Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

DENGAN PENYAKIT STROKE

STASE KEPERAWATAN KELUARGA

Disusun Oleh :

ASRI PRADHANI KUSUMA LAILY

20160430055

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017
A. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf akut yang disebabkan oleh karena
gangguan peredaran darah otak, dimana secara medadak (dalam beberapa detik) atau
secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal di otak yang terganggu. (WHO, 2010 dalam Syah 2013 )
Stroke merupakan sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif,
berupa defisit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih dan
bisa juga menyebabkan kematian dan semata mata disebabkan oleh gangguan aliran
darah otak non-traumatik. (Arief, 2000 dalam Violita, 2015)
Stroke merupakan suatu dinsrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi
otak secara fokal atau global yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan yang
menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular.
(Mulyatsih, 2007 dalam Chaidir & Zuardi, 2012)
B. Penyebab
Penyebab stroke menurut Smeltzer dan Bare, 2001 dalam Syah, 2013 biasanya
disebabkan salah satu dari empat kejadian, yaitu :
1. Thrombosis serebral : bekuan darah di dalam pembuluh darah otak dan leher
karena aterosklerosis, hiperkoagulasi pada polistemia, arteristis, dan emboli
2. Embolisme serebral : bekuan darah yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang
lain. Biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabangnya yang merusak
arteri serebral
3. Iskemia serebral : insufisiensi suplai darah ke otak terutama karena kontraksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Hemoragi serbral : pecahnya pembuluh darah dengan perdarahan ke jaringan otak
C. Klasifikasi stroke
1. Stroke iskemik
Disebabkan penyumbatan aliran darah yang dapat terjadi karena penumpukan
timbunan lemak yang mengandung kolesterol dalam pembuluh darah. (Sustrani,
Alam & Hadibroto, 2004 dalam Syah, 2013)
2. Stroke hemoragik
Disebabkan karena penyumbatan psda dinding pembuluh darah yang rapuh,
mudah menggelembung, dan rawan pecah yang umumnya terjadi pada usia lanjut
atau karena daktor keturunan. Kerapuhan terjadi karena mengerasnya dinding
pembuluh darah akibat tertimbun plak (ateriosklerosis). (Sustrani. Dkk, 2004
dalam Syah 2013)
D. Manifestasi klinis
Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak dengan
pengelompokan gejala dan tanda berikut (Price & Loraine, 2005 dalam Syah 2013) :
a. Arteri carotis interna
Sindrom yang muncul seperti kebutaan satu mata akibat insufisiensi, gejala
sensorik dan motorik di ekstremitas.
b. Arteri serebri mediana
Kerusakan pembuluh darah ini dapat menyebabkan hemiparesis atau monoparesis
kontralateral (biasanya bagian lengan), afasia global apabila hemisfer dominan
terkena, gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan berbicara dan komunikasi,
dan disfasia.
c. Arteri serebri anterior
Kerusakan pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan kelumpuhan
kontralateral yang lebih besar di tungkai, defisit sensorik kontralateral, demensia,
dan gerakan menggenggam.
d. Sistem vertebrobasilar
Kerusakan pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan kelumpuhan di salah satu
sampai ke empat ekstremitas, meningkatnya reflek tendon, ataksia, gejala gejala
serebelum seperti tremor intentio, vertigo, disartia, gangguan daya ingat,
disorientasi, dan gangguan pengelihatan.
e. Arteri cerebri posterior
Kerusakan pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan koma, hemiparesis
kontralateral, afasia visual atau buta kata (aleksia), kelumpuhan saraf kranialis ke
III dan hemionopsa.
E. Faktor resiko
Faktor resiko stroke merupakan faktor yang menyebabkan orang menjadi lebih rentan
atau mudah mengalami stroke. American Heart Assosiation, 2006 dalam Syah, 2013
menyebutkan bahwa faktor resiko terjadinya stroke dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a) Keturunan
b) Usia
c) Jenis kelamin
d) Riwayat keluarga
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
a) Hipertensi
b) Merokok
c) Diabetes
d) Hiperlipidemia
e) Obesitas
F. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering
terjadi akibat cedera vascular yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu dari
banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Stroke yang
disebabkan oleh perdarahan intraserebral paling sering terjadi pada saat pasien terjaga
dan aktif, sehingga kejadiannya sering disaksikan oleh orang lain. Karena lokasinya
berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering
menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan oleh stroke tipe ini.
Dengan mengingat bahwa ganglia basal memodulasi fungsi motorik volunter dan
bahwa semua saraf aferen dan eferen di separuh korteks mengalami pemadatan untuk
masuk dan keluar dari kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa stroke di salah satu
bagian ini diperkirakan menimbulkan defisit yang sangat merugikan. Biasanya
perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang
cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2
jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas
pertama pada keterlibatan kapsula interna. Infark serebrum setelah embolus di suatu
arteri otak mungkin terjadi sebagai akibat perdarahan bukan sumbatan oleh embolus
itu sendiri. Alasannya adalah bahwa, apabila embolus lenyap atau dibersihkan dari
arteri, dinding pembuluh setelah tempat oklusi mengalami perlemahan selama
beberapa hari pertama setelah oklusi. Dengan demikian, selama waktu ini dapat
terjadi kebocoran atau perdarahan dari dinding pembuluh yang melemah ini. Karena
itu, hipertensi perlu dikendalikan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada
minggu-minggu pertama setelah stroke embolik. Perdarahan yang terjadi di ruang
supratentorium (di atas tentorium serebeli) memiliki prognosis baik apabila volume
darah sedikit. Namun perdarahan ke dalam ruang infratentorium di daerah pons atau
serebelum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan
pada struktur-struktur vital di batang otak.
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid
lapisan meningen dapat berlangsung cepat, maka kematian sangat tinggi-sekitar 50%
pada bulan pertama setelah perdarahan. Penyebab tingginya angka kematian ini
adalah bahwa empat penyulit utama dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas
dan mortalitas tipe lambat yang dapat terjadi lama setelah perdarahan terkendali.
Penyulit-penyulit tersebut adalah : 1). vasospasme reaktif disertai infark, 2). ruptur
ulang, 3). hiponatremia, dan 4). hidrosefalus. Bagi pasien yang bertahan hidup setelah
perdarahan awal, ruptur ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya
pada masa pascaperdarahan dini. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan
oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation
(AVM).
G. Pathway
Resiko jatuh

H. Pencegahan stroke berulang


a) Pendegahan stroke berulang
Sustrani, dkk (2004) dalam syah 2013 menejalskan bahwa faktor faktor
pencegahan dibawah ini saling berkaitan satu sama lain untuk mencegah serangan
ulang stroke :
1. Kendalikan tekanan darah
Mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg dapat mengurangi
resiko stroke hingga 75-85 %. Tekanan darah tinggi dapat ditangani secara efektif
dengan banyak terapi pengobatan dan asupan makanan tertentu. Periksa tekanan
darah secara teratur.
2. Kendalikan diabetes
Orang dengan tingkat gula darah yang tinggi, seringkali mengalami stroke
yang lebih parah dan meninggalkan cacat yang menetap. Pengendalian diabetes
adalah faktor penting untuk mengurangi resiko stroke.
3. Memiliki jantung sehat
Kurangi faktor resiko penyakit jantung seperti tekanan darah tinggi, merokok,
kolersterol tinggi, kurang olahraga, kadar gula darah tinggi, dan berat badan
berlebih.
4. Kendalikan kadar kolesterol
Bila kadar keolesterol diturunkan hingga 25% maka dapat mengurangi resiko
stroke sampai 29%.
5. Berhenti merokok
Merokok dapat meningkatkan resiko tekanan darah tinggi dan cenderung
untuk membentuk gumpalan darah.
6. Diet
Diet menekankan pada jumlah asupan sayuran, buah buahan, protein rendah
lemak serta kaya serat. Hindari makanan protein tinggi lemak, terutama daging
merah, produk susu dan telur, asupan gula dan garam berlebih, alkohol dan
trmbakau, makanan gorengan.
7. Olahraga
Olahraga yang bernilai aerobic (jalan cepat, bersepeda, jogging, berenang)
secara teratur minimal 3-4 kali seminggu selama 30 menit akan dapat menurunkan
berat badan, menurunkan tekanan darah, dan mengendalikan stres.

b) Rehabilitasi penderita stroke berulang


Menurut NSA (National Stroke Assosiation) di amerika dalam syah 2013 :
1. 10% pasien yang mengalami stroke pulih secara menyeluruh
2. 25% pulih sengan kerusakan kecil
3. 40% mengalami kerusakan sedang hingga parah, sehingga memerlukan
penanganan khusus.
4. 10% memerlukan penanganan rehabilitasi jangka panjang
5. 15% meninggal tidak lama setelah terkena stroke
6. 14% akan mengalami stroke kedua dalam tahun pertama terjadinya stroke.

Tujuan rehabilitasi adalah agar individu yang mengalami stroke


kembali mandiri dan produktif. Namun tingkat kemajuan dan pemulihan
pasien stroke akan berbeda beda untuk setiap orang. Walaupun sebagian
besar kemampuan fungsional dapat dipulihkan, perawatan tetap diperlukan
untuk menjaga agar kemampuan tersebut tidak merosot.

c) ROM (Range Of Motion)


Range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara
normal dan lengkap serta untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot.
1) Tujuan latihan ROM
a. Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekuatan otot
b. Memelihara mobilitas persendian
c. Merangsang sirkulasi darah
d. Mencegah kelainan bentuk, kekuatan dan kontraktur
e. Mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan
2) Manfaat ROM
a. Mempertahankan tonus otot
b. Meningkatkan mobilisasi sendi
c. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
d. Meningkatkan massa otot

3) Jenis latihan ROM


a. ROM pasif
Latihan ROM pasif seringkali dilakukan oleh perawat kepada pasien yang
menderita paralysis atau lemah otot pada salah satu bagian tubuh. Pemilihan
latihan yang spesifik tergantung batas kemampuan pasien.
b. ROM aktif asitif
Kontraksi otot secara aktif dengan bantuan gaya dari luar seperti terapis, alat
mekanis atau ekstremitas yang sedang tidak dilatih
c. ROM aktif
Kontraksi otot secara aktif melawan gaya gravitasi seperti mengangkat tungkai
dalam posisi lurus
d. ROM aktfi resistif
Kontraksi otot secara aktif melawan tahanan yang diberikan, misalnya beban.
4) Prinsip latihan ROM :
a. ROM harus dikerjakan sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
b. ROM dilakukan perlahan dan hati hati sehingga tidak melelahkan pasien
c. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa,
tanda tanda vital dan lamanya tirah baring
d. Bagian bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM dalah leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki dan pergelangan kaki.
e. ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian bagian
yang di curigai mengalami proses penyakit
f. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan
rutin yang telah dilakukan.
5) Cara melakukan latihan ROM
a. Leher (fleksi, ekstensi, hiperekstensi, rotasi, lateral fleksi,)
b. Bahu (fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, aduksi, rotasi internal, rotasi
eksternal, sirkumduksi)
c. Siku (fleksi, ekstensi)
d. Lengan bawah (supinasi, pronasi)
e. Pergelangan tangan (fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi/radial fleksi,
aduksi/ulnar fleksi)
f. Jari dan ibu jari (fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi, oposisi)
g. Panggul (fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, aduksi, rotasi internal, rotasi
eksternal, sirkumduksi)
h. Lutut (fleksi, ekstensi)
i. Pergelangan kaki (dorsofleksi, plantar fleksi)
j. Jari kaki (fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, aduksi)
Telapak kaki (inversi, eversi)
I. Diagnosa
1. Kurang pengetahuan
2. Gangguan komunikasi
3. Resiko kesepian
4. Resiko jatuh
5. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
6. Hambatan pemeliharaan rumah
7. Resiko stress pada pemberi asuhan
8. Gangguan komunikasi
9. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit
10. Resiko terjadinya pengabaian lansia
11. Masalah finansial
12. Pendapatan yang tidak memadai
J. Rencana Asuhan Keperawatan

K. Diag L. NOC N. NIC


nosa M.
Keperawat
an

O. Ham P. Mobility Level R. Exercise Therapy: Joint Mobility


batan Q. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
- Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri dan
Mobilitas jam diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi dengan
ketidaknyamanan selama pergerakan/aktivitas
Fisik b.d kriteria hasil: - Tentukan level motivasi pasien meningkatkan pergerakan sendi
agen cidera 1. Klien dapat meningkatkan gerakan fisik. - Lakukan latihan ROM aktif, pasif atau ROM dengan bantuan,

biologis 2. Klien dan keluarga dapat mengerti tujuan dari peningkatan sesuai indikasi
- Dukung ambulasi, jika memungkinkan
mobilitas - Lindungi pasien dari trauma selama latihan
3. Kekuatan Otot pasien bagian dekstra meningkat - Dorong pasien untuk miring kanan kiri, duduk di tempat tidur,
disamping kasur (menjuntai), atau di kursi, sesuai toleransi
- Berikan reinforcement positif jika pasien berhasil melakukan
suatu gerakan atau mengalami kemajuan saat terapi
- Edukasikan pada pasien dan keluarga manfaat dan tujuan
melakukan latihan sendi
S. Kurang V. Kowlwdge : disease process Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
W. Kowledge : health Behavior Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
Pengetahu
X. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .
an berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
T. Berhubung
penyakit dengan kriteria hasil: dengan cara yang tepat
an dengan :
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
keterbatasa
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
n kognitif, penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur
interpretasi tepat
yang dijelaskan secara benar
terhadap Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa
informasi cara yang tepat
yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
yang salah,
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
kurangnya
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
keinginan Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang
untuk tepat
mencari
informasi,
tidak
mengetahui
sumber-
sumber
informasi.
U.
Y.
Z.
AA. DAFTAR PUSTAKA

AB. Syah, Muhammad (2013). Hubungan Penetahuan Dan Sikap Keluarga


Tentang Faktor Resiko Yang Dapat Dikontrol Dengan Pencegahan Serangan Stroke
Berulang Di Ruang Rawat Saraf Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh Tahun 2013. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Fakultas Keperawatan
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Banda Aceh.
AC.
AD. Chaidir, Reny & Zuardi, Ilma Mutia (2012). Pengaruh Latihan Range
Of Motion Pada Ekstremitas Atas Dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pasien
Stroke Non Hemoragi Di Ruang Rawat Stroke RSSN Bukittinggi Tahun 2012.
Afiyah. Vol. I, No. I, Bulan Januari, Tahun 2014
AE.
AF. Violita, Vira & Hidayati, Nur (2015). Peran Pendampingan Keluarga
Pasien Stroke Dengan Motivasi Pasien Melaksanakan ROM Aktif. Journals of Ners
Community Volume 6 No 1 Juni 2015.
AG.

AH.

Anda mungkin juga menyukai