Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN KETUBAN PECAH DINI

Di susun oleh:

Anindya Sekar Utami

20164030076

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017
1. Definisi
Ketuban pecah dini atau KPD merupakan pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila
seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam satu jam
kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan. KPD dapat terjadi pada
kehamilan cukup bulan (aterm) atau pada setiap umur kehamilan sebelum cukup
bulan (preterm) (Manuaba, 2009). Ketuban pecah dini (KPD) merupakan
masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur
dan komplikasi infeksi korioamnionitis hingga sepsis, yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu
(Prawirohardjo, 2007).
2. Fisiologi Cairan Ketuban
Cairan ketuban mempunyai peranan penting dalam menunjang proses
kehamilan dan persalinan. Di sepanjang kehamilan normal, kompartemen dari
cairan ketuban menyediakan ruang bagi janin untuk tumbuh bergerak dan
berkembang. Tanpa cairan ketuban rahim akan mengkerut dan menekan janin,
pada kasuskasus dimana tejadi kebocoran cairan ketuban pada awal trimester
pertama, janin dapat mengalami kelainan struktur termasuk distorsi muka, reduksi
tungkai, dan cacat dinding perut akibat kompresi rahim (Lewi L, 2006).
Menjelang pertengahan kehamilan cairan ketuban menjadi semakin
penting untuk perkembangan dan pertumbuhan janin, antara lain perkembangan
paru-parunya, bila tidak ada cairan ketuban yang memadai selama pertengahan
kehamilan janin akan sering disertai hipoplasia paru dan berlanjut pada kematian.
Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin. Cairan ini
mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan
bakteri yang memiliki potensi patogen (Lewi L, 2006).
Fungsi lain cairan ketuban juga dapat melindungi janin dari trauma,
menjaga suhu tubuh janin, meratakan tekanan uterus pada partus, membersihkan
jalan lahir sehingga bayi kurang mengalami infeksi, serta menjaga perkembangan
dan pertumbuhan normal dari paru-paru dan traktus gastrointestinalis (Lewi L,
2006).
3. Etiologi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini disebabkan oleh berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan
oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks, sedangkan tekanan
intrauterin yang meningkat berlebihan/over distensi uterus dapat disebabkan oleh
trauma, kehamilan ganda, dan hidramnion. Trauma yang menyebabkan KPD
misalnya hubungan seksual (kasar atau terlalu sering) dan pemeriksaan dalam
(Morgan & Hamilton, 2009). Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a. Faktor parietas: peningkatan paritas akan menyebabkan kerusakan pada serviks
selama pelahiran bayi sebelumnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada
selaput ketuban (Norma, 2013).
b. Kelainan letak: kelainan letak sungsang atau lintang mengakibatkan tidak ada
bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah (Nugroho, 2012).
c. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban
sehingga memudahkan ketuban pecah (Amnionitis/Korioamnionitis).
d. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).
4. Faktor Risiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini
Faktor faktor risiko yang memudahkan terjadinya KPD menurut Norma (2013):
a. Usia
Usia berpengaruh terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun
menghadapi persalinan. Usia untuk reproduksi optimal adalah 20-35 tahun. Di
bawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan
persalinan. Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem
reproduksi, karena organ reproduksi sudah mulai berkurang kemampuannya
dan keelastisannya dalam menerima kehamilan.
b. Sosial Ekonomi (Pendapatan)
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas
kesehatan di suatu keluarga. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang
menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai
kebutuhan.
c. Anemia
Anemia relatif terjadi pada kehamilan karena darah ibu hamil mengalami
hemodelusi atau pengenceran dengan peningkatan volume 30%-40% yang
puncaknya pada kehamilan 32-34 minggu. Ibu yang anemia ditemukan ciri-ciri
lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-kunang. Dampak anemia pada janin
antara lain abortus, kematian intrauterin, prematuritas, BBLR, cacat bawaan
dan mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat mengakibatkan abortus,
persalinan prematuritas, ancaman dekompensasi kordis dan KPD. Saat
persalinan, dapat mengakibatkan gangguan his, retensio plasenta dan
perdarahan post partum karena atonia uteri.
d. Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi
dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok mengandung lebih dari
2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia,
aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan dapat
menyebabkan gangguan seperti kehamilan ektopik, KPD, dan resiko lahir mati
yang lebih tinggi.
e. Riwayat KPD
Ibu yang pernah mengalami KPD maka pada kehamilan berikutnya lebih
beresiko 2-4 kali daripada wanita yang tidak pernah mengalami KPD karena
komposisi membran yang menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang semakin
menurun pada kehamilan berikutnya.
f. Servik yang inkompeten
Inkompetensia serviks adalah kelainan pada otot leher atau leher rahim
(serviks) yang terlalu lunak dan lemah sehingga sedikit membuka di tengah
kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang makin besar.
Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang
nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa nyeri dan mules pada trimester kedua atau awal trimester
kedua ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin.
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina tanpa rasa nyeri dan tidak mengandung
darah. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris
warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi
sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah
terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk
sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi (Rohan dan Sandu, 2014).
6. Komplikasi
a. Persalinan prematur: Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh
persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm
90%terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan seringkali terjadi dalam 1 minggu.
b. Infeksi Risiko: Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi
septikemia, pneumonia, omfalitis. Infeksi lebih sering pada KPD preterm.
Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten. Kriteria klinis infeksi yang digunakan pada KPD yaitu;
febris, uterinetenderness (di periksa setiap 4 jam), takikardia (denyut nadi
maternal lebih dari 100x/mnt), serta DJJ >160 x/mnt.
c. Hipoksia dan asfiksia: KPD dapat menyebabkan oligohidamnion sehingga
bagian kecil janin menempel erat dengan dinding uterus yang dapat menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Semakin sedikit air ketuban
maka janin semakin gawat.
d. Sindrom deformitas janin: KPD menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin
e. Sindrom distress pernapasan: diakibatkan oleh hipoplasia paru atau belum
matangnya paru (Kusuma, 2012).

7. Pathway
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
- Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang
digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (WBC yang lebih dari
16.000/uL), adanya peningkatan C-reactive protein cairan ketuban dan gas-
liquid chromatography, serta Amniosentesis untuk mendapatkan bukti yang
kuat (misalnya cairan ketuban yang mengandung leukosit yang banyak atau
bakteri pada pengecatan gram maupun pada kultur aerob maupun anaerob).
- Tes lakmus, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban (alkalis) yang sudah pecah. Normalnya pH air ketuban
berkisar antara 7-7,5. Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang
positif palsu.
- Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun
pakis menunjukkan ketuban telah pecah.
b. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Dikenal tiga cara pengukuran cairan ketuban, yaitu secara subyektif,
semikuantitatif (pengukuran satu kantong), dan pengukuran empat kuadran
menurut Phelan.
1) Pengukuran Semikuantitatif

2) Pengukuran empat kuadran (Phelan)


9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD tergantung ada atau tidaknya infeksi dan usia gestasi
janin. Penatalaksanaan KPD menurut Hamilton (2009):
a. Istirahat Total (Bedrest)
Ibu harus istirahat total untuk mencegah keluarnya air ketuban dalam jumlah
yang banyak. Dalam keadaan seperti ini, air ketuban dapat terus dibentuk
sehingga bayi dapat tumbuh lebih matang lagi sampai saatnya dilahirkan.
b. Batasi pemeriksaan dalam (VT): meminimalkan infeksi
c. Farmakologi
- Kortikosteroid: menambah reseptor pematangan paru, menambah
maturitas paru janin
- Tokolitik: mengurangi kontraksi uterus. Diberikan bila sudah dipastikan
tidak terjadi infeksi korioamnionitis.
- Antibiotik: air ketuban yang pecah sebelum waktunya akan membuka
rahim dan memudahkan masuknya bakteri dari vagina, infeksi akan terjadi
pada ibu hamil dan juga bayi dalam kandungan.
d. Percepat persalinan (induksi). Indikasi induksi adalah sebagai berikut:
- Usia kehamilan >34 minggu: untuk memperkecil kemungkinan infeksi.
- Usia kehamilan <34 minggu namun berat janin >2000 gram
- Tanda infeksi intrauterin (suhu >380C dengan pengukuran rektal, hasil
laboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban menunjukkan infeksi).
e. Sectio Caesaria
Sectio caesaria dianjurkan jika induksi gagal, presentasi bokong, letak lintang,
atau gawat janin (fetal distress).
10. Pengkajian Antenatal Care (Terlampir)
- Pemeriksaan Umum: suhu normal kecuali disertai infeksi
- Monitor TTV, DJJ, cairan amnion, aktivitas uterus, respons janin terhadap
persalinan, hidrasi.
- Pemeriksaan Abdomen: Uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus
harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari
haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan
presentasi maupun cakapnya bagian presentasi. Periksa DJJ, jika <120x/menit
atau >160x/menit maka itu merupakan tanda fetal distress.

11. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pda klien dengan ketuban pecah dini
adalah:
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini
b. Resiko tinggi trauma maternal berhubungan dengan disfungsi persalinan
c. Cemas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
d. Ketidakefektifan proses kehamilan dan melahirkan berhubungan dengan
kurang perawatan prenatal
e. Nyeri persalinan berhubugan dengan dilatasi serviks
12. Perencanaan Tindakan
No Diagnosa NOC NIC
1 Resiko tinggi infeksi Kontrol Risiko: Proses Infeksi Manajemen Infeksi
berhubungan dengan a. Klien mampu mengenali - Monitor TTV tiap 4 jam
ketuban pecah dini faktor risiko infeksi - Auskultasi DJJ
b. Suhu tubuh normal (36,5- - Hindari pemeriksaan per-
37,50C) vaginal
c. Cairan amniotik tidak - Observasi drainase amniotik
bercampur mekonium terhadap warna, jumlah, dan
d. Klien mampu mengenali baunya tiap 2-4 jam
tanda-tanda infeksi - Jaga pasien tetap bersih dan
kering
- Kolaborasi pemberian terapi
farmakologi: antibiotik,
tokolitik, kortikosteroid

2 Cemas berhubungan Klien mampu mengidentifikasi Persiapan melahirkan


dengan kurangnya dan mengungkapkan gejala 1. Ajarkan ibu dan suami
pengetahuan cemas mengenali fisiologi
TTV dalam batas normal persalinan
Postur tubuh, ekspresi wajah, 2. Ajarkan ibu dan suami
bahasa tubuh dan tingkat mengenali tanda-tanda
aktivitas menunjukkan persalinan
berkurangnya kecemasan. 3. Ajarkan ibu dan suami
Mengungkapkan dan mengenai teknik pernafasan
menujukkan teknik napas dalam dan relaksasi yang akan
untuk mengontrol cemas. digunakan selama proses
persalinan
Mencari informasi untuk
4. Arahkan ibu untuk
mengurangi kecemasan
memperisapkan puting
Merencanakan strategi koping untuk menyusui
untuk situasi yang menimbulkan 5. Diskusikan keuntungan dan
stres kerugian dalam hal
menyusui dengan ASI dan
pemberian makan dengan
botol susu.
3 Nyeri akut (Pain control) Pain Management
berhubugan dengan Klien mampu mempraktikkan
proses persalinan teknik napas dalam ketika Kaji komunikasi verbal dan non-
kontraksi muncul verbal tanda ketidaknyamanan
TTV dalam batas normal klien terkait nyeri akibat
kontraksi
Keluarga klien mampu
Lakukan teknik sentuh untuk
menerapkan teknik sentuhan
untuk menjaga kenyaman klien membantu meringankan nyeri
Klien tidak merintih atau Ajarkan klien untuk
mengerang ketika nyeri muncul menggunakan teknik napas
terfokus dan napas dalam
Klien tidak menunjukkan
Ajarkan keluarga klien untuk
ekspresi wajah kesakitan ketika
nyeri muncul. melakukan teknik sentuhan
terapeutik dan distraksi serta
Klien masih bisa fokus ketika
masase
diinstruksika utnuk menarik
Libatkan klien dalam
napas dalam.
pengambilan keputusan tentang
tindakan yang dipilih untuk
meredakan rasa nyeri.
Kolaborasi dengan dokter untuk
dosis pemberian asam
mafenamat.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2009. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Morgan, G & Hamilton Carole. 2009. Panduan Praktik Obstetri dan Ginekologi,
Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Norma, Nita dan Dwi, Mustika. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta :
Nuhan Medika
Lewi L, Gratacos E, Ortibus E, Schoubroeck DV, Carreras E, Higueras T, et.al.
Pregnancy and infant outcome of 80 consecutive cord coagulations in
complicated monochorionic multiple pregnancies. American Journal of
Obstetrics and Gynecology (2006) 194, 7829
Nugraha, Taufan. 2012. Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta : Nuha Medika
Kusuma, J. 2012. Ketuban Pecah Dini, Dan Peranan Amniopatch Dalam
Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Preterm.RSUP SANGLAH
DENPASAR: FK UNUD
Rohan, H, H., dan Sandu, S. (2014). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. EGC
Hamilton, PM. 2009. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai