Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Detergen merupakan salah satu produk industri yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari, terutama untuk keperluan rumah tangga dan industri.
Detergen dapat berbentuk cair, pasta, atau bubuk yang mengandung konstituen
bahan aktif pada permukaannya dan konstituen bahan tambahan.

Produk yang disebut deterjen ini merupakan pembersih sintetis yang


terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk
terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai
daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.

Detergen pertama yang dihasilkan yaitu natrium lauril sulfat (NSL) yang
berasal dari lemak trilausil yang kemudian direduksi dengan hidrogen dibantu
dengan katalis. Setelah itu, direaksikan dengan asam sulfat lalu dinetralisasi.
Karena proses produksinya yang mahal, maka penggunaan NSL ini tidak
dilanjutkan.

Industri deterjen selanjutnya dikembangkan dengan menggunakan alkil


benzena sulfonat (ABS). Akan tetapi, ABS ini memiliki dampak negatif terhadap
lingkungan karena molekul ABS ini tidak dapat dipecahkan oleh mikroorganisme
sehingga berbahaya bagi persediaan suplai air tanah. Selain itu, busa dari ABS ini
menutupi permukaan air sungai sehingga sinar matahari tidak bisa masuk pada
dasar sungai yang dapat menyebabkan biota sungai menjadi mati dan sungai
menjadi tercemar. Perkembangan selanjutnya ABS diganti dengan linear alkil
sulfonat (LAS). Detergen ini memiliki rantai karbon yang panjang dan dapat
dipecahkan oleh mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan busa pada air

1
2

sungai. Akan tetapi, LAS juga memiliki kekurangan yaitu dapat membentuk fenol,
suatu bahan kimia beracun.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu deterjen?
2. Apa saja macam-macam deterjen bubuk?
3. Bagaimana proses industri deterjen bubuk?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini :
1. Untuk mengetahui proses industri deterjen bubuk.
2. Untuk mengetahui aplikasi dari hasil industri deterjen bubuk dan dampak bagi
lingkungan.
3. Untuk mengetahui alat-alat yang digunakan dalam proses industri deterjen bubuk.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Deterjen

Deterjen pada umumnya mencakup setiap bahan pembersih termasuk


sabun, namun kebanyakan dihubungkan dengan deterjen sintetik. Deterjen
mempunyai sifat tidak membentuk endapan dengan ion-ion logam divalen dalam
air sadah.
3

2.1.1 Berdasarkan keadaan butirannya, deterjen bubuk dapat dibedakan menjadi


2, yaitu:
1. Deterjen bubuk berongga
Deterjen bubuk berongga mempunyai ciri butirannya mempunyai rongga.
Butiran deterjen yang berongga dapat dianalogikan dengan bentuk bola sepak
yang didalamnya rongga. Ini berarti butiran deterjen jenis ini mempunyai volume
per satuan berat yang besar karena adanya rongga tersebut.
Butiran deterjen jenis berongga dihasilkan oleh proses spray drying. Yaitu
bahwa terbentuknya butiran berongga karena hasil dari proses pengabutan yang
dilanjutkan proses pengeringan.
Kelebihan deterjen bubuk berongga dibandingkan dengan deterjen bubuk
padat adalah volumenya lebih besar. Dengan berat yang sama, deterjen bubuk
dengan butiran berongga tampak lebih banyak dibandingkan dengan deterjen
padat. Selain kelebihan yang dipunyainya, deterjen berongga mempunyai
kelemahan. Untuk membuat deterjen berongga diperlukan investasi yang besar
karena harga mesin yang digunakan (spray dryer) sangat mahal, yaitu mencapai
nilai miliaran rupiah. Dengan kondisi ini, pembuatan deterjen berongga tidak
dapat diaplikasikan untuk skala dan home industry (industri rumah tangga), baik
skala kecil maupun menengah.
2. Deterjen bubuk padat/masif
Bentuk butiran deterjen bubuk padat/masif dapat dianalogikan dengan bola
tolak peluru, yaitu semua bagian butirannya terisi oleh padatan sehingga tidak
berongga. Butiran deterjen yang padat merupakan hasil olahan proses
pencampuran kering (dry mixing). Proses dry mixing dapat dibagi menjadi dua,
yaitu dry mixing granulation (DMG process) dan simple dry mixing (metode
campur kering sederhana = CKS). Metode CKS termasuk cara pembuatan
deterjen bubuk yang mudah dipraktekkan.
Kelebihan deterjen bubuk padat, yaitu untuk membuatnya tidak diperlukan
modal besar karena alatnya termasuk sederhana dan berharga murah.
Kekurangannya adalah karena bentuknya padat maka volumenya tidak besar
sehingga jumlahnya terlihat sedikit.
4

2.2 Sejarah Deterjen

Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu


Perang Dunia II dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk
keperluan lainnya. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa disebut sebagai penemu
surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916. Namun, baru tahun 1933 deterjen
untuk rumah tangga diluncurkan pertama kali di AS. Kelebihan deterjen, mampu
lebih efektif membersihkan kotoran meski dalam air yang mengandung mineral.
Tapi, ia pun menimbulkan masalah. Sebelum tahun 1965, deterjen menghasilkan
limbah busa di sungai dan danau. Ini karena umumnya deterjen mengandung
alkylbenzene sulphonate yang sulit terurai. Setelah 10 tahun dilakukan penelitian
(1965), ditemukan linear alkylbenzene sulphonate (LAS) yang lebih ramah
lingkungan. Bakteri dapat cepat menguraikan molekul LAS, sehingga tidak
menghasilkan limbah busa.

Sepanjang sejarah banyak usaha dilakukan untuk membantu kita


mengerjakan pekerjaan mencuci. Air saja tidak dapat menghilangkan debu yang
tak larut dalam air. Air juga tak mampu menahan debu yang telah lepas dari kain
agar tetap tersuspensi (tetap berada di air, jadi tidak kembali menempel ke kain).
Jadi diperlukan bahan yang dapat membantu mengangkat kotoran dari air dan
kemudian menahan agar kotoran yang telah terangkat tadi, tetap tersuspensi. Sejak
ratusan tahun lalu telah dikenal sabun, yakni persenyawaan antara minyak atau
lemak dan basa. Awalnya orang-orang Arab secara tak sengaja menemukan bahwa
campuran abu dan lemak hewan dapat membantu proses pencucian. Walaupun
berbagai usaha perbaikan pada kualitas dan proses pembuatan sabun telah
dilakukan, semua sabun hingga kini mempunyai satu kekurangan utama yakni
akan bergabung dengan mineral mineral yang terlarut dalam air membentuk
senyawa yang sering disebut lime soap (sabun-kapur), membentuk bercak
kekuningan di kain atau mesin pencuci. Akibatnya kini orang mulai meninggalkan
sabun untuk mencuci seiring dengan meningkatnya popularitas deterjen.

Salah satu deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril
hydrogen sulfat.
5

(2.1)

Tetapi pada saat ini, kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat.

(2.2)

2.3 Bahan Baku Pembuatan Detergen


1. Bahan aktif (Active ingredients)
Bahan aktif merupakan bahan inti dari detergen sehingga bahan ini harus
ada dalam proses pembuatan deterjen. Bahan aktif yang digunakan dalam
pembuatan detergen berupa surfaktan. Secara kimia bahan ini dapat berupa
Sodium Lauril Eter Sulfonate (SLES). Beberapa nama dagang dari bahan aktif ini
diantaranya Luthensol, Emal dan Neopelex (NP). Di pasar beredar beberapa jenis
Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20, Emal-30, NP-10, NP-20 dan NP-30.
Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai andil dalam meningkatkan daya
bersih.
Surfaktan merupakan senyawa yang larut dalam air yang dapat dibedakan
atas:
1. surfaktan anionic
2. surfaktan nonionic
3. surfaktan kationik dan
4. surfaktan amfoterik

Tabel 2.1 Jenis-jenis surfaktan dalam deterjen

No Surfaktan Rumus Bangun Jenis Surfaktan


6

1. Alkil (polietilen)glikol Nonionik


ethers

2. Alkilsulfonat Anionik

3. Dialkildimetilamonium Kationik
chloride

4. Betaines Amfoterik

Berdasarkan senyawa organik yang dikandungnya, detergen dikelompokkan


menjadi :
1. Detergen anionik (DAI)
Merupakan detergen yang mengandung surfaktan anionik dan dinetralkan
dengan alkali. Detergen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif
apabila dilarutkan dalam air. Biasanya digunakan untuk pencuci kain. Kelompok
utama dari detergen anionik adalah :
Rantai panjang (berlemak) alkohol sulfat
Alkil aril sulfonat
Olefin sulfat dan sulfonat
2. Detergen kationik
Merupakan detergen yang mengandung surfaktan kationik. Detergen ini
akan berubah menjadi partikel bermuatan positif ketika terlarut dalam air,
7

biasanya digunakan pada pelembut (softener). Selama proses pembuatannya tidak


ada netralisasi tetapi bahan-bahan yang mengganggu dihilangkan dengan asam
kuat untuk netralisasi.
3. Detergen nonionik
Merupakan senyawa yang tidak mengandung molekul ion sementara,
kedua asam dan basanya merupakan molekul yang sama. Detergen ini tidak akan
berubah menjadi partikel bermuatan apabila dilarutkan dalam air tetapi dapat
bekerja di dalam air sadah dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis
kotoran.
4. Detergen Amfoterik
Detergen jenis ini mengandung kedua kelompok kationik dan anionik.
Detergen ini dapat berubah menjadi partikel positif, netral, atau negatif
bergantung kepada pH air yang digunakan. Biasanya digunakan untuk pencuci
alat-alat rumah tangga.

2.3.1 Bahan pengisi (Filler)


Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia.
Bentuknya kristal putih, dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapat yang
tersedia secara umum adalah Natrium Klorida (NaCl). Senyawa natrium adalah
penting dalam perindustrian kimia, kaca, logam, kertas, petrolium, sabun dan
tekstil. Sabun pada umumnya merupakan garam natrium dengan beberapa jenis
asam lemak. Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan
baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar
volume.

2.3.2 Bahan Penunjang (Builders)


Builder merupakan zat yang digunakan untuk menunjang kinerja deterjen
dalam pelunakan air dengan cara membatasi kerja ion-ion kalsium dan
magnesium. Builder dapat berupa senyawa alkali yang mudah mengendap seperti
natrium karbonat dan natrium silikat; agen kompleks seperti Natrium Triphosfat
atau asam nitroloacetic dan senyawa bersifat penukar ion seperti asam
polikarboksilat dan zeolit A.
8

Penggunaan STTP (sodium tripolifosfat) pada detergen sabun cuci sebagai


builder diketahui sebagai salah satu sumber utama pengendapan fosfat di dalam
air. Siklus fosfat melepaskan kalsium dan magnesium ke air dengan tujuan untuk
pelarutan, pengemulsi, pelarutannya ramah terhadap lingkungan dan berperan
sebagai pengganti surfaktan. Karena STTP berdampak membahayakan
lingkungan, maka zeolit A digunakan sebagai alternative builder detergent untuk
merubah STTP. Dibandingkan dengan fosfat, zeolit A dapat ditambahkan untuk
mencegah pembentukan kelarutan garam anorganik yang sangat sedikit, ini adalah
faktor utama dalam pembentukan lapisan kotor pada bahan tekstil.

2.3.3 Bahan Pemucat (Bleaching Agent)


Efek pemucatan (bleaching effect) dari deterjen ditimbulkan melalui cara
mekanis, fisika dan atau secara kimia khususnya melalui perubahan atau
penyisihan zat pewarna terhadap objek yang mengalami proses pemucatan.
Pemucatan secara kimia dilakukan untuk menghilangkan warna dan karat yang
melekat pada serat. Bleaching agent yang banyak digunakan biasanya adalah
senyawa-senyawa peroksida. Hidrogen Peroksida terkonversi menjadi anion
hidroksida intermediate aktif dalam media alkali menjadi menurut persamaan
reaksi :

H2O + OH- H2O + HO2- (2.3)

Anion-anion perhidroksil dapat mengoksidasi pengotor padat dan karat.


Senyawa perhidroksi yang banyak digunakan pada deterjen adalah Natrium
Perborat (NaBO3.4H2O). Senyawa bleaching lain yang sering digunakan adalah
hipoklorit. Salah satu keunggulan utama dari natrium perborat dapat dimasukan
langsung sebagai bubuk dengan hasil cucian yang putih dan relatif aman.
Sebaliknya penambahan larutan pemutih klorin dalam konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan kerusakan dan menyebabkan perubahan warna. Klorin cukup
efektif digunakan sebagai pemutih dan disinfektan pada suhu yang rendah.

2.3.4 Bahan tambahan (Aditif)


9

Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen
bubuk. Namun demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru
akan bahan ini karena justru bahan ini dapat memberi kekhususan dan nilai lebih
pada produk deterjen tersebut. Dengan demikian, keberadaan bahan aditif dapat
mengangkat nilai jual produk deterjen bubuk tersebut. Salah satu contoh dari
bahan aditif adalah carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk
putih dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga
disebut antiredeposisi. Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini,
tetapi pada umumnya merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya
merupakan tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini
sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi.

Tabel 2.2 Bahan Aditif Pada Detergen


Komposisi Fungsi Utama Contoh
Menetralisir atau mengatur kebasaan Asam asetat
dari komposisi lain Asam sitrat
Asam
Acids
hidroklorida
Asam phosfat
Asam Sulfat
Alkalis a. Menetralisir atau mengatur keasaman Amonium
dari komposisi lain
hidroksida
b. Membuat surfaktan dan builders
lebih efisien etanolamin
c. Meningkatkan kebasaan
natrium karbonat
natrium
10

hidroksida
natrium silikat

Membunuh atau menghambat pertumbu- Minyak cemara


han organisme yang dapat menye- senyawa
Antimicrobial
babkan penyakit dan/atau bau ammonium
agents
kuartener natrium
hipoklorit
Triclocarban
Triclosan

Mencegah kotoran balik lagi Selulosa


karboksi metil
Antiredeposition
polikarbonat
agents
polietilen glikol
natrium silikat

Memutihkan, mencerahkan dan member-


Bleaches
sihkan noda
Natrium hypo
Chlorine bleach desinfektan klorit
Dalam beberapa produk, dapat ditam- Natrium perborat
bahkan dengan activator pemutih untuk natrium
Oxygen bleach hasil yang lebih baik pada temperature perkarbonat
air yang rendah

Colorant Mempertahankan warna Pigments or dyes

Corrosion Melindungi bagian mesin yang berupa Natrium silikat


inhibitors logam dan lapisan penutup

Enzymes Amylase (starch soils) Lipase (f


a. Protein diklasifikasikan berdasar- oily soils)
kan jenis kotoran yang
Protease
11

akan dibersihkan oleh detergen (protein soils)


Cellulase
b. Selulosa mereduksi pilling
dan greying dari kain
yang mengandung kapas
dan membantu menghilangkan
kotoran partikulat
Quaternary
Fabric softening
Memberi kelembutan ammonium
agents
pada kain compounds

Colorless
Fluorescent
Membuat kain terlihat lebih cemer- fluorescing
whitening agents
lang dan putih ketika terkena sinar compounds

Fragrance blends
a. Menutupi bau
Fragrances
b. Memberikan bau yang sedap pada pakaian dan
ruangan

2.3.5 Bahan pewangi (Parfum)


Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang
peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk detergen. Artinya,
walaupun secara kualitas detergen yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah
memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk detergen
berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam
perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter (ml).
Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml.
Pada dasarnya, jenis parfum untuk detergen dapat dibagi ke dalam dua
jenis, yaitu parfum umum dan parfum eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma
yang sudah dikenal umum di masyarakat, seperti aroma mawar dan aroma
12

kenanga. Pada umumnya, produsen detergen bubuk menggunakan jenis parfum


yang eksklusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada
produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi
dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum.

2.3.6 Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk
mesin cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase
keberadaan senyawa ini dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-
0,06%

2.4 Proses pembuatan deterjen


1. Spray-drying
Spray-drying merupakan proses modern dalam pembuatan deterjen bubuk
sintetik dimana dalam spray-drying terjadi proses pengabutan dan dilanjutkan
proses pengeringan. Tahap-tahap dalam proses spray-drying dapat diperlihatkan
pada gambar berikut

Gambar 2.1 Diagram alir proses pembuatan slurry

Gambaran proses pembuatan slurry adalah sebagai berikut :


13

Alat pengangkut (conveyor) mengumpulkan terusmenerus padatan yang


telah ditimbang sebelum membawa padatan tersebut ke crutcher slurry. Crutcher
slurry juga menerima komponenkomponen liquid yang mengalir secara tetap
dari damper yang mengumpulkan berbagai umpan. Ketika formula padat, meliputi
senyawa sulfon anionic dan sabun, asam lemak dan asam sulphonic
dinetralisasikan dengan alkali dalam mixer sebelum umpan dikirim/dimasukkan
ke dalam crutcher slurry. Dalam beberapa kasus, ketika tidak ada reaksi yang
diharapkan dari komponen lain, asam menjadi umpan dan dinetralisaikan secara
langsung didalam crutcher slurry yang dalam kasus ini bagian dalam dari crutcher
slurry harus terbuat dari bahanbahan stainless steel 304 agar bagian dalamnya
tidak rusak akibat asam. Crutcher slurry merupakan mixer dengan kecepatan
putaran yang tinggi yang didesain untu penguraian fine dan membuat campuran
menjadi homogen. Pengoperasian crutcher juga mencegah penumpukkan dan
pembentukan gumpalangumpalan padat yang dapat menyumbat pipa aliran
umpan. Dari crutcher, slurry kemudian di transfer menuju vessel aging, dimana
campuran tersebut dihomogenasasi lebih lanjut dan diatur berdasarkan derajat
hidrosin yang dari garam anorgonik yang diperlukan seperti soda ash, natrium
sulfat, dan sodium tripolyphosphate yang ada dalam formula. Selanjutnya setelah
slurry terbentuk barulah masuk ke spray drying tower.

Gambar 2.2 Diagram alir proses pembuatan deterjen


14

Produk yang dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada


bagian atas menara spray drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui
sistim pembawa airlift dengan aliran udara dingin. Setelah pengankutan udara
bubuk dasar disaring dan diberikan pengharum dan akhirnya dicampur dengan
komponen-komponen yang sensitive terhadap suhu atau zat adiktif yang
kemudian di simpan dalam silos dan akhirnya di bawa ke mesin pengepak poduk.

2. Aglomerasi
Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjen bubuk sintesis
yang memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material-material
kering dengan bahan-bahan cairan yang dibantu dengan adanya bahan pengikat
cairan yang kemudian bercampur yang menyebabkan bahan-bahan tadi bergabung
satu sama lain yang membentuk partikel-partikel berukuran besar.
Prose aglomerasi dapat di gambar kan seprti proses penimbunan atau
penumpukan dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau
granula. Tahap-tahap pemprosesan non tower balestra untuk untuk produksi
deterjen bubuk berdasarkan pada proses aglomerasi. Diantara berbagai tahap
proses tersebut, aglomerasi memperlihatkan operasi yang sangat penting dan
kritis, karena proses tersebut dihubung kan ke struktur fisik dan pada saat yang
sama,di hubungkan ke komposisi kimia dari produk.

Proses aglomerasi juga merupakan proses spray-drying dengan dry mixing


atau blending. Konsentasi air proses yang digunakan anatara 35-40% dalam
crutcher slurry. Dalam aglomerasi cairan disemprotkan keatas secara continue.
Komponen-komponen atau bahan yang digunakan dalam aglomerasi meliputi
slikat deterjen aktif dan air yang digunakan sebagai cairan dalam aglomerasi.
15

Aglomerator
Bahan baku Pencampuran
Bahan homogen
Cairan panas kental
Bahan baku (cair)

Packaging Crushing Cairan panas kental


Bubuk yang menggumpal

Udara panas
3. Dry Mixing
Material kering (dry material) yang digunakan untuk membuat deterjen
bubuk ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer, pencampuran
dilanjutkan selama 1-2 menit dan ditambahkan slurry selama 3-4 menit.
Setelah semua slurry dimasukkan kedalam mixer, pencampuran
dilanjutkan selama 1-2 menit agar menjadi homogen. Sebagian besar dari bubuk
yang terbentuk dapat dikemas dengan segera setelah selesai atau setelah 30 menit
penyimpanan.

Gambar 2.3 Diagram alir proses pembuatan deterjen bubuk

BAB III

TUGAS KHUSUS
16

Spray dryer tower

Gambar 2.4 Spray Dryer

Keuntungan penggunaan spray drying adalah menghasilkan produk yang


bermutu tinggi, berkualitas serta tingkat kerusakan gizi yang rendah. Selain itu
perubahan warna, bau dan rasa dapat diminimalisir. Mengapa demikian? Karena
suhu produk yang dikeluarkan oleh spray dryer relatif rendah dan proses
pengeringan bahan menjadi serbuk terjadi sangat cepat. Umumnya suhu produk
yang dikeluarkan antara 70 hingga 90 derajat celcius. Hal ini sangat
menguntungkan bagi usaha atau industri yang memproduksi berbagai jenis produk
instan berbasis serbuk yang mudah mengalami kerusakan (denaturasi).

Spray dryer mempunyai prinsip kerja dengan menyemprotkan cairan


melalui atomizer. Cairan tersebut akan dilewatkan ke dalam aliran gas panas
dalam sebuah tabung. Akibatnya, air dalam tetesan bisa menguap dengan sangat
cepat dan yang tertinggal hanyalah serbuk atau bubuk yang kering dengan ukuran
homogen, kadar air sangat rendah, kualitas gizi sangat terjaga.
17

Langkah selanjutnya adalah memisahkan serbuk dari sejumlah udara yang


mengangkutnya. Pemisahan ini dilakukan oleh separator atau kolektor serbuk.
Hasil produk spray dryer tergantung dengan kekentalan larutan atau bahan, jenis
bahan suhu masukan hingga kecepatan aliran larutan. Semuanya telah dioptimasi
sehingga menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Deterjen sering kita gunakan didalam kehidupan kita sehari-hari. Deterjen
merupakan bahan pembersih yang mempunyai sifat tidak membentuk endapan
dengan ion-ion logam divalen dalam air sadah.
Deterjen bubuk digolongkan menjadi 2, yaitu deterjen bubuk berongga dan
deterjen bubuk padat/masif. Kelebihan deterjen bubuk berongga dibandingkan
dengan deterjen bubuk padat adalah volumenya lebih besar. Dengan berat yang
sama, deterjen bubuk dengan butiran berongga tampak lebih banyak dibandingkan
dengan deterjen padat. Deterjen bubuk padat/massif, semua bagian butirannya
terisi oleh padatan sehingga tidak berongga. Kelebihan deterjen bubuk padat,
yaitu untuk membuatnya tidak diperlukan modal besar karena alatnya termasuk
sederhana dan berharga murah. Kekurangannya adalah karena bentuknya padat
maka volumenya tidak besar sehingga jumlahnya terlihat sedikit.
Bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan detergen berupa surfaktan.
Surfaktan merupakan senyawa yang larut dalam air yang dapat dibedakan atas:
1. surfaktan anionic
2. surfaktan nonionic
3. surfaktan kationik dan
4. surfaktan amfoterik
18

DAFTAR PUSTAKA

Hart Harold. 1998. Kimia organic , Edisi keenam. Jakarta: Erlangga .

http://www.soyaherba.com/wawasan/mengenal-teknologi-spray-drying-pada-
proses-produksi-soya-herba-nusantara.html/ diakses pada tanggal 8
November 2015.

Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Smulders, E. 2002. Laundry Detergents, Wiley-VCH Verlag GmbH. Germany:


Weinheim.

Anda mungkin juga menyukai