Anda di halaman 1dari 27

Dosen : TRIANA S.

ST
Mata Kuliah : ASKEP ( KEHAMILAN I )

LAPORAN PEMERIKSAAN URINE DAN DARAH

DISUSUN OLEH :
LISA
NH. 0407048
BIDAN A

PROGRAM D III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2008

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan Kehadirat Allah S.W.T karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya lah sehingga Asuhan keperawatan keluarga
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Sukma Saini
yang telah sabar dalam membimbing kami sehingga kami dapat memperoleh
pengetahuan khususnya dalam pembuatan asuhan keperawatan keluarga.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat kami harapkan dari para pembaca.wassalam
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Sang Maha Pencipta
untuk dipelihara serta dididik agar menjadi anak yang berguna dikemudian hari.
Untuk itu, diperlukan makanan yang sehat guna membentuk tubuh yang kuat.
Sesuai dengan motto hidup sehat, di dalam tubuh yang sehat, juga terdapat jiwa
yang kuat.
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan
terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu
masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Dalam
Repelita VI, pemerintah dan masyarakat berupaya menurunkan prevalensi KEP
dari 40% menjadi 30%. Namun saat ini di Indonesia sedang dilanda krisis
ekonomi yang berdampak juga pada status gizi balita, dan diasumsi
kecenderungan kasus KEP berat/gizi buruk akan bertambah.
Akhir-akhir ini baik di televisi maupun media cetak terdengar berita
banyaknya anak penderita gizi buruk. Sekadar diketahui, pengertian gizi buruk
adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari, sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan
Gizi
Balita penderita gizi buruk disebut juga menderita Kurang Energi Protein
(KEP) berat. Anak yang menderita gizi buruk dapat diketahui dengan
Antropometri dan pemeriksaan klinis

B. Tujuan penulisan
1. Untuk memperoleh pengalaman dalam melaksanakan pengkajian keperawatan
keluarga khususnya keluarga dengan kasus Gizi Buruk
2. Merencanakan implementasi keperawatan pada klien anak dengan Gizi Buruk
BAB II
KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dalam waktu
yag cukup lama, yang ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U)
berada pada <-3 SD tabel baku WHO-NCHS atau tanda-tanda klinis gizi
buruk yaitu marasmus dan kwashiorkor.
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
Angka Kecukupan Gizi (AKG).
B. Klasifikasi
Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang BB
anak dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS dan Tabel BB/U Baku
Median WHO-NCHS.
Ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita
warna kuning.
Sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah
Garis Merah (BGM).
berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median WHO-
NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/Gizi buruk dan KEP
sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan Tabel
BB/U Baku Median WHO-NCHS (lampiran1)
C. Etiologi
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar
penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang
atau anak sering sakit / terkena infeksi
Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak factor antara lain :
1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan
yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang
kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun
ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini.
Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat.
Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan
timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan
penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi
berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan
penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi
2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang Makanan alamiah
terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak
mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah
dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI
yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga
mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan
mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di
rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang
tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
3. pola makan yang salah satu study positif Deviance mempelajari
mengapa dari sekian banyak bayi dan balita disuatu desa miskin hanya
sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka adalah semua
petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh
pada timbulnya gizi burk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih
sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI,
manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata
anaknya lebih sehat. Unsure pendidikan orang tua berpengaruh pada
kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya, sebagian anak yang gizi buruk
diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak
berpendidikan. Banyaknya permpuan yang meninggalkan desa untuk
mencari kerja di kota, bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat
menyebabkan anak menderita gizi buruk. Kebiasaan, mitos ataupun
kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam
pemberian makan akan sangat merugikan anak. Misalnya kebisaan
memberi minum bayi hanya dengan air putih, pemberian makanan padat
terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak
memberikan anak-anak daging, telur, santan dam lain-lain), hal ini
menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein
maupun kalori yang cukup.
Sering sakit (Frequent Infection)
Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara negara
terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana
kesadaran akan kebersihan / personal hygine yang masih kurang, serta
ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti
misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang
gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya
saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan
meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan
dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya
infeksi
D. Gejala/manifestasi klinik
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak
kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan
sebagai marasmus, kwarsiorkor atau marasmic-kwarsiorkor, Tanpa
mengukur/melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah
KEP berat/Gizi buruk tipe kwasiorkor.
a. Kwarsiorkor
Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum
pedis)
Wajah membulat dan sembab
Pandangan mata sayu
Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit, rontok
Perubahan status mental, apatis, dan rewel
Pembesaran hati
Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri
atau duduk
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
Sering disertai : penyakit infeksi, umumnya akut
Anemia

Diare.

b. Marasmus
Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
Wajah seperti orang tua
Cengeng, rewel
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
(baggy pant/pakai celana longgar)
Perut cekung
Iga gambang
Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
diare kronik atau konstipasi/susah buang air

c. Marasmik-kwarsiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwarsiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS

disertai edema yang tidak mencolok.


E. Factor-faktor yang mempengaruhi status gizi
1. Program pemberian makanan tambahan.
Merupakan program untuk menambah nutrisi pada balita yang mana
pemberian makanan tambahan ini biasanya diperoleh saat mengikuti
Posyandu. Adapun pemberian makanan tambahan tersebut berupa Makanan
Penganti ASI yang biasanya didapat dari puskesmas setempat.
2. Tingkat pendapatan keluarga
Di negara seperti Indonesia yang jumlah pendapatan penduduk sebagian besar
adalah golongan rendah dan menengah akan berdampak kepada pemenuhan
bahan makanan terutama makanan yang bergizi. Keterbatasan ekonomi yang
berarti ketidakmampuan daya beli keluarga yang berarti tidak mampu
membeli bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizi pada
balitan yang juga akan terganggu (Budianto,2001).
3. Pemeliharaan kesehatan
Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health
promotion behaviour). Misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga, dan
sebagainya termasuk juga perilaku pencegahan penyakit (health prevention
behaviour) yang merupakan respons untuk melakukan pencegahan penyakit.
4. Pola asuh keluarga.
Pola asuh adalah pola pendidikan yang diberikan orang tua pada anak-
anaknya. Setiap anak membutuhkan cinta, perhatian dan kasih sayang yang
akan berdampak terhadap perkembangan fisik, mental, dan emosionalnya.
Kasih sayang dari kedua orangtuanya ini merupakan fondasi kehidupan bagi
si anak dan menjadi modal utama rasa aman,terlebih ketika dia mengeksplor
dunianya, menurut spesialis anak dari Yayasan Orang tua Peduli dari
Purnamawati S Pujiarto SpA(K).
Berbagai keterampilan kehidupan dikembangkan pada anak sejak dini di
lingkungan keluarga dalam suasana kasih sayang. Keteladanan dalam suasana
hubungan yang harmonis serta komunikasi yang efektif antar anggota
keluarga merupakan hal yang fundamental bagi berkembangnya kepribadian
anak.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN KELUARGA

A. PENGKAJIAN
I. Data umum
1. Nama KK : Bapak Mappajeru
2. Alamat : Jln. Sultan Hasanuddin No.3, RT 3, RW 3, Kel. Cina,
Kec. Pammana, Kab. Wajo.
3. Pekerjaan : Petani
4. Pendidikan KK : SD (tamat)
5. Komposisi keluarga :

STATUS IMUNISASI
Hub.
N J B
Nama Kel Umur Pend Cam Ket
o K C
KK 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 pak
G
1 Mappajeru L Suami 35 SD - Lu
pa
2 Nurmina P Istri 35 SD - Lu
pa
3 Sri Wahyuni P Anak 19 SMA len
gka
p
4 Sri Wahyuli P Anak 15 SD len
gka
p
5 Sri Wahyulia P Anak 4 - len
Ningsi gka
p

Genogram

G1 50 48 49 47

37 34

G2 35 35 25

19 15 4
5
Keterangan :

: Laki laki meninggal

: Laki laki

: Perempuan

: Perempuan Meninggal

: Garis hubungan

: Garis keturunan

: Tinggal serumah

: Klien
6. Tipe Keluarga : Keluarga Inti
7. Kewarganegaraan/Suku bangsa : Indonesia/bugis
8. Agama : Islam
9. Status sosial ekonomi keluarga :
Penghasilan keluarga Rp.700.000 yang diperoleh dari hasil kerja Pak Mappajeru.
Saat sehat. istri hanya sebagai ibu rumah tangga. Menurut pengakuan keluarga
penghasilan yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.
10. Aktivitas rekreasi keluarga :
Kegiatan yang dilakukan klien bermain di sekitar rumah. Klien dan anggota
keluarga lainnya menonton televisi bersama pada malam hari. Sesekali keluarga
menyempatkan diri mengunjungi sanak keluarga yang tidak jauh dari rumahnya.
II. Riwayat tahap perkembangan keluarga
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini :
Keluarga dengan anak usia remaja dengan karakteristik :
Usia anak 13 tahun S/D 18-20 TAHUN
TUGAS KELUARGA :
- Menumbuhkan kebebasan bertanggung jawab anak remaja
- Mempertahankan keintiman dalam keluarga
- Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua
- Perubahan sistem peran dan peraturan dalam keluarga
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi :
Sampai saat ini tugas keluarga yang belum terpenuhi yaitu menumbuhkan
kebebasan bertanggung jawab anak remaja, karena ayah kliae kadang bersifat
otoriter dan mempertahankan keintiman pasangan karena keluarga harus merawat
klien yang mengalami gizi buruk.
3. Riwayat kesehatan keluarga inti :
Pak MP tidak mempunyai penyakit keturunan. Pada tahun 2004 dia pernah
menderira stroke (lama kejadian lupa). Pak MP telah berobat rutin ke Puskesmas
dan mencoba pengobatan tradisional. Pak MP sudah sembuh dari strokenya tapi
sampai sekarang paha kanannya masih sering terasa sakit. Bu MP saat ini dalam
keadaan sehat/. Anak pertama dan anak kedua juga dalam keadaan sehat, status
imunisasinya saat balita lengkap semua dengan memanfaatkan fasilitas
Puskesmas yang ada di kecamatannya ( jaraknya 5 km dari rumah ). Anak ketiga
(klien) yang mengalami gizi buruk juga mendapatkan imunisasi yang lengkap
pada saat balita dengan memanfaatkan fasilitas kesehatan posyandu yang ada di
sekitar rumah (jaraknya 500 m dari rumah).
4. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya :
Kedua orang tua dari Pak MP meninggal pada saat Pak MP masih duduk di
bangku SD karena penyakit degeneratif
III. Keadaan Lingkungan
1. Karakteristik rumah :
Luas rumah yang ditempati 60 m (panjang 10 m, lebar 5 m), terdiri dari ruang
tamu, 3 kamar tidur, ruang keluarga, ruang makan dan ruang dapur. Dan kamar
mandi/WC terletak di bawah rumah dengan memanfaatkan tanah kosong yang
ada di bawah rumah. Keadaan lantai rumah terbuat dari papan yang dialasi
plastik, sinar matahari amsuk dari sebelah barat dan timur melalui celah papan.
Penempatan perabot rumah letaknya teratur, rumah bersih dan jendela tidak ada,
air bersih/air minum berasal dari sumur gali yang tidak jauh dari rumahnya yang
merupakan milik tetangga , kebiasaan memasaknya menggunakan kayu bakar di
dalam rumah, keluarga klien membuang sampah di belakang rumah

Dapur Kamar I U

Ruang
Keluarga Kamar
II

Ruang Kamar
Tamu III

2. Karakteristik tetangga dan komunitas RW :


Tetangga sebelah kanan dan kiri mulai memperhatikan sejak klien berumur 3,5
tahun karena pada saat itu klien sudah bisa berjalan dan berbicara. Keluarga Pak
MP merupakan warga asli di lingkungannya dan sudah 10 tahun menempati
rumah tersebut .
3. Mobilitas geografis keluarga :
Sebelumnya keluarga Pak MP tinggal di rumah mertuanya selama 10 tahun
tinggal menumpang di rumah mertuanya yang jaraknya kira-kira 300 m dari
rumahnya yang ditempati sekarang. Jika sehat Pak MP bekerja dari pagi sampai
sore, anak pertama membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah tangga, anak
kedua menjaga klien, menantu membantu Pak MP di sawah.
4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat :
Keluarga ini tidak mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh perkumpulan
keluarga di lingkungannya. Interaksi masyarakat di sekitarnya cukup baik. Ibu
klien rajin membawa anaknya ke posyandu untuk imunisasi dan ditimbang berat
badannya setiap bulan.
5. Sistem pendukung kekuarga :
Yang merawat klien adalah ibu klien dan kakak-kakaknya. Jarak rumah dengan
puskesmas 5 km. Keluarga membawa klien berobat ke Puskesmas atau
Posyandu, tapi kadang juga ke tabib.

IV. Struktur keluarga


1. Pola komunikasi keluarga :
Keluarga mengatakan kadang komunikasi dilakukan secara musyawarah untuk
menyelesaikan masalah anaknya. Namun, terkadang Pak MP bersifat otoriter
dalam mengambil keputusan dalam keluarganya. Saat ini waktu bertemu dengan
keluarga jarang karena Pak MP bekerja di sawah.
2. Struktur peran keluarga :
Pak MP tetap merasa sebagai anggota keluarga yang harus bertangguang jawab
terhadap kehidupan keluarga, meskipun saat ini dia dibantu oleh menantunya.
Istrinya berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga. Anak pertama membantu ibunya,
anak kedua sebagai penghibur anak ketiga (klien). Menantu membantu Pak MP di
sawah.
3. Nilai dan norma keluarga :
Nilai dan norma yang berlaku di keluarga menyesuaikan dengan nilai agama
yang dianut dan norma yang berlaku di lingkungannya, melihat keadaan klien
keluarga masih tetap percaya bahwa penyakit yang diderita klien merupakan
penyakit yang dapat diobati meskipun klien menjadi bahan perbincangan
tetangga.
.V. Fungsi keluarga
1. Fungsi afeksi :
Pak MP mengatakan Ia mampu mendidik anaknya yang remaja, sewaktu-waktu
memberikan teguran pada anak-anaknya. Sikap saling menghormati antara
anggota keluarga masih tetap diajarkan oleh keluarga.
2. Fungsi sosial :
Keluarga selalu mengajarkan dan menekankan bagaimana berperilaku sesuai
dengan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan
di lingkungan tempat tinggalnya.
3. Fungsi perawatan kesehataan :
Keluarga selalu memperhatikan dan berupaya selekas mungkin untuk mencari
bantuan pelayanan kesehatan bila ada anggota keluarga yang sakit. Yang merawat
anaknya yang mengalami gizi buruk saat ini adalah ibunya
4. Fungsi reproduksi :
Ibu klien mengatakan tidak ingin memiliki anak lagi dan tidak mengikuti program
KB.tapi masih melakukan hubungan.
5. Fungsi ekonomi :
Menurut pengakuan keluarga,penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari hari termasuk membeli obat untuk anaknya yang mengalami gizi
buruk.
VI. Stres dan koping keluarga
1. Stressor yang dimiliki :
Sejak ibu klien hamil anak yang ketiga ibu klien mengalami hiperemesis selama 4
sehingga tidak memenuhi kebutuhan ibu hamil dan bayi dalam kandungan
,kemudian kecemasan keluarga terhadap status kesehatan anak.
2. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor :
Keluarga merasa pasrah dengan keadaan anaknya dan berharap agar anaknya
yang sedang menderita gizi buruk cepat sembuh
3. Strategi koping yang digunakan :
Keluarga menerima keadaan ini apa adanya dan selalu berusaha untuk mengobati
anaknya baik itu kepelayanan kesehatan maupun ke tabib yang ada didaerah
setempat.
4. Strategi adaptasi disfungsi
Keluarga tidak merasa nyaman dengan tetangga yang membicarakan tentang penyakit
anaknya sehingga beberapa waktu yang lalu hubungan dengan tetangga sekitar
kurang baik.

VII. Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik pada klien dengan gizi buruk,
a. Keadaan Umum Klien
Klien tampak lemah
b. Tanda vital klien
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 100 x /i
Respirasi : 60 x /i
Suhu : 36,8 C
c. Antropometri
Berat Badan : 7 kg
Panjang : 56 cm
Lingkar Lengan Atas : 16 cm
Lingkar Kepala : 42 cm
Lingkar Dada : 46 cm
Lingkar Perut : 45 cm
d. Kulit
Inspeksi
Kulit seluruh tubuh nampak kering .
Palpasi
Turgor kulit jelek
Tidak teraba edema
e. Kepala
Inspeksi
Tidak ada luka pada kulit kepala
Penyebaran rambut merata
Rambut berwarna pirang
Palpasi
Tidak ada benjolan pada kepala
Tidak ada nyeri tekan
Tidak adanya massa
f. Mata
Inspeksi
Tidak tampak ada edema palpebra
Mata tampak cekung
Palpasi
Tidak teraba adanya massa
Tidak teraba adanya nyeri tekan
g. Hidung
Inspeksi
Rongga hidung simetris kiri dan kanan
Tidak tampak adanya penampakan sekret
Palpasi
Tidak teraba adanya massa
Tidak teraba adanya nyeri tekan sinus
h. Telinga
Inspeksi
Tidak tampak adanya serumen
Aurikula tampak simetris kiri dan kanan
i. Mulut dan lidah
Inspeksi
Fungsi pengecapan baik
Gigi baru satu
Bibir tampak kering
j. Leher
Inspeksi
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid
Tidak teraba adanya massa
Tidak teraba adanya nyeri tekan
k. Thoraks
Inspeksi
Bentuk dada barbel chest
Palpasi
Tidak teraba adanya massa
Tidak ada nyeri tekan
l. Jantung
Inspeksi
Ictus
m. Abdomen
Inspeksi
Tidak tampak adanya massa
Warna kulit sama dengan warna sekitarnya
Auskultasi
Peristaltik usus kesan meningkat
Perkusi
Tidak ada nyeri tekan
Tidak teraba adanya massa
n. genetalia dan anus
Inspeksi
Tidak ada kelainan pada genetalia
o. Ektremitas atas
Pergerakan tangan baik

p. Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium

VIII. Harapan keluarga


Keluarga klien sangat berharap anaknya cepat sembuh.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN KELUARGA


I. Analisis data
1.
Data Masalah (P) Penyebab
Data Subjektif :
Klien menderita gizi Kecemasan keluarga Ketidakmampuan
buruk sejak berumur 6 mengenal masalah
bulan
Data Objektif :
Keluarga klien kurang
tahu tentang kondisi yang
dialami klien.
2.
Data Masalah (P) Penyebab
Data Subjektif :
Klien belum bisa Peningkatan stresor Ketidakmampuan
memutuskan penyelesaian keluarga memutuskan tindakan
masalahnya. yang tepat untuk keluarga
Data Objektif :
Keluarga klien stres
terhadap masalah
kesehatan yang dihadapi
anggota keluarga.
3.
Data Masalah (P) Penyebab
Data Subjektif :
Aktifitas anggota keluarga Gangguan aktifitas Perawatan keluarga yang
sebagian besar terfokus keluarga mengalami gangguan
untuk klien yang sedang kesehatan
mengalami gizi buruk.
Aktifitas rumah tangga
kadang dinomorduakan
untuk memperhatikan
keadaan klien
Data Objektif :
Keluarga sibuk mencari
cara pengobatan untuk
membantu klien yang
mengalami gangguan
kesehatan.

4.
Data Masalah (P) Penyebab
Data Subjektif :
Lingkungan tempat tinggal Gangguan pemenuhan Ketidakmampuan keluarga
keluarga tidak nyaman kebutuhan istirahat memodifikasi lingkungan
untuk istirahat yang nyaman untuk
Data Objektif : istirahat.
Keluarga klien kurang
terpenuhi kebutuhan
istirahatnya.
II.
No Diagnosis Keperawatan
1 Kecemasan keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan mengenal masalah
kesehatan keluarga
2 Peningkatan stressor keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan
memutuskan tindakan yang tepat untuk keluarga
3 Gangguan aktifitas keluarga berhubungan dengan perawatan keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan
4 Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang nyaman untuk
istirahat.

III.
No
Diag Kriteria Skor Pembenaran
Kep
1 a. Sifat masalah 3x1=1 Bila keadaan tersebut tidak segera
3
diatasi akan membahayakan
kelangsungan hidup anak yang
menderita gizi buruk

b. Kemungkinan 1x2=1 Sebagian penyediaan sarana


2 kesehatan dapat diperoleh oleh
masalah dapat
keluarga.
diubah

c. Potensial masalah 1x3=1 Keluarga mempunyai waktu untuk


3 3 untuk merawat anak yang
untuk dicegah
menderita tetapi kemungkinan
untuk sembuh rendah

d. Menonjolnya
2x1=1 Keluarga merasa bahwa masalah
masalah 2 tersebut adalah masalah besar
karena sudah terjadi sejak umur
masih bayi (6 bulan).

2 Total skor 3,3


3

Prioritas Diagnosis Keperawatan Skor

Kecemasan keluarga berhubungan dengan


1 2x1=1
ketidakmampuan mengenal masalah kesehatan keluarga 2

Peningkatan stressor keluarga berhubungan dengan


1x3=1
2 ketidakmampuan memutuskan tindakan yang tepat 3 3
untuk keluarga
Gangguan aktifitas keluarga berhubungan dengan
3x1=1
3 perawatan keluarga yang mengalami gangguan 3
kesehatan
Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat berhubungan
1x2=1
4 dengan ketidakmampuan keluarga memodifikasi 2
lingkungan yang nyaman untuk istirahat.

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

1) Kecemasan keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan mengenal


masalah kesehatan keluarga
Tujuan Kriteria Standar Intervensi
Setelah dilakukan Pengetahuan Keluarga mengetahui Kaji pengetahuan
tindakan keperawatan apa itu gizi buruk, keluarga.
tidak terdapat lagi tanda & gejalanya Diskusikan dengan
kecemasan dalam serta alternatif keluarga tentang tanda
keluarga pengobatan yang dan gejala penyakit
harus keluarga gizi buruk.
lakukan Diskusikan alternatif
yang dilakukan
keluarga untuk
pengobatan gizi
buruk.
Berikan kesempatan
keluarga bertanya.
Berikan penjelasan
ulang bila ada yang
belum dimengerti.
Evaluasi secara
singkat terhadap topik
yang didiskusikan
dengan keluarga.
2. Peningkatan stressor keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan
memutuskan tindakan yang tepat

Tujuan Kriteria Standar Intervensi


Stresor dapat Perilaku - Keluarga dapat Kaji pengetahuan
dihilangkan dengan memutuskan keluarga.
membantu keluarga tindakan yang tepat Diskusikan dengan
memutuskan tindakan untuk penderita gizi keluarga tentang tanda
yang tepat untuk buruk sehingga dan gejala penyakit
keluarga stresor berkurang gizi buruk
bahkan tidak ada
dalam keluarga
- Keluarga dapat
menerima keadaan
penderita apa
adanya sehingga
tidak ada stresor
dalam keluarga
3. gangguan aktivitas keluarga berhubungan dengan perawatan keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan.
Tujuan Kriteria Standar Intervensi
Setelah dilakukan Perilaku - Keluarga dapat Mengkaji sejauh mana
tindakan keperawatan melakukan interaksi interaksi keluarga
keluarga tidak sosial terhadap lingkungan
mengalami hambatan - Keluarga dapat sekitar
interaksi sosial menyediakan Kaji kemampuan
sarana keperawatan keluarga untuk
yang diperlukan menyediakan sarana
anak penderita gizi yang dibutuhkan
buruk. Membantu keluarga
untuk kembali
berinteraksi terhadap
lingkungan sekitar
4) Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang nyaman untuk
istirahat

Tujuan Kriteria Standar Intervensi


Keluarga dapat Perilaku - Keluarga dapat Membantu keluarga
menciptakan memenuhi memodifikasi
lingkungan yang kebutuhan istirahat lingkungan yang
kondusif sehingga klien nyaman untuk istirahat
kebutuhan istirahat - Keluarga dapat Mendiskusikan dengan
terpenuhi Menciptakan keluarga untuk
lingkungan yang memenuhi kebutuhan
kondusif istirahat klien

Anda mungkin juga menyukai