Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE KOMPLIKASI HIPERNATREMIA


DI RUANG HEMODIALISA RSSA MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Individu Profesi Ners Departemen Medikal

Oleh :

YOLENTA NANDYS ANDAN SUSILO

150070300011046

Kelompok 09

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017
GAGAL GINJAL KRONIS

1. DEFINISI
- Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan
ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang
beredardalamdarahsertakomplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi
ginjal). (Nursalam, 2006)
- Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddart,
2002)
- Gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus-menerus.
Gagal ginjal kronis dapat timbul dari hampir semua penyakit. Selain itu pada individu
yang rentan, nefropati analgesic, destruksi papilla ginjal yang terkait dengan
pamakaian harian obat-obatan analgesic selama bertahun-tahun dapat
menyebabkan gagal ginjal kronis. Apa pun sebabnya, terjadi perburukan fungsi ginjal
secara progresif yang ditandai dengan penurunan GFR yang progresif. (Corwin,
2009)
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen dalam darah), dan
dapat terjadi pada individu yang rentan, nefropati analgesic, destruksi papilla ginjal yang
terkait dengan pamakaian harian obat-obatan analgesik selama bertahun-tahun.

2. KLASIFIKASI
- Berdasarkan sebabnya
Menurut Suharyanto dan Madjid (2009), gagal ginjal kronis dapat diklasifikasikan
berdasarkan sebabnya, yaitu sebagai berikut:
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi dan peradangan Pielonefritis kronik, Glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertesif Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan penyambung Lupus eritematosus sistemik, Poliartritis
nodusa, Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan Penyakit ginjal polikistik, Asidosis tubulus
heredite ginjal
Penyakit metabolik Diabetes Melitus, Gout Disease,
Hipertiroidisme
Nefropati toksi Penyalahgunaan analgesic, Nefropati
timbale
Nefropati obstruksi Saluran kemih bagian atas: kalkuli,
neoplasma, fibrosis retroperineal. Saluran
kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali leher kandung
kemih dan uretra.

- Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi tiga stadium
(Suharyanto dan Madjid, 2009), yaitu:
1. Stadium I dinamakan penurunan cadangan ginjal --- Selama stadium ini
kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita asimptomatik.
Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih
dan tes GFR yang teliti.
2. Stadium II dinamakan insufisiensi ginjal --- Pada stadium ini dimana lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. GFR besarnya 25 % dari
normal. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal. Gejala-
gejala nokturia atau seting berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria
(akibat dari kegagalan pemekatan) mulai timbul.
3. Stadium III dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia --- Sekitar 90
% dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000
nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal.
Kreatinin serum dan BUN akan meningkat dengan mencolok. Gejala-gejala
yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis
cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu oliguri karena kegagalan glomerulus,
sindrom uremik.
- Berdasarkan tahapan penyakit dari waktu ke waktu, dapat diklasifikasikan sebagai
berikut: The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) (dalam Desita, 2010)
1. Stadium 1 : kerusakan masih normal (GFR > 90 ml/min/1,73 m2)
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal
dapatdideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit
ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan
CKD dan mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Stadium 2 : ringan (GFR 60-89 ml/min/1,73 m2)
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi
ginjal kitamulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD
kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah
kesehatan lain.
3. Stadium 3 : sedang (GFR 30-59 ml/min/1,73 m2)
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium
ini, anemiadan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya
bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
4. Stadium 4 : gagal berat (GFR 15-29 ml/min/1,73 m2)
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi
CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk
kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila
kita memilih hemodialisis, kita akanmembutuhkan tindakan untuk
memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalamlengan agar siap
menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea,sebuah
kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta
anggotakeluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
5. Stadium 5 : gagal ginjal terminal (GFR <15 ml/min/1,73 m2)
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup
untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau
pencangkokan ginjal.
GFR normal adalah 90 120 mL/min/1.73 m2.Pada gagal ginjal kronis tahap 1
dan 2 tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan ginjal termasuk komposisi darah
yang abnormal atau urin yang abnormal (Arora, 2009 dalam Desita, 2010).

3. ETIOLOGI
Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsic difus dan
menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir dengan
gagal ginjal kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, missal nefropati obstruktif dapat
menyebabkan kelainan ginjal intrinsic dan berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis hipertensi essensial dan pielonefritis merupakan penyebab paling
sering dari gagal ginjal kronik kira-kira 60%. Gagal ginjal kronik yang berhubungan
dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15 20 %.
Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus,
seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Laki-laki lebih sering dari wanita, umur 20
40 tahun. Sebagian besar pasien relatif muda dan merupakan calon utama untuk
transplantasi ginjal.
Glomerulonefritis mungkin berhubungan dengan penyakit-penyakit system
(Glomerulonefritis sekunder) seperti Lupus Eritomatosus Sitemik, Poliarthritis Nodosa,
Granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (Glomerulopati) yang berhubungan
dengan diabetes melitus (Glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir
dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amiloidosis
sering dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun sperti tuberkolosis,
lepra, osteomielitis, dan arthritis rheumatoid, dan myeloma.
Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nefrosklerosis) merupakan salah satu penyebab
gagal ginjal kronik. Insiden hipertensi essensial berat yang berekhir dengan gagal ginjal
kronik kurang dari 10 %.
Kira-kira 10 -15% pasien-pasien dengan gagal ginjal kronik disebabkan penyakit
ginjal congenital seperti Sindrom Alport, penyakit Fabbry, Sindrom Nefrotik Kongenital,
penyakit ginjal polikistik, dan amiloidosis. Pada orang dewasa, gagal ginjal kronik yang
berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan ginjal (Pielonefritis) tipe uncomplicated
jarang dijumpai, kecuali tuberculosis, abses multiple, nekrosis papilla renalis yang tidak
mendapatkan pengobatan adekuat. Seperti diketahui,nefritis interstisial menunjukkan
kelainan histopatologi berupa fibrosis dan reaksi inflamasi atau radang dari jaringan
interstisial dengan etiologi yang banyak. Kadang dijumpai juga kelainan-kelainan
mengenai glomerulus dan pembuluh darah, vaskuler. Nefropati asam urat menempati
urutan pertama dari etiolgi nefrotis interstisial.
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran
histopatologi ertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber
terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.
Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit
sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma
multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan
secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan
darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis
(Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005)
diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang
menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang
menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai
kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya
(Waspadji, 1996).
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer,
2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar,
1998).
d. Ginjalpolikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang
paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit
ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian
besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat
ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal
lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono,
1998).

Etiologi gagal ginjal kronis


a. Diabetus mellitus
b. Glumerulonefritiskronis
c. Pielonefritis
d. Hipertensi tak terkontrol
hipertensi yang memperburuk GGK biasanya adalah hipertensi berat, maligna atau
penurunan tekanan darah berlebihan sehingga aliran darah ginjal berkurang
e. Obstruksi saluran kemih
Obstruksi traktus urinarius dapat terjadi pada daerah intra renal sampai
uretra.Obstruksi ini bila ditemukan harus sedapat mungkin diperbaiki dengan
segera.
f. Penyakit ginjal polikistik
g. Gangguan vaskuler
h. Infeksi traktus urinarius
Infeksi traktus urinarius secara sendiri jarang memperburuk GGK, kecuali infeksi
yang sangat berat. Biasanya infeksi memperburuk faal ginjal bila disertai dengan
obstruksi, sehingga perbaikannya pun harus terpadu.
i. Lesi herediter, seperti penyakit ginjal polikistik
j. Medikasi
k. Agentoksik

Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan
riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga
(National Kidney Foundation, 2009).

4. PATOFISIOLOGI
Terlampir

5. MANIFESTASI KLINIS
a. Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya hipertensi (akibat retensi cairan
dan natrium dari aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,
tangan, sacrum), edema periorbital, friction rub pericardial, serta pembesaran vena
leher, frekuensi jantung yang tidak regular akibat hiperkalemia.
b. Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit abu-abu mengkilat,kulit kering
dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta rambut tipis dan kasar
c. Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekeis, sputum kental dan liat, napas
dangkal seta pernapasan kussmaul
d. Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau ammonia, ulserasi dan
perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, serta
perdarahan dari saluran GI
e. Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapakkaki, serta
perubahan perilaku
f. Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur
tulang yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kalsium-fosfor, serta foot drop.
g. Reproduksi yaitu ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler
(Smeltzer, 2001; Suyono, 2001)

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan Urine

Volume Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada(anuri
a)

Warna Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh


pus bakteri, partikel koloid, fosfat atau urat.

Berat jenis Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan


kerusakan ginjal berat)

Osmolalitas Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan tubular.

Klirens Kreatini Mungkin agak menurun, stadium satu( CCT 4070ml/menit),


n stadium kedua (CCT 20-40ml/menit) dan stadium ketiga
(CCT 5 ml/menit)

Natrium Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak


mampumereabsorpsi natrium.

Protein Derajat tinggi proteinuria (3 4 + ) secara kuatmenunjukkan


kerusakan glomerulus bila SDM danfragmen juga ada.

Pemeriksaan Darah

BUN/Kreatinin Meningkat, biasanya kadar kreatinin 10 mg/dl.

Hitung darah adanya anemia Hb : kurang dari 7 8 g /dl.


lengkap

SDM Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetinseperti


pada azotemia.

Pemeriksaan GDA

pH Asidosis (kurang dari 7,2) karenakehilangan kemampuan


ginjal untuk mengekskresihidrogen dan amonia atau hasil
akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCo2
menurun, natrium serum mungkinrendah.

Kalium Peningkatan, normal (3,5- 5,5 g/dL) sehubungandengan


asidosis atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM).

Magnesium/fosfat Meningkat

Kalsium Menurun

Protein(khususny Kadar semua menurun dapat menunjukkan kehilangan


aalbumin 3,5- protein melalui urine,
5,0g/dL) penurunan sintesis karena asam aminoesensial.

Osmolalitasserum Lebih besar dari 285 mos m/kg. Sering sama denganUrine

1) Laboratorium
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK,
menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.
a. Analisa urin dan kultur
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton,
SDP, TKK/CCT
- Pemeriksaan urine 24 jam, memperlihatkan penurunan pembersihan
kreatinin
- Rasio protein atau albumin terhadap kreatinin dalam contoh urin pertama
pada pagi hari atau sewaktu
b. Ureum, kreatinin serum, CCT (fungsi ginjal)
- BUN (Blood ureum nitrogen) dan kreatinin, pada umumnya menunjukkan
peningkatan, kalium meningkat, magnesium meningkat, kalsium menurun,
protein menurun
c. Hemopoesis: Hb, Ht, faktor pembekuan
- Hematokrit dan hemoglobin turun
d. Elektrolit, AGD
Menurut Grabes, Mark A. 2006
a. BUN dan kreatinin, pada umumnya menunjukkan peningkatan
b. Pemeriksaan urine 24 jam, memperlihatkan penurunan pembersihan kreatinin
c. Biasanya terdapat asidosis dan anemia normokromiknormositik, sedangkan
hiperkalemia dan hiponatremia sering timbul.
Menurut (Mary, Baradero., 2009)
a. Radiografi atau ultrasound akan memperlihatkan ginjal yang kecil dan atrofi
b. Nilai BUN serum, kreatinin, dan GFR tidak normal
c. Hematokrit dan hemoglobin turun
d. pH plasma rendah
e. peningkatan kecepatan pernapasan mengisyaratkan kompensasi pernapasan
akibat asidosis metabolik
2) Penunjang
a. USG, Pemeriksaan pencitraan ginjal
Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu
atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut
b. Pielografi Intra Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai
sistem pelviokalises dan ureter
c. Pemeriksaan Prelografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan
abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
e. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
f. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload),
efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
g. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik
h. Arteriogramginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
Penjelasan Pemeriksaan Lab
1. Kreatinin (serum dan urine)
Definisi
Kreatinin adalah produksi katabolisme otot yang berasal dari pemecahan
kreatin otot dan kreatin fosfat. Jumlah produksi kreatinin sesuai dengan massa otot.
Ginjal mengeluarkan kreatinin. Jika 50 % atau lebih nefron rusak, kadar kreatinin
meningkat. Kreatinin serum secara khusus berguna dalam mengevaluasi fungsi
glomerulus.
Kreatinin serum dinilai lebih sensitif dan merupakan indikator penyakit ginjal
yang lebih spesifik daripada BUN. Serum ini kemudian meningkat dan tidak
dipengaruhi oleh diet atau masukan cairan. Rasio normal BUN/kreatinin adalah 10:1.
Nilai rasio yang lebih tinggi dari normal menunjukkan adanya gangguan pre-renal.
Nilai rujukan
DewasaSerum: 0,5-1,5 mg/dL; 45-13,25 mol/L (unit SI). Pada wanita kadarnya
sedikit lebih rendah akibat massa otot yang kurang
Urine: 1-2 g/24 jam
Anak Bayi baru lahir: 0,8-1,4 mg/dL; Bayi: 0,7-1,7 mg/dL; 2-6 tahun: 0,3-0,6
mg/dL, 27-54 mol/L (unit SI); Anak yang lebih besar: 0,4-1,2 mg/dL, 36-
106 mol/L (unit SI; nilai sedikit meningkat sesuai umur karena otot-otot
yang kuat)
Lansia mempunyai kadar yang lebih rendah karena berkurangnya kekuatan otot-
otot dan menurunnya produksi kreatinin
Nilai kritis
Meningkat pada: gagal ginjal, chronic nephritis, urinary tract obstruction, muscle
disease (seperti gigantisme, acromegaly, myasthenia gravis), CHF, shock.
Menurun pada: orang tua, orang-orang dengan ukuran tubuh kecil massa otot yang
menurun, muscle atrophy atau inadequat dietary protein.
Implikasi keperawatan
Pre-test:
Jelaskan pada penderita tujuan pemeriksaan
dan banyaknya sampel darah yang diperlukan
Puasa 8 jam sebelumnya
Instruksikan kepada penderita agar
menghindari latihan berat 8 jam sebelum pemeriksaan
Instruksikan penderita agar tidak makan daging
merah 24 jam sebelum pemeriksaan
Post-test:
Tekan di tempat bekas pengambilan darah
Beri label spesimen dan kirim ke laboratorium
Laporkan temuan abnormal kepada dokter
2. Blood Urea Nitrogen (BUN) serum
Definisi
Urea adalah produksi akhir dari metabolisme protein. Peningkatan nilai BUN
dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan pre-renal, atau gagal ginjal, atau
perdarahan gastrointestinal, atau keduanya. Dehidrasi akibat muntah, diare,
pemasukan cairan yang tidak adekuat, atau ketiganya, merupakan penyebab
umum dari peningkatan BUN (lebih dari 35 mg/dL).
Pada dehidrasi, kadar kreatinin serum kemungkinan besar akan normal atau
normal tinggi. Bila klien dehidrasi, BUN normal kembali; bila tidak, maka harus
dicurigai adanya kegagalan pre-renal atau gagal ginjal. Darah yang berasal dari
perdarahan gastrointeatinal merupakan sumber protein dan dapat menyebabkan
BUN meningkat. Rasio nitrogen urea/kreatinin boleh jadi dipengaruhi oleh fungsi
hepar, asupan protein, dan massa otot. Penurunan rasio dapat terjadi karena
nekrosis tubulus ginjal akut. Rasio itu dapat meningkat karena penurunan perfusi
ginjal, uropati obstruktif, dan asupan protein yang tinggi.
Nilai rujukan
Dewasa 5-25 mg/dL
Anak Bayi: 5-15 mg/dL; Anak: 5-20 mg/dL
Lansia bisa lebih tinggi sedikit dari dewasa
Rasio nitrogen urea/kreatinin: 12 : 1-20 : 1
Nilai kritis
Peningkatan kadar :
Dapat menunjukkan kidney injury atau penyakit ginjal
Dapat disebabkan obat-obat tertentu: allopurinol (Alloprin), aminoglycosides
(Garamycin), furosemide (Lasix), indomethacin (Indocin), methotrexate
(MTX), aspirin, amphotericin B, carbamazepine (Tegretol), vancomycin
(Vancocin), propanolol (Inderal), rifampin (Rifadin), spironolactone
(Aldactone), tetracyclines, thiazide diuretics, dan triamterene (Dyrenium)
Dapat juga disebabkan oleh diet tinggi protein, Addisons disease, kerusakan
jaringan berat, atau perdarahan gastrointestinal tract.
Dapat menunjukkan adanya gangguan ginjal yang disebabkan oleh diabetes
Rasio BUN-creatinine yang tinggi terjadi pada ARF
Penurunan kadar :
Dapat disebabkan oleh diet rendah protein, malnutrisi, atau kerusakan hepar
berat
Overhidrasi
Kehamilan trimester 3
Rasio BUN-creatinine yang rendah berkaitan dengan diet protein rendah,
rhabdomyolisis, sirosis, atau syndrome of inappropiate antidiuretic hormone
secretion (SIADH)
Implikasi keperawatan
Pre-test:
o Jelaskan pada penderita tujuan pemeriksaan dan banyaknya
sampel darah yang akan diambil
o Tidak diperlukan puasa sebelumnya
o Instruksikan penderita agar menghindari diet tinggi merah
sebelum pemeriksaan
Post-test:
o Tekan di tempat bekas pengambilan darah
o Beri label spesimen dan kirim ke laboratorium segera
o Laporkan temuan abnormal kepada dokter
3. Klirens kreatinin (urine)
Definisi
Klirens kreatinin dianggap suatu pemeriksaan yang dapat dipercaya untuk
memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG). Pada disfungsi ginjal klirens kreatinin
menurun.
Pemeriksaan klirens kreatinin terdiri dari pengumpulan urin 12 atau 24 jam
dan pengambilan bahan darah. Klirens kreatinin < 40 mL/min menunjukkan adanya
gangguan ginjal sedang sampai berat.
Nilai rujukan
Dewasa 85-135 mL/min. Pada wanita mungkin mempunyai nilai lebih rendah
Anak sama seperti dewasa
Lansia sedikit lebih rendah dibandingkan nilai dewasa karena penurunan LFG
yang disebabkan kurangnya aliran plasma ginjal
Nilai kritis
Peningkatan kadar: hipotiroidisme, hipertensi (renovaskular), latihan, kehamilan
Penurunan kadar: kerusakan ginjal ringan sampai berat, hipotiroidisme, distrofi otot
preogresif, sklerosis lateral amiotrofik (SLA)
Implikasi keperawatan
Pre-test:
o Jelaskan prosedur pengumpulan urin 24 jam kepada penderita
o Tekankan pentingnya menyimpan semua urin dalam waktu 24 jam.
Instruksikan kepada penderita untuk menghindarikan kontaminasi air dan feses
pada urin
o Jelaskan bahwa sampel darah juga diperlukan
o Instruksikan penderita untuk menghindari latihan berlebihan 8 jam
sebelum pemeriksaan
4. Asam urat (serum dan urin)
Definisi
Asam urat adalah zat-zat yang dihasilkan oleh metabolisme purin.
Peningkatan asam urat (hiperurisemia) dalam urin dan serum tergantung dari fungsi
ginjal, frekuensi metabolisme purin, dan masukan makanan yang mengandung
purin. Jumlah asam urat yang berlebihan dikeluarkan dalam urin. Asam urat dapat
membentuk kristal di dalam saluran kemih dan pada saat urin bersifat asam;
akibatnya fungsi ginjal yang efektif dan urin bersifat basa adalah penting pada
hiperurisemia. Masalah yang sering terjadi pada hiperurisemia yaitu Gout. Nilai dari
asam urat biasanya berubah dari hari ke hari, sehingga nilai-nilai asam urat
mungkin diulang dalam beberapa hari atau minggu.
Nilai rujukan
1. serum atau plasma
LK = 3,6-7,7 mg/dL (214-458 mol/L)
PR = 2,5-6,8 mg/dL (149-405 mol/L)
2. urin
250-750 mg/24 jam : untuk diet rata-rata
> 450 mg/24 jam : untuk diet rendah purin
> 1 g/24 jam : untuk diet tinggi purin
Nilai kritis
1. Serum
Peningkatan kadar: Gout, alkoholik, leukemia, kanker metastase, mieloma
multiple, eklampsia berat, hiperlipoproteinemia, diabetes melitus (berat),
gagal ginjal, glomerulonefritis, stress, GJK, keracunan timah hitam, latihan
yang berat, mal nutrisi, limfoma, anemia hemolitik, anemia megaloblastik,
infeksi mononukleusis, polisitemia vera
Penurunan kadar: penyakit wilsons, asidosis pada tubulus proksimal ginjal,
anemia asam folat, luka bakar, kehamilan
2. Urin
Peningkatan kadar: Gout, leukimia dengan diet tinggi purin, gangguan
neurologi, penyakit manik depresif, ulseratif kronis
Penurunan kadar: penyakit ginjal (glomerulonefritis [kronik], obstruksi
perkemihan, uremia), eklampsia, toksisitas timah hitam
Implikasi keperawatan
Pre-test:
o Jelaskan pada penderita tujuan pemeriksaan dan banyaknya
sampel darah yang akan diambil
o Puasa 8 jam sebelumnya
o Instruksikan penderita agar tidak makan diet tinggi purin 24
jam sebelum pemeriksaan
Post-test:
o Tekan di tempat bekas pengambilan darah
o Beri label spesimen dan kirim ke laboratorium segera
o Laporkan temuan abnormal kepada dokter
5. Glomerular filtration rate (GFR)
GFR merupakan parameter yang paling sensitif dalam menilai fungsi ginjal.
Merupakan gambaran dari kecepatan ginjal membersihkan darah. GFR ini diukur
dengan ukuran mililiter per menit, dimana ukuran normalnya adalah sekitar 90
mL/min.
Seseorang yang memiliki penyakit ginjal kronik, dapat memiliki stadium yang
berbeda. Klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju fltrasi glomerulus. Stadium
yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah.

Nilai GFR dan klasifikasi stadium penyakit ginjal kronik

Nilai ini dihitung dengan rumus Cockcroft-Gault atau MDRD


(modification of diet in renal disease) sebagai berikut :

Cockcroft-Gault :

(140-Umur) x Berat Badan

Klirens Kreatinin = ------------------------------- x (0,85, jika wanita)


(ml/menit)

72 x Kreatinin Serum
Pembagian klasifikasi adalah sebagai berikut : Pasien yang memiliki GFR
>90, tetapi memiliki fungsi ginjal yang normal, namun berada pada stadium dengan
risiko meningkat. Sedangkan GFR>90 namun terdapat kerusakan ginjal atau
proteinuria, fungsi ginjal memang masih normal, tapi penyakit ginjal kronik sudah
berada pada stadium 1. GFR dengan nilai 60-89, fungsi ginjal akan mengalami
penurunan ringan dan penyakit berada pada stadium 2. Sedangkan stadium 3, jika
GFR berada pada nilai 30-59 dan fungsi ginjal mengalami penurunan sedang.
Stadium 4, ginjal mengalami penurunan berat dengan nilai GFR 15-29. Dan pasien
dinyatakan gagal ginjal terminal jika GFR kurang dari 15.
6. Ultrasonografi (USG)
Definisi
USG adalah suatu prosedur diagnostik yang digunakan untuk melihat struktur
jaringan tubuh atau analisa bentuk gelombang dari Doppler. Pemeriksaan
ultrasound yang disebut tranduser diletakkan di atas permukaan kulit atau di atas
rongga tubuh untuk menghasilkan sebuah sorotan ultrasound di dalam jaringan.
Gelombang bunyi yang direfleksikan atau gema dari jaringan dapat
ditransformasikan oleh sebuah komputer ke dalam skan, grafik, atau bunyi yang
dapat didengar (Doppler).
Ultrasound dapat mendeteksi kelainan jaringan (massa, kista, edema, batu).
Ultrasound tak dapat digunakan untuk menentukan kelainan tulang atau organ-
organ yang berisi udara. Pemeriksaan ini relatif murah dan tidak menyebabkan
bahaya bagi klien.
Nilai rujukan
Pola gambaran organ atau analisa spektrum doppler normal
Nilai kritis
Akan memperlihatkan ginjal yang lebih kecil dan atrofik dibandingkan usia dan
besar tubuh penderita CRF
Implikasi keperawatan
Pre-test:
Jelaskan prosedur pemeriksaan kepada klien
Jelaskan pada klien bahwa prosedur ini tidak sakit, tidak terkontaminasi
dengan radiasi, dan pemeriksaan ultrasound aman dan cepat
Anjurkan klien bertanya dan mengapresiasikan perasaannya. Bersikap jujur
pada klien dan keluarga
7. Angiografi
Definisi
Istilah angiografi (pemeriksaan terhadap pembuluh-pembuluh darah) dan
arteriografi (pemeriksaan terhadap arteri) digunakan tumpang tindih. Kateter
dimasukkan ke dalam arteri femoralis atau brakhialis dan zat kontras disuntikkan
untuk memudahkan penglihatan terhadap pembuluh darah. Angiografi berguna
untuk mengevaluasi pembuluh darah dan untuk mengidentifikasi vaskularisasi yang
abnormal karena adanya tumor. Pemeriksaan ini dilakukan bila CT (tomografi
komputer) atau skrining radionukleid memberi kesan adanya kelainan pembuluh
darah.
Pada ginjal: pemeriksaan ini memungkinkan penglihatan terhadap pembuluh
dan parenkim ginjal. Aortogram dapat dilakukan dengan angiografi ginjal untuk
mendeteksi kelainan pembuluh di aorta dan untuk memperlihatkan hubungan arteri
ginjal ke aorta. Sehingga hasilnya dapat digunakan untuk mengetahui penyebab
gagal ginjal.
Nilai rujukan
Struktur dan pembuluh darah normal
Nilai kritis
Pembuluh darah pada ginjal mengalami kelainan terutama pembuluh arteri ginjal ke
aorta.
Implikasi keperawatan
Pra-test
Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan angiografi
Kaji riwayat hipersensitivitas terhadap yodium, makanan laut, atau zat kontras
untuk prosedur sinar X (pielogram intravena [IVP])
Jelaskan bahwa bila kontras disuntikkan mungkin terasa hangat, rasa panas
yang hilang dalam waktu 1-2 menit. Pasien harus tenang sehingga gambar
jelas.
Jelaskan bahwa pemeriksaan tidak menyebabkan nyeri, tetapi mungkin
menyebabkan rasa tidak nyaman
Catat tanda-tanda vital
Intra-test
Monitor tanda-tanda vital
Kaji reaksi vasovagal (komplikasi umum; penurunan nadi, dan tekanan darah,
dingin, dan lembab). Beri cairan IV dan atropin per IV. Reaksi berakhir sekitar
15-20 menit
Pasca-test
Beri tekanan pada lokasi penyuntikkan selama 5-10 menit atau lebih sampai
perdarahan berhenti
Monitor tanda vital sesuai pesanan
Berikan tirah baring 12-24 jam atau sesuai pesanan. Aktivitas dibatasi selama
1 hari
Periksanadiperifer pada ekstremitas (mis; dorsalispedis, femoralis, radialis)
Berikompresdinginataukantung es pada edema dan nyeri di
lokasipenyuntikan
Monitor haluaranurin dan cairan IV
Observasiadanyareaksialergilambatterhadapkontras
Bersikapjujur pada klien dan keluarga

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Sylvia Price (2000) adalah sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Medis
- Obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah Metildopa (Aldomet),
propanolol dan klonidin. Obat diuretik yang dipakai adalah furosemid (lasix).
- Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa daninsulin
intravena yang memasukan K +ke dalam sel, ataudengan pemberian kalsium
glukonat 10% intravena denganhati-hati sementara EKG terus diawasi. Bila
kadar K + tidakdapat diturunkan dengan dialisis, maka dapat digunakan
resin penukar kation natrium polistiren sulfonat (Kayexalate).
- Pengobatan untuk anemia yaitu : rekombinasi eritropoetin (r-EPO) secara
meluas, untuk anemia uremik: dengan memperkecil kehilangan darah,
pemberian vitamin,androgen untuk wanita, depotestoteron untuk pria dan
transfusidarah.
- Asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian NaHCO3 parenteral.
- Dialisis peritoneal : merupakan alternatif dari hemodialisis pada penanganan
gagal ginjal akut dan kronik.
Pada orang dewasa, 2 L cairan dialisis steril dibiarkan mengalirke dalam
rongga peritoneal melalui kateter selama 10-20 menit.Biasanya keseimbangan
cairan dialisis dan membransemipermeabel peritoneal yang banyak
vaskularisasinya akantercapai setelah dibiarkan selama 30 menit.
- Transplantasi ginjal : prosedur standarnya adalah memutarginjal donor dan
menempatkannya pada fosa iliaka pasien sisikontralateral. Dengan demikian
ureter terletak di sebelahanterior dari pembuluh darah ginjal, dan lebih
mudahdianastomosis atau ditanamkan ke dalam kandung kemih resipien.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
- Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
- Penimbangan berat badan setiap hari
- Batasi masukan kalium sampai 40-60 mEq/hr
- Mengkaji daerah edema
- Melakukan perawatan kulit
- Lakukan perawatan oral hygien
- Lakukan pengukuran EKG, mengindikasi adanya hiperkalemiac.
c. Penatalaksanaan diit tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium, batasi diit
rendah protein sampai mendekati 1g / kgBB selama fase oliguri. Meminimalkan
pemecahan protein dan untuk mencegah penumpukan hasil akhir toksik. Batasi
makanan dan cairan yang mengandungkalium dan fosfor (pisang, buah dan jus-
jusan serta kopi).
TERAPI UMUM
1) Cairan dan Elektrolit
Pertama diberikan sampai dengan 3000ml IV,lalu diberikan sampai diuresis cukup
40-70ml/jam
Cairan dibatasi bila ada :
Edema Asupan garam di batasi bila edema terjadi
Hipertensi Hipertensi sedang maupun berat diatasi dengan obat hipertensi
standard.Contoh obat anti hipertensi yang dapat dipakai(antagonis kalsium
non-dihidropiridin,vasodilator langsung, Receptor AT1
blocker,Doxazosine,Beta-blocker,Penghambat EAC) hati-hati dengan bahaya
hiperkalemia)
Gagal jantung kongestif Terjadi penimbunan cairan dan natrium karena itu di
berikan pembatasan asupan natrium/ diberikan diuretik mis.(furosemid,bu-
metamid dan torsemid)
Natrium di batasi,namun cukup untuk menjaga volume cairan ekstraseluler
Rekomendasi diet Natrium
Pada GGK : Na 1000-3000mg
Pada Hemodialisis/dialisis peritoneal : Na 750-1000mg
Makanan kaya kalium harus dihindari. Hiperkalemia (tingginya kadar kalium
dalam darah) sangat berbahaya karena meningkatkan resiko terjadinya
gangguan irama jantung dan cardiac arrest. Jika kadar kalium terlalu tinggi, maka
diberikan natrium polisteren sulfonat untuk mengikat kalium, sehingga kalium dapat
dibuang bersama tinja.Hiperkalemi akut diberikan insulin dan dekstrose
IV,fludrokortison,albuterol nebulizer dan pada Hiperkalemi kronis dapat diberikan
natrium polystyrene sulfonate(Kayexalate)
Rekomendasi diet Kalium
Pada GGK : K 40-70mEq
Pada Hemodialisis/dialisis peritoneal : K sampai 70-80mEq
2) Medikamentosa
Terapi Simptomatik
Terapi ini hanya ditujukan untuk meminimalkan gejala ysng timbul pada
pasien tetapi tidak mengatasi kausa dari penyakit GGK.Terapi simptomatik yang
digunakan pada GGK cukup banyak tetapi berdasarkan pertimbangan bahwa pasien
telah mengal GGK stadium akhir maka penggunaan terapi simptomatik tidak
memberikan hasil berarti malah dapat memperburuk fungsi ginjal dari pasien
tersebut.Sehingga digunakan terapi simptomatik untuk memperbaiki keadaan
umum mempersiapkan pasien pada terapi pengganti ginjal.
a) Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik harus di koreksi karena meningkatkan serum
(hiperkalemia)
a. Suplemen alkali
Suplemen alkali efektif untuk mencegah dan terapi asidosismetabolik
Larutan Shhl
Kalsium karbonat 5gram per hari
b. Terapi alkali
Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus di berikan intravena , bila pH < 7.3.
Serum bikarbonat < 20mEq/L
b) Anemia normokrom normositer
Anemia ini berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi
hormone eritropoeitin ( ESF= erythropoietic stimulating factors) Anemia
normokom normositer ini refrakter terhadap obat hematinik
a. Rekombinant human erithropoietin (r-HuEPO) merupakan obat pilihan
utama R/Eprex 30-50 U per kgBB
b. Alternatif lain hormon androgen dan preparat cobalt
c) Hipertensi
Diberikan ACEI atau CCB (Calcium Channel Blocker).
Terapi pengganti ginjal
a) Dialisis
Terapi ini di tujukan untuk mengganti faal ginjal sebagai ekskresi.
Dialisis dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu hal dibawah ini :
Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
K serum > 6 mEq/L
Ureum darah > 200 mg/dL
pH darah < 7,1
Anuria berkepanjangan ( > 5 hari)
Fluid overloaded
b) Hemodialisis
Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam tabung
ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah.
Darah pasien di pompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi
oleh selaput semipermeabel buatan dengan kompartemen dialisat.
Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi
cairan dengan komposisi cairan elektrolit mirip serum normal dan tidak
mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang
terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut
berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah. Konsentrasi
zat terlarut sama di kedua kompartemen(difus) pada proses dialisis,air juga
akan berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat
dengan cara menaikan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen
cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi. Selama proses dialisis
pasien akan terpajang dengan cairan dialisat sebanyak 120-150 liter setiap
dialisis,dilakukan 2 kali seminggu dengan setiap hemodialisis dilakukan
selama 5 jam. Terdapat dua jenis cairan dialsis yang sering di gunakan yaitu
cairan bikarbonat dan asetat, selain itu ditambahkan pula Heparin untuk
mencegah terjadinya trombus.
c) Dialisis Peritoneal
Yakni menggunakan membran peritoneum yang bersifat
semipermeabel. Melalui membran tersebut darah difiltrasi. Dengan
menggunakan kateter peritoneum untuk di pasang pada abdomen masuk
dalam kavum peritoneum, sehingga ujung kateter terletak dalam kavum
douglasi. Setiap kali 2 liter cairan dialisis masuk kedalam peritoneum melalui
kateter tersebut. Membran peritoneum bertindak sebagai membran dialisis
yang memisahkan antara cairan dialisis dalam kavum peritoneum dengan
plasma darah dalam pembuluh darah di peritoneum. Sisa-sisa metabolisme
seperti ureum,kreatinin,kalium dan toksin lain yang dalam keadaan normal
dikeluarkan melalui ginjal, pada gangguan faal ginjal akan tertimbun dalam
plasma darah. Karena kadarnya yang tinggi akan mengalami difusi melalui
membran peritoneum dan akan masuk kedalam cairan dialisat dan dari sana
akan dikeluarkan dari tubuh. Setiap cairan dialisat yang sudah dikeluarkan
diganti dengan cairan dialisat baru.Tiap 1 liter cairan dialisat mengandung :
5.650 gram NaCL,0,294 gram CaCL2 ,0,153 gram MgCL2 ,4.880 gram Na
Laktat dan 15.000 gram glukosa. Heparin ditambahkan dalam cairan dialisis
untuk mencegah terbentuknya fibrin (trombus) diberikan 500-1000 U tiap 2 liter
cairan.
Dialisis peritoneal pada GGK terdiri dari: a) Intermitten peritoneal
dialysis (IPD), dilakukan 3-5 kali perminggu dan tiap dialisis selama 8-14
jam; b) Continous cyclik peritoneal dialysis (CCPD), dilakukan tiap hari pada
malam hari, penggantian cairan dialisis sebanyak 3-4 kali. Cairan terakhir
dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 12-14 jam. Pada waktu malam
cairan peritoneum dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 2 -3 jam; c)
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di lakukan 3-5 kali sehari, 7
hari perminggu dengan setiap kali cairan dialisis dalam kavum peritoneum lebih
dari 4 jam, pada siang hari 4-6 kali pada malam hari 8 kali.
d) Transplantasi Ginjal
Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pengganti pada GGK tahap
akhir, dengan transplantasi ginjal dapat mengatasi seluruh jenis penurunan
fungsi ginjal yakni faal ekskresi dan faal endokrin, sehingga tercapai tingkat
kesegaran jasmani yang lebih baik yang akan meningkatkan harapan
hidup.Keberhasilan trasplantasi ginjal dipengaruhi oleh faktor-fakto yang
berhubungan dengan; donor ginjal yakni donor hidup,donor jenazah;resipien
ginjal,etiologi gagal ginjal,faktor imunologi,golongan darah ABO serta kelas
kompleks histokompatibilitas mayor.

8. KOMPLIKASI
Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain
adalah :
1) Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2) Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6) Uremia akibat peningkatan kadar ureum dalam tubuh.
7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8) Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9) Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfate

9. ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa
No. Tujuan dan KH Intervensi
Keperawatan

1. Kelebihan Tujuan : NIC : Fluid


Setelah dilakukan tindakan
volume cairan Management
keperawatan selama x 24 jam,
b.d penurunan
volume cairan seimbang 1. Monitor TTV
haluaran urine,
2. Kaji intake dan output
kelebihan diet, KH :
NOC : Fluid Balance cairan
dan retensi
3. Monitor indikasi
natrium dan air Indikator 1 2 3 4 5
retensi/kelebihan
TTV cairan (crackles, CVP,
Edema edema, distensi vena
jugularis, ascites)
Suara
4. Monitor status
napas
hemodinamik (CVP,
tambahan
MAP, PAP, dan
Output
PCWP)
urine
5. Kaji lokasi dan luas
edema
6. Monitor hasil lab yang
sesuai dengan retensi
cairan (BUN, Ht,
osmolalitas urine)
7. Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai indikasi
2. Ketidakseimban Tujuan : NIC : Nutrition
Setelah dilakukan tindakan
gan nutrisi : Management
keperawatan selama x 24 jam,
kurang dari
nafsu makan klien meningkat 1. Kaji status nutrisi klien
kebutuhan
2. Monitor BB klien
tubuh b.d KH :
NOC : Nutritional status : nutrient 3. Kaji adanya alergi
pembatasan
intake makanan
diet dan
4. Monitor intake nutrisi
perubahan Indikator 1 2 3 4 5
klien
mukosa oral
BB 5. Berikan informasi
Intake tentang kebuthan
nutrisi nutrisi
6. Kolaborasi dengan ahli
Nafsu
gizi untuk menentukan
makan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan klien
3. Intoleransi Tujuan : NIC : Energy
Setelah dilakukan tindakan
aktivitas b.d management
keperawatan selama x 24 jam,
kondisi dan
toleransi aktivitas klien meningkat 1. Kaji faktor yang
regimen
menimbulkan
pengobatan KH :
NOC : Activity tolerance keletihan
2. Tingkatkan
Indikator 1 2 3 4 5
kemandirian dalam
Respiratory rate aktivitas perawatan diri
with activity yang dapat ditoleransi,
Systolic blood bantu jika keletihan
pressure with terjadi
activity 3. Anjurkan aktivitas
alternatif sambil
Diastolic blood
istirahat
pressure with
4. Anjurkan untuk
activity
istirahat setelah
Ease of dialisis
performing 5. Sediakan informasi
activities of Daily tentang indikasi tingkat
Living (ADL) keletihan

HIPERNATREMIA
1. DEFINISI
Hipernatremia adalah suatu keadaan dengan defisit cairan relatif, dalam artian
merupakan keadaan hipertonisitas, atau hiperosmolalitas. Hipernatremia umumnya tidak
disebabkan oleh kelebihan natrium, melainkan dengan defisit relatif gratis air dalam
tubuh. Air hilang dari tubuh dalam berbagai cara, termasuk keringat, kerugian insensible
dari bernapas, dan dalam tinja dan urin. Jika jumlah air yang tertelan secara konsisten
berada di bawah jumlah air yang hilang, tingkat natrium serum akan mulai meningkat,
yang mengarah ke hipernatremia. Jarang, hipernatremia dapat disebabkan oleh
konsumsi garam besar, seperti yang mungkin terjadi dari minum air laut.
Keadaan hipernatremia akan membuat cairan intraseluler keluar ke ekstraseluler
untuk menyeimbangkan osmolalitas cairan ekstrasel. Hal ini akan membuat terjadinya
pengkerutan sel, dan bila terjadi pada sel saraf sistem saraf pusat, maka akan
menimbulkan disfungsi kognitif, seperti lemah, bingung, sampai kejang. Pada
hipernatremia, tubuh mengandung terlalu sedikit air dibandingkan dengan jumlah
natrium. Konsentrasi natrium darah biasanya meningkat secara tidak normal jika
kehilangan cairan melampaui kehilangan natrium, yang biasanya terjadi jika minum
terlalu sedikit air. Konsentrasi natrium darah yang tinggi secara tidak langsung
menunjukkan bahwa seseorang tidak merasakan haus meskipun seharusnya dia haus,
atau dia haus tetapi tidak dapat memperoleh air yang cukup untuk minum.
Hipernatremia paling sering terjadi pada usia lanjut. Pada orang tua biasanya
rasa haus lebih lambat terbentuk dan tidak begitu kuat dibandingkan dengan anak muda.
Usia lanjut yang hanya mampu berbaring di tempat tidur saja atau yang mengalami
demensia (pilkun), mungkin tidak mampu untuk mendapatkan cukup air walaupun saraf-
saraf hausnya masih berfungsi. Selain itu, pada usia lanjut, kemampuan ginjal untuk
memekatkan air kemih mulai berkurang, sehingga tidak dapat menahan air dengan baik.
Orang tua yang minum diuretik, yang memaksa ginjal mengeluarkan lebih banyak air,
memiliki resiko untuk menderita hipernatremia, terutama jika cuaca panas atau jika
mereka sakit dan tidak minum cukup air.

Hipernatemia selalu merupakan keadaan yang serius, terutama pada orang tua.
Hampir separuh dari seluruh orang tua yang dirawat di rumah sakit karena hipernatremia
meninggal. Tingginya angka kematian ini mungkin karena penderita juga memiliki
penyakit berat yang memungkinkan memungkinkan terjadinya hipernatrermia.
Hipernatremia dapat juga terjadi akibat ginjal mengeluarkan terlalu banyak air,
seperti yang terjadi pada penyakit diabetes insipidus. Kelenjar hipofisa mengeluarkan
terlalu sedikit hormon antidiuretik (hormon antidiuretik menyebabkan ginjal menahan air)
atau ginjal tidak memberikan respon yang semestinya terhadap hormon. Penderita
diabetes insipidus jarang mengalami hiponatremia jika mereka memiliki rasa haus yang
normal dan minum cukup air.

Hipernatremia juga terjadi pada seseorang dengan:

fungsi ginjal yang abnormal


diare
muntah
Demam keringat berlebihan

2. ETIOLOGI
Etiologi dari hipernatremia adalah:
Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi air yang melebihi ekskresi natrium.
Seperti pada pengeluaran keringat, insesible water loss, diare osmotik akibat
pemberian laktulosa atau sorbitol
Asupan air yang kurang, pada pasien dengan gangguan pusat rasa haus di
hipotalamus akibat tumor dan gangguan vaskuler.
Penambahan natrium yang berlebihan, seperti pada koreksi asidosis dengan
bikarbonat, atau pemberian natrium yang berlebihan.
Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel, misalnya setelah latihan fisik berat.
Cidera kepala atau pembedahan saraf yang melibatkan kelenjar hipofisa
Gangguan dari elektrolit lainnya (hiperkalsemia dan hipokalemia). Penggunaan obat
(lithium, demeclocycline, diuretik).
Kehilangan cairan yang berlebihan (diare, muntah, demam, keringat berlebihan).
Penyakit sel sabit Diabetes insipidus.
Kehilangan melalui ginjal pada bayi premature
Kehilangan melalui usus karena masalah usus (obstruksi usus, sepsis, atau
prematuritas) atau munah berat
Obat-obatan seperti diuretik
Kehilangan cairan karena hemodialisa
Gagal adrenokortikal, jarang terjadi tetapi mungkin disebabkan oleh hyperplasia
adrenal, hypoplasia atau perdarahan adenal pada bayi sakit
Laktasi yang tidak adekuat
Peresapan cairan yang tidak benar
Pemberian natrium bikarbonat berlebihan
Susu formula bubuk yang tidak sesuai

3. MANIFESTASI KLINIK
Pada hipernatremia sedang terjadi kegelisahan dan kelemahan dan disorientasi,
delusi, dan halusinasi pada hipernatremia berat. Jika terjadi hipernatremia berat,
kerusakan otak permanen dapat terjadi (terutama pada anak-anak). Kerusakan otak
tampaknya diakibatkan oleh perdarahan subarak hanoid yang terjadi akibat kontraksi
otak. Gejala utama dari hipernatremia merupakan akibat dari kerusakan otak.
Hipernatremia yang berat dapat menyebabkan:
Penutrunan BB
Dehidrasi
Kebiingungan
Kejang otot
Kejang seluruh tubuh
Koma
Kematian

4. PENATALAKSANAAN
Hipernatremia diobati dengan pemberian cairan. Pada semua kasus terutama
kasus ringan, cairan diberikan secara intravena (melalui infus). Untuk membantu
mengetahui apakah pembelian cairan telah mencukupi, dilakukan pemeriksaan darah
setiap beberapa jam. Konsentrasi natrium darah diturunkan secara perlahan, karena
perbaikan yang terlalu cepat bisa menyebabkan kerusakan kerusakan otak yang
menetap. Pemeriksaan darah atau air kemih tambahan dilakukan untuk mengetahui
penyebab tingginya konsentrasi natrium. Jika penyebabnya telah ditemukan, bisa
diobati secara lebih spesifik. Misalnya untuk diabetes insipidus diberikan hormon
antidiuretik (vasopresin).
Penatalaksanaan Hipernatremia

Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan etiologi hipernatremia.


Sebagian besar penyebab hipernatremia adalah defisit cairan tanpa elektrolit.
Penatalaksanaan hipernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan
pemberian cairan isotonik sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air bisa
dikoreksi dengan Dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik. Hipernatremi dengan kelebihan
volume diatasi dengan diuresis. Kemudian diberikan Dekstrosa 5% untuk mengganti
defisit air. Tabel 2. Estimasi efek pemberian cairan infus untuk menurunkan kadar
natrium plasma
Untuk menghitung perubahan kadar Na serum, dapat ditentukan dengan mengetahui
kadar Na infus yang digunakan, dengan menggunakan rumus yang sama pada
koreksi hiponatremia. Perbedaannya hanya terletak pada cairan infus yang
digunakan. Dengan begitu, kita dapat melakukan estimasi jumlah cairan yang akan
digunakan dalam menurunkan kadar Na plasma.

5. PATOFISIOLOGI HUBUNGAN HIPERNATREMIA DENGAN CKD


Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai tempat
membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun
yang tidak diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap hari
berkisar antara 1-2 liter. Selain fungsi tersebut, ginjal berfungsi antara lain
mempertahankan kadar cairan tubuh dan elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-
darah merah. Begitu banyak fungsi ginjal sehingga bila ada kelainan yang mengganggu
ginjal, berbagai penyakit dapat ditimbulkan.
Hipernatremia dapat terjadi karena ginjal tidak mampu untuk menyerap air
dengan baik, hal ini disebabkan karena ginjal tidak mampu memproduksi Anti Deuretik
Hormon (ADH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior. Konsentrasi natrium
dalam darah yang tinggi secara tidak langsung mengakibatkan rasa haus tidak ada,
sehingga ginjal tidak mendapatkan asupan ciran yang cukup yang menyebabkan kadar
natrium dalam darah tetap tinggi. Jika hal ini terus berlanjut maka tubuh akan mengalami
deficit volume cairan yang dapat menyebabkan dehidrasi. Keadaan hipernatremi ini akan
membuat cairan intra sel (CIS) keluar ke cairan ekstra sel (CES), hal ini akan membuat
terjadinya pengkerutan sel, dan apabila terjadi pengkerutan pada sel saraf pusat akan
menimbulkan disfungsi kognitif seperti lemah, bingung, sampai kejang

6. NURSING PATHWAY

Infeksi, anomali congenital,


penyakit vaskuler, obstruksi
renal, penyakit kolgen, preparat
nefritoksik, penyakit endokrin

CKD

Produksi ADH
terganggu
Defisit cairan
Dehidrasi
tubuh

Eksresi
Kekurangan natrium
volume cairan

CIS keluar ke CES untuk


menyeimbangkan
osmolarits CES

Pengkerutan Sel saraf pusat


sel

Disfungsi kognitif

Resiko tinggi Kerusakan


HEMODIALISIS
cedera komunikasi
verbal
1. Definisi Hemodialisis
Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan
alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksisn uremik dan mengatur cairan, elektrolit
tubuh. Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser yang
terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam tubuh
pasien. Hemodialisis memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien, suatu mekanisme
untuk membawa darah pasien ked an dari dializen (tempat terjadi pertukaran cairan,
elektrolit, dan zat sisa tubuh), serta dialiser.
Ada 5 cara memperoleh akses ke sirkulasi darah pasien :
1) Fistula arteriovena
2) Graft arteriovena
3) Shunt (pirai) arteriovena eksternal
4) Kateterisasi vena femoralis
5) Kateterisasi vena subklavia
(Baradero, 2008)

2. Indikasi Hemodialisis
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik.
Hemodialisis segera adalah HD yang harus segera dilakukan.
Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
1) Kegawatan ginjal
a. Klinis : keadaan uremik berat, overhidrasi.
b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam).
c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam).
d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l).
e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l).
f. Uremia (BUN >150 mg/dL).
g. Ensefalopati uremikum.
h. Neuropati/miopati uremikum.
i. Perikarditis uremikum.
j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L).
k. Hipertermia
2) Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membrane dialisis.
Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup
penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis
dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit
tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah
satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007) :
a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis.
b. Gejala uremia meliputi : lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.

3. Cara Kerja Hemodialisis


Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen: 1) kompartemen darah, 2)
kompartemen cairan pencuci (dialisat), dan 3) ginjal buatan (dialiser). Darah dikeluarkan
dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu, kemudian masuk ke dalam
mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi proses dialisis, darah yang telah
bersih ini masuk ke pembuluh balik, selanjutnya beredar di dalam tubuh. Proses dialisis
(pemurnian) darah terjadi dalam dialiser (Daurgirdas et al., 2007).

Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu larutan
(kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan
larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membrane semipermeabel (dialiser).
Perpindahan solute melewati membran disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi
melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah perpindahan solute terjadi akibat
gerakan molekulnya secara acak, utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara
konveksi, artinya solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara
bebas bersama molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh
mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau
mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdas et al., 2007).
Pada mekanisme UF konveksi merupakan proses yang memerlukan gerakan cairan
disebabkan oleh gradient tekanan transmembran (Daurgirdas et al., 2007).
4. Komplikasi Hemodialisis
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung.
Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit
kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al.,
2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah
gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID.
Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia,
tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara,
neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).
b. Komplikasi kronis
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik. Komplikasi kronik
yang sering terjadi adalah sebagai berikut :
1. Penyakit jantung
2. Malnutrisi
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Renal ostedystrophy
6. Neuropaty
7. Disfungsi reproduksi
8. Komplikasi pada akses
9. Gangguan perdarahan
10. Infeksi
11. Amiloidosis
12. Acqured cystic kidney disease

DAFTAR PUSTAKA

Corwin EJ.2009. Buku saku Patofisiologi Edisi revisi 3. Jakarta :EGC


Muttaqin A. 2012. Asuhan Keperawatan gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Medika.
NIH. 2008. The National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse
(NKUDIC). the National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases
(NIDDK). (http://www.kidney.niddk.nih.gov).
Nursalam & Fransisca. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Purnomo, Basuki. B. 2011. Dasar Dasar Urologi. Edisi Ke Tiga. Jakarta :Sagung Seto
Rubenstein,David,dkk.2003.Lecture Notes:Kedokteran Klinis Edisi
Keenam.Surabaya:Penerbit Erlangga
Smeltzer SC,Bare BG. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Ed.8, Vol.2. Jakarta
:EGC
Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. 2001. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI.427-434.
Tierney LM, et al. 2003. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit
Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : EGC.
Davey, P. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.
Dugdale, D. C. 2011. Glomerulonephritis (Online)
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000484.htm (Diakses tanggal 19
September 2015).
Mayoclinic,. 2011. Glomerulonephritis (Online)
http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503(Diakses tanggal
(Diakses tanggal 19 September 2015).
National Kidney Foundation. 2013. Glomerulonephritis (Online)
http://www.kidney.org/atoz/content/glomerul.cfm (Diakses tanggal 19September
2015).
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta: EGC.
Soeparman, W. S. 1993. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai