Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENGANTAR KEPADA FILSAFAT

A. Pengantar Kepada Filsafat


Apa itu filsafat? Memulai dengan pertanyaan tersebut sesungguhnya sudah menunjukkan bahwa
kita sedang berfilsafat. Pada dasarnya setiap manusia adalah seorang filsuf by nature. Bahkan mulai
kanak-kanak sesungguhnya sudah banyak muncul pertanyaan-pertanyaan filsafat dalam dirinya. Bagi
anak kecil sebagaimana seorang filsuf sesungguhnya segala sesuatu yang ada dalam hidup ini adalah
sebuah pertanyaan, sebuah teka-teki, sebuah persoalan, sesuatu yang perlu dipahami. Berdasarkan hal
tersebut jelaslah bahwa sesungguhnya hakikat dari filsafat adalah bertanya terus menerus. Filsafat
adalah sikap bertanya itu sendiri.
1. Asal Mula Timbulnya Filsafat
Bagaimanakah filsafat tercipta? Apa yang menyebabkan manusia berfilsafat? Sebenarnya ada
beberapa hal yang merangsang manusia untuk berfilsafat, diantaranya:
a. Dari Mitos Menuju Logos
Mitos merupakan cara manusia untuk menjelaskan kehidupan melalui cerita, dogeng,
legenda, dan lain-lain. Cerita, dongeng dan legenda tersebut memunculkan tokoh pahlawan
yang didewakan atau dewa-dewa itu sendiri. Manusia menjelaskan realita yang ada dengan
menghadirkan sosok dewa-dewi yang mengatur kehidupan. Apa yang mereka terima lebih
berupa wahyu. Wahyu karena penjelasan tersebut diterima begitu saja secara turun temurun
tanpa disertai dengan penelitian. Bahkan, apa yang dikatakan mitos tak jarang dicoba untuk
ditiru. Hal ini nampak dari pernikahan orang Yunani yang meniru pernikahan Zeus dan Hera.
Sebenarnya apa isi penjelasan tersebut? Penjelasan yang terdapat dalam mitos merupakan
penjelasan akan hubungan manusia dengan alam. Sedangkan, logos merupakan cara manusia
untuk menjelaskan kehidupan melalui sebuah penelitian. Manusia menjelaskan realita yang ada
yang tersebut dengan meneliti gejala-gejala alam maupun peristiwa-peristiwa yang ada. Apa
yang mereka terima bukan merupakan wahyu. Karena penjelasan tersebut tidak diterima begitu
saja, namun merupakan buah dari pencarian. Tidak jauh berbeda dengan mitos, bahwa isi
penjelasan tersebut merupakan penjelasan akan hubungan manusia dengan alam.
Perubahan mitos ke logos merupakan revolusi, mengingat pemenuhan pengertian dan
syarat-syarat. Dengan demikian, revolusi pengetahuan ini secara tidak langsung merupakan
revolusi pertama dan utama. Hal tersebut dikarenakan buah dari revolusi ini merupakan dasar
dari segala perubahan pemikiran. Poin yang perlu digaris bawahi ialah perubahan pola pikir
yang tidak hanya menerima mitos sebagai wahyu yang diwartakan turun temurun, melainkan
pola pikir untuk mencari dan terus mencari kebenaran. Revolusi-revolusi yang terjadi setelah
Revolusi pengetahuan merupakan usaha untuk mencari kebenaran. Selain itu munculnya ilmu
pengetahuan, yang memiliki banyak pengaruh dalam merubah dunia, juga merupakan buah

1
dari Revolusi pengetahuan. Dengan adanya ilmu pengetahuan, maka berkembanglah pola pikir
manusia yang nantinya pola pikir tersebut melahirkan revolusi yang lain.
Filsafat mendekanstruksi (menghancurkan sampai pondasi) merubah total menghilangkan
bentuk awal dari mitos menjadi logos. Dengan cara mengubah cara piker (budaya mentalitas)
primitif menjadi berkelas dengan fenomna-fenomna ilmiah dengan penelitian dan pembuktian
yang brdasarkan logika dan dapat diterima. Bahwa tidak ada sesuatu yang serta merta tiba-tiba
terjadi tanpa ada proses didalamnya. Filsafat menggiring manusia pada hakekatnya dan
menggunakan bagian dari pada dirinya yang membedakanya dengan yang lain secara optimal
berdasarkan fungsinya yaitu berfikir. Itulah penyebab beralihnya mitos menjadi logos (Zakila,
2010).
b. Rasa Ingin Tahu
Seorang filsuf Yunani yang hidup lebih dari dua ratus tahun yang lalu percaya bahwa asal
mula filsafat adalah rasa ingin tahu manusia. Manusia menganggap betapa menakjubkan hidup
sehingga pernyataan filsafati (filosofis) muncul dengan sendirinya. Ketakjuban manusia telah
melahirkan pertanyaan-pertanyaan, begitu juga ketidakpuasan manusia membuat pertanyaan-
pertanyaan tak kunjung habis. Pertanyaan membuat kehidupan serta pengetahuan manusia
berkembang dan maju. Pertanyaanlah yang membuat manusia melakukan pengamatan,
penelitian, dan penyelidikan. Ketiga hal itulah yang menghasilkan penemuan baru yang
semakin memperkaya manusia. Bahkan menurut Satre kesadaran pada manusia bersifat
bertanya yang sungguh-sungguh bertanya.
Hasrat bertanya membuat manusia mempertanyakan segalanya. Tidak sekedar terarah
pada wujud sesuatu, melainkan juga pada dasar dan hakikatnnya. Inilah yang menjadi salah
satu ciri khas filsafat. Filsafat selalu mempertanyakan sesuatu dengan cara radikal, sampai
keakar-akarnya, tetapi juga bersifat universal.
Manusia tidak hanya mempertanyakan sesuatu yang berada di luar dirinya. Manusia juga
mempertanyakan dirinya sendiri yang memiliki hasrat bertanya. Bahkan ia juga dapat
mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sedang dipertanyakannya itu. Itulah yang
membuat filsafat ada, tetap ada dan akan terus ada. Filsafat akan berhenti apabila manusia telah
berhenti bertanya secara radikal dan universal (Farhan, 2016).
c. Rasa Takjub
Banyak filsuf mengatakan bahwa yang menjadi awal kelahiran filsafat ialah thaumasia
(kekaguman, keheranan, atau ketakjuban). Dalam karyanya yang berjudul Metafisika,
Aristoteles mengatakan bahwa karena ketakjuban manusia mulai berfilsafat. Pada mulanya
manusia takjub memandang benda-benda aneh di sekitarnya, lama kelamaan ketakjubannya
semakin terarah pada hal-hal yang lebih luas dan besar, seperti perubahan dan peredaran bulan,
matahari, bintang-bintang, dan asal mula alam semesta.

2
Istilah ketakjuban menunjukkan dua hal penting, yaitu bahwa ketakjuban itu pasti
memiliki subjek dan objek. Jika ada ketakjuban, sudah tentu ada yang takjub dan hal yang
menakjubkan. Ketakjuban hanya mungkin dirasakan dan dialami oleh makhluk yang selain
berperasaan juga berakal budi. Makhluk yang seperti ini sampai saat ini yang diketahui
hanyalah manusia. Jadi, yang takjub adalah manusia. Jika subjek dari ketakjuban itu
manusia,apakah yang menjadi subjek ketakjuban itu? Objek ketakjuban ialah segala sesuatu
yang ada dan yang dapat diamati. Itulah sebabnya, bagi Plato pengamatan terhadap bintang-
bintang, matahari, dan langit merangsang manusia untuk melakukan penelitian. Penelitian
terhadap apa yang diamati demi memahami hakikatnya itulah yang melahirkan filsafat.
Pengamatan yang dilakukan terhadap objek ketakjuban bukanlah hanya dengan mata,
melainkan juga dengan akal budi. Pengamatan akal budi tidak terbatas hanya pada objek-objek
yang dapat dilihat dan diraba, melainkan juga terhadap benda-benda yang dapat lihat tetapi
tidak dapat diraba, bahkan terhadap hal-hal yang abstrak, yaitu yang tak terlihat dan tak teraba.
Oleh karena itu pula, Immanuel Kant bukan hanya takjub terhadap langit berbintang-bintang di
atas, melainkan juga terpukau dengan memandang hokum moral dalam hatinya, sebagaimana
yang tertulis pada kuburannya: coelom steelatum supra me, lex moralis intra me (Rapar, 1996:
16-17).
d. Keterbatasan Hidup
Menurut Harry Hamersma, manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa dirinya itu
sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Manusia
merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau
kegagalan. Dengan kesadaran akan keterbatasan dirinya ini manusia mulai berfilsafat. Ia mulai
memikirkan bahwa di luar manusia yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
Rasa keterbatasan, kesadaran, dan ketidakberdayaan manusia, sering sekali merasa
dirinya lemah, takberdaya, mereka sadar bahwa tak selamanya mereka merasa segalanya,
kuncinya adalah mereka sadar. Setelah sadar, mereka melakukan perenungan-perenungan
untuk menyetabilkan rasa keterbatasan itu.
Dalam keterbatasan, di situlah manusia berfilsafat. Contohnya adalah, ketika mereka
terbaring sakit tak berdaya, lemah, mereka sadar bahwa mereka terbatas dalam suatu hal. Lalu,
mereka mempertanyakan suatu hal yang mengganjal di hati mereka, misalnya kenapa aku
sakit? Untuk apa aku sakit? Atau bisa juga suatu kondisi miskin dan kaya. Misalnya, mengapa
aku miskin? Aku rajin ibadah, tapi kenapa aku miskin? Kenapa mereka yang kaya? Setiap ada
situasi yang membatasi gerak mereka, melemahkan nalar, dan menyadarkan jiwa, maka saat
itulah manusia mulai berfilsafat (Surajiyo, 2012:15).
2. Arti dan Definisi Filsafat

3
Pengertian filsafat, dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli
filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda dan hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat itu
sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan terminologi.
a. Arti Filsafat secara Etimologi
Kata filsafat yang dalam bahasa Arab falsafah yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan
istilah philosophy, adalah berasal dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas
kata philein yang berarti cinta (love) dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom),
sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang
sedalam-dalamnya. Seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat
pertama kali digunakan oleh Phytagoras (582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum begitu
jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti halnya yang banyak dipakai sekarang
ini oleh para kaum sophist dan juga oleh Socrates (470-399 SM) (Lasiyo dan Yuwono, 1985:1).
b. Arti Filsafat secara Terminologi
Berdasarkan arti secara istilah, filsafat adalah ilmu yang berusaha mengkaji objek
telaahnya secara mendalam sampai segi esensi atau hakikatnya. Berfilsafat dalam
arti ini berpikir secara mendalam akan hakikat sesuatu. Filsafat mempunyai banyak arti
sebagaimana filsuf-filsuf menggunakannya. Beberapa arti itu ialah:
1) Upaya spekulatif utnuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap
tentang seluruh realitas.
2) Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
3) Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan:
sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4) Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-.pernyataan
yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuam
5) Disiplin ilmu yang berupaya membantu seseorang melihat apa yang ia katakan
dan untuk mengatakan apa yang ia lihat (Hidayat, 2016).
Berdasarkan ungkapan di atas menguraikan bahwa filsafat adalah proses berpikir secara
radikal, sistematik, dan universal terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada. Dengan
kata lain, berfilsafat berarti berpikir secara radikal (mendasar, mendalam, sampai ke akar-
akarnya, sitematik (teratur, runtut, logis, dan tidak serampangan) untuk mencapai kebenaran
universal (umum, terintegral, dan tidak khusus serta tidak parsial).
3. Definisi Filsafat Menurut Filosof
Untuk memahami apa sebenarnya filsafat itu, tentu saja tidak cukup hanya mengetahui asal
usul dan arti istilah yang digunakan, melainkan juga harus memperhatikan konsep dan definisi
yang diberikan oleh para filsuf menurut pemahaman mereka masing-masing. Akan tetapi, perlu
pula dikatakan bahwa konsep dan definisi yang diberikan para filsuf itu tidak sama. Bahkan, dapat
dikatakan bahwa setiap filsuf memiliki konsep dan membuat definisi yang berbeda dengan filsuf
lainnya. Karena itu, ada yang mengatakan bahwa jumlah konsep dan definisi filsafat adalah

4
sebanyak jumlah filsuf itu sendiri. Berikut ini, ada beberapa pendapat para ahli filsuf atau filosof
mengenai pengertian filsafat:
a. Socrates (469-399 SM)
Socrates mendefinisikan filsafat sebagai suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau
perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan bahagia (principles of the just
and happy life). Melihat makna filsafat yang dikonstruksikan oleh Socrates, tidak berlebihan
jika ia mengeluarkan statement: The unexamined life is not worth living: bahwa kehidupan
yang tak teruji dan tak pernah dipertanyakan, merupakan kehidupan yang tidak berharga.
Di tangan Socrates, filsafat mencakup pencarian makna yang melampaui dunia material
semata, search for meaning beyond the mere material world. Kata-kata Socrates berikut ini
mewakili pandangan filosofinya:
I have never live an ordinary quiet life. I did not care for the things that most people care
about-making money, having a comfortable home, high military or civil rank, and all the
other activities, political appointments, secret societies, party organizations, wich go on in
our city. Ezamining both my self and other is really the very best thing that a man can do, and
that live without this sort of texamination is not worth living, (Aku tidak pernah menjalani
kehidupan biasa-biasa saja. Aku tidak peduli dengan hal-hal yang menjadi perhatian
kebanyakan orang: memburu uang, memiliki rumah yang nyaman, kekusasaan militer atau
status sipil yang tinggi, dan seluruh kegiatan lainnya, pertunjukan politis masyarakat rahasia,
serta organisasi-organisasi partai yang sedang berlangsung di kota kita. Pengujian kritis
terhadap diri sendiri dan orang lain merupakan sesuatu yang sangat baik yang seseorang dapat
lakukan, sebab kehidupan tanpa melalui pengujian semaacam itu menjadi kehidupan yang
tidak berarti sama sekali) (Zaprulkhan, 2013: 15-16).

b. Plato (427-347 SM)


Plato memandang filsafat sebagai visi, yaitu visi tentang kebenaran, the vision of truth.
Namun, visi ini dalam perspektif Plato bukan hanya semata-mata bersifat intelektual dan
bukan pula sekedar kebijaksanaan; melainkan cinta terhadap kebijaksanaan, it is not merely
wisdom, but love of wisdom.
Plato mengatakan bahwa seorang filsuf adalah orang yang mencintai visi tentang
kebenaran sebagai kebenaran itu sendiri, mengenai keindahan sebagai keindahan itu sendiri,
pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri. Katakanlah ada banyak orang yang menyukai apa
saja yang indah semacam drama-drama percintaan, lukisan-lukisan indah, dan musik-musik
yang menarik. Orang-orang seperti ini dalam penglihatan Plato belum pantas disebut filsuf,
sebab ia hanya mencintai segala sesuatu yang indah, padahal seorang filsuf mencintai
keindahan itu sendiri. Bahkan secara agak ekstrem, Plato menganggap bahwa orang-orang
yang hanya mencintai segala sesuatu yang indah berarti sekedar bermimpi, sedangkan orang-

5
orang yang mengetahui keindahan absolut telah benar-benar terjaga. The man who only loves
beautiful things is dreaming, where as the man who knows absolute beauty is wide awake.
Dengan paradigm tersebut, jika orang kebanyakan sebenarnya hanya memiliki opini,
maka hanya seorang filsuflah yang benar-benar memiliki pengetahuan. Jadi, bagi Plato filsafat
bukan hanya wilayah kajian intelektual, tapi juga pengetahuan spiritual atau pencerahan
intuitif. Bahkan pada titik idealnya, pandangan filsafat Plato bisa dikatakan lebih menekankan
dimensi spiritual ketimbang intelektual. Dalam bahasan Bertrand Russell, filsafat Plato
merupakan perpaduan antara dimensi intelek dan mistisisme, tetapi pada puncaknya
mistisisme justru lebih diutamakan.
c. Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles mengemukakan bahwa filsafat berurusan dengan penelitian sebab-sebab dan
prinsip-prinsip segala sesuatu. Dalam arti ini, filsafat kelihatannya identic dengan totalitas
pengetahuan manusia. Tetapi di dalam disiplin filsafat pada umumnya terdapat disiplin lain,
filsafat pertama, yang ia juga namakan teologi. Ini menyangkut prinsip-prinsip dan sebab-
sebab terakhir, yang meliputi ide tentang Allah, prinsip segala prinsip, dan sebab segala sebab
(Bagus, 2002: 245).
d. Friedrich Hegel (1770-1831)
Friedrich Hegel mendefinidikan filsafat sebagai die denkende Betrachtung der
Gegenstande, the investigation of things by thought and contemplation (penyelidikan hal-hal
dengan pemikiran dan perenungan).

e. Bertrand Russell (1872-1970)


Bertrand Russell menganggap filsafat sebagai suatu kritik terhadap pengetahuan, karena
filsafat memeriksa secara kritis asas-asas yang dipakai dalam ilmu dan dalam kehidupan
sehari-hari, dan mencari sesuatu ketakselarasan yang dapat terkandung dalam asas-asas itu.
Selain itu, Russell juga menyatakan bahwa filsafat merupakan sebuah upaya untuk menjawab
pertanyaan puncak secara kritis, the attempt to answer ultimate question critically (Tafsir,
1997: 9).
f. Theodore Brameld
Theodore Brameld merumuskan filsafat sebagai usaha yang gigih dari orang-orang biasa
maupun orang-orang cerdik pandai untuk membuat kehidupan sedapat mungkin dapat
dipahami dan bermakna.
g. Harold H. Titus
Tokoh ini merumuskan filsafat sebagai suatu proses perenungan dan pengkritisan terhadap
keyakinan-keyakinan kita yang dianut paling dalam. Titus juga mengungkapkan paling tidak
terdapat lima macam definisi filsafat secara global:
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam, yang
biasanya diterima secara tidak kritis.

6
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
sangat kita junjung tinggi.
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4) Filsafat adalah sebagai analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan
konsep.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian dari
manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat (Titus, 1984: 11-14).
h. Louis O. Kattsoff
Filsafat merupakan suatu analisis secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai
suatu masalah, dan penyusunan secara sengaja serta sistematis atas suatu sudut pandang yang
menjadi dasar suatu tindakan. Selain itu, hendaknya diingat bahwa kegiatan yang kita
namakan kegiatan kefilsafatan itu sesungguhnya merupakan perenungan atau pemikiran.
Pemikiran jenis ini berupa meragukan sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan
gagasan yang satu dengan yang lainnya, menanyakan mengapa, mencari jawaban yang lebih
baik dibandingkan dengan jawaban yang tersedia pada pandangan pertama. Filsafat sebagai
perenungan mengusahakan kejelasan, keruntutan, dan keadaan memadainya pengetahuan,
agar kita dapat memperoleh pemahamannya.
Tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat
untung-untungan. Perenungan kefilsafatan merupakan percobaan untuk menyusun system
pengetahuan yang rasional, yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun
untuk memahami diri kita sendiri. Perenungan kefilsafatan dapat merupakan karya satu orang
yang dikerjakan sendiri, ketika ia dengan pikirannya berusaha keras menemukan alasan dan
penjelasan dengan cara semacam bertanya kepada diri sendiri. Atau, perenungan itu pula dapat
dilakukan oleh dua atau lebih dari dalam suatu percakapan ketika mereka melakukan analisis,
melakukan kritik dan menghubungkan pikiran mereka secara timbal balik (Kattsoff, 2004: 4-
6).
Sampai di sini barangkali kita bertanya-tanya: Betapa beragamnya pengertian filsafat dan
betapa berbedanya antara yang satu dengan yang lainnya, walaupun ada pula beberapa
kesamaannya? Puspa ragam pengertian filsafat dan perbedaan antara satu pandangan seorang
filsuf atau ahli filsafat dengan lainnya, justru menunjukkan bahwa filsafat tidak bisa atau sulit
untuk didefinisikan secara tuntas. Filsafat sejatinya sangat sulit didefinisikan dalam ungkapan
frasa dan kata-kata. Sebab hakikat filsafat berhubungan dengan seluruh aktivitas kehidupan kita
sebagai manusia: petualangan tanpa akhir. Setiap manusia dalam mencari makna tentang
eksistensi keberadaannya, tujuan hidupnya, alam semesta, dan hubungannya dengan Sang
Pencipta yang hanya akan dibungkam oleh datangnya kematian.
Dengan alasan inilah, kiranya cukup beralasan apabila para ahli filsafat mengatakan bahwa
filsafat hakikatnya tidak bisa didefinisikan melainkan dengan berfilsafat itu sendiri. Karena
filsafat merupakan sebuah kata kerja, sebuah aktivitas, dan sebuah pergumulan dalam mencari
7
kebenaran, pengetahuan kebijaksanaan, dan kebajikan, maka siapa pun yang ingin benar-benar
memahami makna filsafat, ia harus melakukan pencarian tersebut dengan dirinya sendiri (Gazalba,
1992: 23-24).

B. Objek Kajian Filsafat


Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau pembentukan pengetahuan.
Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek yang dibedakan menjadi dua, yaitu objek material
dan objek formal.
1. Objek Material Filsafat
Objek material yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu. Boleh juga objek material adalah hal yang diselidiki, dipandang, atau disoroti
oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkret atau pun hal
yang abstrak.
Ada beberapa istilah dari para cendekiawan mengenai objek material dari filsafat, namun
semua itu sebenarnya tidak ada yang bertentangan. Adapun objek material filsafat menurut para
cendekiawan, diantaranya:
a. Mohammad Noor Syam (1981:12) mengemukakan bahwa objek filsafat itu dibedakan atas
objek material atau objek materiil filsafat; segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik
materiil konkret, phisis maupun noonmateriil abstrak, psikhis. Termasuk pula pengertian
abstrak-logis, spiritual, dan nilai-nilai. Dengan demikian, objek filsafat tak terbatas.
b. Menurut Poedjawijatna (1980: 8) mengungkapkan bahwa objek material filsafat ialah ada dan
yang mungkin ada. Manakah objek filsafat dengan objek segala dari keseluruhan ilmu atau
dapatkah dikatakan bahwa filsafat itu keseluruhan dari segala ilmu yang menyelidiki segala
sesuatunya juga? Dapat dikatakan memang bahwa objek filsafat yang kami maksud objek
materialnya sama dengan objek material dari ilmu seluruhnya. Akan tetapi filsafat tetap filsafat
dan bukanlah merupakan kumpulan atau keseluruhan ilmu.
c. Dr. oemar Amir Hoesin berpendapat bahwa masalah lapangan penyelidikan filsafat adalah
karena manusia mempunyai kecenderungan hendak berpikir tentang segala sesuatu dalam alam
semesta, terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada. Objek yang dimaksud merupakan
objek material filsafat.
d. Louis O. Kattsoff mengemukakan bahwa lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya, yaitu
meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa aja yang ingin diketahui manusia
(Salam, 1998: 39).
e. Drs. H. A. Dardiri (1986: 13-14) mengungkapkan bahwa objek material filsafat adlah segala
sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam
kemungkinan. Kemudian apakah gerangan segala sesuatu yang ada itu? Segala sesuatu yang
ada dapat dibagi dua, yaitu ada yang bersifat umum da nada yang bersifat khusus. Ilmu yang
mempelajari tentang hal ada pada umumnya disebut ontology. Adapun ada yang bersifat

8
khusus dibagi menjadi dua, yaitu ada yang mutlak dan ada yang tidak mutlak. Ilmu yang
mempelajari tentang ada yang bersifat mutlak disebut theodicea. Ada yang tidak mutlak dibagi
lagi menjadi dua, yaitu alam dan manusia. Ilmu yang menyelidiki alam disebut kosmologi dan
ilmu yang menyelidiki manusia disebut antropologi metafisik.
Berdasarkan ungkapan di atas menguraikan bahwa objek material dari filsafat adalah sangat
luas, yaitu mencakup segala sesuatu yang ada. Objek tersebut meliputi alam semesta, masalah
hidup, masalah manusia, masalah Tuhan, dan lain-lain.

2. Objek Formal Filsafat


Objek formal yaitu sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu., atau sudut dari mana objek material itu disorot. Objek formal
suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya
dari bidang lain. Satu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga
menimbulkan ilmu yang berbeda-beda. Misalnya, objek materialnya adalah manusia dan manusia
ini ditinjau dari sudut pandangan yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang
mempelajari manusia diantaranya psikologi, antropologi, sosiologi, dan sebagainya.
Objek formal filsafat yaitu sudut pandangan yang menyeluruh, secara umum, sehingga dapat
mencapai hakikat dari objek materialnya (Lasiyo dan Yuswono, 1985:6). Jadi, yang membedakan
antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain terletak dalam objek material dan objek formalnya. Jika
dalam ilmu-ilmu lain objek materialnya membatasi diri, sedangkan pada filsafat tidak membatasi
diri. Adapun pada objek formalnya membahas objek materialnya itu sampai ke hakikat atau esensi
dari yang dihadapi.

C. Ciri-Ciri Filsafat
Filsafat diidentikan dengan berpikir kritis dan mendalam, berpikir sampai ke akar-akarnya.
Filsafat juga melibatkan cara berpikir yang sistematik dan terbuka bagi alam semesta. Lebih jelasnya,
berikut adalah ciri-ciri berpikir filsafat:
1. Menyeluruh
Ciri-ciri filsafat yang pertama ialah bersifat menyeluruh. Artinya, pemikiran yang luas karena
tidak membatasi diri dan bukan hanya ditinjau dari sudut pandangan tertentu. Pemikiran
kefilsafatan ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu-ilmu yang lain,
hubungan ilmu dengan moral, seni, dan tujuan hidup.
2. Mendasar
Filsafat bersifat mendasar. Artinya, pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang
fundamental atau esensial objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi
segenap nilai dan keilmuan. Jadi tidak hanya berhenti pada periferis (kulitnya) saja, tetapi sampai
tembus ke kedalamannya.
3. Spekulatif

9
Filsafat bersifat spekulatif. Artinya, hasil pemikiran yang dapat dijadikan dasar bagi
pemikiran selanjutnya. Hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajah
wilayah pengetahuan yang baru. Meskipun demikian tidak berarti hasil pemikiran kefilsafatan itu
meragukan, karena tidak pernah mencapai keselesaian (Wirodiningrat, 1981: 113-114).
4. Radikal
Berfilsafat berarti berpikir secara radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal, ia tidak akan
pernah terpaku hanya pada fenomena suatu entitas tertentu. ia tidak akan pernah berhenti hanya
pada suatu wujud realitas tertentu. Keradikalan berpikirnya itu akan senantiasa mengobarkan
hasratnya untuk menemukan akar seluruh kenyataan. Bila dikatakan bahwa filsuf selalu berupaya
menemukan radix seluruh kenyataan, berarti dirinya sendiri sebagai suatu realitas telah termasuk
ke dalamnya sehingga ia pun berupaya untuk mencapai akar pengetahuan tentang dirinya sendiri.
Mengapakah radix atau akar realitas begitu penting untuk ditemukan? Ini karena bagi seorang
filsuf, hanya apabila akar realitas itu telah ditemukan, segala sesuatu yang bertumbuh di atas akar
itu akan dapat dipahami. Hanya apabila akar suatu permasalahan telah ditemukan, permasalahan
itu dapat dimengerti sebagaimana mestinya.
Berpikir radikal tidak berarti hendak mengubah, membuang, atau menjungkirbalikan segala
sesuatu, melainkan dalam arti yang sebenarnya, yaitu berpikir secara mendalam, untuk mencapai
akar persoalan yang dipermasalahkan. Berpikir radikal justru hendak memperjelas realitas, lewat
penemuan serta pemahaman akan akar realitas itu sendiri (Rapar, 1996: 21).
5. Reflektif
Reflektif yaitu mencerminkan pengalaman pribadi. Artinya, filsafat dihasilkan dari proses
perenungan tarhadap diri dengan dunia, mengevaluasi cara pandang diri dikaitkan dengan
pandangan-pandangan dan realitas baru yang dialami dan didapat.

D. Cara dan Manfaat Mempelajari Filsafat


1. Cara Mempelajari Filsafat
Isi filsafat ialah buah pikiran filsuf. Bagaimana cara mempelajarinya? Pertama
sekali perlu kiranya diketahui bahwa isi filsafat amat luas. Luasnya itu disebabkan pertama oleh
luasnya obyek penelitian (obyek material) filsafat, yaitu segala yang ada dan mungkin ada.
Sebab lain ialah filsafat adalah cabang pengetahuan yang tertua. Dan sebab ketiga adalah
pendapat filosof tidak ada yang tidak layak dipelajari serta tidak ada filsafat yang ketinggalan
zaman.
Menurut Ali Saifullah (1997: 12) ada tiga macam metode mempelajari filsafat, diantaranya:
a. Metode Sistematis
Metode sistematis berarti pelajar menghadapi karya filsafat. Misalnya, mula-mula pelajar
menghadapi teori pengetahuan yang terdiri atas beberapa cabang filsafat. Setelah itu, ia
mempelajari teori hakikat yang merupakan cabang lain. Kemudian, ia mempelajari teori nilai
atau filsafat nilai. Pembagian besar ini dibagi lebih khusus dalam sistematika filsafat.

10
Tatkala membahas setiap cabang atau subcabang itu. Dengan belajar filsafat melalui metode
ini, perhatian kita terpusat pada isi filsafat, bukan pada tokoh ataupun pada periode.
b. Metode Historis
Metode ini digunakan untuk mempelajari filsafat dengan cara mengikuti sejarahnya dapat
dibicarakan dengan demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah. Misalnya, dimulai dari
pembicarakan filsafat Thales, membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam
teori pengetahuan, teori hakikat, maupun dalam teori nilai. Lantas dilanjutkan dalam
membicarakan Anaxr Mandios Socrates, lalu Rousseau Kant dan seterusnya sampai tokoh-
tokoh kontemporer.
c. Metode Kritis
Metode kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Pelajar
haruslah sedikit banyak telah memiliki pengetahuan filsafat. Pelajaran filsafat pada tingkat
sekolah pascasarjana sebaiknya menggunakan metode ini. Di sini pengajaran filsafat dapat
mengambil pendekatan sistematis ataupun historis. Langkah pertama ialah memahami isi
ajaran, kemudian pelajar mencoba mengajukan kritiknya. Kritik itu mungkin dalam bentuk
menentang, dapat juga berupa dukungan terhadap ajaran filsafat yang sedang dipelajari. Ia
mengkritik mungkin dengan menggunakan pendapatnya sendiri ataupun dengan menggunakan
pendapat filosof lain.
Dalam belajar filsafat ada aturan yang disarankan untuk diterapkan sejak awal, hukum itu
berbunyi, apa arti gagasan-gagasan mereka untuk para filsuf itu sendiri, apa nilai gagasan-
gagasan itu dalam diri sendiri dan apa nilainya bagi kita: itulah ketiga pertanyaaan yang senantiasa
harus diajukan orang dalam menyelidiki sejarah filsafat, meskipun secara didaktis atau eksplisit
tidak selalu mungkin atau tidak selalu perlu diajukan secara terpisah (Beekman, 1973: 53).
Lewat cara ini, semua murid dianjurkan secara bebas untuk mengaitkan seluruh pemikiran dengan
kondisi dirinya, dengan kesadaran dan hasratnya yang murni. Pada titik ini, ungkapan
Wittgenstein, Filsafat bukan ajaran melainkan suatu usaha menjadi terasa. Filsafat bukan ajaran
karena itu kita tak langsung harus percaya dan membelanya mati-matian, filsafat adalah usaha
untuk menemukan kebenaran berdasarkan diri sendiri setalah bercermin dari kebenaran yang telah
teruji.
2. Manfaat Mempelajari Filsafat
Berfilsafat adalah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan
menggunakan pemikiran secara serius. Kemampuan berpikir serius diperlukan oleh orang biasa,
penting bagi orang-orang yang memegang posisi penting dalam membangun dunia. Kemampuan
berpikir serius itu, mendalam adalah satu cirinya, tidak akan dimiliki tanpa melalui latihan.
Belajar filsafat merupakan salah satu bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan berfikir

11
serius. Kemampuan ini akan memberikan kemampuan memecahkan masalah secara serius,
menemukan akar persoalan yang terdalam, dan menemukan sebab terakhir suatu penampakan.
Setiap orang tidak perlu mengetahui isi filsafat. Akan tetapi, orang-orang yang ingin berpartisipasi
dalam membangun dunia perlu mengetahui ajaran-ajaran filsafat. Mengapa? Hal itu dikarenakan
dunia dibentuk oleh dua kekuatan, yaitu agama dan atau filsafat. Barang siapa yang ingin
memahami dunia maka ia harus memahami dunia atau filsafat yang mewarnai dunia tersebut.
Dengan memiliki kemampuan berfikir serius, seseorang mungkin saja akan mampu
menemukan rumusan baru dalam menyelesaikan masalah-masalah dunia. Mungkin itu berupa
kritik, mungkin juga berupa usul. Apabila argumentasinya kuat, maka kritik dan usul tersebut bisa
menjadi suatu sistem pemikiran. Orang yang telah mempelajari filsafat, apalagi bila telah mampu
berfikir serius, ia akan mudah menjadi warga negara yang baik. Hal ini dikarenakan rahasia
negara yang terletak pada filsafat negara itu sendiri. Filsafat negara ditaksonomi ke dalam
Undang-Undang negara. Undang-Undang negara itulah yang dapat mengatur warga negeranya.
Memahami isi filsafat negara dapat dilakukan dengan mudah oleh orang-orang yang telah biasa
belajar filsafat.
Plato menghendaki kepala negara seharusnya filsuf. Belajar filsafat merupakan salah satu
bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan memecahkan masalah secara serius, menemukan
akar persoalan yang terdalam, menemukan sebab terakhir satu penampakkan. Pada umumnya,
dapat dikatakan bahwa dengan belajar filsafat semakin menjadikan orang mampu untuk
menangani berbagai pertanyaan mendasar manusia. Jadi, filsafat membantu untuk mendalami
berbagai pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas dan lingkup tanggung jawabnya.
Kemampuan itu dipelajarainya dari dua jalur, yaitu secara sistemik dan secara historis.
Menurut Harold H. Titus (1984: 11-14) filsafat adalah suatu usaha untuk memahami alam
semesta, maknanya dan nilainya. Oemar A. Hosein mengatakan Ilmu memberi kepada kita
pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan
manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran. Radhakrishnan dalam
bukunya, History of Philosophy menyebutkan tugas filsafat bukanlah sekedar mencerminkan
semangat masa ketika kita hidupi, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah
kreatif, menerapkan nilai, menerapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soejabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk
mempertajam pikiran maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui,
tetapi harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran
sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat
keaslian).Manfaat mempelajari filsafat ada bermacam-macam. Namun, sekurang-kurangnya ada
empat macam faedah, yaitu:

12
a. Agar terlatih berpikir serius
b. Agar mampu memahami filsafat
c. Agar mungkin menjadi filsafat
d. Agar menjadi warga negara yang baik
Berfilsafat ialah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan
menggunakan pemikiran secara serius. Kemampuan berpikir serius diperlukan oleh orang biasa,
penting bagi orang-orang penting yang memegang posisi penting dalam membangun dunia. Plato
menghendaki kepala negara seharusnya filsuf. Belajar filsafat merupakan salah satu bentuk latihan
untuk memperoleh kemampuan memecahkan masalah secara serius, menemukan akar persoalan
yang terdalam, dan menemukan sebab terakhir satu penampakkan (Syadali dan Mudzakir, 2004).
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa secara kongkrit manfaat mempelajari filsafat
adalah:
a. Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri dengan berpikir lebih mendalam,
kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru
memaksa kita berpikir, untuk hidup dengan sesadar-sadarnya, dan memberikan isi kepada
hidup kita sendiri.
b. Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan-
persoalan dalam hidup sehari-hari. Orang yang hidup secara dangkal saja, tidak mudah
melihat persoalan-persoalan, apalagi melihat pemecahannya. Dalam filsafat kita dilatih
melihat dulu apa yang menjadi persoalan dan ini merupakan syarat mutlak untuk
memecahkannya.
c. Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme dan aku-sentrisme (dalam
segala hal yang melihat dan mementingkan kepentingan dan kesenangan si aku).
d. Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri, hingga kita tak hanya ikut-ikutan saja,
membuntut pada pandangan umum, dan percaya akan setiap semboyan dalam surat kabar,
tetapi secara kritis menyelidiki apa yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat
sendiri, berdiri sendiri, dengan cita-cita mencari kebenaran.
e. Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam etika) maupun
untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan
sebagainya.
Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagammaan atas
dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan
seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung kepada konsepsi, yang pra ilmiah,
usang, sempit dan dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan,
pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Tujuan filsafat adalah mencari hakikat dari suatu objek atau gejala secara mendalam,
sedangkan pada ilmu pengetahuan empiris hanya membicarakan gejala-gejala. Membicarakan
gejala untuk masuk kepada hakikat itulah yang menjadi fokus filsafat. Untuk sampai kepada

13
hakikat harus melalui suatu metode yang khas dari filsafat. Jadi, dalam filsafat itu harus reflektif,
radikal, dan integral. Reflektif di sini berarti manusia menangkap objek secara intensional, dan
sebagai hasil dari proses tersebut adalah keseluruhan nilai dan makna yang diungkapkan manusia
dari objek yang dihadapinya. Filsafat juga bersifat integral yang berarti mempunyai
kecenderungan untuk memperoleh pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruhan. Jadi, filsafat
ingin memandang objeknya secara utuh. Filsafat membahas lapisan terakhir dari segala sesuatu
atau membahas yang paling mendasar (Surajiyo, 2012: 4).
Menurut Surajiyo (2012: 4-5) menyebutkan ada lima kegunaan filsafat khususnya bagi sosial
budaya indonesia, yakni sebagai berikut:
a. Bangsa Indonesia berada di tengah-tengah dinamika proses modernisasi yang meliputi
semakin banyak bidang dan hanya untuk sebagian yang dapat dikemudikan melalui
kebijaksanaan pembangunan. Menghadapi tantagan modernisasi dengan perubahan
pandangan hidup, nilai-nilai dan norma filsafat membantu untuk mengambil sikap yang
sekaligus terbuka dan kritis.
b. Filsafat merupakan sarana yang baik untuk menggali kembali kekayaan, kebudayaan, tradisi,
dan filsafat Indonesia serta untuk mengaktualisasikannya. Filsafat yang paling sanggup untuk
mendekati warisan rohani tidak hanya secara verbalistik, melainkan secara evaluatif, kritis,
dan reflektif, sehingga kekayaan rohani bangsa dapat menjadi modal dalam pembentukan
identitas modern bangsa Indonesia secara terus-menerus.
c. Sebagai kritik ideologi filsafat membangun kesanggupan untuk mendeteksi dan membuka
kedok-kedik ideologis berbagai bentuk ketidakadilan sosial dan pelanggaran terhadap
martabat dan hak asasi manusia yang masih terjadi.
d. Fisafat merupakan dasar paling luas untuk berpartisipasi secara kritis dalam kehidupan
intelektual bangsa pada umumnya dan khususnya dalam kehidupan intelektual di universitas-
universitas dan lingkungan akademis.
e. Filsafat menyediakan dasar dan sarana sekaligus bagi diadakannya dialog di antara agama
yang ada di Indonesia pada umumnya dan secara khusus dalam rangka kerja sama antar
agama dalam membangun masyarakat adil makmur berdasarkan pancasila.

E. Hubungan dan Perbedaan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan


Secara singkat dapat dikatakan filsafat adalah refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya
memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur-unsur yang hakiki atau inti. Sedangkan, ilmu
pengetahuan adalah suatu hasil yang diperoleh oleh akal sehat, ilmiah, empiris, dan logis. Ilmu adalah
cabang pengetahuan yang berkembang pesat dari waktu ke waktu. Segala sesuatu yang berawal dari
pemikiran logis dengan aksi yang ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan dengan sebuah bukti
yang konkret. Harus mempercayai paradigma serta metode-metode yang jelas yang juga
dikorelasikan dengan bukti yang empiris yang mampu diterapkan secara transparan. Kebenaran ilmu
pengetahuan bersifat nisbi atau relatif.
14
1. Hubungan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan
Pada awalnya yang pertama muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus merupakan bagian
dari filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ibu dari semua ilmu
(mother scientiarum). Karena objek material filsafat bersifat umum, yaitu seluruh kenyataan pada
hal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus. Hubungan filsafat dengan ilmu dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a. Filsafat mempunyai objek yang lebih luas dan bersifat universal, sedangkan ilmu objeknya
terbatas serta bersifat khusus kajiannya.
b. Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih dalam dengan
menunjukkan sebab-sebab yang terakhir. Sedangkan, ilmu juga menunjukkan sebab-sebab,
tetapi yang tak begitu mendalam. Dengan satu kalimat dapat dikatakan bahwa ilmu
mengatakan bagaimana barang-barang itu (to know ..., technical know how, managerial
know how ..., secondary causes, and proximate explanation). Sedangkan, filsafat mengatakan
apa barang-barang itu (to know `what` and `why` ..., first causes, highest principles, and
ultimate explanation).
c. Filsafat memberikan sintesis kepada ilmu-ilmu yang khusus, mempersatukan, dan
mengkoordinasikannya.
d. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan ilmu, tetapi sudut pandangnya berlainan.
Jadi, merupakan dua pengetahuan yang tersendiri. Keduanya (filsafat dan ilmu) penting, serta
saling melengkapi, juga saling menghormati dan mengakui batas-batas dan sifatnya masing-
masing. Inilah yang sering dilupakan sehingga ada ilmuan yang ingin menjadi tuan tanah atas
kavling pengetahuan lain. Misalnya, apabila ada seorang dokter berkata, Setiap saya
mengoperasi seorang pasien belum pernah saya melihat jiwanya. Jadi manusia itu tidak
memiliki jiwa. Maka dokter itu menginjak ke lapangan lain dari lapangan ilmu ke lapangan
filsafat, sehingga kesimpulannya tidak benar lagi (Suriasumantri, 2007: 14).
2. Perbedaan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan
Selain memiliki hubungan, filsafat dan ilmu juga memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut
dapat di lihat dari berbagai objek, yakni:
a. Objek Material
Filsafat itu bersifat universal, yaitu segala sesuatu yang ada, sedangkan objek material
ilmu itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang
masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-
kotak dalam disiplin tertentu.
b. Objek formal
Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang
ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan, ilmu bersifat fragmentaris, spesifik,
dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide
manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita. Filsafat dilaksanakan dalam suasana

15
pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan. Sedangkan, ilmu
haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak
pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainnya. Filsafat
memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas
sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis yang dimulai
dari tidak tahu menjadi tahu (Bakhtiar, 2004: 21).

RANGKUMAN
Berdasarkan pembahasan akan materi di atas dapat di simpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Filsafat/filosofi berasal dari kata Yunani yaitu philos (suka) dan sophia (kebijaksanaan), Filsafat
adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori. Filsafat adalah suatu ilmu
atau metode berfikir untuk memecahkan gejala-gejala alam dan masyarakat.
2. Latar belakang yang menyebabkan seseorang berfilsafat diantaranya ialah; mitos,rasa ingin tahu,
rasa takjub dan keterbatasan hidup.
3. Para ahli filsafat mengatakan bahwa filsafat hakikatnya tidak bisa didefinisikan melainkan dengan
berfilsafat itu sendiri.
4. Objek kajian filsafat yakni mencangkup objek material dan objek formal. objek material dari
filsafat adalah sangat luas, yaitu mencakup segala sesuatu yang ada. Objek tersebut meliputi alam
semesta, masalah hidup, masalah manusia, masalah Tuhan, dan lain-lain. Sedangkan objek formal
membahas objek materialnya itu sampai ke hakikat atau esensi dari yang dihadapi.
5. Filsafat diidentikan dengan berpikir kritis dan mendalam, berpikir sampai ke akar-akarnya.
Filsafat juga melibatkan cara berpikir yang sistematik dan terbuka bagi alam semesta, cirri-ciri
filsafat diantaranya: menyeluruh,mendasar,spekulatif,radikal,reflektif.
6. Tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir),
etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat keaslian).
7. Manfaat mempelajari filsafat ada bermacam-macam empat diantaranya yakni ; Agar terlatih
berpikir serius, agar mampu memahami filsafat, agar mungkin menjadi filsafat, agar menjadi
warga negara yang baik.
8. Filsafat dan ilmu pengetahuan saling memiliki keterhubungan dimana filsafat memberikan sintesis
kepada ilmu-ilmu yang khusus, mempersatukan, dan mengkoordinasikannya.

16
9. Menurut objek material filsafat itu bersifat universal, yaitu segala sesuatu yang ada, sedangkan
objek material ilmu itu bersifat khusus dan empiris.
10. Menurut ojek formal filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala
sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan, ilmu bersifat fragmentaris,
spesifik, dan intensif.

SOAL
1. Jelaskan definisi filsafat menurut Socrates dan Kattsoff!
2. Uraikan pendapat anda mengenai definisi filsafat!
3. Diskusikan mengenai asal mula timbulnya filsafat!
4. Diskusikan mengenai objek filsafat baik objek formal maupun objek material!
5. Berikan contoh dari objek formal dan objek material filsafat!
6. Jelaskan ciri-ciri filsafat bersifat radikal!
7. Jelaskan metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat!
8. Diskusikan mengenai manfaat mempelajari filsafat!
9. Diskusikan mengenai hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan!
10. Uraikan perbedaan filsafat dengan ilmu pengetahuan!

DAFTAR PUSTAKA

Bagus. (2002). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Bakhtiar, A. (2004). Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Beekman, G. (1973). Filsafat Para Filsuf Berfilsafat. Jakarta: Erlangga.
17
Dardiri, H.A. (1986). Humaniora, Filsafat, dan Logika. Jakarta: Rajawali.
Gazalba, S. (1992). Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.
Kattsoff, L. A. (2004). Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Lasiyo dan Yuwono. (1985). Pengantar Ilmu Filsafat. Yogyakarta: Liberty.
Poedjawijatno. (1980). Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: Pembangunan.
Rapar, J. H. (1996). Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Saifullah, A. ( 1997). Antara Filsafat dan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Salam, B. (1988). Pengantar Filsafat. Jakarta: Bina Aksara.
Surajiyo. (2012). Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri, J. (2007). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Syadali, A. dan Mudzakir. (2004). Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Syam, M.N. (1981). Pengantar Tinjauan Pancasila Dari Segi Filsafat. Malang: Laboratorium Pancasila
IKIP Malang.
Tafsir, A. (1997). Filsafat Umum. Bandung: Rosda Karya.
Titus, H. A. (1984). Persoalan-persoalan Filsafat. Terjemahan Rasjidi. Jakarta: Bulan Bintang.
Wirodiningrat, S.S. (1981). Metafisika Indonesia dalam Pengantar Ke Alam Pemikiran Kefilsafatan.
Yogyakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat UGM.
Zaprulkhan. (2013). Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik. Depok: Rajagrafindo Persada.
Farhan, F. (2016). Belajar Mengenal Filsafat. (Online). Tersedia:
https://fikrifarhan.wordpress.com/2016/04/14/ (04 Maret 2017).
Hidayat, F. (2016). Pengertian Filsafat. (Online). Tersedia: http://fajar-hidayat.blog.ugm.ac.id/ (04 Maret
2017).
Zakila, M. (2010). From Mitos To Logos. (Online). Tersedia:
https://methizakila.wordpress.com/2010/10/20/ (04 Maret 2017).

18

Anda mungkin juga menyukai