DIARE
A. DEFINISI
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani
yaitu diarroi yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari
pengeluaran tinja yang terlalu frekuen.
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali
dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang
yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan
dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik
dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang
lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat
disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering
dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana
seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat.
B. KLASIFIKASI
1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
- Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.
Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global
Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja
yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,
berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh
sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa
terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
- Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
- Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
- Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
- Malabsorbsi asam empedu.
- Efek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di
enterosit.
- Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
c. Penyakit infektif atau non-infektif.
d. Penyakit organik atau fungsional.
C. ETIOLOGI
1. Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002;
Pitisuttithum, 2002)
a. Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%).
Beberapa jenis virus penyebab diare akut :
o Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4
didapati pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7
didapati hanya pada hewan.
o Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food
borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi
penularan person to person.
o Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
o Adenovirus (type 40, 41)
o Small bowel structured virus
o Cytomegalovirus
b. Bakteri :
o Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi
yang penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri
ini melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin (heat
labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi
cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC
tidak menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi
mukosa.
o Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare
belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus
menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan
mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
D. EPIDEMIOLOGI
1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain
melalui makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung
dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran
kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare perilaku tersebut
antara lain :
a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada
pertama kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk
menmderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi AsI penuh
dan kemungjinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
b. Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan
pencernakan oleh Kuman , karena botol susah dibersihkan
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan
disimpan beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan
kuman akan berkembang biak.
d. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar
dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran
dirumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau
apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari
tempat penyimpanan.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
f. Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering
beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal
sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar
sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk
keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran
sisa-sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai
proses fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat
berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit Sinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara
mengunyah dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke
gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik,
percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui
selaput lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu :
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Demam
c. Kembung
d. Anoreksia
e. Lemah
G. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera
kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang
cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia
dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga
syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat
timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi
organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan
tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal. (Nelwan, 2001;
Soewondo, 2002; Thielman & Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan
meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi
penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak
RSUD Wates (2001), Komplikasi Diare yaitu:
Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
Syok
Kejang
Sepsis
Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang
I. PENCEGAHAN DIARE
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat
dilakukan adalah: (Kementrian Kesehatan RI, 2011)
a. Perilaku Sehat
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat
makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk
dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup
untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada
makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu
formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan
dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja,
tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,
menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang
akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara
penuh (memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan.
Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan
sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut
memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir,
pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih
besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan
susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi
menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara
bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku
pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian
terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan
pendamping ASI, yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan
dapat teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan
setelah anak berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih
sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua
makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan
pemberian ASI bila mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-
bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan,
daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau
ke dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak.
Suapi anak dengan sendok yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang
dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
Face-Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut
melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-
minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Ambil air dari sumber air yang bersih
2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan
gayung khusus untuk mengambil air.
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi
anak-anak
4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air
yang bersih dan cukup.
4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai
dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%).
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai
jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di
jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
2. Bersihkan jamban secara teratur.
3. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
b. Penyehatan Lingkungan
1. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan
melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit
kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan
air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit
tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus
tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
2. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang
biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain
itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan
kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan
sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut.
Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap
hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak
terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan
akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau
dibakar.
3. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus
dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan
penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat
akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat
berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk
daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di
halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir,
sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi
tempat perindukan nyamuk.
J. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita
adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung
oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi
bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi
usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah
anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare.
Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila
tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur,
air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru
dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan
muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk
mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus
segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan
melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih :
Keadaan Umum : baik
Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak
mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di
bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk di infus.
ORALIT
ZINC
2. Rencana Pengobatan B
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75
ml / kg BB dalam 3 jam pertama atau bila berat badan anak tidak
diketahui dan atau memudahkan dilapangan, berikan oralit sesuai
tabel :
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama :
Umur < 1 tahun 1-5 > 5tahun Dewasa
tahun
Jumlah 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400 ml
oralit
Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C
untuk melanjutkan pengobatan :
Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B
tetapi tawarkan makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
3. Rencana Pengobatan C
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera.
Beri 100 ml/kg BB cairan RL, Asering atau garam normal (larutan
yang hanya mengandung glukosa tidak boleh diberikan).
Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB
< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian
> 1 tahun jam pertama 21/2 jam kemudian
Rehidrasi parenteral :
RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat
tetesan infuse
Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum.
Biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih
rencana A, B, C untuk melanjutkan pengobatan.
2. Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid,
difenoksilat, kodein, opium), adsorben (norit, kaolin, smekta).
3. Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
4. Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera :
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari
5. Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S.
Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena
bisa menyebabkan edema otak
6. Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
7. Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas
perlahan-lahan 5-10 menit sambil memantau detak jantung
8. Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl
DAFTAR PUSTAKA
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito.
Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI.