Anda di halaman 1dari 11

TATA RUANG

Disusun oleh:

NAMA : YAHYA M. NUR


NPM : 0101512229

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KHAIRUN
2016
1. Konsep Dan Arah Dan Arah Kebijakan Pertanahan

Tanah merupakan faktor pendukung utama kehidupan dan kesejahteraan


masyarakat. Fungsi tanah tidak hanya terbatas pada kebutuhan tempat tinggal,
tetapi juga tempat tumbuh kembang, sosial, politik dan budaya seseorang
maupun suatu komunitas masyarakat. Tanah sebagai pendukung utama
kehidupan ketika dijamah kolonial belanda dan setelh merdeka banyak
diperbincangkan, entah dari sejarah filosofisnya atau dari segi berlakunya,
indonesia telah banyak menuai asam-manis kerasnya kehidupan menuju
kehidupan yang berkeadilan dan sejahtera. Indonesia telah banyak melewati
masa-masa yang sangat keras. Seperti masa-masa diberlakukanya Agrarische
Wet pada tahun 1980, Regelings Reglement, dan Indische StaatRegeling. Dan
banhkan indonesia telah mempunyai undang-undang khusus tentang Agraria
yaitu Undang-undang pokok ahraria(UUPA), yang dimana UU itu muncul setelah
indonesia memperoleh kemerdekaannya. Sebagai realisasi dan keinginan
pemerintah jajahan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dari
hasil pertanian di Indonesia pemerintah berusaha mempersempit kesempatan
pihak-pihak pengusaha swasta untuk memperoleh jaminan yang kuat atas tanah-
tanah yang diusahainya, seperti untuk memperoleh hak eigendom. Kepada para
pengusaha oleh pemerintah hanya dapat diberikan hak sewa atas tanah-tanah
kosong dengan waktu yang terbatas yaitu tidak lebih dari 20 tahun sebagai hak
persoonliij. Tanah tersebut tidak dapat dijadikan jaminan hutang. Demikian juga
dengan hak erfpacht oleh pemerintah tidak dapat diberikan,karena masih
menghargai hak-hak adat yang tidak rnengenal adanya hak erfpact.
Perjuangan memperkuat kedudukan pengusaha-pengusaha pertanian di satu
pihak dan penduduk di lain pihak terjadi pada tahun 1860-1870,dengan
memajukan rancangan wet yang mengatur tentang pertanian yangdapat
dilakukan di tanah-tanah bangsa Indonesia.
Penduduk Indonesia diberi izin menyewakan tanah kepada bukan bangsa
Indonesia.Dalam rancangan tersebut dimuat antara lain:

1. Tanah negara (domein negara) dapat diberikan hak erfpacht paling lama
90 tahun,

2. Persewaan tanah negara tidak dibenarkan,

3. Persewaan tanah oleh orang Indonesia kepada bangsa lain akan diatur,
4. Hak tanah adat diganti dengan hak eigendom,

5. Tanah komunal diganti menjadi milik, jasan,

6. Wet ini hanya berlaku di Jawa dan Madura,

Dengan amandemen Portman tidak menyetujui hak milik adat menjadi hak
eigendom, dan milik adat tetap dijamin permakaiannya. Akhirnya pada tahun
1870 dibawah pimpinan Menteri Jajahan De Waal, Agrarische Wet ini ditetapkan
dengan S. 1870-55. Tangga1 24 September 1960 merupakan suatu tanggal yang
penting dalam kehidupan hukum di Indonesia, karena pada tanggal tersebut
telah diundangkan dan mulai berlaku Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaga Negara 1960 No.104 n).
Dengan lahirnya Hukum Agraria Nasional dengan nama populer UUPA,maka
secara total hukum Agraria Kolonial dihapuskan. Denganhapusnya hukum
Agraria Kolonial, maka merupakan sejarah baru dan suasana baru bagi rakyat
Indonesia untuk dapat menikmati sepenuhnya bumi, Air, ruang angkasa dan
kekayaan alam Indonesia ini, terutama kaum tani yang selama ini menompang di
atas tanahnya sendiri. Hak-hak atas tanah yang dipunyai oleh rakyat tani yang
selama ini tidak mempunyai .iaminan yang kuat, sekarang dengan berlega hati,
telah dapat meminta agar tanahnya dapat diberi perlindungan dengan hak-
hakyang diberikan kepadanya.
Hukum Agraria Nasional (UUPA) yang merupakan perombakan hukum Agraria
Kolonial bertujuan untuk memperbaiki kembali hubungan manusia Indonesia
dengan tanah yang selama ini sudah tidak jelas lagi. Perombakan hukum agraria
kolonial itu dimaksudkan untuk merobah hukum kolonial kepada hukum nasional
sesuai dengan cita-cita nasional, khususnya para petani. Selain itu untuk
menghilangkan dualisme hukum yang berlaku serta memberikan kepastian
hukum atas hak-hak seseorang atas tanah.

2. Kebijakan Pertanahan Terhadap Penataan Ruang


Yang terdiri atas :
a. Penatagunaan Tanah Dalam Mewujudkan Tata Ruang (roles of land use
in implementing spatial planning)
Saat ini tanah merupakan resource yang memiliki posisi strategis dalam
kontek pembangunan nasional. Segala bentuk pembangunan hampir seluruhnya
memerlukan tanah untuk aktifitasnya. Dalam kaitan tersebut, diperlukan upaya
untuk lebih meningkatkan peran penatagunaan tanah untuk dapat mewujudkan
pembangunan yang sustainable. Seperti yang telah dimaklumatkan dalam Pasal
1, PP No. 16/2004 Tentang Penatagunaan Tanah, yang dimaksudkan
penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah
yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berwujud
konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait
dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan
masyarakat secara adil. Penatagunaan tanah ini merujuk pada Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan seperti tercantum pada
pasal 3 mengenai tujuan dari penatagunaan tanah. Dari sini dapat kita telaah
bahwasannya, penatagunaan tanah merupakan ujung tombak dalam
mengimplementasikan RTRW di lapangan. Hal ini didasarkan bahwa, dalam
setiap jengkal tanah, pada hakekatnya telah melekat hak kepemilikan tanah.
Sehingga untuk mewujudkan RTRW dalam setiap jengkal tanah mau tidak mau
harus berinteraksi dengan pemegang hak atas tanah tersebut.

Posisi penatagunaan tanah juga semakin jelas seperti yang termaktub dalam
Pasal 33 UU No.26/2007 Tentang Penataan Ruang, dimana pemanfaatan ruang
mengacu pada rencana tata ruang yang dilaksanakan dengan penatagunaan
tanah, penatagunaan air, dan penatagunaan udara. Pada hakekatnya, tanah
sebagai unsur yang paling dominan dalam penataan ruang, telah dilandasi
dengan PP, memiliki peran yang paling strategis dalam mewujudkan penataan
ruang. Namun demikian, penatagunaan tanah belum begitu dilibatkan dalam
proses penyusunan, implementasi maupun pengawasan penataan ruang.
Menurut saya, proses penataan ruang di Indonesia saat ini memang pada level
yang bervariasi. Namun demikian, secara umum dapat dilihat bahwa, penataan
ruang masih bergerak dilevel dasar, yaitu proses euphoria penyusunan tata
ruang. Hal ini terbukti dari banyaknya tata ruang yang tidak dilaksanakan di
lapangan. Seharusnyalah, mulai sekarang, kita bersama-sama harus lebih
memikirkan juga bagaimana implementasi di lapangan.

Penatagunaan tanah memiliki dua peran utama dalam mewujudkan rencana


tata ruang guna kepentingan masyarakat secara adil. Pertama, peran secara
makro, penatagunaan tanah bersama-sama dengan instansi lain baik pusat
maupun daerah, bekerja sama untuk merumuskan kebijakan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Hal ini terwujud
dalam pembentukan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN)
maupun didaerah (BKPRD). Perlu diketahui bahwa sampai dengan hari ini,
penatagunaan tanah yang diemban oleh Badan Pertanahan Nasional (Direktorat
Penatagunaan Tanah), masih merupakan instansi vertikal. Kondisi ini lebih
memudahkan kontrol maupun koordinasi antara penatagunaan tanah nasional
maupun daerah. Selain itu penatagunaan tanah juga bertugas untuk menyusun
neraca penatagunaan tanah. Di dalam neraca ini terdapat evalusai kesesuaian
RTRW dengan penggunaan tanah saat ini, serta ketersediaan tanah untuk
pembangunan didasarkan pada RTRW, penggunaan, dan penguasaan tanah.
Neraca ini tentunya sangat berguna dalam revisi dan evaluasi RTRW.

Peran penatagunaan tanah di level mikro adalah implementing penatagunaan


tanah dalam pada administrasi pertanahan. Di sini peran penatagunaan tanah
semakin jelas, dimana secara langsung dalam administrasi pertanahan,
penatagunaan tanah dapat terlibat langsung dalam proses administrasi
pertanahan. Proses-proses administrasi pertanahan mulai dari penerbitan hak,
pemindahan hak, pelepasan hak, dan lain-lain, kesemuanya harus mengacu
pada rencana tata ruang wilayah. Dalam penyelenggaraan penatagunaan tanah,
dapat ditempuh melalui penataan kembali, upaya kemitraan, dan penyerahan
dan pelepasan hak atas tanah kepada negara. Dalam hal pembinaan dan
pengendalian penatagunaan tanah dapat ditempuh melalui pemberian insentif
dan disinsentif.

b. Konsolidasi Tanah

Tanah adalah kekayaan bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan sebesar-


besarnya untuk rakyat, seperti yang telah tercantum dalam pasal 33 ayat (3)
UUD 1945. Dalam proses pemanfaatan tanah untuk kemakmuran rakyat tersebut
perlu dilaksanakan sebuah pengaturan penguasaan dan penatagunaan tanah
dan hasil guna penggunaan tanah serta menyelaraskan kepentingan individu
dengan fungsi social tanah dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan juga
meningkatkan peran serta aktif para pemilik tanah dalam pembangunan dan
upaya pemerataan hasil-hasilnya perlu dilaksanakan Konsolidasi Tanah baik di
perkotaan maupun di perdesaan.

- Dasar Pengaturan :

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang


Konsolidasi Tanah. Istilah-istilah :

Konsolidasi tanah adalah kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan


kembali penguasaan dan penggunaan serta usaha pengadaan tanah
untuk kepentingan pembangunan, untuk peningkatan kualitas lingkungan
dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif
masyarakat. ( Pasal 1 angka 1 )

Peserta konsolidasi tanah adalah pemegang Hak Atas Tanah atau


penggarap tanah Negara objek konsolidasi tanah. ( Pasal 1 angka 2 )

Tanah objek konsolidasi tanah adalah tanah Negara non pertanian


dan/atau tanah hak di wilayah perkotaan atau perdesaan yang ditegaskan
oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk dikonsolidasi. ( Pasal 1
angka 3 )

Sumbangan tanah untuk pembangunan adalah bagian dari objek


konsolidasi tanah yang disediakan untuk pengganti biaya pelaksanaan.
( Pasal 1 angka 4 )

Tanah pengganti biaya pelaksanaan adalah bagian dari sumbangan


tanah untuk pembangunan yang diserahkan kepada pihak ke tiga dengan
pembayaran biaya kompensasi berupa uang, yang dipergunakan untuk
pembiayaan kegiatan pelaksanaan konsolidasi tanah sesuai dengan
Daftar Rencana Kegiatan Konsolidasi Tanah (DRKK). ( Pasal 1 angka 5 )

Surat Izin Menggunakan Tanah (SIMT) adalah Surat Izin Menggunakan


Tanah pengganti biaya pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota. ( Pasal 1 angka 6 )
- Tujuan dan Sasaran :

Tujuan dari konsolidasi tanah adalah untuk mencapai pemanfaatan tanah


secara optimal melalui peningkatan efisiensi dan produktifitas
penggunaan tanah. ( Pasal 2 ayat 1 )

Sasaran konsolidasi tanah adalah terwujudnya suatu tatanan penguasaan


dan penggunaan tanah yang tertib dan teratur. ( pasal 2 ayat 2 )

- Pelaksanaan :
Pelaksanaan pengaturan penguasaan dan penatagunaan tanah dalam
bentuk konsolidasi tanah dilakukan di perdesaan dan perkotaan, dalam
rangka peningkatan kualitas lingkungan dan sekaligus menyediakan
tanah untuk pembangunan prasarana dan fasilitas umum. ( Pasal 3 ayat
1)
Kegiatan konsolidasi tanah meliputi penataan kembali bidang-bidang
tanah termasuk Hak Atas Tanah dan/atau penggunaan tanahnya dengan
dilengkapi prasarana jalan, irigasi, fasilitas lingkungan dan/atau serta
fasilitas penunjang lainnya yang diperlukan dengan melibatkan partisipasi
para pemilik tanah dan/atau penggarap tanah. ( Pasal 3 ayat 2 )
Lokasi Konsolodasi Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikotan Kepala
Daerah Tingkat II dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang dan
Rencana Pembangunan Daerah. ( Pasal 4 ayat 1 )
Secara fungsional, konsolidasi tanah dilaksanakan oleh Badan
Pertanahan Nasional, ( Pasal 5 ayat 1 ) yang meliputi:
a. Kepala Badan Pertanahan Nasional ( Pasal 5 ayat 2 butir c )
b. Kepala Kantor Pertanahan Provinsi ( Pasal 5 ayat 2 butir b )
c. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota ( Pasal 5 ayat 2 butir a
)
Secara opersional, konsolidasi tanah dilaksanakan oleh instansi-instansi
lain yang terkait dan masyarakat di bawah koordinasi Gubernur untuk
Daerah Tingkat I dan di bawah Bupati/Walikota untuk Daerah Tingkat II
( Pasal 5 ayat 3 )

- Sumbangan Tanah untuk Pembangunan :


Besarnya sumbangan tanah untuk pembangunan ditetapkan berdasarkan
kesepakatan bersama peserta konsolidasi tanah dengan mengacu pada
Rencana Tata Ruang Daerah. ( Pasal 6 ayat 2 )

Peserta yang persil atau luas tanahnya terlalu kecil sehingga tidak
mungkian menyerahkan sebagian tanahnya sebagai sumbangan tanah
untuk keperluan, dapat mengganti sumbangan tersebut dengan uang
atau bentuk lainnya yang disetujui bersama oleh para perserta
konsolidasi tanah. (Pasal 6 ayat 3)

- Pembiayaan :

Pada dasarnya pembiayaan konsolidasi tanah oleh para perserta


konsolidasi tanah melalui: ( Pasal 7 ayat 1 )

1. Sumbangan berupa tanah


2. Sumbangan uang
3. Sumbangan dalam bentuk-bentuk lainnya
Sumbangan berupa tanah ini, para peserta konsolidasi dilepaskan Hak
Atas Tanahnya atau garapannya kepada Negara dihadapan Kepala
Kantor Pertanahan setempat. ( Pasal 7 ayat 2 )
Tanah pengganti biaya pelaksanaan diperuntukan bagi pembiayaan
pelaksanaan konsolidasi yang penggunaannya diserahkan bagi peserta
yang memiliki persil tanah terlalu kecil. ( Pasal 7 ayat 3 )
Penyerahan sumbangan tanah untuk pembangunan dilakukan oleh
Kepala Kantor Pertanahan setempat dengan menerbitkan Surat Izin
Menggunakan Tanah, yang menjadi dasar pemberian hak Atas Tanah
kepada yang bersangkutan. ( Pasal 7 ayat 4 )
Sumbangan berupa uang diterima oleh bendaharawan khusus serta
merupakan uang penerimaan Negara, dapat dipergunakan langsung
untuk pembiayaan pelaksanaan konsolidasi tanah berdasarkan Daftar
Rencana Kegiatan Konsolidasi Tanah. ( Pasal 7 ayat 5 )
Dana konsolidasi tanah disimpan dalam rekening bendaharawan khusus
pada Bank Pemerintah dan dibukukan dalam buku kas umum dan buku
pembantu dana konsolidasi tanah. ( Pasal 7 ayat 6 )
Pertanggung jawaban dana konsolidasi tanah disampaikan oleh Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota kepada Kepala Badan Pertanahan
Nasional cq. Kepala Biro Keuangan dan tembusannya disampaikan
kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasioanl Provinsi
secara bulanan berdasarkan Keppres No 29 Tahun 1984. ( Pasal 7 ayat 7
)
- Penyelesaian Hak Atas Tanah :

Proses penetapan objek konsolidasi tanah, para peserta konsolidasi


tanah harus melepaskan Hak Atas Tanahnya. Hal ini dilakukan oleh
Kepala Badan Pertanahan Nasional atas usul Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat melalui Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Provinsi. ( Pasal 8 ayat 1 )

Hak Atas Tanah objek konsolidasi tanah diberikan kepada peserta


konsolidasi tanah sesuai dengan rencana penataan kapling yang disetujui
para peserta konsolidai tanah. ( Pasal 8 ayat 2 )

Pemberian Hak Atas Tanah dilkasanakan secara kolektif sesuai dengan


peraturan perundang-undangan yang berlaku. ( Pasal 8 ayat 3 )

Peserta konsolidasi tanah dibebaskan dari kewajiban membayar uang


pemasukan kepada Negara dan hanya diwajibkan membayar biaya
administrasi dan biaya pendaftaran tanah. ( Pasal 8 ayat 4 )

3. UU no 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup

Pasal 2 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan


berdasarkan asas:

a. Tanggung jawab negara.


b. Kelestarian dan keberlanjutan
c. Keserasian dan keseimbangan
d. Keterpaduan
e. Manfaat
f. kehati-hatian
g. keadilan
h. ekoregion
i. keanekaragaman hayati
j. pencemar membayar
k. partisipatif
l. kearifan lokal
m. tata kelola pemerintahan yang baik dan
n. otonomi daerah.

Pasal 3 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:

a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari


pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa
depan
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup
sebagai bagian dari hak asasi manusia
h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan
j. mengantisipasi isu lingkungan global.

Pasal 4 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:

a. perencanaan
b. pemanfaatan
c. pengendalian
d. pemeliharaan
e. pengawasan dan
f. penegakan hukum.

Pasal 5 Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup


dilaksanakan melalui tahapan:

a. inventarisasi lingkungan hidup


b. penetapan wilayah ekoregion dan
c. penyusunan RPPLH.

Anda mungkin juga menyukai