Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS

(FA-3211)

PERCOBAAN 4

TITRASI PENGENDAPAN

Oleh :
Elya Khoirunnisa M. (10714013)
Tanggal Percobaan : 9 Maret 2017
Tanggal Pengumpulan : 16 Maret 2017
Nama Asisten : Winni Nur A (10713024)

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK


PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI
SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017

PERCOBAAN IV
TITRASI PENGENDAPAN
I. TUJUAN
1. Menentukan konsentrasi AgNO3 dari hasil pembakuan
2. Menentukan konsentrasi KCNS dari hasil pembakuan
3. Menentukan kadar luminal dalam sampel dengan titrasi pengendapan.
4. Menentukan kadar teofilin dalam sampel dengan titrasi pengendapan.
5. Menentukan kadar klorida dalam sampel anorganik dengan titrasi pengendapan.
II. TEORI DASAR
Titrasi pengendapan merupakan metode titrasi dengan hasil reaksi merupakan
endapan atau garam yang sukar larut dari senyawa analit dengan peniter. Titik akhir titrasi
ditunjukkan dengan semua peniter telah membentuk endapan. Pada titrasi pengendapan
dapat dilakukan analisis secara kuantitatif dengan menghitung hasil kali kelarutan garam
atau endapan yang dihasilkan. Syarat pada metode titrasi pengendapan yaitu :
1. Hasil kali kelarutan garam atau endapan harus sekecil mungkin.
2. Konsentrasi awal larutan sampel harus cukup besar
3. Endapan yang terbentuk tidak bereaksi dengan zat lain.
Selain itu, pada titrasi pengendapan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :
1. Titrasi langsung
Dilakukan dengan cara menambahkan peniter sedikit demi sedikit ke dalam analit
hingga terbentuk endapan.
2. Titrasi tidak langsung
Dilakukan dengan menambahkan zat pengendap secara berlebih pada sampel kemudian
kelebihan pengendap dilakukan titrasi kembali.
Titrasi pengendapan/ argentometri dapat dilakukan dengan 4 metode yaitu :
1. Metode Mohr
Dilakukan dengan titrasi langsung yang digunakan untuk menentukan ion klorida
dan bromida dengan indikator kalium kromat (K2CrO4) dan peniter AgNO3. Titik
akhir berupa Ag2CrO4 berwarna merah jingga dan AgCl garam sukar larut dengan
konsentrasi ion klorida yang tinggi.
2. Metode Volhard
Dilakukan dengan titrasi tidak langsung dengan pengendapan ion halida
menggunakan AgNO3 berlebih. Kemudian kelebihan AgNO3 dititrasi dengan
NH4SCN atau KSCN. Indikator yang digunakan berupa besi (III) nitrat dan titik
akhir berupa endapan putih.
3. Metode Fajans
Dilakukan dengan titrasi langsung dengan peniter AgNO 3 dan indikator adsorpsi
yang menyebabkan munculnya warna seperti fluorosein dan eosin.
4. Metode Budde

1
Dilakukan dengan titrasi langsung dengan AgNO3 yang digunakan dalam penentuan
barbiturate. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya kekeruhan.

III. ALAT DAN BAHAN


1. ALAT
a. Statif
b. Buret
c. Labu elenmeyer
d. Gelas kimia
e. Gelas ukur
f. Labu ukur
g. Pipet tetes
h. Pipet ukur
i. Pipet volumetric
j. Penangas
k. Kertas saring
2. BAHAN
a. NaCl g. Na2CO3 anhidrat
b. K2CrO4 h. Indikator besi (III) ammonium sulfat
c. AgNO3 i. Teofilin
d. KCSN 0,1 N j. Luminal
e. HNO3 k. Aquadest
f. NH4OH

IV. METODOLOGI
Pembakuan pada titrasi pengendapan dilakukan dengan membakuan larutan AgNO3
0,1 N dan larutan KCNS 0,1 N. Pembakuan larutan AgNO3 dibakukan menggunakan NaCl
yang dimasukkan ke dalam elenmeyer kemudian ditambahkan indikator K 2CrO4 beberapa
tetes. Selanjutnya larutan NaCl dititrasi dengan menggunakan AgNO3 hingga berwarna
merah dan terdapat endapan. Volume AgNO3 yang digunakan dalam titrasi hingga titik
akhir dicatat dan dihitung konsentrasi AgNO3. Pembakuan larutan selanjutnya adalah
larutan KCNS menggunakan AgNO3 yang telah dibakukan sebelumnya. Larutan AgNO 3
yang telah dimasukkan ke dalam elenmeyer ditambahkan HNO 3 dan menggunakan
indikator besi (III) ammonium sulfat beberapa tetes. Larutan AgNO 3 dititrasi dengan KCNS
hingga titik akhir berwarna merah kecoklatan. Kemudian volume KCNS dihitung dan
ditentukan konsentrasinya.
Percobaan pada titrasi pengendapan digunakan untuk menentukan kadar luminal,
kadar teofilin dan kadar klorida dalam sampel. Penentuan kadar Luminal dilakukan dengan
titrasi sampel luminal yang dilarutkan dalam air suling dan ditambahkan Na 2CO3 anhidrat
dengan peniter AgNO3 yang telah dibakukan sebelumnya. Sampel dititrasi hingga titik akhir
yang ditunjukkan dengan perubahan warna dari bening menjadi keruh. Kadar ditentukan

2
dengan menghitung volume AgNO3 yang digunakan untuk titrasi yang setara dengan kadar
luminal dalam sampel.
Kadar teofilin dalam sampel yang ditentukan melalui titrasi pengendapan dilakukan
dengan melarutkan sampel ke dalam labu elenmeyer menggunakan aquadest dan larutan
NH4OH encer . Selanjutnya, larutan tersebut dipanaskan beberapa menit menggunakan
penangas hingga larut dan ditambahkan larutan AgNO 3. Larutan yang telah diapanaskan
kemudian didinginkan dan endapannya diasaring serta dicuci menggunakan aquadest
sebanyak 3 kali. Filtrat hasil penyaringan ditampung daln ditambahkan HNO 3 pekat dan
beberapa tetes indikator besi (III) ammonium sulfat. Larutan dilakukan titrasi menggunakan
KCNS hingga titik akhir berwarna merah. Kemudian, volume larutan KCNS yang
digunakan untuk titrasi dicatat dan digunakan untuk menentukan kadar teofilin.
Penentuan kadar klorida dalam sampel dilakukan dengan mengasamkan sampel
berupa larutan NaCl dengan HNO3 pekat. Selanjutnya ditambahkan AgNO3 dalam larutan
sampel hingga terbentuk endapan. Endapan kemudian dicuci dengan HNO3 3 kali dan
diambil filtratnya untuk ditambahkan indikator besi (III) ammonium sulfat beberapa tetes.
Larutan sampel dititrasi menggunakan larutan KCNS hingga berwarna merah. Volume
KCNS yang digunakan untuk titrasi dicatat dan dihitung kadar klorida dalam sampel
tersebut.

V. PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN DATA


1. Pembakuan
a. Larutan AgNO3 0,1 N
Dibakukan dengan 25 mL NaCl 0,1 N dan indikator K2CrO4
Volume AgNO3 untuk titrasi sampel = 24, 9 mL
Volume AgNO3 untuk titrasi blanko = 0,1 mL
M1. V1 = M2. V2
0,1 Mx 25 mL = M . (24,9 0,1) mL
2

M2 = 0,1008 M
N = 0.1008 N
b. Larutan KCNS 0,1 N
Dibakukan AgNO3 25 mL dan ditambahkan HNO3 dengan indikator besi (III)
ammonium sulfat
Volume KCNS untuk titrasi sampel = 24,9 mL
Volume KCNS untuk titrasi blanko = 0,15 mL
M1. V1 = M2. V2
0,1008 M x 25 mL = M2. (24,9 0,15) mL
M = 0,1018 M
2

N = 0,1018 N

3
2. Penentuan kadar
a. Kadar Luminal
Sampel dilarutkan dalam 30 mL air suling dan ditambahkan 1 gram Na2CO3 anhidrat
dititrasi dengan AgNO3 0,1008 N
Volume aliquot = 10 mL
( 2,75+ 2,6 ) mL
Volume AgNO3 untuk titrasi sampel = =2, 675 mL
2

Mluminal. Vluminal = Mtitran. Vtitran


n luminal = 0,1008 M. 2, 675 mL
n luminal = 0,26964 mmol
1 mL AgNO3 0.1N ~ 23,22 mg luminal
Massa luminal dalam sampel
0,26964 mmol 30 mL
m= x 23,22mgx
0,1 mmol 10 mL
m= 187, 831 mg luminal dalam sampel

Massa luminal sebenarnya = 272,3 mg


187,831272,3 x 100 =31
Galat = 272,3

b. Kadar Teofilin
Sampel dilarutkan dalam 50 mL aquadest dan 8 mL NH4OH. Dibilas dengan air 30
mL dan dititrasi degan KCNS 0,1018 N serta indikator besi (III) ammonium sulfat.
Volume aliquot = 10 mL
( 2,15+ 2,35 ) mL
Volume KCNS untuk titrasi sampel = =2,25 mL
2

Volume KCNS untuk titrasi blanko = 2,75 mL


Volume titran = 2,75 mL 2,25 mL = 0,5 mL
Mteofilin. Vteofilin = Mtitran. Vtitran
0,1008 M x V = 0,1018 M. 0,5 mL
V = 0,504 mL AgNO3
1 mL AgNO3 0.1N ~ 18,02 mg teofilin
Massa teofilin dalam sampel
0,1008 N 110 mL
m= x 18,02 mgx 0,504 mL x
0,1 N 10 mL
m= 100,702 mg teofilin dalam sampel

Massa teofilin sebenarnya = 138,8 mg

4
100,702138,8 x 100 =27,448
Galat = 138,8

c. Kadar Klorida
6 mL sampel diasamkan dengan 2,5 mL HNO3 pekat. Ditambahkan 10 mL AgNO3
dan dititrasi degan KCNS 0,1018 N serta indikator besi (III) ammonium sulfat.
Volume aliquot = 10 mL
( 2,15+ 2,75 ) mL
Volume KCNS untuk titrasi sampel = =2,45 mL
2

Volume KCNS untuk titrasi blanko = 10,15 mL


Volume titran = 10,15 mL 2,45 mL = 7,7 mL
Mklorida. Vklorida = Mtitran. Vtitran
n klorida = 0,1018 M. 7,7 mL
n klorida = 0,78386 mmol
Massa klorida dalam sampel
0,78386 mol gram 24,5 ml
m= x 58,5 x
1000 mol 10 ml
m= 112,35 mg klorida dalam sampel

Massa klordia sebenarnya dalam 6 ml sampel = 25,5 mg


112,3525,5 x 100 =340,58
Galat = 25,5

VI. PEMBAHASAN
Titrasi pengendapan merupakan metode titrasi dengan hasil reaksi merupakan
endapan atau garam yang sukar larut dari senyawa analit dengan peniter. Titik akhir titrasi
ditunjukkan dengan semua peniter telah membentuk endapan. Pada titrasi pengendapan
dapat dilakukan analisis secara kuantitatif dengan menghitung hasil kali kelarutan garam
atau endapan yang dihasilkan. Syarat pada metode titrasi pengendapan yaitu :
1. Hasil kali kelarutan garam atau endapan harus sekecil mungkin.
2. Konsentrasi awal larutan sampel harus cukup besar
3. Endapan yang terbentuk tidak bereaksi dengan zat lain.
Selain itu, pada titrasi pengendapan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :
1. Titrasi langsung
Dilakukan dengan cara menambahkan peniter sedikit demi sedikit ke dalam analit
hingga terbentuk endapan.
2. Titrasi tidak langsung

5
Dilakukan dengan menambahkan zat pengendap secara berlebih pada sampel kemudian
kelebihan pengendap dilakukan titrasi kembali.
Titrasi pengendapan/ argentometri dapat dilakukan dengan 4 metode yaitu :
1. Metode Mohr
Dilakukan dengan titrasi langsung yang digunakan untuk menentukan ion klorida dan
bromida dengan indikator kalium kromat (K2CrO4) dan peniter AgNO3. Titik akhir
berupa Ag2CrO4 berwarna merah jingga dan AgCl garam sukar larut dengan konsentrasi
ion klorida yang tinggi. Pengendapan yang terjadi pada metode ini terdapat 2 tingkatan,
yaitu pengendapan dengan membentuk AgCl sukar larut, kemudian setelah terjadi titik
ekivalen maka kelebihan volume titran akan membentuk reaksi endapan dengan ion
kromat dari indikator yang berwarna merah.

AgNO3 + NaCl (atau ion halida lain) AgCl (endapan putih) + NaNO3
2AgNO3 + K2CrO4 (kuning) Ag2CrO4 (endapan merah) + (KNO3)2

2. Metode Volhard
Dilakukan dengan titrasi tidak langsung dengan pengendapan ion halida menggunakan
AgNO3 berlebih. Kemudian kelebihan AgNO 3 dititrasi dengan peniter NH4SCN atau
KSCN. Indikator yang digunakan berupa besi (III) nitrat dan titik akhir berupa endapan
putih. Reaksi yang terjadi pada metode ini yaitu antara AgNO 3 dengan NH4SCN atau
KSCN hingga membentuk endapan warna putih. Selanjutnya, setelah mencapai titik
akhir satu tetes titran akan bereaksi dengan indikator membentuk kompleks ferri
tiosianat berwarna merah.
AgNO3 + KSCN AgSCN (endapan putih) + KNO3
KSCN (berlebih) + besi (III) ammonium sulfat Fe(CSN)2+ (merah)
3. Metode Fajans
Dilakukan dengan titrasi langsung dengan peniter AgNO 3 dan indikator adsorpsi berupa
asam atau basa organik lemah yang dapat terurai menjadi ion-ionnya dan ion-ion ini
dapat diabsorbsi oleh permukaan endapan dari reaksi. Indikator inilah yang dapat
berfluorosensi yang digunakan sebagai tanda titik akhir titrasi. Contoh dari indikator
adsorpsi yaitu :
a. Flouroscein pH 7-10 : Cl- ,Br-, I-, dan CNS-
b. Diklor Flouroscein pH 4,4-7,0 : Cl- ,Br-, I-, dan CNS-
c. Eosin (tetrabrom Flouroscein) pH 2 : Br-, I-, dan CNS-
4. Metode Budde

6
Dilakukan dengan titrasi langsung dengan AgNO3 yang digunakan dalam penentuan
barbiturate seperti fenobarbital, luminal, sekobarbital, dan amobarbital. Titik akhir
titrasi ditandai dengan adanya kekeruhan.
Pada titrasi pengendapan, hasil yang diperoleh yang diharapkan adalah terjadinya
endapan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan dalam reaksi kimia yang terjadi salah satunya
adalah faktor yang memengaruhi kelarutan suatu zat yaitu :
1. Ion sejenis
Pada reaksi kimia, apabila ditanbahkan ion sejenis berarti menambahkan jumlah reaktan
sehingga kesetimbangan bergeser ke arah produk. Hal ini dapat menyebabkan
terbentuknya produk yang sukar larut atau mengendap.

2. Suhu
Pada reaksi endotermik (senyawa yang menyerap panas dari luar) apabila suhu dinaikkan
maka akan mempercepat kelarutan. Sebaliknya pada reaksi eksotermik apabila suhu
dinaikkan maka akan lebih sukar larut.
3. pH
Pada senyawa asam lemah akan mudah larut pada pH yang semakin tinggi (basa)
sedangkan pada senyawa basa lemah akan mudah larut pada pH yang semakin rendah
(asam). Reaksi antara asam dan basa ini akan membentuk garam yang mudah larut.
4. Pelarut
Pada pelarut semi polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar atau non polar karena
sifat pelarut yang berada di antara dua sifat pelarut yang lainnya. Sedangkan pelarut polar
akan melarutkan senyawa polar saja dan pelarut non polar juga akan melarutkan senyawa
non polar saja.
5. Pelarut campur atau kosolven
Pada pelarutan suatu senyawa dibutuhkan konstanta dielektrik yang hampir sama atau
sama antara pelarut dan senyawanya. Pelarut campur merupakan salah satu metode yang
digunakan untuk mengubah konstanta dielektrik dari pelarut agar mendekati senyawa
sehingga dapat melarutkan senyawa tersebut.
6. Bentuk dan Ukuran partikel
Senyawa yang mudah larut umumnya memiliki struktur yang asimetri atau ikatan yang
tidak beraturan, hal ini terjadi karena ikatan yang tidak beraturan akan mudah diputuskan
oleh pelarut sehingga mudah untuk dilarutkan. Selain itu, semakin kecil ukuran suatu
partikel akan lebih mudah dilarutkan karena luas permukaan yang semakin besar dan lebih
mudah untuk berinteraksi dengan pelarut.
7. Surfaktan

7
Surfaktan akan meningkatkan kelarutan dengan menurunkan tegangan permuakaan.
Molekul yang terdiri dari bagian polar dan non polar ini akan membentuk suatu lapisan
dengan polar menghadap ke air dan non polar menghadap ke udara yang akan
mempermudah untuk melarutkan suatu senyawa.
Pada titrasi pengendapan dilakukan pembakuan peniter berupa larutan AgNO 3 dengan
menggunakan larutan NaCl yang ditambahkan dengan indikator kalium kromat (K2CrO4).
Larutan NaCl kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan AgNO3 hingga berubah
menjadi warna merah dan terdapat endapan. Reaksi dalam pembakuan ini terjadi dua
tingkatan reaksi yaitu pembentukan endapan dari reaksi antara AgNO 3 dengan NaCl
membentuk garam sukar larut berupa AgCl. Kemudian apabila telah mencapai titik
ekivalen, satu tetes AgNO3 yang ditambahkan pada titrasi akan bereaksi dengan indikator
yang membentuk kompleks berwarna merah. Kompleks berwarna merah inilah yang
dijadikan tanda titik akhir titrasi. Setelah terjadi perubahan warna larutan, volume AgNO 3
dicatat dan dihitung konsentrasi AgNO 3. Hasil dari pembakuan medapat konsentrasi 0,1008
N. Hasil ini berbeda sedikit dengan kosentrasi sesungguhnya yang disebabkan oleh alat
yang belum benar benar kering sehingga terjadi kemungkinan AgCl yang larut (karena
AgCl) mudah larut sehingga menyebabkan perbedaan konsentrasi.
AgNO3 + NaCl AgCl (endapan putih) + NaNO3
2AgNO3 + K2CrO4 (kuning) Ag2CrO4 (endapan merah) + (KNO3)2

Pembakuan peniter juga dilakukan untuk peniter KCNS. Pembakuan peniter KCNS
dilakukan dengan menggunakan larutan AgNO3 yang telah dibakukan sebelumnya. Larutan
AgNO3 dimasukkan ke dalam elenmeyer dan ditambahkan HNO3 serta menggunakan
indikator besi (III) ammonium sulfat. Selanjutnya, larutan dititrasi dengan menggunakan
larutan KCNS hingga terbentuk warna merah kecoklatan. Pada pembakuan peniter ini,
penambahan HNO3 bertujuan untuk mempercepat reaksi karena HNO 3 bersifat asam dan
berfungsi sebagai katalis. Selain itu, larutan HNO3 juga berfungsi untuk mencegah
terbentuknya Fe(OH)3 dari indikator yang dapat mengurangi jumlah Fe dalam indikator dan
dapat memengaruhi reaksi. Reaksi yang terjadi pada pembakuan ini juga terdapat dua
tingkatan reaksi yaitu pembentukan endapan dan pembentukan senyawa kompleks
berwarna. Reaksi pengendapan terjadi antara AgNO3 dengan KCNS membentuk endapan
AgCNS berwarna putih. Selanjutnya pembentukan senyawa kompleks berwarna antara
kelebihan peniter KCNS dengan indikator membentuk senyawa Fe(CSN) 2+ berwarna merah
kecoklatan yang digunakan untuk menandai titik akhir titrasi. Hasil dari pembakuan sebesar
0,1018 N yang berbeda dari konsentrasi sesungguhnya sebesar 0,1 N. Hal ini dapat terjadi

8
karena kemungkinan kontaminasi uap air atau udara yang bereaksi dengan Fe pada
indikator membentuk Fe(OH)3 sehingga dapat memengaruhi konsentrasi larutan.
AgNO3 + KSCN AgSCN (endapan putih) + KNO3
KSCN (berlebih) + besi (III) ammonium sulfat Fe(CSN)2+ (merah)
Penentuan kadar luminal dilakukan dengan titrasi pengendapan yang menggunakan
metode Budde karena luminal merupakan salah satu contoh senyawa barbiturat. Pada
penentuan kadar ini dilakukan dengan melarutkan luminal ke dalam air dan ditambahkan
Na2CO3 anhidrat. Kemudian larutan dititrasi langsung dengan AgNO3 hingga terbentuk
kekeruhan pada larutan. Penambahan Na2CO3 bertujuan menyerap air agar endapan yang
terbentuk berupa garam Na-luminal tidak larut air karena sifatnya yang mudah larut. Pada
titrasi pengendapan penentuan kadar luminal ini, tidak digunakan indikator tetapi titik akhir
titrasi ditandai dengan adanya kekeruhan. Reaksi yang terjadi pada titrasi ini yaitu pada saat
Na2CO3 ditambahkan pada luminal maka ion Na+ akan menyerang ion H+ pada gugus OH di
luminal. Pergantian ion H+ dengan ion Na+ ini akan membentuk garam Na- luminal yang
mudah larut dalam air atau tidak stabil terhadap air. Oleh karena itu, fungsi penambahan
Na2CO3 ini untuk mencegah larutnya garam luminal ini. Garam luminal yang tidak stabil ini
kemudian ditambahkan AgNO3 sehingga terjadi penyerangan ion Ag+ pada ion Na+ dan ion
H+ pada gugus luminal. Kemudian terbentuk kompleks luminal-2Ag+ yang tidak larut air
dan ditandai dengan kekeruhan pada titik akhir titrasi. Hasil titrasi pengendapan ini
mendapat massa luminal dalam sampel 187, 831 mg dengan galat 31%. Perbedaan massa
dan besarnya galat ini dapat disebabkan karena kurangnya Na2CO3 anhidrat sehingga masih
terdapat air dari alat atau uap air dari udara. Hal ini menyebabkan garam luminal yang
terbentuk mudah larut dalam air dan mengurangi jumlah luminal dalam sampel sehingga
pada pembentukan luminal-2Ag+ juga semakin kecil karena jumlah luminal yang telah
berkurang.

Gambar 6.1 Reaksi titrasi pengendapan luminal oleh AgNO 3


Penentuan kadar teofilin menggunakan titrasi kembali pengendapan atau dengan
menggunakan metode Vollhard. Pada titrasi ini, sampel yang berisi teofilin dilarutkan dalam

9
air dan ditambahkan NH4OH encer. Penambahan NH4OH ini bertujuan untuk memudahkan
pelarutan teofilin karena bersifat basa yang melarutkan asam dan membentuk aminofilin yang
akan ditentukan kadarnya. Kemudian, larutan dipanaskan untuk memudahkan pelarutan pula
dan ditambahkan AgNO3 berlebih. Selanjutnya, endapan yang tersisa disaring dengan
menggunakan kertas saring dan dibilas dengan air sebanyak 3 kali. Filtrat hasil dari
penyaringan kemudian dikumpulkan dan ditambahkan HNO3 pekat dan indikator besi (III)
ammonium sulfat dan dilakukan titrasi menggunakan KCNS. Pada reaksi ini aminofilin akan
bereaksi dengan AgNO3 berlebih dengan ion Ag+ menggantikan ion H+ pada teofilin sehingga
membentuk endapan berwarna putih. Pada proses ini penambahan HNO3 pekat bertujuan agar
menyeimbangkan pH atau suasana pada reaksi karena pada penambahan basa NH 4OH dapat
mengakibatkan terbentuknya endapan Fe(OH)3 dari indikator yang menyebabkan
penambahan endapan pada reaksi. Selanjutnya, kelebihan AgNO3 ini akan bereaksi dengan
KCNS dan membentuk kompleks AgCNS berwarna putih. Setelah mencapai titik ekivalen,
penambahan KCNS pada larutan akan bereaksi dengan indikator dan menghasilkan kompleks
Fe(CSN)2+ berwarna merah. Oleh karena itu, titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
larutan menjadi berwarna merah dan terdapat endapan putih sehingga dapat ditentukan kadar
teofilin dalam sampel. Hasil titrasi pengendapan ini mendapat hasil 100,702 mg dengan galat
27,448%. Hal ini dapat terjadi karena pada proses pelarutan teofilin masih banyak yang tidak
larut sehingga dapat mengurangi jumlah teofilin dalam sampel. Selain itu, dapat pula terjadi
karena kurangnya penambahan asam untuk menetralkan basa NH 4OH yang dapat
menyebabkan pembentukan Fe(OH)3 dan membentuk endapan sehingga menambah jumlah
endapan dalam reaksi dan mempercepat terjadinya titik ekivalen yang menyebabkan
pengurangan kadar dalam sampel.

Gambar 6.1 Reaksi titrasi pengendapan teofilin dengan AgNO 3


Penentuan kadar klorida dalam sampel dilakukan dengan metode Vollhard dengan
melarutkan sampel pada AgNO3 berlebih dan penambahan HNO3 bertujuan agar

10
menyeimbangkan pH atau suasana pada reaksi dapat mengakibatkan terbentuknya endapan
Fe(OH)3 dari indikator pada suasana basa. Kemudian endapan yang dihasilkan dari AgNO3
dengan sampel klorida berupa AgCl disaring dan dibilas 3 kali dengan HNO3. Tujuan dari
penyaringan ini untuk memisahkan endapan AgCl agar tidak larut kembali karena memiliki
nilai Ksp yang lebih besar (mudah larut) dibandingkan AgCSN. Selanjutnya filtrat hasil
penyaringan ini ditambahkan indikator besi (III) ammonium sulfat dan dititrasi dengan
KCNS hingga berwarna merah. Reaksi yang terjadi pada penentuan kadar ini berupa
pembentukan endapan AgCl kemudian kelebihan AgNO3 akan bereaksi dengan KCNS dan
membentuk endapan AgCNS endapan berwarna putih hingga titik ekivalensi. Titika akhir
berwarna merah berasal dari reaksi KCNS dan indikator menghasilkan kompleks berwarna
merah Fe(CSN)2+ . Hasil dari titrasi ini mendapatkan massa klorida sebesar 112,35 mg dengan

galat 340,58 . Hasil ini jauh lebih besar daripada kadar sesungguhnya, karena

kemungkinan terdapat endapan AgCl yang larut kembali sehingga menambah jumlah ion Ag+
pada sampel dan menyebabkan semakin banyaknya AgNO3 yang bereaksi dan menyebabkan
penambahan jumlah klorida.

VII. KESIMPULAN
1. Konsentrasi AgNO3 dari hasil pembakuan 0,1008 N
2. Konsentrasi KCNS dari hasil pembakuan 0,1018 N
3. Kadar luminal dalam sampel dengan titrasi pengendapan 187, 831 mg dengan galat

31 .

4. Kadar teofilin dalam sampel dengan titrasi pengendapan 100,702mg dengan galat

27,448 .

5. Kadar klorida dalam sampel dengan titrasi pengendapan 112,35 mg dengan galat

340,58 .

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Martin, Alfred, dkk. 1993. Farmasi Fisik Edisi III. Jakarta : UI Press.
Halaman 182-189.

Underwood, A. L., Day, R. A. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi VI. Jakarta : Erlangga.
Halaman 223-224.

11
12

Anda mungkin juga menyukai