk mentolerasi beberapa
keadaan di dalam diri yang tidak menyenangkan dan menahan mereka sampai
mendapatkan kepuasan. Selama periode ini, kesenangan mungkin sebagai
mekanisme perlindungan, permainan merupakan peran yang penting. Hal itu
digunakan sebagai solusi untuk masalah emosional. Di samping itu, pada usia ini,
perilaku anak lebih meniru perilaku ibunya, sehingga proses adopsi perilaku
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada usia 4-6 tahun dipengaruhi oleh perilaku
ibu terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.2
Pada usia 8 sampai 14 tahun, anak-anak telah memulai belajar untuk
mentoleransi situasi yang tidak menyenangkan, telah menekan keinginannya dan
menjadi penurut. Anak membawa kegagalannya, dengan rasa gembira dan dapat
meyesuaikan diri dengan mudah pada situasi yang ditemukan dalam dirinya. Anak
17
penting untuk mengembangkan kontrol emosinya. Disamping itu, pada usia ini,
motivasi dari orang tua dan guru penting dalam pembentukan perilaku kesehatan gigi
anak, khususnya menyikat gigi malam sebelum tidur.1,2,14

II.5. Erupsi gigi-gigi permanen usia 6-12 tahun15


Usia 6 tahun
Pada tahap ini, gigi yang pertama kali muncul adalah Insisif 1 bawah,
kemudian diikuti oleh Molar 1 bawah, dan Molar 1 atas. Ketiga gigi ini secara
normal erupsi pada waktu yang hampir bersamaan. Biasanya gigi molar bawah akan
tumbuh mendahului gigi molar atas. Awal erupsi gigi-gigi dari kelompok ini adalah
pada usia 6 tahun.
Usia 7 tahun
Pada tahap ini, gigi yang erupsi adalah Insisif 1 atas dan Insisif 2 bawah.
Insisif 1 atas biasanya erupsi setahun sebelum Insisif 1 bawah.
Usia 8 tahun

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 10


Pada tahap ini, ditandai dengan erupsi Insisif 2 atas. Setelah semua gigi pada
usia 6-8 tahun tersebut erupsi, terjadi penundaan selama 2-3 tahun sebelum gigi
permanen yang lain terlihat.
Usia 9 tahun
Pada tahap ini, Kaninus, Molar 1, dan Molar 2 sulung masih berada di rongga
mulut. Kira-kira dua pertiga akar Kaninus bawah dan Premolar 1 bawah telah
sempurna.
Usia 10 tahun
Pada usia ini, setengah dari akar Kaninus dan Premolar 1 bawah telah
lengkap, dan hampir setengah akar Premolar 1 atas lengkap. Terdapat pertumbuhan
akar yang berarti pada Premolar 2 bawah, Kaninus atas, dan Premolar 2 atas. Pada
usia 11 tahun, akar seluruh Insisif dan Molar satu permanen harus sudah sempurna.
Usia 11 tahun
Pada tahap ini ditandai dengan munculnya Kaninus bawah, Premolar 1 bawah,
dan Premolar 1 atas. Pada rahang bawah, Kaninus sering terlihat sesaat sebelum
Premolar 1. Di samping itu, pada rahang atas, Premolar 1 biasanya erupsi sebelum
Kaninus. Sisa gigi sulung dalam rongga mulut hanya Kaninus atas, Molar 2 atas, dan
Molar 2 bawah.

Usia 12 tahun
Pada tahap ini semua gigi tetap sudah erupsi. Kaninus telah erupsi
menggantikan gigi sulung. Pada tahap ini, Molar 2 permanen pada kedua rahang
telah dekat dengan waktu erupsinya.

II.6. Keterampilan Menyikat Gigi


Pembahasan keterampilan menyikat gigi anak meliputi metode, durasi, dan
frekuensi menyikat gigi.

II.6.1.Metoda

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 11


Menyikat gigi adalah salah satu usaha mekanis mengontrol plak untuk
menjaga kebersihan mulut. Ada beberapa metode yang dapat digunakan
untuk menyikat gigi, yaitu: 18
a. Metoda Charters
Arah bulu sikat setingkat dengan permukaan oklusal gigi. Ujung bulu
sikat mengarah ke oklusal kira-kira 45 derajat terhadap sumbu panjang gigi.
Getarkan sikat sambil menggerakannya ke arah apikal terhadap margin
giginya.
b. Metoda Bass
Sikat dipegang sehingga serabut-serabutnya menghadap ke apeks dan
kemudian diletakkan pada tepi gingiva dengan sudut 45 derajat terhadap
sumbu panjang gigi. Sikat ini kemudian digetarkan pada arah anterior-
posterior. Untuk dapat membersihkan permukaan lingual gigi-gigi depan atas
dan bawah sikat harus dibalik menjadi vertikal, menggunakan ujung sikat
untuk dapat memasuki daerah gingiva gigi dengan baik.18
c. Metoda Stillman modifikasi
Bulu sikat ditempatkan pada permukaan gusi, jauh dari permukaan
oklusal/bidang kunyah, ujung bulu sikat mengarah ke apex/ujung akar.
Dengan gigi-gigi beroklusi gerakan sikat dalam gerakan memutar ke arah
permukaan gigi rahang atas dan rahang bawah serta margin gingival. Cara ini
dapat menghasilkan pemijatan gusi dan membersihkan sisa makanan di
daerah interproksimal/antara gigi. 3,20
d. Teknik vertikal
Untuk menyikat bagian depan, gigi kedua rahang tertutup lalu gigi
disikat dengan gerakan ke atas dan ke bawah. Untuk permukaan gigi
belakang, gerakan yang dilakukan sama, tetapi mulut dalam keadaan terbuka.
e. Teknik horizontal
Arah bulu sikat pada marginal gingiva. Ujung bulu sikat horizontal.
Gosok dalam arah antero-posterior, jaga sikat tetap horizontal. Metoda ini
tidak begitu baik untuk dipergunakan karena dapat mengakibatkan resesi gusi
dan abrasi gigi.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 12


f. Teknik Roll
Bulu sikat diletakkan dengan posisi mengarah ke apikal sejajar sumbu
gigi. Putar sikat ke arah oklusal, pertahankan kontak dengan gingival,
kemudian dengan permukaan gigi. Cara penyikatan ini terutama bertujuan
untuk pemijatan gusi, supaya kotoran dapat keluar, dan untuk pembersihan
daerah sela-sela gigi.
Metoda menyikat gigi sebaiknya tidak berpatok pada satu metoda
tetapi sebaiknya dikombinasikan sehingga semua permukaan gigi tersikat.
Dari beberapa tehnik menyikat gigi ini, yang dianggap paling dapat
membersihkan plak dengan baik sekaligus dapat menjaga kesehatan gusi
dengan baik adalah tehnik Roll. Namun, dari hasil penelitian Anaise
(McDonald dan Avery 1994) menunjukkan bahwa tehnik Horizontal
Scrubbing dianggap sebagai tehnik terbaik untuk menghilangkan plak dan
mudah ditiru atau dipelajari oleh anak.20

II.6.2. Durasi Menyikat Gigi


Durasi menyikat gigi juga harus ditekankan selama instuksi menyikat
gigi. Di dalam dua dekade terakhir, rata-rata durasi menyikat gigi telah
menunjukkan peningkatan dari 20-30 detik menjadi 60 detik, dan meningkat
lagi menjadi 80 detik pada penelitian ditahun 1995. Pada semua teori ini,
kebanyakan orang mengakui bahwa mereka menyikat gigi selama 2-3
menit.21
Dental professional menyarankan untuk menyikat gigi selama 3 menit.
Namun, sebenarnya menyikat gigi membutuhkan waktu selama 5 menit untuk
secara konsisten menghasilkan reduksi yang tinggi pada plak. Walaupun,
telah dilakukan menyikat gigi selama 5 menit, bantuan pembersihan bagian
interproksimal dibutuhkan untuk mencapai kontrol plak yang efektif. 21

II.6.3. Frekuensi Menyikat Gigi


Beberapa study melaporkan peningkatan pembuangan plak dan
kesehatan jaringan gingiva dihubungkan dengan peningkatan frekuensi

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 13


menyikat gigi setiap dua kali sehari.22 Terdapat hipotesa bahwa, seseorang
rata-rata membersihkan giginya secara menyeluruh setiap 24 jam sekali,
karena penyakit jaringan gingiva yang disebabkan biofilm plak terkolonisasi
pada saat waktu tersebut. Tetapi, kebanyakan masyarakat tidak dapat
mencapai hasil 100% untuk pembuangan plak dengan pembersihan gigi
sehari sekali. Maka dari itu, disarankan untuk menyikat gigi setiap dua kali
sehari untuk pengendali biofilm plak.8 Namun, kadang-kadang pada beberapa
orang ditemukan adanya plak banyak serta jarang sikat gigi, tetapi tidak
menderita gingivitis, sebaliknya ada orang yang rajin menyikat gigi dan
plaknya sedikit tetapi mendarita gingivitis. Hal ini kemungkinan disebabkan
mekanisme pertahanan lokal (local mechanism defense) yang berbeda-bada
pada setiap orang terhadap penyakit gingivitis. Penyikatan gigi untuk
mencegah terjadinya gingivitis, selain mempertimbangkan kuantitas, kualitas
juga menjadi sesuatu yang penting karena plak di sekitar jaringan gusi yang
tertinggal lebih dari 48 jam akan menyebabkan gingivitis. 8,23,24

II.6.4. Waktu Menyikat Gigi.


Sebaiknya menyikat gigi dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan
malam sebelum tidur, serta dilakukan 30 menit setelah makan. Hal ini karena
pH mulut dalam kondisi asam dan memungkinkan untuk terjadinya abrasi
pada gigi bila penyikatan dilakukan setelah makan.21,25 Efektifitas menyikat
gigi biasanya diukur dengan hasil pembuangan plak menggunakan indeks
plak, sedangkan dampak ada atau tidaknya plak terhadap keadaan gusi diukur
menggunakan gingivitis index.

II.7.Gingivitis
Pembahasan gingivitis terutama difokuskan pada berbagai faktor resiko yang
berkaitan dengan perilaku pemeliharaan higiene mulut sehari-hari. Menyikat gigi
malam hari berkaitan dengan ada atau tidak adanya plak dalam waktu yang relatif
panjang terutama pada anak yang mana lama tidurnya sekitar 8-10 jam pada malam
hari, yang mendukung proses matangnya plak. Selain arti dan patogenesis dari

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 14


gingivitis, akan dibahas juga tentang plak sebagai faktor etiologi yang berkaitan
dengan efektifitas penyikatan gigi, serta cara-cara mengukur gingivitis.
II.7.1. Definisi
Gingivitis adalah inflamasi yang terbatas pada gingiva, baik yangattached
maupun yang unattached dan menghasilkan kerusakan jaringan gingiva yang
reversible dan Irreversible. Gingivitis dapat disembuhkan melalui perawatan
professional, pemeliharaan higiene yang baik dari pasien, dan pengendalian faktor-
faktor lokal yang berpengaruh.23
II.7.2.Patogenesis8,24,27
Diagram Proses Penyakit Periodontal
Plak di sulkus gingiva

Terdapat bakteri gram positif dan gram negative


O2 berkurang

Peningkatan bakteri gram negatif

Merangsang
endotel
Mengeluarkan Mengeluarkan
IL-8 Toksin

merangsang
PMN Mengiritasi gingiva

Mengeluarkan
Enzim perusak
(Kolagenase)
Merusak gingiva Gingivitis

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 15


Jaringan periodonsium sehat akan menjadi gingivitis apabila dalam lebih
kurang 48 jam plak yang merupakan penyebab(agent) gingivitis tidak dikendalikan
dengan baik.24 Penyakit periodontal yang berkaitan dengan plak ditandai dengan
inflamasi. Respon inflamasi ini dapat dicetuskan oleh beberapa faktor. Enzim lisis
yang diproduksi oleh bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan periodontal
secara langsung. Produk lain yang dihasilkan bakteri seperti endoktosin, dapat
mengaktivasi sistem komplemen yang menimbulkan pembentukan protein aktif
secara biologis. Protein aktif ini menstimulasi peningkatan permeabilitas vaskular
disertai migrasi sel-sel radang dari pembuluh darah, respon kemotaktik, perlekatan
sel, dan fagositosis. Hasil akhir dari aktivasi komplemen adalah terjadinya lisis, baik
pada sel penjamu maupun sel bakteri 8,23,24

Mikroorganisme Plak23
Plak adalah massa koloni bakteri yang padat dan belum terkalsifikasi yang
menempel pada permukaan gigi dan gusi.Ada beberapa macam plak bakteri, tetapi
yang berhubungan dengan penyakit perodontal dapat dibagi menjadi 2 tipe utama,
yaitu :
a. Plak yang terdiri dari mikroorganisme yang padat dan menumpuk, berkolonisasi,
bertumbuh, dan melekat ke permukaan gigi. Tipe plak ini dapat berupa
supragingiva dan subgingiva.
b.Tipe yang kedua adalah plak subgingiva yang menempel secara longgar atau bebas
di antara jaringan lunak dan permukaan gigi. Plak bakteri ini tidak dapat
dibersihkan dengan semprotan air, tetapi dapat dihilangkan dengan pembersihan
secara mekanis antara lain dengan menyikat gigi. Plak subgingiva sebagian besar
terdiri dari bakteri anaerob.
Mikroorganisme yang ditemukan pada plak bervariasi pada setiap orang,
serta menurut umur plak itu sendiri. Plak muda ( 1-2 hari ) sebagian besar terdiri dari
bakteri gram-positif dan bakteri gram-negatif yang berbentuk kokus dan batang.
Organisme ini biasa biasanya tumbuh pada pelikel mukopolisakarida amorf dengan
tebal kurang dari 1 mikron. Pelikel ini melekat pada email, sementum, atau dentin.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 16


Setelah 2-4 hari, terjadi perubahan jumlah dan tipe mikroorganisme dalam
plak. Selain bakteri gram-negatif kokus dan gram-negatif batang bertambah banyak,
jenis bacilli fusiformis dan filament semakin jelas.
.
Histopatologi
Histopatologi dengan mikroskop cahaya, gambaran histologis perkembangan
penyakit periodontal yang berkaitan dengan plak dibagi dalam 4 tahap, yaitu:23

1. Lesi Awal (2-4 hari setelah akumulasi plak)


Terdapat sedikit akumulasi neutrofil PMN dan sel mononuklear di bawah
epitel jungsional. Pengurangan kolagen perivaskular terjadi di daerah ini,
demikian juga pengurangan serabut kolagen yang mendukung bagian koronal
epitel jungsional. Cairan gingiva dapat ditemukan secara klinis di sulkus
gingiva. Tahap ini mengenai tidak lebih 5-10% jaringan ikat gingiva. Terjadi
vaskulitis klasik pada pembuluh darah yang berada di bawah epitel
jungsional.8,23,24
2. Lesi Dini (4-7 hari setelah akumulasi plak). Pada lesi awal sudah terlihat
tanda-tanda klinis inflamasi seperti kemerahan, pembengkakan, dan
perdarahan saat probing.
Tanda-tanda utamanya adalah pembentukan dan infiltrasi sel limfoid yang
padat di jaringan ikat gingiva. Sejumlah sel limfosit berukuran kecil dan
sedang berakumulasi tepat di bawah epitel jungsional. Sel-sel ini merupakan
sel radang yang paling dominan. Epitel jungsional dan epitel sulkular mulai
membentuk retepegs (ridge). Sejumlah fibroblas yang rusak dapat ditemukan
di sekitar sel-sel limfoid. Kolagen yang terdapat dalam jaringan ikat gingiva
berkurang sekitar 70% di daerah inflamasi, sehingga terjadi perdarahan
spontan.8,23,24

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 17


VI.7.3. Faktor Predisposisi Gingivitis
1. Faktor lokal yaitu : 24
a. Restorasi yang keliru
b.Kavitas karies
c. Tumpukan sisa makanan
d.Alat orthodonti
e. Susunan gigi geligi yang tidak teratur
f. Kebiasaan bernapas melalui mulut
g.Erupsi gigi permanen

2. Faktor sistemik yaitu :24


a. Faktor genetik.
b.Defisiensi nutrisi sehingga berpengaruh terhadap keadaan gingiva dan daya
tahannya terhadap iritasi plak.
c. Faktor hormonal yaitu perubahan hormon seksual yang berlangsung semasa
pubertas, keadaan ini dapat menimbulkan perubahan jaringan gingiva dan
respon terhadap inflamasi yang disebabkan oleh bakteri.
d.Diabetes mellitus, anak-anak yang menderita diabetea mellitus umumnya
terserang gingivitis yang lebih parah daripada anak-anak yang sehat dengan
skor plak yang sama (Bernick, dkk, 1975). Pada penderita diabetes terdapat
perubahan vaskular yaitu terjadi perubahan respon terhadap antigen bakteri.
Kemotaksis dari PMN dan fagositosis terhambat.

3. Faktor-faktor hematologi (penyakit darah) seperti anemia, leukimia, serta


leukopenia.
4. AIDS
5. Kalkulus

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 18


II.7.4.Gambaran Klinis Gingiva Sehat23
Gingiva normal bewarna merah muda tetapi bervariasi untuk tiap-tiap orang
Adanya pertambahan ukuran gingiva merupakan tanda adanya penyakit
periodontal
Pada keadaan sehat, konsistensi gingiva kenyal, resilien, dan melekat erat
pada tulang di bawahnya.
Pada anak secara normal terlihat adanya stippling di gingiva cekat,
hilangnya stippling merupakan tanda adanya penyakit periodontal
Gingiva sehat tidak akan berdarah pada saat probe periodontal dimasukkan
ke dalam sulkus dengan hati-hati.

Gambaran Klinis Gingivitis8


Perubahan Warna Akut : merah cerah
Kronik :merah keunguan
Perdarahan saat probing
Perubahan konsistensi gingiva
Perubahan tekstur gingiva
Perubahan posisi gingiva
Perubahan kontur gingiva
Swelling atau edema pada gingiva
Adanya exudate dari sulkus gingiva

II.7.5. Indeks Gingivitis


Indeks kondisi gingiva ditentukan berdasarkan perubahan warna, perubahan
kontur, perdarahan segera saat probing, waktu perdarahan, pengukuran eksudat
cairan gingiva, jumlah sel darah putih pada cairan gingiva dan histologi gingiva.

Modifikasi Indeks Gingiva (GI) (Loe dan Sillness, 1963)26


Derajat keparahan gingivitis ini dinyatakan dengan skor 0 sampai 3 :
Skor 0 = Gingiva normal

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 19


Skor 1= Inflamasi ringan, ditandai sedikit perubahan warna, sedikit edema. Tidak
ada waktu perdarahan waktu probing.
Skor 2= Inflamasi sedang, ditandai kemerahan, oedema, dan mengkilat. Terlihat
adanya perdarahan pada saat probing.
Skor 3=Inflamasi parah, ditandai kemerahan yang nyata dan oedema, ulserasi.
Kecenderungan perdarahan spontan.

Bukal/Labial Palatal/Lingual

Untuk meningkatkan sensitivitas dari sistem skoring tersebut di atas, maka dibuat
modifikasi dengan membagi bagian gingiva menjadi segmen-segmen yang lebih
kecil, sebagai berikut :
Tiga permukaan di bukal/labial dan tiga permukaan di palatal/lingual diperiksa
dan diberi skor secara terpisah.16 Indeks ini terutama sangat sensitif pada tahap
gingivitis dini. Indeks gingiva umumnya reversibel karena nilainya dapat menjadi
nol dengan redanya penyakit. Elemen gigi yang diperiksa yaitu gigi 11,12, 14, 16, 21,
22, 24, 26, 31, 32, 34, 36, 41, 42, 44, dan 46. Skor minimum 0 dan skor maksimum
adalah 216.26

II.7.6 Epidemiologi
Prevalensi Gingivitis
Gigi geligi susu
Gingiva di sekitar gigi-geligi susu kelihatannya sangat resisten terhadap
inflamasi karena plak. Walaupun gigi tidak disikat selama 3 minggu tetap terlihat
adanya perbedaan yang signifikan pada respons jaringan dibandingkan dengan yang
terjadi pada individu dewasa. Keadaan ini mungkin berhutngan dengan flora yang
berbeda atau respon imunologi yog dlum berkembang pada anak usia muda.24
Periode transisional

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 20


Periode ini berlangsung sejak gigi-geligi campuran yaitu usia 5 atau 6 tahun
sampai masa pubertas. Ditandai dengan ketidakteraturan susunan gigi geligi dan
perubahan hormonal. Gingivitis kronis ditemukan pada 80% anak-anak di bawah
usia 12 tahun dan ditemukan pada hampir 100% remaja. Sebelum usia 14 tahun
keparahan inflamasi untuk anak perempuan lebih besar daripada anak laki-laki, skor
gingivitis anak perempuan mencapai puncaknya pada usia 12 tahun, sedangkan skor
gingivitis pada anak laki-laki mencapai puncaknya pada usia 14 tahun.24 Data
National Health Survey (NHS) menyatakan bahwa secara umum prevalensi dan
keparahan gingivitis meningkat seiring bertambahnya usia.27

II.8. Kerangka Teori

Fase tumbuh
kembang anak

Pengetahuan Anak

Jumlah anak, sosial


ekonomi, jumlah Kebiasaan
anak, pemanfaatan Peranan Ibu Anak Menyikat
fasilitas dan Gigi Malam
pendidikan Sebelum Tidur
kesehatan gigi dan
mulut
Umur

Plak
Keterampilan
Faktor menyikat gigi
Predisposisi

Gingivitis

Gambar 1. Kerangka Teori

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 21

Anda mungkin juga menyukai