Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Menurut Global initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) definisi

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan

diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat

progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang

beracun/berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat

penyakit.1

Di Indonesia tidak ada yang akurat tentang kekerapan PPOK. Berdasarkan Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari waktu ke waktu tampak bahwa sekitar sepertiga

morbiditas dan mortalitas di Indonesia adalah penyakit paru, termasuk didalamnya PPOK.

Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan Republik Indonesia (SKRT)

1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh penyebab

tersering kematian di Indonesia. Pada SKRT 1995 menduduki peringkat kelima. Diperkirakan

di Indonesia terdapat 4,8 juta penderita PPOK dengan prevalensi 5,6%.16

Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat Asia tahun 2006 mencapai

56,6 juta pasiens dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7%, seperti di Cina

dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang sebanyak 5.014 juta jiwa dan

Vietnam sebesar 2.068 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan

prevalens 5,5%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena

90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok.1 Di negara Amerika serikat

dibutuhkan dana sekitar 29,5 US$ setahun untuk penatalaksanaan PPOK dengan biaya tak

langsung sebesar 20,4 US$.2

Universita Sumatera Utara


Berdasarkan kriteria ATS, penderita terbanyak berusia antara 71-80 yaitu 33,9 dan

kurang dari 50 tahun hanya 7,7% serta sebagian penderita adalah laki-laki. Pada orang

normal penurunan faal paru yaitu volume ekspirasi detik pertama 28 ml per tahun, sedangkan

pada pasien PPOK antara 50-80 ml. Di RS Persahabatan sebagai pusat rujukan paru nasional,

PPOK menduduki peringkat ke-5 dari jumlah penderita yang berobat jalan serta menduduki

peringkat ke-4 dari jumlah penderita yang dirawat.17

Asap rokok diketahui merupakan satu-satunya penyebab terpenting PPOK. Asap

rokok bersama partikel berbahaya lainnya menyebabkan kerusakan jaringan paru, disfungsi

mukosilier dan inflamasi saluran napas dan sistemik. Mekanisme tersebut diperberat dengan

berulangnya eksaserbasi penyakit dan berperan pada terjadinya hiperinflasi dinamik paru,

keterbatasan aliran udara ekspirasi, perubahan vaskuler paru dan disfungsi otot perifer yang

memberikan gejala sesak napas, batuk disertai produksi sputum, kelelahan, intolerans latihan,

depresi dan kecemasan yang seluruhnya menjadi faktor penentu kualiti hidup pasien PPOK.18

Tidak banyak abnormalitas yang dijumpai pada pemeriksaan fisik. Wheezing tidak selalu

ditemukan dan tidak berkorelasi dengan keparahan obstruksi. Pemeriksaan klinis yang selalu

dijumpai pada PPOK simptomatik adalah waktu ekspirasi memanjang yang paling baik di

dengar di depan laring saat manuver forced expiratory. Ekspirasi yang > 4 detik suatu

indikasi yang bermakna dari obstruksi. Jika penyakit bertambah berat, kelainan fisik

bertambah jelas. Tampak barrel chest, pursed lip breathing, badan tambah kurus.19

PPOK merupakan diagnosis fungsional sehingga foto toraks hanya dapat memberi

arah diagnosis PPOK. Pada tipe emfisema terlihat hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal

melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung atau pendulum. Pada tipe bronkitis

kronik, foto toraks bisa normal atau corakan vaskuler bertambah pada 21% kasus.19

Spirometri dapat dengan akurat digunakan untuk mendiagnosa PPOK dan menilai

derajat keparahan penyakit. Spirometri sekarang menjadi baku emas untuk mendiagnosa

Universita Sumatera Utara


PPOK. Pada pengukuran spirometri penderita PPOK, didapat penurunan volume ekspirasi

paksa 1 detik (VEP 1 ) dan penurunan kapasitas vital paksa (KVP). Nilai VEP 1 /KVP selalu

kurang dari 70% nilai normal. VEP 1 merupakan parameter yang paling umum dipakai unutk

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.1,2,19

Panduan mengenai derajat/klassifikasi PPOK telah dikeluarkan oleh beberapa institusi

seperti American Thoracic Society (ATS), European Respiratory Society (ERS), British

Thoracic Society (BTS) dan terakhir adalah Global Initiative for Chronic Obstructive Lung

Disease (GOLD). Keempat panduan tersebut hanya mempunyai perbedaan sedikit,

kesemuanya berdasarkan rasio VEP 1 /KVP dan nilai VEP 1 .

Tabel II.1. Klassifikasi Derajat Keparahan PPOK dari Beberapa Panduan 20,21
Derajat I Ringan Ringan Derajat 0 Derajat I
50 VEP1 70 VEP1 60VEP1<80 (beresiko) (Ringan)
Derajat I 80VEP1
(Ringan)
80VEP1
Derajat II Sedang Sedang Derajat IIa Derajat II
35 50 40 (Sedang) (Sedang)
VEP1<50 VEP1<70 VEP1<60 50VEP1<80 50VEP1<80
Derajat IIb Derajat III
30VEP1<50 (Berat)
30VEP1<50

Derajat III Berat Berat Derajat III Derajat IV


VEP1 < VEP1<50 VEP1<40 (Berat) (Sangat berat)
35 VEP1 <50 & VEP1 <50 & gagal
gagal nagas atau nagas atau gagal
gagal jantung jantung kanan atau
kanan atau VEP1<30
VEP1<30
ATS 1995 ERS 1995 BTS 1997 GOLD 2001 GOLD 2011

II.2. Mekanisme Pernapasan Dan Disfungsi Otot Skletal Pada Penyakit Paru Obstruktif

Kronik

PPOK merupakan suatu penyakit progresif yang mengakibatkan kemunduran fungsi paru

dan pertukaran gas secara bertahap. Manifestasi dini dari gejala PPOK adalah sesak napas

Universita Sumatera Utara


saat beraktivitas dan pengurangan aktivitas. PPOK merupakan penyakit yang progresif

dengan kerusakan dan remodelling jaringan paru, kurangnya elastic recoil, perubahan

ventilasi dan perfusi, peningkatan frekuensi napas membuat sesak napas semakin menonjol

ketika beraktivitas.22

Kelainan saluran napas dan parenkim paru yang terjadi berpengaruh pada kerja otot-otot

respirasi. Usaha inspirasi pasien PPOK meningkat lebih dari empat kali dibandingkan orang

normal. Kehilangan elastic recoil menyebabkan volume paru saat relaksasi meningkat dan

terjadi penutupan saluran napas kecil pada awal ekspirasi (hiperinflasi statis). Ventilasi

semenit saat istirahat meningkat 50% sebagai kompensasi terhadap gangguan pertukaran gas.

Meningkatnya frekuensi napas menurunkan compliance paru dibawah nilai normal.

Keterbatasan aliran udara ekspirasi yang terjadi pada 60% pasien PPOK menghambat proses

pengosongan paru sehingga inspirasi dimulai pada saat paru belum mencapai volume

relaksasinya (hiperinflasi dinamik).23

Penelitian terkini menyatakan bahwa PPOK bukan hanya sebagai penyakit saluran

napas yang hanya memberikan gejala di saluran napas saja tetapi juga memiliki efek sistemik

diantaranya inflamasi sistemik, kehilangan berat badan, gangguan nutrisi, disfungsi otot

rangka, penyakit kardiovaskular, gangguan sistem saraf dan efek pada tulang rangka.

Disfungsi otot didefinisikan sebagai keadaan berkurangnya kekuatan dan atau ketahanan otot.

Kekuatan otot adalah kemampuan untuk menghasilkan tenaga maksimal dan ketahanan otot

adalah kemampuan otot mempertahankan kerja dengan beban tertentu selama beberapa

waktu.24 Disfungsi otot rangka menjadi penyebab utama keterbatasan aktiviti atau intolerans

latihan pada pasien PPOK selain beberapa faktor lain yang diperkirakan dapat menjelaskan

terjadinya kemunduran otot rangka pada pasien PPOK. Kurangnya aktivitas, kurangnya

penggunaan otot rangka menyebabkan atrophy otot rangka. Hal lain yang juga berperan

adalah inflamasi sistemik, ketidakseimbangan nutrisi, pemakaian kortikosteroid sistemik,

Universita Sumatera Utara


hipoksemia, dan juga gangguan elektrolit. lnflamasi sistemik PPOK berhubungan dengan

perubahan biokimiawi tubuh dan fungsi organ secara bermakna. lnflamasi sistemik dianggap

menjadi dasar terjadinya kaheksia, kehilangan berat badan, osteoporosis, muscle wasting,

gagal jantung, aterosklerosis, demensia, depresi dan kanker.25,26

Perubahan otot rangka pasien PPOK terutama terjadi pada otot-otot tungkai seperti

otot quadriseps. Otot ini mengalami kehilangan serat tipe I (tipe aerobik), pengurangan enzim

oksidatif dan meningkatnya apoptosis.27,28 Gosker dkk mendapatkan persentase serat otot

tipe l sebanyak 16% pada pasien emfisema dibandingkan dengan kontrol 45%.28 Kelemahan

otot juga berhubungan dengan level lnterleukin-8 dalam sirkulasi. Faktor lain yang

menyebabkan kelemahan otot adalah stres oksidatif. Tavilani H pada tahun 2012 telah

membuktikan terjadinya penurunan kapasitas antioksidan plasma pada pasien PPOK dan juga

perokok serta terjadinya peningkatan stres oksidatif pada kedua kelompok ini.29 Saat latihan

terjadi peningkatan produksi radikal bebas oleh mitokondria dan jika mekanisme pertahanan

tidak mencukupi akan terjadi proses oksidasi lemak dan protein. Atrofi otot dapat dilihat pada

otot secara keseluruhan atau pada tingkat miosit tetapi dapat juga dinilai dengan

memperkirakan kehilangan fat-free mass di tungkai. Perubahan otot rangka ini disebabkan

oleh berubahnya gaya hidup pasien PPOK. Kemampuan oksidatif otot ini akan berkurang

dari keadaan asidosis laktat akan lebih mudah terjadi pada latihan yang bersifat incremental.

Asidosis laktat menjadi alasan mengapa pasien akan lebih awal menyelesaikan latihannya

dan peningkatan ventilasi dibutuhkan untuk mengurangi kelebihan karbondioksida sebagai

mekanisme kompensasi terhadap asidosis laktat.18,30

Sindrom metabolik seperti hipertensi, diabetes dan hiperlipidemia serta penyakit

jantung sering dilaporkan sebagai faktor penyerta pada PPOK. Gangguan atau penyakit

tersebut dapat memperburuk toleransi latihan pada pasien PPOK. Crisafulli dkk mendapatkan

prevalens sindrom metabolik sebanyak 61% dan penyakit jantung 24% sebagai penyerta pada

Universita Sumatera Utara


2962 pasien PPOK yang diteliti. Seluruh penyakit penyerta dalam penelitian ini

memperburuk toleransi dan mengurangi efektifiti rehabilitasi.31

Gas dan partikel berbahaya

Kerusakan Disfungsi
jaringan mukosilier

Inflamasi Eksaserbasi
lokal dan
i t ik
Progresifitas penyakit

Karakteristik penyakit Gejala


Keterbatasan ekspirasi, hiperinflasi Sesak, batuk , sputum
Perubahan vaskuler QOL Lelah
Disfungsi otot perifer Intolerans latihan
Depresi, cemas
Gambar II.1. Penurunan kualitas hidup pasien PPOK 16

II.3. Rehabilitasi Paru Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Sejarah rehabilitasi pertama kali dikembangkan pada penderita PPOK, kemudian

diterapkan pada penyakit paru kronik misalnya penyakit interstisial, fibrosis kistik,

bronkiektasis, bentuk dada abnormal, persiapan operasi dan evaluasi setelah operasi.

Rehabilitasi dapat juga digunakan pada pascatrauma paru akut. penderita yang menggunakan

ventilator yang lama dan penderita dengan gejala respirasi yang tidak stabil.30 Individu

dengan penyakit pernapasan yang kronik seperti PPOK sering mengalami gejala-gejala yang

mengganggu seperti sesak napas dan kehilangan nafsu makan, keterbatasan aktivitas dan

penurunan kualitas hidup.

Tujuan utama rehabilitasi paru adalah mengurangi sesak napas dan menghilangkan

rasa takut penderita akan timbulnya sesak napas yang menghambat penderita untuk

melakukan aktivitas sehari-hari. Rehabilitasi paru berusaha untuk memulihkan individu ke

arah potensi fisik, medik, mental, emosional, ekonomi, sosial sepenuhnya menurut

Universita Sumatera Utara


kemampuannya. Melalui program rehabilitasi paru, penderita diajar untuk memahami lebih

dalam tentang penyakitnya, pilihan-pilihan terapi dan strategi-strategi untuk mengatasinya.

Mereka di dorong untuk secara aktif terlibat dalam usaha-usaha pemeliharaan kesehatan,

lebih mandiri dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari, dan tidak terlalu bergantung pada

petugas kesehatan atau sumber-sumber daya medis lain yang mahal. Tiap usaha harus

dilakukan untuk membawa penderita ke arah perbaikan fisik yang maksimal dan memelihara

efisiensi pemakaian energi yang maksimal, sehingga penderita bisa melaksanakan

pekerjaannya sehari-hari. Jika hal ini tidak mungkin, maka diusahakan latihan bekerja yang

lebih ringan. Bahkan jika tidak mungkin memperoleh pekerjaan yang lebih menguntungkan,

titik berat harus diletakkan agar penderita mempunyai kepercayaan diri semaksimal mungkin

dan mengurangi ketergantungan pada orang sekitar.30,32

Definisi awal yang dianut oleh Komite Rehabilitasi Paru American College of Chest

Physician (ACCP) sejak tahun 1974 menyatakan bahwa rehabilitasi paru adalah suatu seni

pengobatan dimana melalui diagnosis yang tepat, terapi, dukungan psikologis, dan edukasi,

dirancangkan suatu program multidisipliner untuk masing-masing penderita guna

menstabilkan atau menyembuhkan gangguan fisiologis pernapasan, dengan maksud

mengembalikan penderita kepada tingkat kapasitas fungsional tertinggi yang masih mungkin

dicapai dalam kondisi penyakitnya.30,33 Sedangkan menurut ATS ( American Thoracic

Society ) pada tahun 1999 Rehabilitasi paru adalah suatu program dengan multidisiplin yang

memberikan perhatian pada pasien PPOK melalui suatu disain yang dapat mengoptimalkan

kemampuan fisik dan kehidupan sosial serta mampu mandiri. Melibatkan berbagai spektrum

seperti strategi pengobatan, latihan fisik, edukasi, nutrisi, dukungan psikososial dan

kedisiplinan yang merupakan suatu kesatuan pada managemen terapi jangka panjang

penderita PPOK.34

Universita Sumatera Utara


Menurut National Institutes of Health (NIH) Workshop an Pulmonary, rehabilitasi

paru adalah pelayanan langsung multidisiplin secara terus menerus kepada seseorang dengan

penyakit paru dan keluarganya, menggunakan interdisiplin tim spesialis, dengan tujuan

meningkatkan dan mempertahankan tingkat kemampuan tertinggi untuk mandiri dan berguna

bagi lingkungannya.30

Rehabilitasi paru merupakan program yang telah mantap dan diterima secara luas

sebagai penyempurnaan terapi standard penderita PPOK. Tujuan utama dari program ini

adalah :

a. Meningkatkan pemahaman terhadap penyakit dan memperbaiki self-

management.

b. Mengendalikan atau meringankan gejala penyakit dan komplikasi gangguan

pernapasan semaksimal mungkin.

c. Mengembalikan penderita pada tingkat aktivitas fisik mandiri tertinggi yang

masih mungkin tercapai

d. Memperbaiki kemampuan fisik dan psikologis pasien dalam interaksi dengan

lingkungannya

e. Mencegah suatu kondisi yang membuat keterbatasan aktivitas dan pergerakan

pada penderita PPOK oleh karena sesak napas yang dialaminya 34

Rehabilitasi paru secara menyeluruh mencakup beberapa hal yaitu evaluasi penderita,

edukasi dan dukungan psikososial,latihan relaksasi, latihan pernapasan, latihan fisik dada,

dan latihan fisik (exercise training).

II.3.1. Evaluasi Penderita

Penilaian pasien PPOK untuk program rehabilitasi paru bertujuan mendapatkan

kandidat pasien yang tepat untuk diberikan program latihan. Pasien PPOK yang dianjurkan

mengikuti program rehabilitasi paru adalah pasien dengan derajat 2 atau PPOK sedang atau

Universita Sumatera Utara


pasien yang memiliki VEP 1 kurang dari 80% dari nilai prediksi. Pasien dengan derajat PPOK

ringan dan sangat berat juga dapat dianjurkan untuk melakukan rehabilitasi paru. Rehabilitasi

paru secara umum diindikasikan untuk penderita PPOK yang telah mengalami gejala

pernapasan yang menetap, penurunan kapasitas latihan, penurunan aktivitas dan penurunan

kualitas hidup. Akan tetapi sebenarnya tidak ada suatu penurunan fungsi paru spesifik yang

dijadikan standar pada program rehabilitasi paru. Kontraindikasi relatif rehabilitasi paru

adalah pasien yang tidak dapat berjalan disebabkan kelainan ortopedi atau saraf, angina

pektoris tidak stabil atau infark miokard, gangguan psikiatrik atau kognitif tidak dapat

berkomunikasi dengan efektif. 34

Tampilan Klinis
Beresiko Simptomatik Eksaserbasi Gagal napas

Intervensi
Berhenti merokok

Management penyakit

Rehabilitasi Paru

Lain lain

Gejala

VEP1
Gambar II.2. Gambaran pasien PPOK yang harus diberikan rehabilitasi paru 34

Universita Sumatera Utara


Tahap awal rehabilitasi paru adalah menentukan penderita dan dievaluasi untuk disesuaikan

dengan tujuan program. Proses evaluasi terdiri atas:

a. Wawancara

Wawancara merupakan langkah pertama yang penting untuk mengenalkan pasien

tentang program, mengetahui riwayat penyakit dan problem psikososial. Anggota keluarga

dan lingkungannya dilibatkan dalam wawancara ini. Komunikasi dengan dokter yang

merawat dan petugas rehabilitasi penting untuk menentukan prioriti pertanyaan medis dalam

mengawali program sehingga setiap individu mendapatkan jenis program yang sesuai dengan

harapan.

b. Evaluasi medis

Sebelum proram rehabilitasi dilakukan, penting kiranya mengetahui kondisi penyakit

penderita serta therapy yang diberikan selama ini apakah sudah optimal.34 Riwayat penyakit

penyerta harus diperhatikan untuk menentukan tingkat program. Data dasar harus dicatat

termasuk faal paru, kemampuan uji latih, analisis gas darah (AGDA), foto toraks, elektro

kardiografi (EKG), kadar hemoglobin (Hb), fungsi ginjal dan lainnya.

c. Uji diagnostik

Uji faal paru digunakan untuk menentukan karakteristik penyakit paru dan derajat

kelainan. Spirometri digunakan untuk mengukur faal paru. Parameter yang sering diukur

adalah kapasiti difusi, tahanan jalan napas dan tekanan maksimal respirasi. Uji latih

membantu untuk menentukan toleransi latihan, perubahan hipoksemia dan hiperkapnia

selama latihan sehingga dapat menentukan intensiti latihan yang aman. Toleransi latihan juga

ditentukan oleh persepsi gejala sesak napas. Pengukuran yang dilakukan selama monitoring

adalah besarnya beban kerja, heart rate, EKG, oksigen arteri, analisis gas darah, konsumsi

oksigen (VO2) dan gejala sesak napas. Pemeriksaan AGDA sebelum dan selama latihan

penting untuk mengukur kapasiti latihan yang menginduksi hipoksemia.

Universita Sumatera Utara


d. Status psikososial

Keberhasilan rehabilitasi tidak hanya ditentukan oleh penanganan masalah fisis pasien

tetapi juga masalah psikologi, emosi dan sosial. Penderita dengan problem psikososial sering

tidak dapat menentukan masalahnya sendiri. Kelainan neuropsikologi

sering ditemukan pada PPOK, pasien menjadi depresi, takut, cemas dan sangat tergantung

kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Gejala sesak yang progresif adalah gejala

yang sangat ditakuti karena sedikit aktiviti akan bertambah sesak sehingga menghasilkan rasa

takut dan cemas yang berlebih. Pada akhirnya aktiviti penderita akan terbatas. Status

psikososial dan perhatian terhadap masalahnya dapat ditentukan waktu wawancara misalnya

tingkat dukungan keluarga dan lingkungannya, aktiviti harian, hobi dan tingkat

keterbatasannya. Kunci penting saat wawancara adalah memperhatikan komunikasi

nonverbal seperti ekspresi wajah, sikap tubuh, sikap tangan dan gerakan tubuh. Kelainan

kognitif yang terbatas pada pasien dapat secara baik diidentifikasi. Anggota keluarga dan

lingkungan dapat dimasukkan dalam proses seleksi dan program bila memungkinkan.

e. Target yang akan dicapai

Target rehabilitasi ditentukan berdasarkan derajat penyakit, kebutuhan dan harapan

penderita. Target harus realistik dan objektif sesuai dengan program. Keluarga dan

lingkungan lainnya dilibatkan dalam penentuan target.

Pada sistem International Classification of impairment disability and handicap

(ICIDH) WHO, penyakit paru diklasifikasikan menjadi empat tingkat yaitu patologi,

impairment, disability dan handicap. Impairment saluran napas merupakan hilangnya atau

abnormaliti psikologis, fisiologis, struktur anatomi atau fungsi akibat penyakit saluran napas.

Impairment merupakan keadaan patologi dan dapat ditentukan dengan pengukuran

laboratorium. Pada penyakit saluran napas impairment menunjukkan penurunan volume

ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan udara yang terperangkap pada uji faal paru atau

Universita Sumatera Utara


penurunan kekuatan otot quadriceps pada uji fungsi otot. Disability saluran napas akibat

penyakit paru menunjukkan ketidakmampuan untuk melakukan aktiviti normal. Pada keadaan

ini terjadi penurunan fungsi dinamis dan keterbatasan kerja fisis. Pada rehabilitasi paru

keadaan disability ditentukan oleh uji lapangan seperti uji jalan dalam waktu yang ditentukan

dan kuesioner indeks sesak untuk mengukur derajat sesak. Handicap saluran napas adalah

suatu keadaan akibat impairment dan disability sehingga pasien tidak mampu berperan dalam

masyarakat seperti yang diharapkan, misalnya penurunan kinerja latihan saat uji jalan dalam

waktu yang ditentukan merupakan disability tetapi kumpulan ketidakmampuan untuk

mempertahankan pekerjaan adalah handicap.35

II.3.2. Edukasi dan Dukungan Psikososial

Edukasi pasien bertujuan agar setiap pasien PPOK memahami kondisi penyakitnya

dan keterbatasan aktifitas yang disebabkan oleh progresifiti PPOK. Edukasi program

komponen haruslah mencakup review terapi yang telah digunakan selama ini, pemakaian

oksigen, mekanisme penyakit, modifikasi gaya hidup. Pasien PPOK selayaknya memahami

penyakit yang diderita agar meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian. Pasien harus

mengerti bagaimana memakai obat inhalasi secara tepat. Kebiasaan merokok harus

dihentikan karena dapat memperburuk kapasiti fungsional pasien dan juga karena pasien

yang masih tetap merokok biasanya akan menolak program rehabilitasi dengan alasan yang

tidak jelas. Penderita PPOK cenderung untuk kehilangan berat badannya, terutama bagi

penderita dengan derajat obstruksi yang berat. Kehilangan berat badan selalu dihubungkan

dengan tingkat kematian yang tinggi. Oleh karena itu, jika hal ini dapat diatasi maka akan

meningkatkan survival rate. Dibutuhkan dukungan nutrisi pada penderita PPOK. Obesitas

pada penderita PPOK juga harus dikurangi untuk menghindari komplikasi pada

kardiorespirasi sistem dengan jalan pengaturan diet.35

Universita Sumatera Utara


Dukungan psikososial berguna untuk memberikan rasa percaya diri pasien PPOK dan

mencegah depresi yang akan berakibat menurunkan efektifiti rehabilitasi paru. Pasien PPOK

harus dihindari dari keadaan depresi yang juga dapat menjadi alasan drop out program

rehabilitasi. Prevalens serangan panik pada pasien PPOK sepuluh kali lebih besar daripada

orang normal. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya partisipasi penderita dalam kegiatan-

kegiatan sosial termasuk dalam hal hubungan seksual. Bimbingan psikologis sebaiknya

dilakukan terhadap pasien PPOK terutama mereka yang memiliki kecenderungan mengalami

serangan panik. Psikoterapi baik dalam bentuk penyuluhan atau edukasi maupun terapi

relaksasi dan desentisasi sesak napas yang diintegrasikan dalam komponen rehabilitasi paru

lainnya diharapkan dapat mengurangi kecemasan, depresi, dan sesak napas, serta

meningkatkan rasa percaya diri.

II.3.3. Latihan Relaksasi

Tujuan latihan relaksasi adalah:

a. Menurunkan tegangan otot pernapasan, terutama otot bantu pernapasan.

b. Menghilangkan rasa cemas karena sesak napas.

c. Memberikan sense of well being

Penderita PPOK yang mengalami insufisiensi pernapasan selalu merasa tegang, cemas

dan takut. Untuk mengatasi keadaan ini penderita berusaha membuat posisi yang

menguntungkan terutama bagi gerakan diafragmanya. Sikap ini dicapai dengan memutar

bahu ke depan dan membungkukkan badan ke depan pula. Sikap ini selalu diambil setiap

akan memulai latihan pernapasan dan terapi fisik dada . Agar penderita memahami, latihan

ini harus diperagakan. Latihan relaksasi hendaknya dilakukan di ruangan yang tenang dan

posisi yang nyaman. 36

II.3.4. Latihan Pernapasan

Latihan pernapasan dilakukan setelah latihan relaksasi dikuasai penderita.

Universita Sumatera Utara


Tujuan latihan pernapasan adalah untuk:

a. Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping

b. Memperbaiki fungsi diafragma

c. Memperbaiki mobilitas sangkar toraks

d. Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa

meningkatkan kerja pernapasan

e. Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih

efektif dan mengurangi kerja pernapasan. 36

Diafragma dan otot interkostal merupakan otot-otot pernapasan yang paling penting.

Pada orang normal dalam keadaan istirahat, pengaruh gerakan diafragma sebesar 65% dan

volume tidal. Bila ventilasi meningkat barulah digunakan otot-otot bantu pernapasan (seperti

skalenus, sternokleidomastoideus, otot penyangga tulang belakang) ini terjadi bila ventilasi

melampaui 50 l/menit. Pada penderita PPOK terdapat hambatan aliran udara terutama pada

waktu ekspirasi. Pada umumnya letak diafragma rendah dan posisi sangkar toraks sangat

tinggi sehingga secara mekanis otot-otot pernapasan bekerja kurang efektif. Fungsi diafragma

penderita PPOK kurang dari 35% volume tidal, akibatnya penderita selalu menggunakan

otot-otot bantu pernapasan. Latihan otot-otot pernapasan akan meningkatkan kekuatan otot

pernapasan, meningkatkan tekanan ekspirasi (PE max) sekitar 37%. Latihan pernapasan

meliputi:

a.1. Latihan pernapasan diafragma

Melatih kembali penderita untuk menggunakan diafragma dengan baik dan merelaksasi

otot-otot asesorius. Latihan ini dapat dilakukan dengan prosedur berikut:

a.1.1.Sebelum melakukan latihan, bila terdapat obstruksi saluran napas yang reversibel

dapat diberi bronkodilator. Bila terdapat hipersekresi mukus dilakukan drainase

Universita Sumatera Utara


postural dan latihan batuk. Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi

oksigen di rumah.

a.1.2. Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur miring ke kiri atau ke

kanan, mendatar .

a.1.3. Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah, tangan

yang lain di atas dada. Akan dirasakan perut bagian atas mengembang dan tulang

rusuk bagian bawah membuka. Penderita perlu disadarkan bahwa diafragma

memang turun pada waktu inspirasi. Saat gerakan dada minimal, dinding dada

dan otot bantu napas relaksasi.

a.1.4.Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan melalui

mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif dan

memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut. Otot perut bagian depan dibuat

berkontraksi selama inspirasi untuk memudahkan gerakan diafragma dan

meningkatkan ekspansi sangkar toraks bagian bawah.

a.1.5. Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut untuk

menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,5-1 kg dapat diletakkan di

atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini. Latihan pernapasan pernapasan

diafragma sebaiknya dilakukan bersamaan dengan latihan berjalan atau naik tangga
36

a.2. Pursed lips breathing

Tujuan program ini adalah mengurangi napas pendek dan aktiviti otot asesorius,

mencegah kolaps saluran napas kecil selama ekspirasi, meningkatkan P02 dan menurunkan

PC02. Pursed lips breathing (PLB) dilakukan dengan cara menarik napas (inspirasi) secara

biasa beberapa detik melalui hidung (bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup,

kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti

Universita Sumatera Utara


bersiul, lamanya ekspirasi 2-3 kali lamanya inspirasi, sekitar 4-6 detik. Penderita tidak

diperkenankan mengeluarkan napas terlalu keras. PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi

otot abdomen selama ekspirasi. Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui

hidung, karena terjadi elevasi involunter dari palatum molle yang menutup lubang nasofaring.

Dengan pursed lips breathing (PLB) akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut,

kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat

mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu ekspirasi. Hal ini akan

menurunkan volume residu, kapasitas vital meningkat dan distribusi ventilasi merata pada

paru sehingga dapat memperbaiki pertukaran gas di alveol. Selain itu PLB dapat menurunkan

ventilasi semenit, frekuensi napas, meningkatkan volume tidal, PaO2 saturasi oksigen darah,

menurunkan PaCO2 dan memberikan keuntungan subjektif karena mengurangi rasa sesak

napas pada penderita. Pursed lips breathing akan menjadi lebih efektif bila dilakukan

bersama-sama dengan pernapasan diafragma. Ventilasi alveoler yang efektif terlihat setelah

latihan berlangsung lebih dari 10 menit. 36

a.Menarik napas b. Bibir seolah-olah c. Buang napas

perlahan-lahan akan meniup perlahan-lahan

melalui hidung melalui mulut

Gambar II.3. Tekhnik pursed lips breathing 37

a.3. Latihan batuk

Batuk merupakan cara yang efektif untuk membersihkan benda asing atau sekret dan

saluran pernapasan. Batuk yang efektif harus memenuhui kriteria: 1) Kapasitas vital yang

Universita Sumatera Utara


cukup untuk mendorong sekret. 2) Mampu menimbulkan tekanan intra abdominal dan

intratorakal yang cukup untuk mendorong udara pada fase ekspulsi. Cara melakukan batuk

yang baik: Posisi badan membungkuk sedikit ke depan sehingga memberi kesempatan luas

kepada otot dinding perut untuk berkontraksi, sehingga menimbulkan tekanan intratorak.

Tungkai bawah fleksi pada paha dan lutut, lengan menyilang di depan perut. Penderita

diminta menarik napas melalui hidung, kemudian menahan napas sejenak, disusul batuk

dengan mengkontraksikan otot-otot dinding perut serta badan sedikit membungkuk ke depan.

Cara ini diulangi dengan satu fase inspirasi dan dua tahap fase ekspulsi. Latihan diulang

sampai penderita menguasai. Penderita yang mengeluh sesak napas saat latihan batuk,

diistirahatkan dengan melakukan Iatihan pernapasan diantara latihan batuk.36

II.3.5. Terapi Fisik Dada

Timbunan sekret yang sangat kental jika tidak dikeluarkan akan menyumbat saluran

napas dan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman. Infeksi mengakibatkan

radang yang menambah obstruksi saluran napas. Bila berlangsung terus sehingga

mengganggu mekanisme batuk dan gerakan mukosilier, maka timbunan sekret merupakan

penyulit yang cukup serius. Terapi fisik (fisioterapi) dada ditujukan untuk melepaskan dan

membantu menggerakkan sekret dan saluran napas kecil ke trakea, dapat dilakukan dengan

cara drainase postural, perkusi dinding dada, vibrasi menggunakan tangan (manual) atau

dengan bantuan alat (mekanik). Perkusi dengan vibrasi cepat, ketukan dengan telapak tangan

(clapping), atau memakai rompi perkusi listrik serta latihan batuk akan memperbaiki

mobilisasi dan klirens sekret bronkus dan fungsi paru terutama pada penderita PPOK dengan

produksi sputum yang meningkat (>30 ml/ hari). Drainase postural adalah cara

membersihkan jalan napas dari lendir dengan meletakkan penderita pada berbagai posisi pada

waktu tertentu sehingga gravitasi akan membantu aliran lendir. Lendir digerakkan dari

Universita Sumatera Utara


bronkial ke bronkus dan menuju trakea untuk dibatukkan. Posisi lobus yang akan didrainase

diletakkan lebih tinggi daripada bronkus utama. Tindakan ini dilakukan 2 kali sehari selama

5 menit. Sebelum dilakukan drainase postural sebaiknya penderita minum banyak atau

diberikan mukolitik, bronkodilator perinhalasi untuk memudahkan pengaliran sekret.36

II.3.6.Latihan Fisik (Exercise Training)

Latihan rekondisi merupakan kunci kesuksesan dalam program latihan pada pasien

PPOK. Masalah yang sering dihadapi adalah bagaimana mendisain pola latihan secara

individual dengan mempertimbangkan kelainan kardiovaskuler dan sistem rangka yang

mungkin sudah terjadi. Program latihan harus mempertimbangkan tiga hal utama yaitu

intensiti, spesifisiti dan reversibiliti. Latihan harus dilakukan sedikitnya tiga hingga lima hari

seminggu dan intensiti latihan antara 40-80 % dari cadangan ambilan oksigen (perbedaan

antara ambilan oksigen pada waktu istirahat dengan ambilan oksigen maksimal). Latihan

dilakukan selama lebih dari 20 menit secara kontiniu atau dengan interval. Latihan fisis

sebanyak 20 sesi terbukti memberi manfaat yang lebih baik daripada 10 sesi. Sebagian

program rehabilitasi melakukan latihan 3 kali seminggu diawasi langsung dengan durasi 3-

4jam. Biasanya durasi program rehabilitasi selama 6 hingga 12 minggu.25

lntensiti latihan yang rendah memperbaiki gejala pasien PPOK, kualiti hidup dan

beberapa aspek aktifiti harian. Manfaat fisiologis lebih besar didapat pada intensiti latihan

yang lebih berat .lntensiti latihan berat pada orang normal adalah intensitas tertentu yang

dapat meningkatkan kadar laktat dalam darah. lntensiti melebihi 60% kapasiti puncak latihan

dianggap cukup meningkatkan kemampuan.38

Spesifisiti latihan pasien PPOK umumnya dilakukan dengan memusatkan perhatian

pada latihan tungkai dengan menggunakan treadmill, sepeda statis atau dengan latihan

berjalan secara incremental. Aktifiti latihan juga dilakukan terhadap otor-otot lengan dengan

menggunakan arm cycle ergometer, free weights dan elastic bands. Latihan terhadap otot

Universita Sumatera Utara


lengan dapat mengurangi sesak sewaktu aktifiti dengan menggunakan lengan dan

menurunkan kebutuhan ventilasi sewaktu mengangkat lengan. Orang normal membutuhkan

peningkatan ambilan oksigen sebanyak 16% dan peningkatan ventilasi 24% sewaktu

mengangkat lengan. 18,30

Endurance exercise dilakukan dengan cara berjalan atau bersepeda termasuk latihan

yang sering dilakukan dalam program rehabilitasi paru. Durasi latihan efektif harus melebihi

30 menit. Beberapa pasien sulit diperoleh durasi latihan yang kontiniu dan sebagai alternatif

dapat dilakukan latihan secara interval dengan cara membagi durasi latihan menjadi beberapa

sesi dengan selingan istirahat atau latihan dengan intensiti lebih rendah. Strength exercise

dapat memberikan perbaikan massa dan kekuatan otot daripada endurance exercise. Oca dkk

melaporkan bahwa latihan bersepeda meningkatkan kapasiti fungsional pasien PPOK sebesar

19% lebih besar daripada uji jalan 6 menit yang hanya meningkatkan 1% kapasiti fungsional

pasien.38

Latihan fisik dapat mengurangi gejala sesak napas dengan cara mengurangi

hiperinflasi dinamik pada pasien PPOK. Hiperinflasi dinamik terjadi pada saat latihan fisik

yang menyebabkan peningkatan kebutuhan ventilasi dan berkurangnya waktu ekspirasi

hingga terjadi air trapping. Latihan fisik menurunkan kebutuhan ventilasi dan frekuensi napas

sehingga memberikan waktu yang cukup untuk ekspirasi dan mengurangi hiperinflasi paru.

Desensitisasi perasaan sesak terjadi di otak melalui mekanisme yang belum dapat dijelaskan.

Kecemasan dan depresi pada pasien PPOK berkurang sebagai efek dari peningkatan kapasiti

latihan.25

Resistance training dilakukan dengan cara memberi beban tertentu terhadap

kelompok otot kecil secara berulang. Alasan dilakukannya latihan ini karena pada pasien

PPOK biasanya terjadi kelemahan otot perifer yang juga berperan pada kelelahan pada waktu

latihan. Latihan yang dilakukan pada otot perifer dapat mengurangi sesak pada pasien. Spruit

Universita Sumatera Utara


dkk membandingkan efek resistance dengan endurance training pada pasien PPOK yang

mengalami kelemahan otot tungkai. Terdapat hasil bermakna pada peningkatan jarak uji jalan

6 menit sebesar 54 meter tetapi tidak terdapat perbedaan hasil antara resistance dan

endurance training pada pasien yang diteliti.39

Peningkatan jarak minimum bermakna menurut rekomendasi British Thoracic Society

(BTS) adalah 54 meter sedangkan menurut American Thoracic Society (ATS) 50 meter.39

Gambar II.4. Latihan fisik yang dapat dilakukan pada program rehabilitasi paru37

II.4. KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Kualitas hidup adalah tingkat keadaan individu dalam lingkup kemampuan

keterbatasan, gejala dan sifat psikososial untuk berfungsi dalam berbagai peran yang

diinginkan dalam masyarakat dan merasa puas akan peran tersebut. Kualitas hidup dapat

menggambarkan pandangan individu akan kesejahteraan dan penampilannya pada berbagai

bidang misalnya kemampuan fisik, okupasi, psikologis, interaksi sosial, hobi dan rekreasi.

Konsep pengukuran kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan biasanya

merujuk paling sedikit pada salah satu dari 4 domain atau komponen penting yaitu sensasi

somatik, fungsi fisis, status emosi, atau psikososial dan interaksi sosial.

Pengukuran kualitas hidup biasanya menggunakan kuesioner yang dapat mewakili 4 domain

tersebut. Akan tetapi kuesioner kesehatan umum kurang sensitif terhadap derajat berat

penyakit PPOK maka sering digunakan pengukuran spesifik misalnya St. Georges

Universita Sumatera Utara


Respiratory Questionaire (SGRQ) yang dikembangkan oleh Jones dkk, Clinical COPD

Questionnaire (CCQ), MRC (Medical Research Council) Dyspnoe Scale, BODE Index, dan

juga CAT (COPD assessment Test) yang merupakan kuesinoer paling baru yang sedang

dikembangkan.14

CAT pertama kali diperkenalkan pada tahun 2009, merupakan lembar penilaian yang

mudah dan ringkas, dapat dipergunakan dalam praktik kedokteran sehari-hari, merupakan

lembar penilaian yang dapat digunakan untuk menilai seluruh aspek pada penderita PPOK,

dan juga meningkatkan komunikasi antara dokter-pasien. Walaupun CAT hanya terdiri dari

beberapa buah pertanyaan saja, namun sudah mencakup area luas yang dapat menilai kualitas

hidup pasien. Validasi terhadap CAT telah dilakukan di Amerika Serikat dan di beberapa

negara di Eropa, diharapkan juga efektif di Asia. 40

Berdasarkan data yang telah diambil dari enam negara telah membuktikan bahwa

pengukuran CAT telah melingkupi seluruh penilaian pasien PPOK. Data tersebut juga telah

membuktikan bahwa CAT relevan dengan populasi PPOK dan dapat digunakan secara

global.

CAT merupakan kuesioner dengan delapan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan

tersebut merupakan pertanyaan yang sangat mudah. Penderita harus menjawab dengan

memberi tanda silang pada angka yang memberikan gambaran terbaik kondisinya saat itu.

Dokter tidak boleh mengarahkan jawaban yang akan diberikan kepada pasien. Setiap

pertanyaan memiliki nilai dari 0 sampai 5. 0 artinya kondisinya sangat baik dan 5 berarti

kondisinya sangat tidak baik. Namun lembar penilaian tidak memberikan nilai ukur terhadap

skor 0-5 untuk setiap pertanyaan yang sudah ada, oleh karena itu untuk memudahkan proses

pengisian lembar CAT, maka peneliti memberi penjelasan terhadap makna skor 0-5 dari

setiap lembar penilaian CAT. 41

Delapan pertanyaan tersebut adalah (lembar penilaian CAT terlampir) :

Universita Sumatera Utara


a. Kondisi batuk penderita

b. Kondisi dahak penderita

c. Apakah ada rasa berat di dada

d. Bagaimana kondisi sesak napas saat mendaki/naik tangga

e. Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari

f. Apakah ada kekhawatiran untuk keluar dari rumah akibat penyakit yang

dideritanya

g. Apakah penderita dapat tidur dengan nyenyak atau tidak

h. Apakah pasien merasa bertenaga atau tidak

Tabel II.2. Lembar Praktis Penggunaan COPD Assessement Test (CAT)


Skor CAT Level Gambaran klinis terhadap Penatalaksanaan yang mungkin
skor CAT dilakukan
30 Sangat Pada kondisi ini pasien sangat Pasien harus mendapatkan perhatian
tinggi sulit untuk melakukan yang serius
aktifitasnya, setiap hari ia - Harus mendapatkan
akan terganggu akan penyakit pengobatan dari spesialis
PPOKnya. Pasien juga kan - Pertimbangkan pemberian
sulit walau hanya akan obat tambahan
melakukan aktivitas seperti - Rujuk ke rehabilitasi paru
mandi atau sekedar keluar - Pertimbangkan pendekatan
dari rumah. Bahkan pengobatan terbaik untuk
terkadang pasien akan sulit mencegah terjadinya
untuk meninggalkan tempat eksaserbasi
tidur atau kursinya. Pada
kondisi ini, pasien sering
menjadi lelah menjadi
manusia yang tidak berguna
20 Tinggi PPOK menggangu hampir
seluruh aktivitasnya. Pasien
akan merasa sesak walau
hanya mandi, memakai baju
atau berjalan di sekitar
rumahnya. Pasien juga
terkadang merasa sesak saat
berbicara. Pasien sering
merasa lelah dan merasa
nyeri di dada yang dapat
mengganggu tidur mereka.
Pada keadaan ini pasien
merasa semua aktivitas
memerlukan tenaga yang

Universita Sumatera Utara


besar. Terkadang pasien juga
merasa stress dan panik
terhadap penyakitnya

10-20 Sedang PPOK merupakan masalah - Periksa pengobatan yang telah


utama pasien ini. Mereka diberikan selama ini. Sudah
kadang memiliki beberapa optimal apa belum.
hari yang baik dalam satu - Rujuk ke pusat rehabilitasi
minggu, tetapi tetap paru
mengeluhkan selalu adanya - Pertimbangkan pendekatan
batuk disertai dahak setiap pengobtan terbaik untuk
hari, dan mengalami satu atau mencegah terjadinya
lebih eksaserbasi setiap eksaserbasi
tahunnya. Pasien sering - Periksa faktor pemberat.
terbangun dari tidur karena Apakah pasien masih
keluhan sesak napas. Pasien merokok?
hanya dapat melakukan
aktifitas harian dengan
perlahan-lahan

< 10 Rendah Pasien tidak terlalu - Berhenti merokok


mengeluhkan gejala PPOK, - Vaksinasi influenza setiap
tetapi terkadang mengganggu tahun
aktifitas. Pasien mengeluhkan - Cegah terpapar dengan faktor
adanya batuk dalam beberapa resiko
hari setiap minggunya, dan - Berikan pengobatan sesuai
mengalami sesak napas ketika dengan hasil pemeriksaan
berolahraga atau bekerja
keras. Pasien juga mudah
mengalami kelelahan.

Uji jalan 6 menit

Pada awal tahun 1960 Balke mengembangkan uji sederhana untuk mengevaluasi

kapasitas fungsional dengan mengukur jarak jalan dalam periode waktu tertentu. Uji jalan 12

menit dikembangkan untuk menilai hasil latihan orang sehat dan penderita bronkitis kronik.

Uji jalan 6 menit dikembangkan dan ternyata hasilnya sebaik 12 menit, lebih mudah

ditoleransi pasien dan lebih menggambarkan keadaan aktivitas sehari-hari. Indikasi utama uji

jalan 6 menit adalah untuk mengukur respon pengobatan pasien dengan kelainan jantung atau

paru derajat ringan sampai berat. Indikasi lain adalah untuk mengukur status fungsional

pasien dan memprediksi mortaliti dan morbiditi penyakit. Uji jalan 6 menit mempunyai

Universita Sumatera Utara


korelasi bermakna dengan konsumsi oksigen maksimum (r=0,73) dan mempunyai korelasi

bermakna dengan pengukuran kualitas hidup.42,43

II.5. Kerangka Teoritis

Asap rokok

Inflamasi berulang

Perubahan struktur

Hambatan aliran udara

PPOK

Penurunan kapasitas
fungsional

Penurunan kualitas
hidup

Rehabilitasi paru

Peningkatan Peningkatan
kapasitas kualitas hidup
fungsional

Gambar II.5. Kerangka Teoritis

Universita Sumatera Utara


II.6 Kerangka Konsep

PPOK stabil derajat ringan sampai


berat

Memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi

Penilaian CAT dan uji jalan 6 menit

Perlakuan
Rehabilitasi 8 minggu

Penilaian CAT dan uji jalan 6 menit pada setiap


tahapan latihan

Analisis statistik
Gambar II.6. Kerangka Konsep

II.7 Hipotesis

II.7.1 Adanya peningkatan kualitas hidup penderita PPOK setelah menjalani program

rehabilitasi paru

II.7.2 Adanya peningkatan kapasitas fungsional penderita PPOK setelah menjalani

program rehabilitasi paru

Universita Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai

  • ISII
    ISII
    Dokumen23 halaman
    ISII
    Fadillah Rosyidah
    Belum ada peringkat
  • Radiologi THT
    Radiologi THT
    Dokumen20 halaman
    Radiologi THT
    Raditya Kardiman
    Belum ada peringkat
  • Klepon Ungu
    Klepon Ungu
    Dokumen2 halaman
    Klepon Ungu
    Fadillah Rosyidah
    Belum ada peringkat
  • Puding Susu Ubi Ungu
    Puding Susu Ubi Ungu
    Dokumen8 halaman
    Puding Susu Ubi Ungu
    Fadillah Rosyidah
    Belum ada peringkat
  • Kue Moha
    Kue Moha
    Dokumen4 halaman
    Kue Moha
    Fadillah Rosyidah
    Belum ada peringkat
  • Ppok
    Ppok
    Dokumen32 halaman
    Ppok
    Om Zainul
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen18 halaman
    Bab I
    Fadillah Rosyidah
    Belum ada peringkat
  • Ppok
    Ppok
    Dokumen32 halaman
    Ppok
    Om Zainul
    Belum ada peringkat