Anda di halaman 1dari 24

Presentasi Kasus

KONJUNGTIVITIS

Oleh:
Friska Kusumaningtyas G99141052
Dian Fikri Rachmawan G99141053
Dendy Raaharjo G99141054
Syifa Nurul Asma G99141055
Pupus Ledysta G99141056
M. Faiz K. Anwar G99141163
M. Rama Anshorie G99141164

Pembimbing:
Retno Widiati, dr., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

0
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS
Nama : Ny. SDH
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Ngrambe, Sragen
Tanggal pemeriksaan : 24 Februari 2015
No. rekam medik : 01291645

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Mata kiri merah
B.Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi dengan
keluhan mata merah di mata kiri sejak 1 hari SMRS. Pasien mengaku
awalnya setelah bangun pagi, pasien merasa mata kanan menganjal,
dan sedikit berair. Kemudian pasien menggosok-gosok dan setelah
dilihat ternyata mata makin merah. Saat pagi hari SMRS, pasien
merasakan nyeri dan blobok di mata kirinya. Pasien menyangkal
keluhan gatal, silau, pusing, pandangan mata kabur, sakit tenggorok,
dan demam. Pasien sudah mengobati sakitnya dengan tetes mata yang
dibeli di apotik tetapi keluhan belum berkurang. Keluarga dan teman
yang mempunyai keluhan yang sama disangkal.

1
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat hipertensi : Disangkal
2. Riwayat kencing manis : Disangkal
3. Riwayat alergi obat dan makanan : Disangkal
4. Riwayat trauma mata : Disangkal
5. Riwayat kacamata : Disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi : Disangkal
2. Riwayat kencing manis : Disangkal
3. Riwayat sakit serupa : Disangkal
D. Kesimpulan Anamnesis
OD OS
Proses - Peradangan, infeksi
Lokalisasi - Konjungtiva bulbi,
konjungtiva palpebral
superior et inferior
Sebab - Infeksi bakteri
Perjalanan - Akut
Komplikasi - -

III.PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan Umum
Keadaan umum baik, kompos mentis, gizi kesan cukup.
B.Pemeriksaan Subyektif
OD OS
Visus Sentralis
1. Visus sentralis jauh 6/6 6/6
a. Pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Visus sentralis dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2
Visus Perifer
1. Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS
a. Tanda radang Tidak ada Ada
b. Luka Tidak ada Tidak ada
c. Parut Tidak ada Tidak ada
d. Kelainan warna Tidak ada Ada
e. Kelainan bentuk Tidak ada Ada
2. Supercilia
a. Warna Hitam Hitam
b. Tumbuhnya Normal Normal
c. Kulit Kuning langsat Kuning langsat
d. Gerakan Dbn Dbn
3. Pasangan bola mata dalam orbita
a. Heteroforia Tidak ada Tidak ada
b. Strabismus Tidak ada Tidak ada
c. Pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada
d. Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
e. Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
4. Ukuran bola mata
a. Mikroftalmus Tidak ada Tidak ada
b. Makroftalmus Tidak ada Tidak ada
c. Ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada
d. Atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada
5. Gerakan bola mata
a. Temporal Tidak terhambat Tidak terhambat
b. Temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
c. Temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
d. Nasal Tidak terhambat Tidak terhambat
e. Nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
f. Nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
6. Kelopak mata
a. Pasangannya
1.) Edema Tidak ada Ada
2.) Hiperemi Tidak ada Ada
3.) Blefaroptosis Tidak ada Tidak ada
4.) Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
b. Gerakannya
1.) Membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal
2.) Menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal
c. Rima
1.) Lebar 10 mm 10 mm
2.) Ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada

3
3.) Blefarofimosis Tidak ada Tidak ada
d. Kulit
1.) Tanda radang Tidak ada Ada
2.) Warna Kuning langsat Kuning langsat
3.) Epiblepharon Tidak ada Tidak ada
4.) Blepharochalasis Tidak ada Tidak ada
e. Tepi kelopak mata
1.) Enteropion Tidak ada Tidak ada
2.) Ekteropion Tidak ada Tidak ada
3.) Koloboma Tidak ada Tidak ada
4.) Bulu mata Dbn Dbn
7. Sekitar glandula lakrimalis
a. Tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. Benjolan Tidak ada Tidak ada

c. Tulang margo Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan


tarsalis
8. Sekitar saccus lakrimalis
a. Tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. Benjolan Tidak ada Tidak ada
9. Tekanan intraocular
a. Palpasi Kesan normal Kesan normal
b. Tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. Konjungtiva
a. Konjungtiva palpebra superior
1.) Edema Tidak ada Ada
2.) Hiperemi Tidak ada Ada
3.) Sekret Tidak ada Ada
4.) Sikatrik Tidak ada Tidak ada
b. Konjungtiva palpebra inferior
1.) Edema Tidak ada Ada
2.) Hiperemi Tidak ada Ada
3.) Sekret Tidak ada Ada
4.) Sikatrik Tidak ada Tidak ada
c. Konjungtiva fornix
1.) Edema Tidak ada Ada
2.) Hiperemi Tidak ada Ada
3.) Sekret Tidak ada Tidak ada
4.) Benjolan Tidak ada Tidak ada
d. Konjungtiva bulbi
1.) Edema Tidak ada Tidak ada
2.) Hiperemis Tidak ada Ada
3.) Sekret Tidak ada Ada
4.) Inj. konjungtiva Tidak ada Tidak ada
5.) Inj. Siliar Tidak ada Tidak ada

4
e. Caruncula dan plika semilunaris
1.) Edema Tidak ada Tidak ada
2.) Hiperemis Tidak ada Tidak ada
3.) Sikatrik Tidak ada Tidak ada
11. Sclera
a. Warna Putih Putih
b. Tanda radang Tidak ada Tidak ada
c. Penonjolan Tidak ada Tidak ada
12. Kornea
a. Ukuran 12 mm 12 mm
b. Limbus Jernih jernih
c. Permukaan Rata, mengkilap Rata, mengkilap
d. Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. Keratoskop Tidak dilakukan Tidak dilakukan
(placido)
f. Fluorecsin tes Tidak dilakukan Belum dilakukan
g. Arcus senilis Tidak ada Tidak ada
13. Kamera okuli anterior
a. Kejernihan Jernih Jernih
b. Kedalaman Dalam Dalam
14. Iris
a. Warna Cokelat Cokelat
b. Bentuk Tampak lempengan Tampak lempengan
c. Sinekia anterior Tidak tampak Tidak ada
d. Sinekia posterior Tidak tampak Tidak ada
15. Pupil
a. Ukuran 3 mm 3 mm
b. Bbentuk Bulat Bulat
c. Letak Sentral Sentral
d. Reaksi cahaya Positif Positif
langsung
e. Tepi pupil Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
16. Lensa
a. Ada/tidak Ada Ada
b. Kejernihan Jernih Jernih
c. Letak Sentral Sentral
e. Shadow test Negatif Negatif
17. Corpus vitreum
a. Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Reflek fundus
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
A. Visus sentralis jauh 6/6 6/6
B. Visus perifer
Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C. Sekitar mata Dalam batas normal Tampak inflamasi
D. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normal
E. Pasangan bola Dalam batas normal Dalam batas normal
mata dalam orbita
F. Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
G. Gerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
H. Kelopak mata Dalam batas normal Tampak oedem,
hiperemis, secret
putih di tepi-tepi
kelopak mata
I. Sekitar saccus Dalam batas normal Dalam batas normal
lakrimalis
J. Sekitar glandula Dalam batas normal Dalam batas normal
lakrimalis
K. Tekanan Kesan normal dengan Kesan normal dengan
intarokular palpasi palpasi
L. Konjungtiva Dalam batas normal Konjungtiva
palpebra hiperemi, edema,
terdapat sekret
M. Konjungtiva bulbi Dalam batas normal Konjungtiva
hiperemi, terdapat
sekret
N. Konjungtiva fornix Dalam batas normal Konjungtiva
hiperemi, edema
O. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal
P. Kornea Dalam batas normal Dalam batas normal
Q. Camera okuli Kesan normal Kesan normal
anterior
R. Iris Bulat, warna coklat Bulat, warna coklat
S. Pupil Diameter 3 mm, bulat, Diameter 3 mm, bulat,
sentral sentral

6
T. Lensa Jernih, shadow test (-) Jernih, shadow test (-)

U. Corpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS
OS konjungtivitis bakterial akut

VI.DIAGNOSIS BANDING
1. Konjungtivitis viral
2. Episkleritis
3. Skleritis

VII. TERAPI
A. Non medikamentosa
1. Edukasi untuk pasien memakai kaca mata saat berpergian.
2. Hindari mengucek mata.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan area disekitar
mata.
B.Medikamentosa
1. Cendo tobroson ED S 4 gtt 1 OS
2. Methyl prednisolone 4 mg S 2 dd tab 1

7
VIII. PLAN
Pemeriksaan biakan kuman dan uji sensitifitas

IX.PROGNOSIS
OD OS
1. Ad vitam Bonam Bonam
2. Ad fungsionam Bonam Bonam
3. Ad sanam Bonam Bonam
4. Ad kosmetikum Bonam Bonam

BAB I
PENDAHULUAN

Peradangan konjungtiva disebut konjungtivitis. Selain memberikan


keluhan yang khas pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, rasa
panas juga memberi gejala yang khas di konjungtiva, dan sekret. Jika meluas ke
kornea timbul silau dan ada air mata nrocos (epifora). Gejala objektif paling
ringan adalah hiperemi dan berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan
nekrosis. Bangunan yang sering tampak khas lainnnya adalah folikel, flikten dan
sebagainya1,2.
Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan
jumlah penderita penyakit mata di Indonesia 10% dari seluruh golongan umur
penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan
bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua
(9,7%) setelah kelainan refraksi (25,35%)3.
Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi atau imunologik, jamur, parasit,
kimia atau iritatif, etiologi yang tidak diketahui, bersama penyakit sistemik1,3.

8
TINJAUAN PUSTAKA

Mata merupakan jendela dunia. Sebagai salah satu organ panca indera,
mata adalah organ penglihatan tentunya memiliki peranan penting. Salah satu
yang dapat menyerang indra penglihatan yaitu konjungtivitis. Konjungtivitis
adalah peradangan konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata. Orang awam sering menyebutnya dengan mata
merah. Konjungtivitis memberikan keluhan yang khas yaitu mata merah, gatal,
pedih, seperti ada pasir yang mengganjal, dan sekret. Jika meluas ke kornea
timbul silau dan ada air mata nrocos (epifora). Gejala objektif paling ringan
adalah hiperemi dan berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan nekrosis.
Bangunan yang sering tampak khas lainnnya adalah folikel, flikten dan
sebagainya1,2.

I. ANATOMI KONJUNGTIVA
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis
yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris).

9
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu
sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.1
Secara anatomi, konjungtiva terdiri atas 3 bagian:2
Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari
sklera di bawahnya.
Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva
tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Pada konjungtiva bulbi terdapat dua lapisan epithelium dan menebal
secara bertahap dari forniks ke limbus dengan membentuk epithelium berlapis
tanpa keratinisasi pada daerah marginal kornea. Konjungtiva palpebralis
terdiri dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yang lebih tipis. Dibawah epitel
tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada tarsus,
sedangkan bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang
dekat pada daerah kornea.

10
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang
dikelompokkan menjadi dua yaitu1,2:
a. Penghasil musin
1) Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada
daerah inferonasal.
2) Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva
tarsalis superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva
tarsalis inferior.
3) Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.

b. Kelenjar asesoris lakrimalis


Kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring termasuk kelenjar aksesoris.
Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan
banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya
membentuk jaringjaringvaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh
limfe konjungtiva tersusundalam lapisan superfisial dan lapisan profundus
dan bersambung dengan pembuluhlimfe palpebra hingga membentuk
pleksus limfatikus yang banyak5.
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama
(oftalmik)nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat
nyeri5,6.

II. KONJUNGTIVITIS
A. Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit
ini adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu4. Penyakit ini bervariasi mulai dari
hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan
banyak sekret purulen kental4.

11
Jumlah agen-agen yang patogen dan dapat menyebabkan infeksi
pada mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
obat-obatan topikal dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya
jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani
transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif 4.
B. Etiologi
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
1. Infeksi olah virus atau bakteri
2. Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
3. Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar
ultraviolet dari las listrik atau sinar matahari 6.
C. Gejala dan Tanda Klinis
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu
tergores atau panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia.
Jika ada rasa sakit agaknya kornea terkena. Sakit pada iris atau corpus
siliaris mengesankan terkenanya kornea.
Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata,
eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma
konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma),
pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan adenopati pre-
aurikuler.4
D. Klasifikasi
Konjungtivitis, terdiri dari:
1. Konjungtivitis bakterial
2. Konjungtivitis viral
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis Jamur
5. Konjungtivitis Parasit
6. Konjungtivitis iritasi atau kimia 6

1. Konjungtivitis bakterial

12
a. Definisi
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang
disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien
datang dengan keluhan mata
merah, sekret pada mata dan iritasi mata 7.
b. Etiologi dan Faktor Risiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk,
yaitu hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri
hiperakut biasanya disebabkan oleh N. gonnorhoeae, Neisseria
kochii dan N. meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan
oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus.
Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri
subakut adalah H. influenza dan Escherichia coli, sedangkan
bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder
atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis 8.
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata
kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat
menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang
yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan
imunodefisiensi 8.
c. Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora
normal seperti Streptococci, Staphylococci dan Corynebacterium.
Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah
koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis.
Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya
kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun
melalui aliran darah 8,9.
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan
salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata,
serta resistensi terhadap antibiotik 8,9.

13
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah
lapisan epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme
pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari
perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat
pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan
berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme
pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.

d. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri
biasanya dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun
menyeluruh. Selain itu sekret pada konjungtivitis bakteri biasanya
lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus
yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata 10.
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami
gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit
kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata,
sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas
adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu
bangun tidur7.
e. Diagnosis

Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia,


karena mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme
pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang
aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular
seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga
ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama
sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan
obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada

14
hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap
obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak8.
f. Komplikasi
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis
bakteri, kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran
blefaritis. Parut konjungtiva paling sering terjadi dan dapat
merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus
kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa
dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga komponen
mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga
dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan
trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek
kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea4.
g. Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada
temuan agen mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan
antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis
purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif
harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada
konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis
harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret
konjungtiva6.
2. Konjungtivitis Viral
a. Definisi
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat
disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit
berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang
dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada
konjungtivitis bakteri4.
b. Etiologi dan Faktor Risiko

15
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus,
tetapi adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan
penyakit ini, dan Herpes simplex virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh
virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie
A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus 11.
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak
dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan,
kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan
berada di kolam renang yang terkontaminasi6.

c. Patofisiologi
Adenovirus merupakan penyebab yang paling umum dari
konjungtivitis virus. Sub tipe konjungtivitis adenoviral meliputi
keratokonjungtivitis epidemika (pink eye) dan demam
farigokonjungtiva. Transmisi terjadi melalui kontak dengan udara
pernafasan (droplet) penderita infeksi saluran pernafasan atas,
perpindahan virus dari jari seseorang ke konjungtiva permukaan
kelopak mata atau melalui kolam renang yang terkontaminasi.
Setelah masa inkubasi 5-12 hari, penyakit masuk tahap yang akut,
menyebabkan sekret serous, konjungtiva hiperemi, dan timbulnya
follikel. Follikel limfoid meningkat, dengan lesi avaskular dari
ukuran 0,2-2 mm. Mereka mempunyai pusat limfoid germinal yang
memberi respon terhadap agen-agen infeksius.
Adenovirus tipe 8 dapat berkembang biak di dalam jaringan
lunak epitel kornea yang menghasilkan karakteristik keratitis dan
infiltrat subepitelial. Bersama dengan respon imun terhadap antigen
virus, menyebabkan limfosit terkumpul di dalam stroma anterior
superfisial, hanya di bawah epithelium. Kadang-kadang terbentuk
suatu membran konjungtival, yang terdiri dari fibrin dan leukosit.

16
Infeksi primer herpes simpleks okular, umum terjadi pada
anak-anak. Dan biasanya berhubungan dengan terjadinya follikular
konjungtivitis. Infeksi konjungtiva umumnya disebabkan virus
herpes simpleks (HSV) tipe I, walaupun tipe II mungkin juga
sebagai penyebab, terutama pada neonatus. Infeksi yang rekuren,
khas ditemukan pada orang dewasa, yang umumnya dihubungkan
dengan keterlibatan kornea.
Virus varicella zoster dapat mempengaruhi konjungtiva
selama infeksi primer (chikenpox) atau infeksi sekunder (zoster).
Infeksi dapat disebabkan kontak langsung dengan kulit yang
terinfeksi VZV atau zoster atau melalui inhalasi sekresi pernafasan
yang infeksius.
Picornavirus menyebabkan suatu konjungtivitis hemoragik
akut. Secara klinis mirip dengan konjungtivitis adenoviral, tetapi
dengan gejala yang lebih hebat dan hemoragik. Infeksi ini sangat
menular dan dapat terjadi ledakan epidemik.
Molluscum contagiosum dapat menyebabkan terjadinya
konjungtivitis follikular kronis, yang terjadi sebagai akibat
sekunder dari mekanisme pencegahan masuknya partikel virus ke
konjungtiva melalui lesi iritatif di mata.
Virus vaccinia sudah jarang ditemui sebagai penyebab
konjungtivitis, karena hilangnya penyakit cacar (Smallpox),
sehingga pemberian vaksinasinya jarang dilakukan. Infeksi terjadi
secara kebetulan melalui inokulasi partikel virus dari tangan
penderita 11.
d. Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai
dengan etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang
disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata
seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai
pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau

17
keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih
dari 2 bulan. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga
mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi
umum lainnya seperti sakit kepala dan demam4 .
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil
dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia
ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis
hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan
coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi
benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan
perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi
kimosis11.
e. Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung
etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala
yang membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan
informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun
ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan
keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis
konjungtivitis virus. Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan
onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang
terinfeksi10 .
f. Komplikasi
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis,
seperti blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa
timbulnya pseudomembran dan timbul parut linear halus atau parut
datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit4.
g. Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun
atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin

18
tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus
diberikan untuk mencegah terkenanya kornea . Pasien
konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk
meminimalkan penyebaran infeksi7,11 .
3. Konjungtivitis Alergi
a. Definisi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang
paing sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada
konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun. Reaksi
hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di
konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 12.
b. Etiologi dan Faktor Risiko
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu
konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-
tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup,
keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan
konjungtivitis papilar raksasa. Etiologi dan faktor resiko pada
konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya.
Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh tumbuhan
biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan,
dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu
tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma,
eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi
pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan
konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa kontakatau mata
buatan dari plastik4,6.
c. Patofisiologi
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai
dengan subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan
alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan,
air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis

19
berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering
mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat,
konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di
konjungtiva tarsalis inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret
mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan yang paling
sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian
palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu.
Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan
pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang
mirip konjungtivitis vernal 4.

d. Diagnosis
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun
keluarga pasien serta observasi pada gejala klinis untuk
menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling
penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada
mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan
fotofobia 13.
e. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah
ulkus pada korneadan infeksi sekunder.
f. Penatalaksanaan
Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-
antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-
gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala
lainnya 4.
4. Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida
albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai
dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan
pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp,

20
penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii,
Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang4.
5. Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia
californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis,
Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun
jarang4.
6. Konjungtivitis Kimia-Iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh
pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat
menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat
menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah,
fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga
disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin,
miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik
atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan
penghentian substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan4.

21
22
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan, Paul. Dan Witcher, John. Vaughan & Asburys Oftalmologi Umum:
edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal 119.
2. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2009. http://PPM.pdf.com/info-
pterigium-anatomi (24 Februari 2015).
3. Junqueira,LC., 2007. Persiapan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik.
Histology Dasar: teks dan atlas. Edisi 10. Jakarta : EGC.
4. Vaughan , Asbury. 2010. General Ophtalmology. 18 th Edition. UK.
5. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea.
Section11. San Fransisco: MD Association, 2005-2006
6. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003
7. James, Brus, dkk. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Jakatra : Erlangga
8. Marlin, DS. 2009. Conjunctivitis, Bacterial. Diakses tanggal 24 Februari
2015 darihttp://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview
9. Visscher, KL; Hutnik, CM; Thomas, M. 2009. "Evidence-based treatment of
acute infective conjunctivitis: Breaking the cycle of antibiotic prescribing.".
Canadian family physician Medecin de famille canadien
10. Holds JB, Chang WJ, Dailey RS, Foster JA, Kazim M, McCulley TJ, et al,
editors. Orbit, eyelid and lacrimal system. Basic and clinical science course
2009 2010 Section 7. American Academy of Ophthalmology: San
Francisco; 2009.
11. Scott IU, Kevin L. 2010. Conjunctivitis, Viral California: Penn State
College of Medicine Diunduh dari:http://www.scribd.com/doc/35575605/
laporan- penelitian-komunitas-tentang-hasil-program-demam-berdarah-di
puskesmas- bareng. Diakses pada tanggal 24 Februari 2015
12. Cuvillo , et al. 2009. Allergic Conjunctivitis and H1 Antihistamine. J Investig
Allergol Clin Immunol 2009; Vol. 19. Esmon Publicidad
13. Weissman. 2010. Giant Papillary Conjunctivitis.
http://emedicine.medscape.com/article/1191641-overview. Diakses 24
Februari 2015

23

Anda mungkin juga menyukai