Anda di halaman 1dari 17

SKENARIO 1: Abortus Imminens

SKENARIO 1

Seorang perempuan 19 tahun sejak 3 bulan yang lalu tidak mendapatkan haid dan
sudah dilakukan pemeriksaan tes kehamilan dan hasilnya positif. Sejak tiga hari
mengeluarkan darah dari vagina sedikit-sedikit. Sebelumnya haid teratur setiap
bulan dan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi. Penderita merasa payudara
tegang, mual, dan muntah-muntah terutama pagi hari. Setiap kali makan atau
minum selalu muntah lagi, dan penderita sudah minum obat anti muntah, tetapi
muntah tidak berkurang. Badannya lemah sampai tidak dapat beraktivitas. Sudah 3
tahun ini penderita mengkonsumsi alcohol dan rokok.

Penderita datang ke poliklinik diperiksa oleh dokter umum. Disana dokter


memeriksa penderita untuk mendapatkan gejala dan tanda lainnya. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan normal, mulut kering, dan turgor kulit
menurun, fundus uteri teraba 1 cm diatas symphisis. Pada pemeriksaan inspekulo
tampak ostium uteri eksternum tertutup dan keluar darah segar. Dokter tersebut
menyarankan agar penderita dirawat inap untuk memperbaiki keadaan umum dan
menjalani pemeriksaan ultrasonografi.

TINJAUAN PUSTAKA

Tidak mendapatkan haid sejak 3 bulan yang lalu

Amenore

Amenorea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-
turut. Amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul
kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme,
tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain (Wiknjosastro et.al, 1999).

Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik, banyak


kasus amenorea dapat diketahui sebabnya (Wiknjosastro et.al, 1999).

Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab
amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut
(Wiknjosastro et.al, 1999):
1. Pemeriksaan foto rontgen dari thorax terhadap tuberculosis pulmonum, dan
dari sella tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella
tersebut.

2. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat


dibuktikan berkat pengaruhnya.

3. Tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes mellitus.

4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapangan


visus jika ada kemungkinan tumor hipofisis.

5. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk


mengetahui adanya endometritis tuberkulosa.

6. Pemeriksaan metabolisme basal atau, jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3


dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula thyroidea.

Tes Kehamilan

Diagnosis kehamilan membutuhkan 3 alat diagnostic utama, yaitu pemeriksaan


fisik dan riwayat kesehatan, evaluasi laboratorium, dan ultrasonografi (Shields,
2009).

Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan

Penjelasan tentang pola menstruasi, termasuk tanggal onset menstruasi yang


terakhir, durasi, aliran, dan frekuensi. Hal-hal yang mungkin dapat
membingungkan diagnosis awal kehamilan termasuk periode mestruasi terakhir
yang atipikal, penggunaan kontrasepsi, dan riwayat menstruasi yang ireguler.
Apalagi, sebanyak 25% wanita mengalami perdarahan sepanjang trimester
pertama, yang selanjutnya membuat diagnosis semakin rumit (Shields, 2009).

Kewaspadaan diperlukan terhadap peningkatan kadar human chorionic


gonadotropin (hCG), uterus yang kosong pada sonogram, nyeri abdomen, dan
perdarahan per vaginam karena mungkin menandakan adanya kehamilan ektopik.
Kehamilan ektopik adalah penyebab primer dari mortalitas maternal pada trimester
I dan harus didiagnosa lebih awal, sebelum kehamilan rupture atau pasien menjadi
tidak stabil (Shields, 2009).
Presentasi klasik dari kehamilan adalah wanita dengan pola menstruasi regular
yang menunjukkan gejala amenorea, nausea, vomiting, malaise secara umum, dan
payudara yang terasa lunak (Shields, 2009).

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan uterus yang membesar melalui pemeriksaan


bimanual, perubahan payudara, dan perlunakan serta pembesaran cervix (tanda
Hegar; diobservasi pada kira-kira 6 minggu). Tanda Chadwick, yang merupakan
perubahan warna menjadi biru dari cervix karena kongesti vena, dapat diobservasi
pada 8-10 minggu. Uterus pada kehamilan dapat dipalpasi rendah di abdomen jika
kehamilan telah berkembang cukup, biasanya sekitar 12 minggu. Dewasa ini,
melalui penggunaan pemeriksaan kimia dan USG, dokter dapat lebih cakap dalam
mendiagnosis kehamilan sebelum muncul tanda fisik dan gejala klinis (Shields,
2009).

Evaluasi laboratorium

Beberapa hormone dapat digunakan, paling umum digunakan adalah subunit beta
dari hCG. Selain itu digunakan juga progesterone dan faktor kehamilan awal
(Shields, 2009).

Sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas masing-masing mensekresi berbagai hormone


yang termasuk corticotrophin-releasing hormone, thyrotropin-releasing hormone,
somatostatin, corticotrophin, human chorionic thyrotropin, human placental
lactogen, inhibin/activin, transforming growth factor beta, insulinlike growth factor
1&2, epidermal growth factor, precnancy-specific beta-1 glycoprotein, placental
protein 5, dan pregnancy-associated plasma protein-A. Tetapi tidak ada tes yang
dapat tersedia untuk pemeriksaan hormone-hormone ini (Shields, 2009).

hCG adalah glikoprotein yang secara structural sama dengan FSH dan LH, terdiri
dari subunit alfa dan beta (Shields, 2009). Pemeriksaan subunit beta hCG, yang
paling sering digunakan untuk mendiagnosis kehamilan, diakui mempunyai angka
kegagalan (kira-kira 1%). Selain itu, hasil pemeriksaan dapat positi pada
koriokarsinoma ovarium non gestasional atau pada tumor saluran cerna atau testis
yang jarang. Namun demikian pemeriksaan sub-unit beta hCG yang positif dapat
dianggap sebagai bukti kehamilan yang beralasan. Hasil pemeriksaan kehamilan
positif sejati diikuti negative sejati dapat menunjukkan adanya abortus. Metode-
metode utama untuk menentukan sub-unit hCG adalah sebagai berikut (Benson &
Pernoll, 2008):

1. Tes imunologis
Didasarkan pada potensi antigenic hCG (aglutinasi langsung atau tidak
langsung sel darah merah yang sudah disensitisasi atau partikel lateks).
Memerlukan gelas objek untuk reagen, dengan waktu beberapa menit hingga
lebih dari satu jam. Sensitivitas tes ini berbeda-beda secara luas (250-1400
mIU/ml).

2. Radioimmunoassay (RIA)

Memerlukan alat penghitung gamma agar mempunyai sensitivitas tertinggi.


Dapat dilaporkan dalam waktu <90>

3. Pemeriksaan Radioreseptor (RRA)

Mengukur aktivitas biologis pengikatan hCG dengan membrane korpus


luteum sapi secara in vitro. Sayangnya, hCG dan hLH tidak dapat
dipisahkan dengan RRA. RRA yang tersedia di pasaran, Biocept G,
mengatur titik negative yang tinggi untuk menghindari hasil positif palsu.
Namun ketepatan pemeriksaan ini tidak mendekati kepekaan RIA atau
ELISA.

4. Enzyme-Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA)

Pemeriksaan ELISA menggunakan antibody monoclonal spesifik yang


dihasilkan dengan teknologi sel hibrida. Pada ELISA, enzim menginduksi
perubahan warna yang menunjukkan kadar hCG. RIA, RRA, atau ELISA
dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan pada 8-12 hari setelah
ovulasi. hCG mempunyai waktu penggandaan 1,2-2,5 hari selama 10
minggu pertama kehamilan, kemudian disertai penurunan lambat sampai
sekitar 5000 mIU/ml.

Pemeriksaan tabung lateks atau pemeriksaan slide spesifik beta terkini yang
didasarkan pada aglutinasi dan aglutinasi-inhibisi masih memadai untuk
mendiagnosis kehamilan normal >1-2 bulan. Namun demikian pemeriksaan
ELISA biasanya dapat mendeteksi kehamilan lebih awal dan lebih akurat,
meskipun setelah kehamilan, pemeriksaan ELISA memerlukan waktu
beberapa minggu untuk menjadi negative. Karena itu, RIA akan terus
menjadi metode yang digunakan untuk penelitian kuantitatif serial
kehamilan-kehamilan bermasalah, terutama penyakit trofoblastik.

Ultrasonografi (USG)
Dengan USG, kehamilan dapat didiagnosis mulai minggu keempat dan untuk anak
kembar mulai minggu keenam. Real-time USG dengan resolusi tinggi dapat
menentukan usia kehamilan dengan tepat, terutama selama paruh pertama usia
kehamilan. Selama waktu ini, keakuratan USG menentukan usia kehamilan adalah
dalam rentang 1 minggu pada 95% kasus. Berbagai parameter, misalnya panjang
kepala-bokong, diukur tergantung usia hasil pembuahan (Benson & Pernoll, 2008).

Mengeluarkan darah dari vagina sedikit-sedikit

Simptomatologi penyakit-penyakit ginekologik untuk bagian terbesar berkisar


antara 3 gejala pokok, yaitu 1) perdarahan; 2) rasa nyeri; dan 3) pembengkakan
(Wiknjosastro et.al, 1999).

Perdarahan yang didahului haid yang terlambat biasanya disebabkan oleh abortus,
kehamilan mola, atau kehamilan ektopik. Walaupun demikian, kemungkinan
perdarahan karena polypus servisis uteri, erosio porsionis uteri, dan karsinoma
servisis uteri tidak dapat disingkirkan begitu saja tanpa pemeriksaan yang teliti
(Wiknjosastro et.al, 1999).

Penyebab perdarahan per vaginam abnormal

Penyebab organic (Norwitz & Schorge, 2006).

1. Penyakit saluran reproduksi

- Kondisi terkait kehamilan merupakan penyebab paling umum pada wanita


usia subur, misal aborsi, aborsi inkomplet, dan aborsi yang tidak dikenali;
kehamilan ektopik; penyakit trofoblastik gestasional. Perdarahan
implantasi, juga sering pada mestruasi pertama yang tidak terjadi.

- Lesi uterus umumnya menyebabkan menoragia atau metroragia dengan


menambah luas daerah permukaan endometrium, mengacaukan
pembuluh darah endometrium, atau membuat permukaan menjadi
rapuh/meradang.

- Lesi serviks biasanya mengakibatkan metroragia (khususnya perdarahan


pasca coitus) atau erosi atau trauma rangsang.

- Penyebab iatrogenic, mencakup IUD, steroid oral/suntik, dan obat


penenang atau psikotropika lain.
2. Penyakit sistemik

- Diskrasia darah seperti penyakit von Willebrand dan defisiensi protrombin


serta kelainan lain yang mengakibatkan defisiensi trombosit.

- Hipotiroidisme; tidak terkait kelainan menstruasi, tetapi mungkin


menyebabkan oligomenorea atau amenorea.

- Sirosis karena berkurangnya kapasitas hati untuk memetabolisme estrogen.

Penyebab disfungsional (endokrinologi) (Norwitz & Schorge, 2006).

Diagnosis PUD (Perdarahan Uterus Disfungsional) dapat ditegakkan setelah


penyebab organic, sistemik, dan iatrogenic untuk perdarahan per vaginam telah
disingkirkan (diagnosis per eksklusionam).

1. PUD anovulatoris

- Jenis dominan pada masa pascamenarke dan pramenopause karena


perubahan fungsi neuroendokrinologis.

- Ditandai oleh produksi estradiol-17 beta terus menerus tanpa pembentukan


corpus luteum dan pelepasan progesterone.

- Estrogen berlebih menyebabkan proliferasi endometrium terus menerus,


kemudian menghasilkan suplai darah berlebih dan dikeluarkan dengan
mengikuti pola irregular dan tidak dapat diprediksi.

2. PUD ovulatoris

- Insidensi: sampai dengan 10% dari wanita yang berovulasi.

- Bercak darah pada pertengahan siklus setelah lonjakan LH biasanya


bersifat fisiologis. Polimenorea paling sering terjadi akibat pemendekan
fase folikular dari menstruasi. Sebagai alternative, fase luteal mungkin
memanjang akibat korpus luteum yang menetap.

Perdarahan pada trimester I

Diagnosis banding perdarahan pada trimester I (Granger & Pattison, 1994):

1. abortus
2. mola hidatidosa

3. kelainan local pada vagina/cervix:

- varises

- perlukaan

- carcinoma

- erosi

- polip

4. kehamilan ektopik terganggu

5. menstruasi dan hamil normal

Payudara tegang, mual, dan muntah-muntah terutama pagi hari

Payudara Tegang

Perubahan kelenjar payudara yang berhubungan dengan haid

Pada waktu haid payudara agak membesar dan tegang dan pada beberapa wanita
timbul rasa nyeri (mastodenia); perubahan ini kiranya ada hubungan dengan
perubahan vascular dan limfogen (Wiknjosastro et.al, 1999).

Perubahan payudara pada waktu hamil

Beberapa minggu sesudah konsepsi timbul perubahan-perubahan pada kelenjar


payudara. Payudara jadi penuh, tegang, areola lebih banyak mengandung pigmen,
dan putting sedikit membesar. Pada awal trimester II mulai timbul system alveolar;
baik duktus-duktus maupun asinus-asinus menjadi hipertrofis di bawah pengaruh
estrogen dan progesterone yang kadarnya meningkat, alveolus-alveolus mulai terisi
cairan, yakni kolostrum, di bawah pengaruh prolaktin. Karena inhibisi estrogen dan
progesterone, kolostrum tidak dapat dikeluarkan, hanya pada bulan-bulan terakhir
dapat dikeluarkan beberapa tetes. Sesudah persalinan kolostrum keluar dalam
jumlah yang lebih besar, dan lambat laun digantidengan air susu, jikalau bayi
disusui dengan teratur. Biasanya sesudah 24 jam mulai dikeluarkan air susu biasa
dan sesudah 3-5 hari produksinya teratur (Wiknjosastro et.al, 1999).
Hiperemesis gravidarum

Hiperemesis gravidarum adalah Mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil
sampai menggangu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk,
dan dapat terjadi dehidrasi (Moechtar, 1998).

Nausea dan vomiting pada kehamilan merupakan hal yang sangat umum.
Penelitian yang ada memperkirakan nausea dan vomiting terjadi pada 50-90%
kehamilan. Nausea dan vomiting yang berkaitan dengan kehamilan biasanya
dimulai pada usia kehamilan 9-10 minggu, memuncak pada minggu 11-13, dan
pulih pada hampir semua kasus pada minggu 12-14. Pada 1-10% kehamilan, gejala
dapat berlanjut hingga 20-22 minggu (Ogunyemi, 2009).

Nausea dan vomiting dapat bersifat normal, dapat merupakan mekanisme


perlindungan ibu dan fetus terhadap substansi berbahaya dalam makanan, misalnya
mikroorganisme patologik dalam produk daging dan racun pada tanaman, yang
efeknya menjadi maksimal selama embryogenesis (periode paling lemah saat
hamil). Terdapat penelitian yang mendukung pernyataan ini, wanita dengan nausea
dan vomiting lebih sedikit mengalami abortus spontan dan kelahiran mati
(Ogunyemi, 2009).

Dasar fisiologi dari hiperemesis gravidarum controversial. Hiperemesis


gravidarum muncul sebagai interaksi kompleks dari faktor biologi, psikologi, dan
sosiokultural. Teori yang diajukan meliputi teori berikut ini (Ogunyemi, 2009):

1. Perubahan hormonal

Terdapat korelasi positif antara kenaikan level hCG dan level T4, dan derajat
keparahan nausea tergantung dari derajat stimulasi thyroid. hCG secara tidak
langsung terlibat dalam etiolgi hiperemesis gravidarum karena mampu
menstimulasi thyroid.

2. Disfungsi gastrointestinal

Karena gastric disritmia akibat kenaikan level estrogen dan progesterone,


disorder thyroid, abnormalitas pada tonus vagal dan simpatis, dan sekresi
vasopressin sebagai respon dari gangguan volume intravascular.

3. Disfungsi hepatic
Penyakit hati, biasanya ditunjukkan dengan adanya sedikit peningkatan
kadar transaminase serum. Dihipotesiskan bahwa ketidakseimbangan
oksidasi asam lemak pada mitokondira menyebabkan penyakit hati pada ibu
hamil.

4. Perubahan lipid

Jarnfelt-Samsioe et.al menyatakan bahwa peningkatan kadar trigliserida,


total kolesterol, dan fosfolipid pada wanita dengan hiperemesis gravidarum
dibandingkan dengan control wanita yang hamil dan tidak hamil. Hal ini
terkait dengan abnormalitas fungsi hati pada wanita hamil. Tetapi, Ustun
et.al menemukan fakta bahwa terdapat penurunan kadar total kolesterol,
LDL, apoA, dan apoB pada wanita dengan hiperemesis gravidarum.

5. Infeksi

Ditemukan Helicobacter pylori yang dapat memperburuk nausea dan


vomiting pada kehamilan. Tetapi, nausea dan vomiting yang persisten pada
trimester kedua mungkin saja akibat ulkus peptikum yang disebabkan
oleh H. pylori.

6. System vestibuler dan penghidu

Tingkat ketajaman system olfaktorius dapat menjadi faktor nausea dan


vomiting selama kehamilan.

7. Penelitian biokimia

Berhubungan dengan overaktivasi dari saraf simpatis dan meningkatkan


produksi TNF alfa. Juga terdapat peningkatan kadar adenosine, yang
meningkatkan aktivasi simpatis yang berlebihan dan produksi sitokin;
peningkatan adenosine plasma mungkin menjadi modulator pada
hiperemesis gravidarum.sitokin dari trofoblas juga dilaporkan meningkatkan
sekresi hCG.

Imunoglobulin C3 dan C4 serta hitung limfosit secara signifikan lebih tinggi


pada wanita dengan hiperemesis gravidarum, yang meningkatkan imunitas
humoral.

8. Isu psikologi
Respon psikologi dapat berinteraksi dan memperparah fisiologi nausea dan
vomiting sepanjang kehamilan. Sebagai contoh yang tidak umum, kasus
hiperemesis gravidarum dapat merepresentasikan gangguan psikiatri,
termasuk perubahan atau somatisasi depresi mayor.

Mual (nausea) dan muntah (emesis Gravidarum) adalah gejala yang wajar dan
sering kedapatan pada kehamilan trimester I, mual biasanya terjadi pada pagi hari,
tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih
terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang
lebih 10 minggu. mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60%
multigravida 1 diantara 1000 kehamilan, gejala-gejala ini menjadi lebih berat.
Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen
dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologi kehamilan hormon ini belum jelas,
mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang.
Pada umunya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian
gejala mual dan muntah dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari-hari
menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inilah yang disebut
hiperemesis gravidarum, keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat
ringannya penyakit (Prawirodihardjo, 1999).

Diagnosis Kehamilan

Dewasa ini diagnosis kehamilan biasanya dilakukan dengan pemeriksaan dini hCG
subunit beta atau pencitraan USG karena diagnosis klinis pasti kehamilan sebelum
tidak terjadinya mestruasi selama 2 bulan hanya mungkin terjadi pada sekitar dua
per tiga pasien. Biasanya kriteria klinis diagnosis kehamilan dikelompokkan
kedalam dugaan, kemungkinan, dan kepastian positif (Benson & Pernoll, 2008).

Gejala yang mengarah pada dugaan atau kemungkinan kehamilan (Benson &
Pernoll, 2008):

1. Amenore

2. Mual, muntah

3. Perasaan geli pada payudara, mastalgia

4. Sering kencing (urinary frequency) dan urgensi

5. Gerakan-gerakan dalam perut (quickening)


Tanda yang mengarah pada dugaan atau kemungkinan kehamilan (Benson &
Pernoll, 2008):

1. Leukore

2. Perubahan warna, konsistensi, ukuran atau bentuk cervix atau uterus

3. Peningkatan temperature (biasanya temperature tubuh basal)

4. Pembesaran perut

5. Pembesaran, pemadatan payudara, discharge putting

6. Bising pelvis

7. Kontraksi uterus (dengan pembesaran korpus)

Temuan-temuan pada panggul pada kehamilan dini meliputi hal berikut ini
(Benson & Pernoll, 2008):

1. Sianosis vagina (tanda Chadwick, tanda Jacquemier) tampak pada sekitar


usia 6 minggu.

2. Pelunakan ujung cervix kadang-kadang dapat diamati pada minggu ke 4-


5 kehamilan. Namun demikian, infeksi atau luka parut dapat mencegah
terjadinya pelunakan hingga kehamilan lanjut.

3. Pelunakan pada taut cervicouterus seringkali terjadi pada minggu ke 5-6.


Bercak lunak dapat diamati pada bagian depan pertengahan uterus dekat
persambungannya dengan cervix (tanda Ladin). Daerah lunak yang lebih
luas dan dapat ditekan pada segmen bawah uterus (tanda Hegar) merupakan
tanda kehamilan dini yang paling berharga dan biasanya dapat diamati pada
kira-kira kehamilan 6 minggu. Mudahnya melakukan fleksi fundus terhadap
serviks (tanda McDonald) biasanya muncul pada minggu ke 7-8.

4. Pelunakan tidak teratur dan sedikit pembesaran fundus pada tempat atau
disamping implantasi (tanda Von Fernwald) muncul pada kira-kira minggu
ke-5. Demikian juga impantasi terjadi di daerah kornu uteris, dapat terjadi
pelunakan yang lebih menonjol dan mengarah ke pembesaran seperti tumor
(tanda Piskacek).
5. Pembesaran menyeluruh dan pelunakan difus korpus uteri biasanya terjadi
pada kehamilan 8 minggu atau lebih.

Temuan-temuan pada abdomen pada kehamilan dini (Benson & Pernoll, 2008):

1. Gerakan-gerakan aktif biasanya dapat diraba pada 18 minggu.

2. Pada minggu ke 16-18, gerakan-gerakan pasif janin dapat diperjelas dengan


palpasi perut dan vagina. Dorongan kuat pada dinding uterus atau forniks
vagina akan menggeser janin sehingga teraba seperti benda terapung.
Kemudian dapat terasa adanya dorongan akibat daya tolak ketika janin
kembali ke posisi semula (ballottement). Asites dan tumor harus
disingkirkan.

3. Setelah minggu ke 24, bagian besar janin dapat diraba pada sebagian besar
wanita hamil.

Namun demikian, tidak ada bukti subjektif kehamilan yang merupakan dasar
diagnosis secara keseluruhan, dan diagnosis laboratorium juga penting (Benson &
Pernoll, 2008).

Alat kontrasepsi

Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Kontrasepsi


ideal harus memenuhi syarat sebagai berikut (Wiknjosastro et.al, 1999):

1. Dapat dipercaya.

2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan.

3. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan.

4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus.

5. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus.

6. Mudah pelaksanaannya.

7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

8. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan.


Mekanisme kerja pil hormonal

Pil-pil hormonal terdiri atas komponen estrogen dan progestagen, atau salah satu
dari komponen itu. Hormone steroid sintetik dalam metabolismenya sangat
berbeda dengan hormone steroid yang dikeluarkan oleh ovarium (Wiknjosastro
et.al, 1999).

Komponen estrogen dalam pil dengan jalan menekan sekresi FSH menghalangi
maturasi folikel dan ovarium. Karena pengaruh estrogen dari ovarium tidak ada,
tidak terdapat pengeluaran LH. Di tengah-tengah daur haid kurang terdapat FSH
dan tidak ada peningkatan kadar LH menyebabkan ovulasi terganggu. Pengaruh
komponen progestagen dalam pil kombinasi memperkuat khasiat estrogen untuk
mencegah ovulasi, sehingga dalam 95-98% tidak terjadi ovulasi. Selanjutnya,
estrogen dalam dosis tinggi dapat pula mempercepat perjalanan ovum dan
menyulitkan terjadinya implantasi dalam endometrium dari ovum yang sudah
dibuahi (Wiknjosastro et.al, 1999).

Komponen progestagen dalam pil kombinasi seperti diatas memperkuat daya


estrogen untuk mencegah ovulasi. Progestagen sendiri dalam dosis tinggi dapat
menghambat ovulasi, akan tetapi tidak dalam dosis rendah. Selanjutnya,
progestagen mempunyai khasiat sebagai berikut (Wiknjosastro et.al, 1999):

1. Lendir cervix uteri menjadi lebih kental, sehingga menghalangi penetrasi


spermatozoa untuk masuk dalam uterus.

2. Kapasitasi spermatozoa yang perlu untuk memasuki ovum terganggu.

3. Beberapa progestagen tertentu, seperti noretinodrel mempunyai efek


antiestrogenik terhadap endometrium, sehingga menyulitkan implantasi
ovum yang telah dibuahi.

Efek karena kelebihan estrogen

Efek yang sering terdapat adalah rasa mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada
mamma, fluor albus. Rasa mual kadang disertai muntah, diarea, dan rasa perut
kembung. Retensi cairan disebabkan oleh kurangnya pengeluaran air dan natrium,
dan dapat meningkatkan bertambahnya berat badan. Sakit kepala sebagian juga
disebabkan oleh retensi cairan. Kepada penderita pemberian garam perlu
dikurangi, dan dapat diberikan obat diuretic. Rendahnya dosis estrogen dalam pil
dapat mengakibatkan spotting dan breakthrough bleeding dalam masa
intermenstruum (Wiknjosastro et.al, 1999).
Efek karena kelebihan progestagen

Progestagen dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan perdarahan tidak


teratur, bertambahnya nafsu makan disertai bertambah berat badan, akne, alopesia,
kadang mamma mengecil, fluor albus, hipomenorea (Wiknjosastro et.al, 1999).

Abortus

Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterusembrio, atau
fetus yang belum dapat hidup. (Dorland, 2002).

Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana aborsi terjadi secara alami,
tanpa intervensi tindakan medis (aborsi spontanea), dan aborsi yang direncanakan
melalui tindakan medis dengan obat-obatan, tindakan bedah, atau tindakan lain
yang menyebabkan pendarahan lewat vagina (aborsi provokatus) (Fauzi, et.al.,
2002).

Sedangkan menurut gambaran klinis di bidang medis, abortus diklasifikasikan


sebagai berikut (Wahyudi, 2000; Manuaba, 2001; Granger & Pattison, 1994):

1. Abortus membakat (imminens), merupakan abortus tingkat permulaaan,


dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan. Perdarahan minimal dengan
nyeri/tidak. Uterus sesuai dengan umur kehamilan. Pada test kehamilan
positif. Dalam pemeriksaan USG, produk kehamilan dalam batas
normal. Pasien pada umumnya dirawat untuk menyelamatkan kehamilannya,
walaupun tidak selalu berhasil.

2. Abortus Insipiens, abortus yang sedang mengancam dimana serviks telah


mendatar dan ostium uteri telah membuka serta terasa ketuban, akan tetapi
hasil konsepsi masih dalam kavum uteri. Perdarahan disertai gumpalan
darah. Nyeri lebih kuat.

3. Abortus inkomplit, adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri. Biasanya ari-ari masih tertinggal dalam kavum uteri. Perdarahan hebat
sering menyebabkan syok, disertai gumpalan darah dan jaringan konsepsi.
Serviks terbuka.

4. Abortus komplit, adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri
pada kehamilan kurang dari 20 minggu. Perdarahan dan nyeri minimal.
Ukuran uterus dalam batas normal. Serviks tertutup.
5. Missed abortion, merupakan abortus dimana embrio atau fetus telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi
hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu
atau lebih. Perdarahan minimal, sering didahului tanda abortus imminens
yang kemudian menghilang spontan. Tanda dan gejala hamil menghilang.
Pada USG, hasil konsepsi masih dalam uterus namun tidak ada tanda
kelangsungan hidupnya.

6. Abortus habitualis, merupakan abortus yang terjadinya tiga kali berturut-turut


atau lebih.

7. Abortus infeksiosa, merupakan abortus yang disertai infeksi pada genitalia.

Penanganan Abortus Imminens (Wiknjosastro et.al, 1999; PB POGI, 1991; Sibuea,


1992):

1. Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam


pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke
uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.

2. Anjuran untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau


melakukan hubungan seksual.

3. Fenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg dapat diberikan untuk


menenangkan pasien.

4. Pemberian hormon atau tokolitik dapat dipertimbangkan bila hasil


USG menunjukkan janin masih hidup.

PEMBAHASAN

Pasien mengalami gejala amenore karena pasien hamil. Hal ini ditandai dengan
siklus menstruasi pasien yang teratur, serta pasien juga tidak pernah menggunakan
alat kontrasepsi. Perdarahan per vaginam mungkin dapat berarti fisiologis karena
proses nidasi blastosit ke dinding endometrium yang mengakibatkan perlukaan,
namun juga dapat berarti patologis, akibat adanya abortus imminens. Pada tahap
ini, masih dapat dilakukan tindakan penyelamatan terhadap fetus.

Mual dan muntah yang terjadi merupakan efek dari peningkatan hormone estrogen
dan progesterone yang merupakan proses fisiologis yang terjadi pada seorang
wanita hamil. Karena etiologinya akibat peningkatan hormone tidak diatasi, maka
penggunaan obat anti muntah tidak dapat menghilangkan gejala mual dan muntah
tersebut.

Alcohol dan rokok menjadi faktor risiko terjadinya abortus. Hal ini terjadi karena
adanya defek vaskularisasi fetus, sehingga terjadi iskemia, kemudian berlanjut
menjadi abortus.

Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, yang terjadi akibat


muntah. Fundus uteri yang teraba 1 cm diatas symphisis menunjukkan usia
kehamilan sekitar 12 minggu. Ostium uteri yang tertutup menunjukkan bahwa
pasien nullipara.

Rawat inao disarankan untuk memperbaiki keadaan umum: mengatasi dehidrasi


serta mengurangi aktivitas pasien agar istirahat total sehingga mencegah abortus
berlanjut menjadi lebih parah. Disarankan pemeriksaan USG untuk mengetahui
apakah fetus masih hidup atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C. Pernoll, Martin L. 2008. Buku Saku Obstetri dan


Ginekologi Edisi 9. Jakarta: EGC.

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.

Fauzi, Ahmad. Lucianawaty, Mercy. Hanifah, Laily. Bernadette, Nur. 2002. Aborsi
di Indonesia. Akses tanggal 15Oktober
2008 di http://situs.kesrepro.info/gendervaw/jun/2002/utama03.htm

Granger, K. Pattison, N. 1994. Vaginal Bleeding in Pregnancy dalam Journal of


Paediatrics, Obstetrics & Gynaecology.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Abortus. 1 st Ed. Jakarta: EGC.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

Norwitz, Errol R. Schorge, John O. 2006. At a Glance Obstetri dan Ginekologi.


Jakarta: Erlangga.

Ogunyemi, Dotun A. 2009. Hyperemesis Gravidarum. Akses 15 Mei 2010,


dihttp://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
PB. POGl. 1991. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Bagian 1.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka.

Shields, Andrea D. 2009. Pregnancy Diagnosis. Akses 13 Mei 2010


di http://emedicine.medscape.com/article/262591-overview

Sibuea. 1992. Penanganan Kasus Perdarahan Hamil Muda dalam Cermin Dunia
Kedokteran.

Wahyudi. 2000. Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan dan


Aspek Hukum Praktek Kedokteran. Ed. Kedua. Jakarta: Djambatan.

Wiknjosastro, Hanifa. Saifuddin, Abdul Bari. Rachimhadhi, Trijatmo. 1999. Ilmu


Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai