Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak awal tahun 1999, telah ditetapkan visi baru pembangunan kesehatan
yang dinyatakan dengan moto INDONESIA SEHAT 2010. Diharapkan bahwa
pada tahun 2010, bangsa Indonesia digambarkan akan hidup dalam lingkungan
yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, serta dapat memilih, mengakses
dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan berkeadilan,
sehingga memiliki derajat kesehatan yang optimal.
Salah satu misi pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010
adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Untuk dapat
terselenggaranya misi tersebut ditetapkanlah empat strategi pembangunan
kesehatan, yaitu pembangunan berwawasan kesehatan, profesionalisme, jaminan
pemeliharaan kesehatan, dan desentralisasi (Depkes, 1999). Oleh karena itu,
untuk menjamin terlaksananya pembangunan kesehatan yang digariskan dalam
kebijakan desentralisasi, paradigma sehat, dan Indonesia Sehat 2010, semua
kebijakan pembangunan yang sedang dan atau akan ditetapkan hendaknya
memiliki wawasan kesehatan. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya agar semua
penentu kebijakan memahami hakikat pembangunan berwawasan kesehatan.
Desentralisasi pembangunan kesehatan dimaksudkan untuk lebih
mengoptimalkan pembangunan bidang kesehatan dengan cara lebih mendekatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan sistem desentralistik diharapkan
program pembangunan kesehatan lebih efektif dan efisien serta menyentuh kepada
kebutuhan kesehatan riil masyarakat. Sistem desentralistik juga memberi
kewenangan bagi daerah untuk menentukan sendiri program serta pengalokasian
dana pembangunan kesehatan di daerahnya. Hal ini berbeda dengan sistem
sentralistik yang mekanisme penyusunan program dan pengalokasian dana
pembangunannya yang top-down. Secara tidak langsung sistem sentralistik
menganggap masalah kesehatan di seluruh Indonesia sama, padahal kenyataannya
tidak dan bahkan sangat berbeda dari daerah yang satu ke daerah lain. Dengan
sistem desentralisasik diharapkan pembangunan kesehatan dilakukan dengan

1
mempertimbangkan masalah dan kebutuhan kesehatan dan potensi setempat serta
diharapkan adanya keterlibatan masyarakat (community involvement) yang besar
dalam pembangunan kesehatan di daerahnya. Dengan cara ini masyarakat tidak
lagi sebagai objek pembangunan tetapi akan berperan sebagai subjek
pembangunan.
Hakikat desentralisasi kesehatan ini juga sesuai dengan paradigma sehat
yang ditetapkan sebagai model pembangunan kesehatan di Indonesia, yaitu
pembangunan kesehatan yang mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif
tanpa mengabaikan upaya-upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes, 2001).
Paradigma sehat merupakan modal pembangunan kesehatan yang dalam jangka
panjang akan mampu mendorong masyarakat untuk bersikap dan bertindak
mandiri dalam menjaga kesehatannya sendiri melalui kesadaran terhadap
pentingnya upaya-upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.
Pembangunan kesehatan yang merata di seluruh pelosok nusantara dengan
adanya minimal satu Puskesmas di tiap wilayah kecamatan, menyumbangkan
peranan penting dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat seperti yang
ditunjukkan dalam penurunan angka kematian dan kesakitan secara bermakna
dalam tiga dasawarsa terakhir. Namun di samping keberhasilan tersebut,
Puskesmas masih menghadapi berbagai macam permasalahan, antara lain :
Pada umumnya citra Puskesmas masih kurang baik, terutama berkaitan
dengan mutu pelayanan.
Tiga fungsi Puskesmas belum dijabarkan dengan baik secara operasional
dan pelaksanaannnya belum berjalan secara seimbang, bobot
pelaksanaannya lebih besar pada fungsi pelayanan kesehatan terutama
pada kegiatan pengobatan, sehingga tugas utama puskesmas dalam
pelayanan kesehatan masyrakat belum berjalan secara optimal.
Beban tugas Puskesmas yang cukup berat karena program kegiatan yang
dilaksanakan tidak sesuai dengan ketersediaan sumber daya yang
memadai, dan permasalahan kesehatan setempat.
Untuk menghadapi berbagai tantangan yang terkait dengan era globalisasi,
permasalahan Puskesmas dan sejalan dengan penerapan desentralisasi serta

2
tuntutan masyarakat tentang transparansi dan akuntabilitas, maka konsep
Puskesmas dipandang perlu untuk ditinjau kembali dan disempurnakan, sehingga
dapat diwujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu, erfektif, efisisen, merata
dan berkesinambungan di seluruh pelosok tanah air.

3
BAB II
DESENTRALISASI DI BIDANG KESEHATAN

Desentralisasi dalam arti umum didefinisikan sebagai


pemindahan kewenangan, atau pembagian kekuasaan dalam
perencanaan pemerintahan, manajemen dan pengambilan
keputusan dari tingkat nasional ke tingkat daerah (Rondinelli,
1981). Secara lebih umum desentralisasi didefinisikan sebagai
pemindahan kewenangan, kekuasaan, perencanaan
pemerintahan, dan pengambilan keputusan dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah
(Mills, dkk, 1989). Dalam prakteknya, terdapat empat jenis
desentralisasi yang umum dijumpai, yaitu dekonsentrasi,
devolusi, delegasi, dan privatisasi (Rondinelli, 1983). Istilah
dekonsentrasi dipakai untuk menggambarkan pemindahan
beberapa kekuasaan administratif ke kantor-kantor daerah dari
pemerintah pusat. Dalam prakteknya, sebelum era otonomi
daerah, Indonesia sudah menerapkan dekonsentrasi, yaitu
dengan adanya Kantor Wilayah Departemen di provinsi. Karena
dekonsentrasi melibatkan pemindahan fungsi administratif,
bukan fungsi politis, maka dekonsentrasi merupakan bentuk
desentralisasi yang paling lemah. Dalam hal ini, Kantor Wilayah
Deparetemen hanya merupakan perpanjangan tangan
pemerintah pusat, karena secara riil tanggung jawab
pemerintahan tetap berada pada pemerintah pusat.
Devolusi merupakan kebijakan untuk membentuk atau
memperkuat pemerintahan tingkat sub-nasional (pemerintah
daerah) yang benar-benar independen dari tingkat pusat dalam
beberapa fungsi secara jelas. Otoritas daerah mempunyai status
hukum yang jelas, sejumlah fungsi yang harus dikerjakan, dan

4
kewenangan untuk mencari sumber pembiayaan serta
pembelanjaannya. Pemerintah Indonesia, secara setengah hati
telah mempraktekkan devolusi, yaitu dengan adanya Kantor
Dinas di Kabupaten/Kota. Walaupun pihak Dinas Kabupaten/Kota
diberi kewenangan untuk mencari sumber dana sendiri, namun
dalam prakteknya bagian terbesar pembiayaannya masih berasal
dari pemerintah pusat. Pemerintah pusat, secara kuat, masih
memegang kewenangan dalam hal penentuan kebijakan
pembangunan di daerah.
Delegasi berkaitan dengan pemindahan tanggung jawab
manajerial untuk tugas-tugas tertentu ke organisasi-organisasi
tertentu di luar stuktur pemerintah pusat, tetapi pelaksanaannya,
secara tidak langsung, masih dikontrol pemerintah pusat.
Pemerintah pusat memandang pendelegasian tanggungj awab
sebagai suatu cara untuk menghindari ketidakefisienan
pengelolaan, penghematan biaya pengawasan, dan untuk
menyusun suatu organisasi yang responsif dan luwes.
Tanggungjawab terakhir masih di tangan pemerintah pusat,
tetapi pelaksananya mempunyai kewenangan luas untuk
melaksanakan tugas-tugas kewenangan dan kewajiban yang
sudah ditentukan. Pengadaan dokter pegawai tidak tetap (dokter
PTT) adalah contoh delegasi di Indonesia. Pengadaan dokter PTT
merupakan kebijakan pemerintah pusat (termasuk penggajian),
sedangkan pengelolaannya (penugasan) merupakan wewenang
pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan.
Privatisasi merupakan pemindahan tugas-tugas
pengelolaan ke organisasi-organisasi sukarelawan atau
perusahaan privat, baik yang mencari untung maupun tidak.
Dalam bidang kesehatan, beberapa jenis pelayanan telah
diserahkan kepada perusahaan swasata, seperti pengelolaan

5
Rumah Sakit dan perusahaan farmasi. Namun penting untuk
diketahui bahwa privatisasi tidak membuat pemerintah lepas
beban dari pengelolaan pelayanan kesehatan. Sebuah badan
pengatur (misalnya Badan Pengawasan Obat dan Makanan)
dibutuhkan untuk mengawasi penyediaan dan mutu obat dan
makanan. Perbedaan antara keempat jenis desentralisasi
tersebut di atas pada prinsipnya berdasar atas status hukumnya
(Mills, dkk, 1989). Selanjutnya, salah satu jenis desentralisasi di
negara tertentu dapat lebih menonjol daripada jenis yang
lainnya, atau bahkan saling tumpang tindih.
Desentralisasi kesehatan di Indonesia secara lebih jelas
dilakasanakan setelah dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999, PP
No. 25 tahun 2000, serta SE Menkes No.1107/Menkes/E/VII/2000.
UU No. 22 tahun 1999 pasal 1 ayat h menyebutkan otonomi
daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat (termasuk bidang
kesehatan), menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Menurut aturan perundang-undangan dan dalam
prakteknya, desentralisasi bidang kesehatan di Indonesia
menganut semua jenis desentralisasi (dekonsentrasi, devolusi,
delegasi, dan privatisasi). Hal ini terlihat dari masih adanya
kewenangan pemerintah pusat yang didekonsentrasikan di
daerah provinsi melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Selain itu,
berdasarkan SE Menkes/E/VII/2000 disebutkan beberapa tugas
yang mungkin tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten/kota dapat diserahkan ke tingkat yang lebih tinggi.
Upaya privatisasi pelayanan kesehatan dan perusahaan
pendukung pelayanan kesehatan juga sedang giat dilakukan.

6
Kandungan makna substansial dari desentralisasi adalah
bagaimana menyejahterakan dan menciptakan keadilan bagi
kehidupan masyarakat di daerah (Tagela, 2001). Selanjutnya,
Simangunsong (2001) mengatakan bahwa inti dari pelaksanaan
otonomi daerah adalah terdapatnya keluwesan pemerintah
daerah untuk melaksanakanan pemerintahan sendiri atas
prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam
mengembangkan dan memajukan daerahnya. Dalam bidang
kesehatan, implikasi desentralisasi pembangunan kesehatan,
antara lain, adalah sebagai berikut: 1) Terwujudnya
pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan
atas aspirasi masyarakat. 2) Pemerataan pembangunan dan
pelayanan kesehatan, 3) Optimalisasi potensi pembangunan
kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap, 4) Memacu
sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang
selama ini hanya mengacu pada petunjuk atasan, 5)
Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan
(termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa mengabaikan peran
serta sektor lain. Kesemuanya ini bermuara pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat di daerah.

7
BAB III
PENYELENGGARAAN PUSKESMAS
DI ERA DESENTRALISASI

3.1 Pola Pikir


Secara umum tujuan penyelenggaraan puskesmas di era desentralisasi
adalah untuk mewujudkan puskesmas yang mampu menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien., merata, bermutu, terjangkau
dan memenuhi kebutuhan masyarkat di wilayah kerjanya (Depkes, 2001)

3.2 Asas Manajemen Penyelenggaraan Puskesmas di Era Desentralisasi


(Depkes,
2001)
Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama di Indonesia,
pengelolaan program kerja Puskesmas berpedoman pada empat asas:
1. Asas pertanggungjawaban wilayah
Puskesmas harus bertanggung jawab atas pembangunan kesehatan
di wilayah kerjanya. Program Puskesmas yang dilaksanakan selain
menunggu kunjungan masyarakat ke Puskesmas (kegiatan di dalam
gedung puskesmas / kegiatan pasif) juga memberikan pelayanan kesehatan
sedekat mungkin kepada masyarakat melalui kegiatankegiatan di luar
gedung (kegiatan aktif). Program kegiatan yang dilaksanakan lebih
mengutamakan program pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit.
2. Asas peran serta masyarakat
Puskesmas juga harus selalu mengupayakan untuk melibatkan dan
bekerja sama dengan masyarakat, mulai dari kegiatan mengidentifikasi
masalah kesehatan, mencari dan menggali sumber daya., merumuskan dan
merencanakan program kegiatan kesehatan, melaksanakan program
kegiatan kesehatan sampai mengevaluasi dan menilai hasil kegiatannya.

8
Bentuk peran serta masyarakan ini dapat berupa berbagai macam hal
seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Upaya Kesehatan Kerja
(Pos UKK), Pondok Bersalin Desa (Polindes), Badan Penyantunan
Puskesma (BPP), Pos Obat Desa (POD), dan lainlain.
3. Asas keterpaduan
Dalam usahanya untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya, maka Puskesmas harus bermitra kerja dan
berkoordinasi dengan instasi yang terkait, swasta dan lembaga swadaya
masyarakat dalam upaya untuk menyelaraskan dan mengintegrasikan
program kegiatan Puskesmas, sehingga program tersebut dapat berjalan
dengan lebih efektif dan efisien, bermutu dan berkesinambungan. Upaya
tersebut tercermin dalam kegiatan rapat bulanan (keterpaduan lintas
program) dan kegiatan rapat tribulanan (keterpaduan lintas sektor), dan
lainlain.
4. Asas rujukan
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama, sehingga bila puskesmas tidak mampu menangani masalah
kesehatan yang ada karena pertimbangan ketidakmampuan menjangkau
sasaran, keterbatasan ketersediaan dan kemampuan sumber daya,
keterbatasasn kewenangan Puskesmas dan lainlain , maka puskesmas
dapat melakukan rujukan secara vertikal maupun horisontal.

3.3 Penyelenggaraan Puskesmas di Era Desentralisasi


Puskesmas merupakan unit pelaksana pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya. Sebagai suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina
peran serta masyarakat, di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok. Dengan kata lain Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung
jawab atas kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Depkes, 2001).
Unit pelaksana

9
Unit pelaksana adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas yang
selanjutnya disebut UPTD, yakni organisasi di lingkungan Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota yang melaksanakan tugas teknis operasional.
Pembangunan kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal. Pembangunan kesehatan meliputi pembangunan yang
berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keleuarga , serta
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu.
Wilayah kerja
Wilayah kerja adalah batasan wilayah kerja puskesmas dalam
melaksanakan tugas dan fungsi pembangunan kesehatan, yang ditetapkan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota berdasarkan keadaan geografis,
demografi, sarana transportasi, masalah kesehatan setempat, sumber daya,
beban kerja puskesmas dan lainlain. Halhal lain yang harus diperhatikan
adalah upaya untuk meningkatkan koordinasi, memperjelas tanggung
jawab pembangunan dalam wilayah kecamatan, meningkatkan sinergisme
pembangunan dalam wilayah kecamatan, meningkatkan sinergisme
kegiatan dan meningkatkan kinerja. Sasaran penduduk yang dilayani oleh
sebuah Puskesmas meliputi rata-rata 30.000-50.000 penduduk setiap
Puskesmas. Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta
atau lebih, wilayah kerja puskesmas dapat meliputi satu kelurahan.
Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah pendudukan 150.000 jiwa
atau lebih, merupakan Puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai
pusat rujukan bagi Puskesmaas kelurahan dan juga mempunyai fungsi
koordinasi.

Sesuai dengan luas wilayah, keadaan geografis, sulitnya sarana


transportasi dan kepadatan penduduk, dalam upaya untuk memperluas jangkauan
dan mutu pelayanan kesehatan yang lebih sederhana dalam bentuk:

10
1. Puskesmas Pembantu adalah Unit Pelayanan Kesehatan yang sederhana
dan berfungsi menunjang serta membantu melaksanakan kegiatan yang
dilakukan Puskesmas dalam masyarakat lingkungan wilayah yang lebih
kecil serta jenis dan kompetensi pelayanan yang disesuaikan dengan
kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia. Tugas pokoknya adalah
menyelenggarakan sebagian program kegiatan Puskesmas sesuai dengan
kompetensi tenaga dan sumber daya lain yang tersedia.
2. Puskesmas Keliling adalah merupakan tim pelayanan kesehatan yang
terdiri dari tenaga yang dilengkapi dengan kendaraan bermotor/roda
4/perahu bermotor, peralatan kesehatan, peralatan komunikasi yang
berasal dari Puskesmas. Puskesmas Keliling berfungsi menunjang dan
membantu melaksanakan program kegiatan Puskesmas dalam wilayah
kerjanya yang belum terjangkau atau yang sulit dijangkau oleh sarana
kesehatan.
3. Di samping institusi tersebut di atas, ada bidan di desa yang mempunyai
peran yang spesifik. Bidan di desa adalah tenaga bidan yang ditempatkan
di desa dalam rangka meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan
kesehatan Puskesmas, mempunyai wilayah kerja satu-dua desa dan
bertanggung jawab kepada kepala Puskesmas. Tugas pokok umum adalah
memelihara dan melindungi kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya,
sedangkan secara khusus bertanggung jawab terhadap program kesehatan
ibu dan anak termasuk Keluarga Berencana.

Puskesmas Rawat Inap adalah Puskesmas dengan tambahan ruangan dan


fasilitas tempat perawatan untuk menolong penderita gawat darurat baik berupa
tindakan operatif terbatas atau perawatan sementara. Fungsinya sebagai Pusat
Rujukan Antara yang melayani penderita gawat darurat sebelum dapat dirujuk ke
rumah sakit.
Sebagai upaya meningkatkan citra Puskesmas (penampilan, mutu dan
kinerja), profesionalisme petugas Puskesmas, serta kemitraan dengan pihak
instansi terkait, swasta, dan lembaga swadaya masyarakat, maka Puskesmas

11
diberikan kepercayaan atas kemampuannya. Pemahaman kemandirian Puskesmas
bukan berarti terlepas dari kebijakan desentralisasi dan tanggung jawab dari
pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Adapun pengertian batasan kemandirian
Puskesmas dikaitkan dengan kewenangan Puskesmas antara lain sebagai berikut:
1. Kewenangan merencanakan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan sesuai dengan situasi
kondisi, kultur budaya dan potensi setempat.
2. Kewenangan mencari, menggali dan mengelola sumber pembiayaan yang
berasal dari pemerintah, masyarakat, swasta dan sumber lain dengan
sepengetahuan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yang kemudian
dipertanggungjawabkan untuk pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya.
3. Kewenangan untuk mengangkat tenaga institusi/honorer, pemindahan
tenaga, dan pendayagunaan tenaga kesehatan di wilayah kerjanya dengan
sepengetahuan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4. Kewenangan untuk melengkapi sarana dan prasarana termasuk peralatan
medis dan non medis yang dibutuhkan. Batasan kewenangan Puskesmas
diberikan atas pertimbangan ketersediaan sumber daya Puskesmas
khususnya kemampuan tenaga kesehatan Puskesmas, ketertiban
administrasi dan pencatatan Puskesmas serta tuntutan masyarakat.
Kewenangan Puskesmas ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan dari
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

3.4 Visi
Visi pembangunan kesehatan melalui Puskesmas adalah tercapainya
Kecamatan Sehat 2010. Kecamatan Sehat 2010 merupakan gambaran masyarakat
kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yang
ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan sehat dan dengan perilaku
hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya (Depkes, 2001).

12
Sesuai dengan Visi Puskesmas yaitu Kecamatan Sehat 2010 dan 3 fungsi
Puskesmas, maka indikator keberhasilan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kelompok indikator pencapaian Kecamatan Sehat 2010 yang dipantau
tahunan atau lima tahunan yang terdiri dari:
a. Indikator lingkungan, meliputi:
- Ketersediaan air bersih dan jamban
- Keadaan tempat pembuangan sampah dan limbah
- Keadaan sanitasi Tempat-Tempat Umum (TTU)
b. Indikator perilaku masyarakat, meliputi:
- Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di lima tatanan
c. Indikator pelayanan kesehatan, meliputi:
- Pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas
- Mutu pelayanan
d. Indikator status kesehatan, meliputi:
- KEP Balita
- Insidens penyakit diare
- Insidens penyakit TBC
- Insidens penyakit ISPA pada Balita
- Resiko tinggi pada ibu hamil
2. Kelompok indikator pelaksanaan fungsi Puskesmas yang dipantau bulanan
atau tahunan yang terdiri dari:
a. Indikator penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
- Tatanan sekolah
- Tatanan tempat kerja
- Tatanan tempat-tempat umum
- Tatanan institusi kesehatan
- Ukuran penilaian tatanan yang dimaksud adalah perilaku
dan keadaan lingkungan fisik
b. Indikator Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
- Tumbuh kembangnya upaya kesehatan berbasis
masyarakat (UKBM)

13
- Tumbuh dan berkembangnya lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan
- Tumbuh dan berfungsinya Badan Penyantun Puskesmas
(BPP)
- Tumbuh dan berkembangnya keluarga sehat
c. Indikator pelayanan kesehatan tingkat pertama
- Kualitas pelayanan
- Cakupan program kegiatan
Selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama dengan Puskesmas
menguraikan indikator di atas lebih operasional sesuai dengan pelaksanaan
kegiatan fungsi Puskesmas dengan pertimbangan keadaan kesehatan di
Kabupaten/Kota khususnya di daerah wilayah kerja Puskesmas.

3.5 Fungsi
Sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional, Puskesmas sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama mempunyai 3 fungsi sebagai berikut:
1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Memiliki makna bahwa Puskesmas harus mampu membantu
menggerakkan pembangunan yang diselenggarakan di tingkat kecamatan
agar dalam pelaksanaannya mengacu, berorientasi serta dilandasi oleh
kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama. Diharapkan setiap
pembangunan yang dilaksanakan seyogyanya yang mendatangkan dampak
positif terhadap kesehatan.
2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat non
instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat
agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan
pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang
ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM dan tokoh masyarakat.
Pemberdayaan keluarga adalah segala upaya fasilitas yangt bersifat non
instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga agar

14
mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan mengambil
keputusan untuk melakukan pemecahannya dengan benar, tanpa atau
dengan bantuan pihak lain.
3. Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Upaya pelayanan kesehatan tingkat pertama yang diselenggarakan
Puskesmas bersifat holistik, komprehensif/menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan
yang bersifat pokok (basic health service), yang sangat dibutuhkan oleh
sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan tingkat
pertama meliputi pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan medik.
Pada umumnya bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/out patient
service).
Sebagai pusat pelayanan tingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas
merupakan sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang wajib
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil
dan merata.

3.6 Program
Sebagai anggota dari WHO, Indonesia berkewajiban melaksanakan
kesepakatan kesehatan dunia yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan
desentralisasi seperti yang tercantum dalam Ketentuan Umum Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, bahwa penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam Kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai wilayah yang sangat luas dengan
keadaan situasi geografis, sosial budaya dan pendidikan yang berbeda-beda,
berdampak terhadap keanekaragaman ketersediaan dan kemampuan sumber daya
serta permasalahan kesehatan. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka program
kesehatan Puskesmas harus berdasarkan:
- komitmen dunia
- kebijakan kesehatan nasional

15
- permasalahan kesehatan setempat
Dalam menetapkan prioritas masalah kesehatan masyarakat dapat berpedoman
pada:
a. Tinggi rendahnya prevalensi dan insidensi penyakit
b. Besar kecilnya dampak (kematian, kecacatan, tingkat kegawatan dan
kedaruratan, tingkat penyebaran, hilangnya suatu generasi, penurunan
produktivitas dan kecerdasan) yang ditimbulkan.
Program Puskesmas merupakan perwujudan dari pelaksanaan ketiga fungsi
Puskesmas di atas. Program tersebut dikelompokkan menjadi:
1. Program Kesehatan Dasar
Program kesehatan dasar Puskesmas yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan
sebagian besar masyarakat Indonesia serta mempunyai daya ungkit tinggi dalam
mengatasi permasalahan kesehatan nasional dan internasional yang berkaitan
dengan kesakitan, kecacatan, dan kematian.
Program kesehatan dasar tersebut adalah:
1. Promosi Kesehatan
2. Kesehatan Lingkungan
3. Kesehatan Ibu dan Anak, termasuk Keluarga Berencana
4. Perbaikan Gizi
5. Pemberantasan Penyakit Menular
6. Pengobatan
Rincian masing-masing kegiatan dari program kesehatan dasar diserahkan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama dengan Puskesmas untuk dapat
menetapkan kegiatan sesuai dengan masalah kesehatan setempat dan mengacu
pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan daerah atas dasar
kemampuan dan potensi setempat.
2. Program Kesehatan Pengembangan
Program pengembangan hendaknya merupakan program yang sesuai
permasalahan kesehatan masyarakat setempat dan atau sesuai tuntutan masyarakat
sebagai program inovatif dengan mempertimbangkan ketersediaan dan
kemampuan sumber daya yang tersedia serta dukungan dari masyarakat.

16
3.7 Kedudukan, Organisasi, dan Tata Kerja
Kedudukan dalam sistem Kesehatan Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
a. Bidang Organisasi
Puskesmas merupakan organisasi struktural dan kedudukan Puskesmas
sebagai unit pelaksana teknis dinas.
b. Aspek Fungsional:
1. Bidang pelayanan kesehatan masyarakat
Puskesmas merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan
masyarakat tingkat pertama yang dibina oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
2. Bidang pelayanan medik
Puskesmas merupakan unit pelaksana pelayanan medik dasar
tingkat pertama yang secara teknis dapat berkoodinasi dan bekerja
sama dengan RSUD melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
c. Dalam Sistem Kesehatan Nasional
Dalam urutan tingkatan pelayanan kesehatan Puskesmas berkedudukan
sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mempunyai tugas untuk menetapkan
struktur organisasi Puskesmas dengan pertimbangan beban kerja dan potensi
sumber daya yang tersedia di Puskesmas.
Pola organisasi Puskesmas sebagai berikut:
- Kepala
- Wakil Kepala (disesuaikan beban kerja dan kebutuhan Puskesmas dan
yang menetapkan ada atau tidak adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
- Unit tata usaha
- Unit fungsional
Kriteria kepala Puskesmas adalah dokter atau sarjana kesehatan dengan latar
belakang pendidikan kesehatan masyarakat dengan status sebagai pegawai negeri
sipil. Sedangkan kriteria wakil kepala Puskesmas adalah sarjana kesehatan dengan
latar belakang pendidikan kesehatan masyarakat.

17
Alternatif yang dapat dipertimbangkan satuan organisasi dalam unit tata usaha
sebagai berikut:
- Unit perencanaan
- Unit keuangan
- Unit perlengkapan
- Unit umum
Satuan organisasi dalam unit fungsional dapat memilih alternatif pengelompokkan
sebagai berikut:
- Pengelompokkan menurut jenis pelayanan
- Pengelompokkan menurut fungsi Puskesmas
- Pengelompokkan berdasarkan program kerja Puskesmas
- Pengelompokkan lain berdasarkan pertimbangan khusus

3.8 Tata Kerja


Hubungan tata kerja Puskesmas dalam sistem pemerintahan di Kabupaten/Kota
adalah sebagai berikut

Bupati

Dinkes kab / kota RSUD

Camat
Puskesmas BPP

Unit fungsional
Pustu / BDD

Keterangan:
: garis lini
: garis konsultasi ---------------: garis koordinasi

18
Tata kerja koordinasi fungsional, adalah sebagai berikut:
- Antara Puskesmas dengan RSU dalam bidang pelayanan medik
- Antara Puskesmas dengan Camat dan Badan Penyantun Puskesmas dalam
bidang pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan

3.9 Sistem Rujukan


Seperti yang telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan Nomor 23
tahun 1972 tentang sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik
terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti
unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara
horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.
Rujukan secara konseptual terdiri atas:
a. Rujukan medik yang pada dasarnya menyangkut masalah pelayanan medik
perorangan yang antara lain meliputi:
1. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan
operasi, dan lain-lain
2. Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik
yang lebih lengkap
3. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan atau
mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan
tindakan, memberi pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi
dalam meningkatkan kualitas pelayanan.
b. Rujukan kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah
kesehatan masyarakat luas yang meliputi:
1. Rujukan sarana berupa bantuan laboratorium kesehatan, teknologi
kesehatan
2. Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli
untuk penyidikan sebab dan asal usul kejangkitan serta
penanggulangannya pada bencana alam dan gangguan kamtibmas

19
3. Rujukan operasional antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada
saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi
keracunan massal, pemeriksaan air minum penduduk
Jenjang Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan yang ada maka pelayanan kesehatan
dibagi dalam tingkatan:
1. Tingkat Rumah Tangga pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh
keluarga sendiri
2. Tingkat masyarakat kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong
mereka sendiri, misalnya: Posyandu, Polindes, POD, Pos UKK,
Sakabhakti Husada, dan lain-lain
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama upaya kesehatan tingkat
pertama yang dilakukan oleg Puskesmas dan unit fungsional dibawahnya,
praktek dokter swasta, bidan swasta, dokter keluarga, dan lain-lain
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua Upaya kesehatan tingkat
kedua (rujukan spesialis) oleh balai (Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
(BP4), Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM), Balai Kesehatan
Kerja Masyarakat (BKKM), Balai Kesehatan lah Raga Masyarakat
(BKOM), Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional
(Sentra P3T), Rumah Sakit Kabupaten/Kota, Rumah Sakit Swasta, Klinik
Swasta, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan lain-lain
5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga Upaya kesehatan tingkat
ketiga (rujukan spesialis lanjutan/konsultan) oleh Rumah Sakit
Propinsi/Pusat/Pendidikan, Dinas Kesehatan Propinsi dan Departemen
Kesehatan
Jalur Rujukan Kesehatan
a. Rujukan Pelayanan Medis
1. Antara masyarakat dengan Puskesmas
2. Antara Puskesmas Pembantu/bidan di desa dengan Puskesmas
3. Intern antara petugas Puskesmas / Puskesmas Rawat Inap

20
4. Antara Puskesmas dengan Rumah Sakit, laboratorium atau fasilitas
pelayanan lainnya
b. Rujukan Pelayanan Kesehatan
1. Dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
2. Dari Puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik
intrasektoral maupun lintas sektoral
3. Bila rujukan di Kabupaten/Kota masih belum mampu
menanggulangi, bisa diteruskan ke propinsi/Pusat

3.10 Manajemen
Puskesmas mempunyai kewenangan dalam pengolahan program baik
program kesehatan dasar maupun program kesehatan pengembangan.
Manajemen Puskesmas dapat digambarkan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang
bekerja secara sinergik sehingga menghasilkan keluaran yang efesien dan efektif.
1. Perencanaan Puskesmas
Arah perencanaan adalah mewujudkan Kecamatan Sehat 2010.
Dalam perencanaan Puskesmas hendaknya melibatkan masyarakat sejak
awal sesuai kondisi kemampuan masyarakat di wilayah Kecamatan.
Pada dasarnya ada 2 langkah penting dalam penyusunan perencanaan
yaitu:
o Identifikasi kondisi masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan
serta fasilitas pelayanan kesehatan tentang cakupan dan mutu
pelayanan kesehatan
o Identifikasi potensi sumber daya masyarakat dan provider untuk
menetapkan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan masalah

Hasil perencanaan Puskesmas adalah Rencana Usulan Kegiatan (RUK)


tahun yang akan datang setelah dibahas bersama dengan Badan Penyantun
Puskesmas (BPP). Setelah terdapat kejelasan dana alokasi kegiatan yang
tersedia selanjutnya Puskesmas membuat Rencana Pelaksana Kegiatan
(RPK) bersama Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Proses perencanaan

21
dapat menggunakan instrumen Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)
yang telah disesuaikan dengan kondisi setempat atau dapat memanfaatkan
instrumen perencanaan lainnya.

2. Penggerakkan Pelaksanaan
Puskesmas melaksanakan serangkaian kegiatan yang merupakan
penjabaran lebih rinci dari Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK).
Penyelenggaraan penggerakkan pelaksanaan Puskesmas melalui instrumen
lokakarya mini Puskesmas yang terdiri dari:
- Lokakarya mini bulanan adalah alat untuk penggerakkan pelaksanaan
kegiatan bulanan dan juga monitoring bulanan kegiatan Puskesmas dengan
melibatkan lintas program intern Puskesmas.
- Lokakarya mini tribulanan dilakukan sebagai penggerakkan pelaksanaan
dan monitoring kegiatan Puskesmas dengan melibatkan lintas sektoral,
Badan Penyantun Puskesmas atau badan sejenis dan mitra yang lain
Puskesmas sebagai wujud tanggung kawab Puskesmas perihal kegiatan.

3. Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian


Untuk terselenggaranya proses pengendalian, pengawasan, dan penilaian
diperlukan instrumen yang sederhana. Instrumen yang telah dikembangkan
di Puskesmas adalah: Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan Penilaian
/ evaluasi kinerja Puskesmas sebagai pengganti dari stratifikasi

3.11 Sistem Informasi


Sistem Informasi Puskesmas (Simpus) adalah suatu tatanan manusia /
peralatan yang menyediakan informasi untuk membantu proses manajemen
Puskesmas mencapai sasaran kegiatan dalam menunjang kemandirian Puskesmas.
Simpus merupakan sumber informasi dari instansi di luar kesehatan.
Informasi secara optimal yang diharapkan terdiri dari:
1. Informasi dasar berbasis masyarakat (community based information)
2. Informasi dasar berbasis fasilitas pelayanan (facility based information)

22
Komponen simpus terdiri dari komponen pencatatan dan komponen
pelaporan. Alur pelaporan dari Puskesmas hanya disampaikan ke Kabupaten /
Kota, sedangkan kebutuhan informasi untuk propinsi dan pusat didapat dari
Kabupaten / Kota dengan mekanisme tersendiri.

3.12 Sistem Ketenagaan


Pola ketenagaan di Puskesmas mengacu pada Daftar Susunan Pegawai
(DSP), dengan mempertimbangkan program dasar dan program pengembangan
yang dilaksanakan oleh Puskesmas.
Puskesmas dalam sistem ketenagaan mempunyai kewenangan:
- Mengusulkan kebutuhan tenaga sesuai dengan kegiatan / program yang
dilaksanakan.
- Pengangkatan tenaga institusi / honorer sesuai dengan program yang
dikembangkan serta kemampuan dana dan dengan sepengetahuan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
- Pemindahan tenaga berdasarkan kebutuhan prioritas pelayanan kesehatan
dengan sepengetahuan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
- Pendayagunaan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pelayanan
kesehatan dan profesionalisme pekerjaan dengan sepengetahuan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pola Jenis Tenaga Puskesmas meliputi:
1. Pola tenaga kesehatan Puskesmas sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI
Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan meliputi:
a. Tenaga medis (meliputi dokter dan dokter gigi)
b. Sarjana Kesehatan
c. Tenaga Keperawatan (meliputi perawat termasuk perawat gigi dan
bidan)
d. Tenaga Kefarmasian (meliputi analis farmasi dan asisten apoteker)
e. Tenaga kesehatan masyarakat (meliputi penyuluh kesehatan,
administrator kesehatan, pekarya kesehatan dan sanitarian)
f. Tenaga gizi (nutrition/deitisien)

23
g. Tenaga keteknisian medis (meliputi teknis gigi, analis kesehatan)
2. Tenaga non kesehatan lainnya termasuk tenaga aktuaria
Pola jenis tenaga Puskesmas meliputi:
- Tenaga Keperawatan (meliputi perawat dan bidan)
- Tenaga kesehatan masyarakat (meliputi penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan, pekarya kesehatan dan sanitarian)

Jumlah kebutuhan dan kualifikasi tingkat pendidikan untuk setiap


Puskesmas dan jaringannya, dapat ditentukan dengan mempertimbangkan beban
kerja, program kegiatan yang dilaksanakan, luas wilayah kerja, lokasi dan
ketersediaan sumber daya manusia di Kabupaten/Kota (pedoman penyusunan
daftar susunan pegawai Depkes RI Tahun 1999). Pembinaan ketenagaan dapat
dilakukan secara internal di Puskesmas sesuai dengan hirarki. Pembinaan
dilakukan dalam aspek teknis dan administratif.

3.13 Sistem Pembiayaan

Saat ini jumlah biaya kesehatan di Indonesia berkisar antara 2,5 % GDP
atau US$ 18 per orang per tahun. Biaya tersebut sebagian besar ( 70 % ) berasal
dari swasta dan hanya sekitar 30 % yang berasal dari pemerintah melalui APBN,
APBD1, APBD2. Biaya yang berasal dari swasta tersebut sebagian besar
dikeluarkan langsung dari saku masyarakat ( direct payment out of pocket ) saat
mereka sedang jatuh sakit, sedangkan yang dikeluarkan melalui mekanisme
asuransi atau perusahaan hanya sebesar 16 % - 19 %.
1. Sumber Biaya
a. Pemerintah Daerah
b. Masyarakat: JPKM, Askes, Dana Sehat, dan lain-lain
c. Retribusi Puskesmas
d. Swasta / Lembaga Swadaya Masyarakat
e. Pemerintah Pusat
f. Bantuan dalam bentuk Grand atau Pinjaman Luar Negeri
2. Jenis Pembiayaan

24
Jenis pembiayaan pada dasarnya bisa dibagi menjadi:
a. Pelayanan kesehatan yang mempunyai ciri-ciri barang / jasa publik
(public goods) seperti penyuluhan kesehatan, perbaikan gizi, P2M,
disediakan oleh pemerintah.
b. Pelayanan kesehatan yang mempunyai ciri-ciri barang / jasa swasta
(private goods) seperti pengobatan individu.
Metoda pembayaran secara bertahap diarahkan dengan cara praupaya
(JPKM).
3. Kebutuhan Biaya
Kebutuhan biaya yang disediakan oleh pemerintah, meliputi antara lain:
a. Pelaksanaan kegiatan program kesehatan dasar dan pengembangan
yang bersifat public goods.
b. Pelayanan kesehatan tingkat pertama bagi keluarga miskin.
c. Biaya operasional penyelenggaraan Puskesmas dan jaringannya
(dalam dan luar gedung) termasuk kegiatan manajemen dan sistem
informasi Puskesmas.
d. Biaya perawatan dan penggantian peralatan medis, non medis,
sarana komunikasi dan sarana transportasi.
e. Biaya perawatan dan perbaikan gedung Puskesmas dan
jaringannya termasuk rumah dokter dan keperawatan.

4. Pola Tarif
Ditentukan oleh Perda didasarkan kebutuhan operasional Puskesmas,
kemampuan pemerintah, potensi daerah, kemauan dan kemampuan
masyarakat.
5. Manajemen Keuangan
Puskesmas diberi kewenangan untuk mengelola sendiri semua keuangan
yang tersedia sesuai dengan tata cara pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan (Puskesmas Unit Swadana) serta
kemampuan sumber daya yang tersedia di Puskesmas.

25
BAB III
PENUTUP

Hakikat dari pembangunan adalah peningkatan


kesejahteraan, pengakuan martabat, dan peningkatan serta
apresiasi terhadap harga diri masyarakat. Kebijakan
desentralisasi pembangunan kesehatan seyogyanya
dimaksudkan untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat
secara merata di seluruh Indonesia. Desentralisasi sebagai konsekuensi
pelaksanaan otonomi daerah telah merubah seluruh tatanan dan fungsi sistem
kesehatan. Penyerahan kewenangan penyelenggaraan kesehatan yang sebelumnya
berada di tingkat pusat menjadi tingkat kabupaten / kotamadya menyebabkan
dinas kesehatan kabupaten / kotamadya yang sebelum era desentralisasi berfungsi
sekedar sebagai pelaksana, kini harus menjadi pengelola sekaligus pengambil
kebijakan di tingkat lokal.
Implikasi dari kebijakan tersebut adalah daerah
Kabupaten/Kota (pemerintah, DPRD, dan masyarakat) harus
merencanakan dan merumuskan sendiri program pembangunan
kesehatan di daerahnya tanpa harus menunggu kebijakan dari
atas. Program pembangunan kesehatan harus bersifat bottom-
up, yaitu berdasarkan aspirasi dari bawah, yaitu atas prakarsa,
kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam mengembangkan
dan memajukan kesehatan di daerahnya. Hal ini tidak mudah,
karena selama ini daerah sudah terbiasa dengan kebijakan
pembangunan yang top-down tanpa memperhatikan aspirasi
masyarakat. Di satu sisi, pihak pemerintah daerah (Dinas
Kesehatan) tidak terbiasa merencanakan dan menyusun program
pembangunan daerah. Di sisi lain, masyarakat sangat jarang
dilibatkan dalam proses pembangunan kesehatan. Oleh karena
itu, keberhasilan pembangunan kesehatan di era desentralisasi

26
sangat tergantung pada kesiapan daerah untuk
melaksanakannya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh
pemerintah daerah (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) untuk
meningkatkan kesiapan daerah dalam menghadapi dan
melaksanakan desentralisasi pembangunan kesehatan, antara
lain, adalah menata ulang struktur organisasi Dinas Kesehatan,
menetapkan sistem kesehatan daerah, merencanakan dan
menyusun program pembangunan secara bottom-up,
menumbuhkan mental proaktif pada aparatur pemerintah,
mengembangkan sistem informasi kesehatan, menjalin
kerjasama dengan lembaga-lembaga ilmiah dan pendidikan
kesehatan, mengembangkan model promosi kesehatan daerah,
menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga ilmiah dan
pendidikan kesehatan, meningkatkan kerjasama lintas sektoral,
dan mengembangkan model pembiayaan kesehatan.
Dengan diterapkannya penyelenggaraan Puskesmas di era desentralisasi
diharapkan dapat mengikuti dinamika dan perkembangan yang cepat yang terjadi
baik di dalam maupun di luar negeri, antara lain dapat menjawab tantangan
persaingan global, penyelenggaraan otonomi daerah, menumbuhkan
pemberdayaan masyarakat, mewujudkan pemerataan dan keadilan,
mengoptimalkan potensi daerah dan mempertimbangkan keaneka ragaman masing
masing daerah serta sejalan dengan strategi pembangunan kesehatan untuk
mewujudkan Indonesia Sehat 2010.

27
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2001. Penyelenggaraan Puskesmas di Era Desentralisasi.. Dirjen Bina


Kesehatan Masyarakat.
Depkes RI. 1999. Indonesia Sehat 2010: Visi Baru, Misi,
Kebijakan, dan Strategi Pembangunan Kesehatan. Jakarta
Depkes RI. 1999. Pedoman penyelenggaraan puskesmas. Depkes propinsi Jawa
Barat.
Mills, A., J.P. Vaughan, D.L. Smith, dan I. Tabibzadeh. 1989.
Desentralisasi Sistem Kesehatan: Konsep-konsep, Isu-isu,
dan Pengalaman di Berbagai Negara (diterjemahkan oleh
Trisnantoro, L.). Gajah Mada University Press, Yogjakarta
Rondinelli, D.A. 1981. Government Decentralization in
Comparative Theory and Practice in Developing Countries.
International review of administrative sciences 47(2): 133-
145
Rondinelli, D.A. 1983. Decentralization in Developing Countries
(Staff Working Paper). World Bank, Washington, D.C.
Simangunsong, T. 2001. Otonomi Daerah, Antara Harapan dan
Kenyataan. Kinasih Caringin Bogor.
Tagela, U. 2001. Seputar Otonomi Daerah. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai