Anda di halaman 1dari 52

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.1 DM terdiri dari beberapa tipe yaitu
DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. DM tipe1 ditandai
dengan adanya defisiensi insulin absolute akibat autoimun maupun idiopatik,
sedangkan DM tipe 2 memiliki penyebab yang bervariasi seperti resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif hingga defek sekresi insulin yang
disertai resitensi insulin. DM tipe lain ditandai dengan beberapa ciri misalnya
terdapat defek genetik fungsi sel beta, defek genetic kerja insulin, dan lain-
lain, dan yang terakhir adalah DM akibat kehamilan.2
Diabates tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling banyak terjadi
yaitu 90% dari seluruh tipe diabetes. Proporsi penderita diabetes mellitus ini
meningkat seiring meningkatnya usia, dan kelompok usia dengan presentase
tertinggi adalah pada kelompok usia 65-74 tahun.3 WHO memprediksi adanya
peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-
tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah
pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030.4
Penyakit DM jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi pada mata, ginjal, syaraf dan pembuluh darah kaki. Komplikasi
DM yang sering dijumpai salah satunya adalah kaki diabetik yang dapat
bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi, dan gangrene.5
Mengingat bahwa diabetes melitus akan memberikan dampak
terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya yang cukup
besar, semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah sebaiknya ikut serta
dalam usaha penanggulangan diabetes melitus, khususnya dalam
pencegahan.4
2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi1

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua duanya.

2.2. Faktor Risiko

Faktor risiko diabetes dikelompokkan menjadi faktor risiko yang tidak


dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi.

(a) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:


- Ras dan etnik
- Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
- Umur
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau
riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
- Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi
yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi
dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.

(b) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :


- Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2 )
- Kurangnya aktivitas fisik
- Hipertensi (> 140/90 mmHg)
- Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL
- Riwayat Toleransi Glukosa terganggu atau gula darah puasa
terganggu
- Merokok

2.3. Patogenesis6
3

Diabetes melitus tipe 2 memiliki karakteristik berupa gangguan sekresi


insulin, resistensi insulin, produksi glukosa hati berlebih, dan metabolisme lemak
yang abnormal. Pada stadium awal, gangguan toleransi glukosa masih mendekati
normal walaupun resistensi insulin, karena sel beta pankreas mengkompensasi
peningkatan output insulin. Akibat proses resistensi insulin dan proses kompensasi
hiperinsulinemia, sel islet pankreas pada beberapa individu tidak dapat
mempertahankan kondisi hiperinsulinemia. Sehingga terjadi gangguan toleransi
glukosa yang ditandai dengan peningkatan glukosa postprandial. Penurunan dari
sekresi insulin yang berkelanjutan dan peningkatan produksi glukosa hati
menyebabkan diabetes dengan hiperglikemia pada saat puasa. Pada akhirnya
kerusakan sel beta pankreas dapat terjadi.

Metabolisme otot dan lemak yang abnormal

Resistensi insulin (berkurangnya kemampuan insulin untuk kerja secara


efektif pada jaringan target, terutama otot, hati, dan lemak), merupakan ciri khas
yang utama pada DM tipe 2 dan merupakan hasil dari kombinasi antara gangguan
genetik dan obesitas. Resistensi insulin mengganggu utilisasi dari glukosa
terhadap jaringan yang sensitif terhadap insulin dan meningkatkan output dari
glukosa hati. Kedua hal tersebut berkontribusi terhadap hiperglikemia.
Meningkatnya output glukosa hati berkontribusi terhadap peningkatan kadar
glukosa plasma puasa, dimana penurunan penggunaan glukosa pada perifer
menyebabkan hiperglikemia postprandial. Metabolisme glukosa pada jaringan
yang insulin-independent tidak terganggu pada DM tipe 2.

Jumlah reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot skelet
berkurang, tetapi hal ini terjadi karena efek sekunder dari hiperinsulinemia dan
bukan merupakan gangguan primer. Kerusakan pada insulin-regulated
phosphorylation/dephosphorylation berperan dalam resistensi insulin. Sebagai
contoh, kerusakan pada PI-3-kinase signaling dapat mengurangi translokasi
GLUT-4 ke membran plasma. Abnormalitas lainnya termasuk akumulasi lipid
4

pada myosit skeletal, dimana dapat mengganggu proses mitochondrial oxidative


phosphorylation dan berkurangnya produksi ATP mitokondria untuk menstimulasi
insulin. Tidak semua jalur transduksi signal insulin mengalami resistensi terhadap
efek dari insulin.
Obesitas pada DM tipe 2 pada lokasi sentral atau viseral merupakan bagian
dari proses patogenesitas dari DM tipe 2. Meningkatnya masa adiposit
menyebabkan peningkatan kadar dari asam lemak bebas dan produk sel lemak
lainnya (nonesterified free fatty acids, retinol-binding protein 4, leptin, TNF-,
resistin, and adiponectin). Peningkatan produsi asam lemak bebas dan adipokin
dapat menyebabkan resistensi insulin pada otot skelet dan hati. Asam lemak bebas
menyebabkan gangguan utilisasi glukosa pada otot skelet, mempromosi produksi
glukosa hati, dan gangguan fungsi sel beta. Sebaliknya, produksi adiponektin oleh
adiposit yang merupakan insulin-sensitizing peptide, berkurang pada obesitas dan
dapat berkontribusi terhadap resistensi insulin hati.

Gangguan sekresi insulin

Penyebab menurunnya kemampuan sekresi insulin pada DM tipe 2 adalah


tidak jelas. Asumsi mengatakan bahwa terdapat gangguan genetik kedua yang
superimposed dengan resistensi insulin sehingga menyebabkan kerusakaan sel
beta. Lingkungan metabolik pada pasien diabetes juga memberikan dampak
negatif pada fungsi sel pankreas. Sebagai contoh, hiperglikemia kronik
mengganggu fungsi islet (toksisitas glukosa) dan memperparah hiperglikemia.
Perbaikan pada kontrol glikemik sering berhubungan dengan membaiknya fungsi
islet. Meningkatnya kadar asam lemak bebas (lipotoksisitas) dan diet lemak juga
memperparah fungsi islet. Massa sel beta berkurang pada individu dengan DM
tipe 2 yang berkepanjangan.

Meningkatnya produksi glukosa dan lemak hati

Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada hati menggambarkan kegagalan


hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis, yang akan menyebabkan
kenaikan gula darah puasa dan penurunan penyimpanan glikogen oleh hati saat
5

keadaan postprandial. Peningkatan produksi glukosa hepatik biasanya terjadi pada


fase awal rangkaian perkembangan diabetes, namun demikian mungkin juga
terjadi setelah kondisi sekresi insulin yang abnormal dan resistensi insulin di otot
skeletal. Hal ini menyebabkan meningkatnya pengeluaran asam lemak bebas dari
adiposit sehingga terjadi peningkatan sintesis lemak (VLDL dan trigliserida) di
hepatosit. Penyimpanan lemak ini dapat menyebabkan penyakit nonalcoholic fatty
liver dan bertanggung jawab terhadap dislipidemia (meningkatnya trigliserida,
penurunan HDL, dan peningkatan LDL) pada pasien DM tipe 2.

2.4. Diagnosis7

DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis


tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah
yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan


adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik, seperti:

- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat


badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Diagnosis Diabetes Melitus menurut PERKENI adalah :

- Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl. Puasa adalah kondisi


tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
- Atau Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban 75 gram.
- Atau Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan
klasik.
6

- Atau Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode High-


Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi
glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT). 1. Glukosa
darah puasa terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam

Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko


DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT,
sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan
GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara
menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Pemeriksaan
penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan
mengingat biaya yang ma- Konsensus Pengendalian dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011 9 hal, yang pada umumnya tidak
diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi merekayang diketemukan adanya
kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada saat
pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check- up.

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok risiko tinggi yaitu:


Kelompok dengan berat badan lebih ( IMT 23kg/m 2) yang disertai dengan
satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
- Aktivitas fisik yang kurang
- First-degree relative DM
- Kelompok ras/etnis tertentu
7

- Perempuan yang memiliki riwayat mealhirkan bayi dengan BB > 4 kg


atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional
- Hipertensi (140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi)
- HDL >35 mg/dL dan atau trigliserida > 250mg/dL
- Wanita dengan sindrom polikistik ovarium
- Riwayat prediabetes
- Obesitas berat, akantosis nigrikans
- Riwayat penyakit kardiovaskular

Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil,


dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa
faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
8

Gambar 2.1. Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi


Glukoasa.

2.5. Tatalaksana7,8,9

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas


hidup penyandang diabetes, yang meliputi:
a. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut
b. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
9

c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa


darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan
pasien secara komprehensif. Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum:
1 Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
a Riwayat Penyakit
- Gejala yang dialami oleh pasien.
- Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
- Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung
koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit
DM dan endokrin lain).
- Riwayat penyakit dan pengobatan.
- Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.

b Pemeriksaan Fisik
- Pengukuran tinggi dan berat badan.
- Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru
dan jantung
- Pemeriksaan kaki secara komprehensif

c Evaluasi Laboratorium
- HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada
pasien yang mencapai sasaran terapi dan yang memiliki
kendali glikemik stabil. dan 4 kali dalam 1 tahun pada pasien
dengan perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran
terapi.
- Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.

d Penapisan Komplikasi
10

Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang


baru terdiagnosis DM tipe 2 melalui pemeriksaan :
- Profil lipid dan kreatinin serum.
- Urinalisis dan albumin urin kuantitatif.
- Elektrokardiogram.
- Foto sinar-X dada
- Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh
dokter spesialis mata atau optometris.
- Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk mengenali
faktor risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh
darah kaki, tes monofilamen 10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI).

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa


darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan
perilaku. Pilar penatalaksanaan DM, adalah:
a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting
dari pengelolaan DM secara holistik.

b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)


Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

1. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:


i. Karbohidrat
a) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total
asupan energi.
b) Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
c) Makanan harus mengandung karbohidrat terutama
yang berserat tinggi.
11

d) Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang


diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang
lain
e) Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
f) Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula,
asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted
Daily Intake)
g) Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan
karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat
diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.
2. Lemak
a) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.
Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
b) Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
c) Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak
tidak jenuh tunggal.
d) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain :
daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
e) Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.

3. Protein

a) Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.


b) Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,
dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu
rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.
c) Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari
kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik
tinggi.
4. Natrium
12

a) Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama


dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari
3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
b) Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400
mg garam dapur.
c) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin,
soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan
natrium nitrit.

5. Serat
a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes
dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,
buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat,
karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain
yang baik untuk kesehatan.
b. Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/1000 kkal/hari.

6. Pemanis alternative

a) Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan


pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula
alkohol dan fruktosa.
b) Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,
sorbitol dan xylitol.
c) Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori
sehari.
d) Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang
diabetes karena efek samping pada lemak darah.
e) Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame
potassium, sukralose, neotame.
13

f) Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas


aman (Accepted Daily Intake / ADI )

c. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5
hari seminggu selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit
perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal)
seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut
jantung maksimal dihitung dengan cara = 220-usia pasien.

d. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
1. Obat Antihiperglikemia oral
Berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi 5 golongan:
a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan
glinid
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama
untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih
boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk
menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang
nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang.
Glinid
Merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat
asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
14

diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan


diekskresi secara cepat melalui hati.

b. Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion


Metformin Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki
ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan
hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.
Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat
atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa
pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan
memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut
Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor
inti termasuk di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat
memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal
hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.
Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

c. Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa.


Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan bila
15

GFR 30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable


bowel syndrome. Mempunyai efek samping perut kembung disertai
flatulen.

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)


Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-
IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon
bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).

e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)


Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes
oral jenis baru yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal
ginjal dengan cara menghambat transporter glukosa SGLT-2. Obat
yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

Tabel 2.1. Profil Obat Antihiperglikemia Oral Yang Tersedia di Indonesia.


Efek
Penurunan
Golongan Obat Cara Kerja Utama Samping
HbA1c
Utama
BB naik
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin hipoglikemia 1,0-2,0%
BB naik
Glinid Meningkatkan sekresi insulin hipoglikemia 0,5-1,5%
Menekan produksi glukosa hati & Dispepsia,
Metformin menambah sensitifitas terhadap diare, asidosis 1,0-2,0%
insulin laktat
Penghambat
Flatulen, tinja
Alfa- Menghambat absorpsi glukosa 0,5-0,8%
lembek
Glukosidase
Menambah sensitifitas terhadap
Tiazolidindion Edema 0,5-1,4%
insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi insulin, Sebah,
DPP-IV menghambat sekresi glukagon 0,5-0,8%
muntah
16

Penghambat Nenghambat reabsorpsi glukosa di tubuli


SGLT-2 distal ginjal ISK 0,5-0,9%

2. Obat Antihiperglikemia Suntik


a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetic
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OAO

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:


Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed
insulin).

Dasar pemikiran terapi insulin:


- Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi
prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi
insulin yang fisiologis.
- Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan
17

timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi


insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
- Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi.
- Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan
glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai
dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan
untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal
(insulin kerja sedang atau panjang).
- Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat
dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran
terapi belum tercapai.
- Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai,
sedangkan A1C belum mencapai target, maka dilakukan
pengendalian glukosa darah prandial (meal-related). Insulin yang
dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial
adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek
(short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial
dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali
insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial
(basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).
- Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk
menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat
peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau
penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose).
- Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
18

Tabel 2.2. Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja.

Awitan Lama
Jenis Insulin Puncak Efek Kemasan
(onset) Kerja
Kerja Cepat (Rapid-Acting) (Insulin Analog)
Insulin Lispro
(Humalog) Insulin Pen/cartridge
Aspart (Novorapid) 5-15 menit 1-2 jam 4-6 jam Pen, vial
Insulin Glulisin (Apidra) Pen

Kerja Pendek (Short-Acting) (Insulin Manusia, Insulin Reguler )


Humulin R Actrapid Vial,
Sansulin 30-60 menit 2-4 jam 6-8 jam pen/cartridge

Kerja Menengah (Intermediate-Acting) (Insulin Manusia, NPH)


Humulin N Insulatard Vial,
Insuman Basal 1,54 jam 4-10 jam 8-12 jam
pen/cartridge

Kerja Panjang (Long-Acting) (Insulin Analog)


Insulin Glargine
(Lantus) Insulin Detemir 13 jam Hampir tanpa 12-24 jam Pen
(Levemir) puncak

Kerja Ultra Panjang (Ultra Long-Acting) (Insulin Analog)

Hampir tanpa Sampai 48


Degludec (Tresiba)* 30-60 menit
puncak jam
Campuran (Premixed) (Insulin Manusia)
70/30 Humulin (70%
NPH, 30% reguler) 30-60 menit 312 jam
70/30 Mixtard (70%
NPH, 30% reguler)
Campuran (Premixed, Insulin Analog)
19

75/25 Humalogmix
(75% protamin lispro, 12-30 menit 1-4 jam
25% lispro)
70/30 Novomix (70%
protamine aspart, 30%
aspart)

b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan
pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja
sebagai perangsang pengelepasan insulin yang tidak menimbulkan
hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi
pada pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan
mungkin menurunkan berat badan. Efek samping yang timbul pada
pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang
termasuk golongan ini adalah Liraglutide, Exenatide, Albiglutide,
dan Lixisenatide.

3. Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara
terpisah ataupun fixed dose combination dalam bentuk tablet tunggal,
harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang
berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadar glukosa
darah yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga
obat antihiperglikemia oral dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
obat antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai
dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk
dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat
menjadi pilihan.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin
basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang
20

diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pendekatan terapi tersebut


pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah
puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin
basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial,
serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan.
21

Gambar 2.2. Algoritma Pengolahan DM tipe 2


22

2.6. Komplikasi8,10,11,12
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang akan diderita
seumur hidup, sehingga progresifitas penyakit ini akan terus berjalan dan
pada suatu saat akan menimbulkan komplikasi. Penyakit DM biasanya
berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat
menyebabkan kematian akibat komplikasi akut maupun kronis.
a. Komplikasi Akut
Ada tiga komplikasi akut DM yang penting dan berhubungan dengan
gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga
komplikasi tersebut adalah:
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah
<60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada pasien diabetes
harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea
dan insulin. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik
(berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-
glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).
2. Ketoasidosis diabetik
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar glukosa darah yang
terlalu tinggi dan kadar insulin yang rendah, maka tubuh tidak dapat
menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh
akan memecah lemak sebagai sumber energi alternatif. Pemecahan
lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton dalam darah
atau disebut dengan ketosis. Ketosis inilah yang menyebakan derajat
keasaman darah menurun atau disebut dengan istilah asidosis. Kedua
hal ini lantas disebut dengan istilah ketoasidosis. Adapun gejala dan
tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien ketoasidosis diabetik
adalah kadar gula darah > 240 mg/dl, terdapat keton pada urin,
dehidrasi karena terlalu sering berkemih, mual, muntah, sakit perut,
sesak napas, napas berbau aseton, dan kesadaran menurun hingga koma.
3. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)
Sindrom HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia serta diikuti oleh perubahan tingkat
23

kesadaran. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa


kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten
menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan
berpindah dari ruang intrasel ke ruang ekstrasel. Dengan adanya
glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaaan hipernatremia dan
peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antar HHNK dan
ketoasidosis diabetes adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada
HHNK. Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi,
dehidrasi berat, takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi.
b. Komplikasi Kronis
1. Komplikasi Makrovaskular (makroangiopati)
- Pembuluh darah jantung
Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan
penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan
pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang
dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa
terjadi.
- Pembuluh darah perifer
Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang
dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih
dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada
orang yang tidak mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di
kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila diabetes
berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan wanita dapat
mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping
diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang
sukar sembuh, pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada
pembuluh darah jantung.
- Pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai
darah ke otak menurun.
2. Komplikasi Mikrovaskular (mikroangiopati)
- Kerusakan mata (retinopati)
24

Retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kecil.


Kadar glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah
retina sehingga terjadi perubahan pada pembuluh darah kecil di
retina ini yang dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan
bahkan dapat menjadi penyebab utama kebutaan.
- Kerusakan ginjal (nefropati)
Pada keadaan kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme
filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran
protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam
pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut
diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.
3. Kerusakan saraf (neuropati)
Bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan
menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding
pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi
kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik. Neuropati diabetik
dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-
pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim.
Neuropati yang paling sering dan paling penting terjadi adalah
neuropati perifer yang menyebabkan hilangnya sensasi distal. Gejala
yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan
lebih terasa sakit di malam hari. Komplikasi ini berisiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki dan amputasi.

2.7. Pencegahan dan Edukasi1,8,10,13


a. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi
penyuluhan meliputi antara lain:
1. Program penurunan berat badan.
Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat
badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk
25

menurunkan risiko terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa.


Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan 5-10% dapat
mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe 2.
2. Diet sehat
- Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko.
- Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal.
- Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi
dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa
darah yang tinggi setelah makan.
- Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut.
3. Latihan jasmani
- Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,
mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat
meningkatkan kadar kolesterol-HDL.
- Latihan jasmani yang dianjurkan: dikerjakan sedikitnya selama 150
menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70%
denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan
aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal). Latihan
jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.

4. Menghentikan merokok
Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan
kardiovaskular. Meski merokok tidak berkaitan langsung dengan
timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat
komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2.

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi pada pasien yang telah menderita DM. Syarat untuk
mencegah komplikasi adalah kadar gula darah harus selalu terkendali
mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun. Di samping itu,
tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada
resistensi insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipid
itu harus diutamakan cara-cara nonfarmakologis dulu, misalnya diet,
olahraga, tidak merokok, dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru
menggunakan obat baik oral maupun insulin.
26

Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan memegang


peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani
program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat. Penyuluhan untuk
pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru. Penyuluhan
dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap
kesempatan pertemuan berikutnya.
Pada pencegahan sekunder, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti
pada pencegahan primer harus dilaksanakan, ditambah dengan
peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan
kesehatan mulai dari rumah sakit kelas A sampai ke unit paling depan
yaitu puskesmas.

c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok pasien diabetes yang
telah mengalami komplikasi dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih lanjut. Upaya ini terdiri dari 3 tahap, yaitu: mencegah komplikasi
diabetes (pencegahan sekunder), mencegah berlanjutnya (progresi)
komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organ, mencegah
terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau
jaringan. Dalam upaya ini, peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya.

d. Edukasi
Tujuan dari edukasi pada pasiean diabetes adalah mendukung usaha
pasien diabetes untuk memahami perjalanan penyakitnya, pentingnya
pengendalian penyakit, komplikasi yang timbul dan resikonya, ketaatan
perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan
perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan.
Edukasi pada pasien diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri,
perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok,
meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi
lemak.

2.8. Prognosis14
27

Prognosis pada pasien DM sangat dipengaruhi oleh tingkat kontrol


penyakit mereka. Kontrol kadar glukosa normal selama upaya pencegahan
perkembangan diabetes merupakan indikasi yang baik dari perlambatan
perkembangan penyakit dan hal ini terkait dengan prognosis yang lebih baik.

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT

ANAMNESA PRIBADI
Nama : Jumikam
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Dusun IX Padang Mahondang

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Luka borok dikaki kanan
Telaah : Hal ini telah dialami os 1 minggu SMRS. Diawali
dengan rasa panas dan kulit menjadi merah pada betis depan
kaki kanan sampai telapak kaki. Kemudian muncul luka
bernanah dan lama-kelamaan berubah menjadi kehitaman.
28

Luka tidak kunjung sembuh. Lukanya berbau dan disertai


rasa nyeri. Riwayat luka trauma dikaki disangkal. Os
memiliki riwayat penyakit gula sejak 16 tahun ini. Os
mengaku kgd tertinggi yang pernah diperiksa adalah
400mg/dl. Os mengkonsumsi obat gula 1-2 tahun terakhir
secara tidak teratur. Os jarang memeriksakan kadar gula
darahnya. Riwayat demam dijumpai 5 hari SMRS,
demam turun setelah diberi obat demam, tetapi demam
kembali naik. Riwayat batuk-batuk dan sesak nafas tidak
dijumpai. BAB berwarna hitam sejak 1 hari SMRS.
Frekuensi BAB 1 kali dalam 2 hari. Mual dan muntah
kehitaman tidak dijumpai. Riwayat muka pucat (+).
Riwayat perdarahan spontan (-). Riwayat transfusi darah (-).
Nyeri ulu hati (-). Riwayat minum obat penghilang rasa
nyeri (-). Riwayat minum jamu-jamuan (-). Riwayat minum
alkohol (-). BAK berwarna kuning dengan volume 300
cc/ hari. BAK tidak disertai dengan rasa nyeri. BAK
berwarna merah disangkal. Os didiagnosa penyakit ginjal
dan saat ini sedang menjalani HD reguler dalam 8 bulan ini.
Os mengalami darah tinggi sejak os rutin HD. Riwayat
penyakit kuning tidak dijumpai.

RPT : Penyakit ginjal, Diabetes melitus, Hipertensi


RPO : Glucophage, Captopril, Voltadex, HD reguler

ANAMNESA ORGAN
Anamnesis Organ
Jantung Sesak napas (-) Edema (-)
Angina pektoris (-) Palpitasi (-)
Lain-lain (-)
Saluran Pernapasan Batuk-batuk (-) Asma, bronkitis (-)
29

Dahak (-) Lain-lain (-)


Saluran Pencernaan Nafsu makan : menurun Penurunan BB (-)
Keluhan menelan (-) Keluhan defekasi (+) BAB
Keluhan perut (-) warna hitam
Lain-lain (-)
Saluran Urogenital Sakit buang air kecil (-) Buang air kecil tersendat (-)
Mengandung batu (-) Keadaan urin : berwarna
Haid (-) seperti teh pekat
Lain-lain (-)
Sendi dan Tulang Sakit pinggang (-) Keterbatasan gerak (+)
Keluhan persendian(-) Lain-lain (-)
Endokrin Haus/polidipsi (-) Gugup (-)
Poliuri (-) Perubahan suara (-)
Polifagi (-) Lain-lain (-)
Saraf Pusat Sakit kepala (-) Hoyong (-)
Lain-lain (-)
Darah dan Pembuluh Pucat (-) Perdarahan (-)
Darah Petechiae (-) Purpura (-)
Lain-lain (-)
Sirkulasi Perifer Claudicatio intermitten (-) Lain-lain (-)

Anamnesis Famili : Kakak dan adik os mempunyai riwayat diabetes melitus dan
sudah meninggal.

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


Status Presens
Keadaan umum Keadaan penyakit
Sensorium : compos mentis Pancaran wajah : lemah
Tekanan darah : 180/90 mmHg Sikap paksa (-)
Nadi : 78 x/i Refleks fisiologis (+)
Pernapasan : 24 x/i Refleks patologis (-)
Temperatur : 37,8 C Anemia (+/+), Ikterus (-/-), Dispnu (-)
TB : 160 cm Sianosis (-), Edema (-/-), Purpura (-)
BB : 56 kg Turgor kulit : Jelek
IMT : 56/(1,6) = 21,8kg/m
(normoweight)
30

Keadaan gizi : normal


BW : 56/(160-100) x 100% = 93%

KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil
isokor ki=ka, diameter 3mm, reflex cahaya direk (+/+) / indirek
(+/+). Kesan: anemis
Lain lain : -
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Dalam batas normal
Tonsil/faring : Dalam batas normal

LEHER
Struma tidak membesar, tingkat: (-)
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-),mobilitas (-),
nyeri tekan (-)
Posisi trakea : medial, TVJ: R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain (-)

THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Simetris, Tidak ada ketinggalan bernafas

Palpasi
Nyeri tekan : tidak dijumpai
Fremitus suara : stem fremitus kanan = kiri
31

Iktus : teraba pada ICS V LMCS

Perkusi
Paru
Batas Paru Hati R/A : relatif ICS V / absolut ICS VI
Peranjakan : 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : Intercostal Space II Linea Midclavicularis
Sinistra
Batas kiri jantung : 1 cm medial Linea Midclavicularis Sinistra pada
Intercostal Space V
Batas kanan jantung : Linea Parasternal Dextra pada Intercostal Space V
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan : tidak ada
Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-),
lain-lain (-), Heart Rate:78x/menit, regular, intensitas : cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus pada seluruh lapangan paru kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP: vesikuler
ST : (-)

ABDOMEN
32

Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan Lambung/usus : (-)
Vena kolateral : (-)
Caput medusa : (-)

Palpasi
Dinding Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba.

HATI
Pembesaran : (-)
Permukaan : (-)
Pinggir : (-)
Nyeri Tekan : (-)

LIMFA
Pembesaran : (-), Schuffner (-), Haecket (-)
GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
UTERUS/OVARIUM : (-)
TUMOR : (-)

Perkusi
Pekak hati : (-)
Pekak beralih : (-)

Undulasi : (-)

Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : (-)
33

PINGGANG : Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri /Kanan


INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan
GENITAL LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum : dalam batas normal
Spincter Ani : tidak ketat
Ampula : berisi feses
Mukosa : licin
Sarung tangan : feses berwarna hitam

ANGGOTA GERAK ATAS


Deformitas sendi : (-)
Lokasi : (-)
Jari tabuh : (-)
Tremor ujung jari : (-)
Telapak tangan sembab : (-)
Sianosis : (-)
Eritma Palmaris : (-)
Lain - lain : (-)

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan


Edema - -
Arteri femoralis + +
Arteri tibialis posterior + +
Arteri dorsalis pedis + +
Reflex KPR + +
Refleks APR + +
Refleks Fisiologis + +
Refleks Patologis - -
34

Ulkus ukuran 10x4 cm, pus (+),


jar. Nekrotik (+), bau (+), pedis dextra + +

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja


Hb : 7,7g/dL Warna : Kuning Warna: Hitam
Eritrosit : 2,48 x 106/mm3 Protein : +4 Konsistensi: Encer
Leukosit : 52,7 x 103/mm3 Reduksi : +1 Eritrosit: >100/lpb
Trombosit: 606 x 103/mm3 Bilirubin :- Leukosit: 2-3/lpb
Ht: 21 % Urobilinogen : + Amoeba/Kista: -
Hitung Jenis :
Eosinofil :0% Sedimen Telur Cacing:
Basofil : 0,10 % Eritrosit : 0-1 /lpb Ascaris: -
Neutrofil : 93,9 % Leukosit : >100 /lpb Ankylostoma: -
Limfosit : 3,4 % Silinder : /lpb T. Trichiura: -
Monosit : 2,6 % Epitel : 28-51 /lpb Kremi: -

RESUME
ANAMNESA Keluhan Utama : Gangren o/t pedis dextra
Telaah : Hal ini telah dialami os 1 minggu
SMRS diawalai rasa panas dan kulit
menjadi merah dari tibialis anterior
sampai plantaris pendis, lalu muncul
nanah dan menjadi kehitaman.
Pus(+), Bau(+), Nyeri(+). Febris(+).
Melena(+).
RPT :Penyakit Ginjal, Diabetes Melitus, Hipertensi
RPO :Glucophage, Captopril, Voltadex, HD reguler
STATUS PRESENS Keadaan Umum : Sedang
35

Keadaan Penyakit : Berat


Keadaan Gizi : Normal

PEMERIKSAAN FISIK Sensorium : Compos Mentis


Tekanan darah : 180/90 mmHg
Nadi : 78x/i
Pernafasan : 24x/I
Temperatur : 37,8 C
Kepala:
Mata: Anemis(+/+), sklera ikterus (-/-)
Thorax, Abdomen:
Dalam batas normal
Ekstremitas:
Gangren o/t pedis dekstra
LABORATORIUM Darah : Anemia, Leukositosis, Trombositosis
Kemih: Proteinuria
RUTIN
Tinja : melena
DIAGNOSA BANDING Gangren diabetikum

PSMBA ec gastritis ulseratif dd ulcer bleeding


CKD stg V ec DN dengan HD reguler
DM tipe2
Hipertensi stage II
Anemia ec perdarahan dd penyakit kronis
DIAGNOSA Gangren diabetikum+ PSMBA ec gastritis ulseratif
SEMENTARA + CKD stg V ec DN+ DM tipe 2 + Hipertensi stg
II+ Anemia ec perdarahan
PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah baring
Diet : diet DM via sonde NGT
Tindakan suportif :
IVFD NaCl 0,9% 8gtt/i makro
Medikamentosa :
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Inj Metronidazole 500mg/8jam
36

Inj Omeprazole 80mg bolus selanjutnya


40mg/12 jam selama 3 hari
Inj Transamin 500mg/8jam
Inj vit K 1 amp/24jam
Valsartan 1x80mg
Amlodipin 1x5mg
Novorapid 12-12-12 U
Paracetamol 3x500mg
Perawatan luka

Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjutan


1. Urinalisa, Feces rutin, Darah rutin 6. LFT
2. KGD puasa, 2 jam pp, ad random 7. Gastroskopi
3. EKG, Foto thorax 8. Kultur pus, kultur darah
4. Foto Pedis dekstra AP 9. Anemia profile
5. Tes fungsi ginjal (RFT) : BUN, 10. Konsul bedah vaskuler
creatinine, ureum
37

FOLLOW UP

Tanggal S O A P
4 Luka pada kaki Vital sign Gangrene Tirah baring
Agustus Sensorium : compos diet DM via
kanan disertai diabetikum regio
2016 mentis sonde NGT
nanah, pedis dextra
TD : 180/90 mmHg IVFD NaCl
PSMBA ec
bengkak, dan HR : 82x/i
RR : 24x/i gastritis ulseratif 0,9% 8gtt/i
nyeri (+)
T : 37,6 0C makro
Nyeri ulu hati dd ulcer bleeding
KGD adr : 428
(+) Mata : konj. anemis CKD stg V ec DN Inj. Ceftriaxone
Mual (+) (+/+), sclera ikterik dengan HD 1gr/12 jam
Muntah (+)
(-/-) reguler Anemia Inj
BAK sedikit (+)
Leher : TVJ R-2 ec. penyakit Metronidazole
cmH2O, trakea kronis 500mg/8jam
medial, pembesaran DM tipe2 Inj Omeprazole
KGB (-) Hipertensi stage II 80mg bolus
Thorax : Anemia ec
SP : Vesikuler (+/+) selanjutnya
ST : - perdarahan dd 40mg/12 jam
Abdomen : soepel, penyakit kronis selama 3 hari
H/L/R ttb Dispepsia
Ekstremitas : oedem Trombositosis Inj Transamin
Hepatitis C 500mg/8jam
(-/-), akral hangat (+/
Hiponatremia
+) Inj vit K 1
Status
amp/24jam
Hasil Laboratorium hipokoagulasi
Hematologi Rencana
Hb : 7,5 g/dL transfuse waktu
Eritrosit : 2,50 juta/L
HD
Leukosit : 52.700/ L
Inj.
Trombosit :
Metoklopramide
606.000 /L
Ht : 22 % 1 amp/ 8 jam
Inj. Ranitidin
Hitung jenis : 1 amp/12 jam
Neutrofil : 91,20 % Valsartan 1 x 80
Limfosit : 5,20 %
38

Monosit : 3,60 % mg
Eosinofil : 0.00 %
Basofil : 0.00 % Amlodipin
1x5mg
Kimia Klinik
Faal Hemostasis Novorapid 12-
Waktu Protrombin 12-12 U
Pasien : 31.4 detik
Kontrol :14.70 detik Paracetamol
INR : 1.34 3x500mg
APTT : 1.35
Perawatan luka
Pasien : 47.3 detik
Kontrol : 35.0 detik HD regular
Waktu Trombin : 1.5
Pasien : 26.3 detik
Kontrol : 17.5 detik

Analisis Gas Darah


pH : 7.390
pCO2 : 20 mmHg
pO2 : 187 mmHg
Bikarbonat : 12.1
mmol/L
Total CO2 : 12.7
mmol/L
BE : -10.7 mmol/L
Saturasi O2 : 100.0 %
Metabolisme
Karbohidrat
Glukosa darah
(sewaktu) : 428
mg/dL

Ginjal
BUN : 83 mg/dL
Ureum : 178 mg/dL
Kreatinin : 5.09 mg/dL

Elektrolit
Na : 121 mEq/L
K : 5.4 mEq/L
39

Cl : 94 mEq/L

Imunoserologi
Anti HCV : Reaktif

5-7 Luka pada kaki Vital sign Gangrene Tirah baring


Agustus kanan (+)
Sensorium : compos
diabetikum regio diet DM via

2016 Nyeri ulu hati mentis sonde NGT


pedis dextra
TD : 170/80 mmHg IVFD NaCl
(+) PSMBA ec
HR : 80 x/i
Mual (+) RR : 20 x/i gastritis ulseratif 0,9% 8gtt/i
Muntah (+) T: 37,5 0C
dd ulcer bleeding makro
Mata : konj. anemis
CKD stg V ec DN Inj. Ceftriaxone
(+/+), sclera ikterik
dengan HD 1gr/12 jam
(-/-)
reguler Anemia Inj
Leher : TVJ R-2
ec. penyakit Metronidazole
cmH2O, trakea
kronis 500mg/8jam
medial, pembesaran
DM tipe2 Inj Omeprazole
KGB (-)
Thorax : Hipertensi stage II 80mg bolus
SP : Vesikuler (+/+) Anemia ec
ST : - selanjutnya
Abdomen : soepel, perdarahan dd 40mg/12 jam
H/L/R ttb penyakit kronis selama 3 hari
Ekstremitas : oedem Dispepsia
Trombositosis Inj Transamin
(-/-), akral hangat (+/ Hepatitis C 500mg/8jam
+) Hiponatremia
Inj vit K 1
Status
amp/24jam
hipokoagulasi
Inj.
Metoklopramide
40

1 amp/ 8 jam
Inj. Ranitidin
1 amp/12 jam
Valsartan 1 x 80
mg
Amlodipin
1x5mg

Novorapid 12-
12-12 U
Paracetamol
3x500mg
Perawatan luka
HD regular
41

8 Penurunan Vital sign Gangrene Tirah baring


Agustus Sensorium : somnolen diet DM via
kesadaran diabetikum regio
TD : 140/80 mmHg
2016 Luka pada kaki HR : 88 x/i pedis dextra sonde NGT
kanan (+) RR : 24 x/i PSMBA ec IVFD NaCl
0
Nyeri ulu hati T : 37,7 C 0,9% 8gtt/i
KGD adR : 339 gastritis ulseratif
(+) dd ulcer bleeding makro
Mual (+) CKD stg V ec DN
Pemeriksaan fisik Inj. Ceftriaxone
Muntah (+)
Mata : konj. anemis dengan HD 1gr/12 jam
(+/+), sclera ikterik reguler Anemia Inj
(-/-) ec. penyakit Metronidazole
Leher : TVJ R-2 kronis 500mg/8jam
cmH2O, trakea DM tipe2 Inj Omeprazole
medial, pembesaran Hipertensi stage II 80mg bolus
KGB (-) Anemia ec
selanjutnya
Thorax : perdarahan dd
SP : Vesikuler (+/+) 40mg/12 jam
ST : - penyakit kronis selama 3 hari
Abdomen : soepel, Dispepsia
Trombositosis Inj Transamin
H/L/R ttb
Hepatitis C 500mg/8jam
Ekstremitas :
Hiponatremia
Superior : oedem (-/-) Inj vit K 1
Inferior : dextra, Status
amp/24jam
oedem (+), ulkus (+), hipokoagulasi
Inj.
rubor (+), nyeri tekan
Metoklopramide
(+)
1 amp/ 8 jam
Hasil Laboratorium Inj. Ranitidin
Hematologi
42

Hb : 7,5 g/dL 1 amp/12 jam


Eritrosit : 2,56 juta/L Valsartan 1 x 80
Leukosit : 18.850/ L mg
Trombosit : 501.000
Amlodipin
/L
Ht : 22 % 1x5mg

Hitung jenis :
Novorapid 14-
Neutrofil : 89,90 %
Limfosit : 6,40 % 14-14 U
Monosit : 3,60 %
Eosinofil : 0.00 % Paracetamol
Basofil : 0.10 % 3x500mg

Kimia Klinik Perawatan luka


Faal Hemostasis
HD regular
Waktu Protrombin
Pasien : 39.9 detik
Kontrol :14.50 detik
INR : 2.56
APTT : 1.07
Pasien : 37.6 detik
Kontrol : 35.0 detik
Waktu Trombin : 1.36
Pasien : 24.6 detik
Kontrol : 18.0 detik
D-dimer : 530 ng/mL

Analisis Gas Darah


pH : 7.260
pCO2 : 20 mmHg
pO2 : 150 mmHg
Bikarbonat : 9.0
mmol/L
Total CO2 : 9.6
mmol/L
BE : -16.0 mmol/L
Saturasi O2 : 99 %
Asam laktat, Kapiler :
1.0 mmol/L
43

Ginjal
BUN : 115 mg/dL
Ureum : 246 mg/dL
Kreatinin : 8 mg/dL

Elektrolit
Na : 123 mEq/L
K : 4.9 mEq/L
Cl : 96 mEq/L

Imunoserologi
Procakcitonin : 6.34
ng/mL

9 Luka di kaki Vital sign Gangrene Tirah baring


Agustus kanan (+) Sensorium : somnolen diet DM via
diabetikum regio
TD : 130/70 mmHg
2016 Demam (+) HR : 100 x/i pedis dextra sonde NGT
Nyeri ulu hati RR : 24 x/i PSMBA ec IVFD NaCl
0
T: 37,4 C 0,9% 8gtt/i
KGD adR : 74 gastritis ulseratif
dd ulcer bleeding makro
CKD stg V ec DN Inj. Ceftriaxone
Pemeriksaan fisik
dengan HD 1gr/12 jam
Mata : konj. anemis
reguler Anemia Inj
(+/+), sclera ikterik
ec. penyakit Metronidazole
(-/-)
kronis 500mg/8jam
Leher : TVJ R-2
trakea DM tipe2 Inj Omeprazole
cmH2O,
medial, pembesaran Hipertensi stage II 80mg bolus
Anemia ec
KGB (-) selanjutnya
Thorax : perdarahan dd 40mg/12 jam
SP : Vesikuler (+/+) penyakit kronis
ST : - selama 3 hari
44

Abdomen : soepel, Dispepsia Inj Transamin


Trombositosis
H/L/R ttb 500mg/8jam
Ekstremitas : Hepatitis C
Inj vit K 1
Superior : oedem (-/-) Hiponatremia
Inferior : dextra, Status amp/24jam
oedem (+), ulkus (+), hipokoagulasi Inj.
rubor (+), nyeri tekan Metoklopramide
(+) 1 amp/ 8 jam
Inj. Ranitidin
1 amp/12 jam
Valsartan 1 x 80
mg
Amlodipin
1x5mg

Novorapid 14-
14-14 U
Paracetamol
3x500mg
Perawatan luka
HD regular
45

BAB 4

DISKUSI

Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kedua duanya.

Gejala Klinis Os memiliki riwayat poliuria, polidipsi,


- Keluhan klasik DM: poliuria, polifagi, dan penurunan berat badan yang
polidipsia, polifagia dan penurunan tidak dapat dijelaskan sebabnya sebelum
berat badan yang tidak dapat pasien didiagnosa dengan DM tipe 2
dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, dan
46

disfungsi ereksi pada pria, serta


pruritus vulva pada wanita.

Diagnosis Os sudah didiagnosa DM tipe 2 dari 16


Diagnosis Diabetes Melitus menurut tahun yang lalu.
PERKENI adalah : Os memiliki KGD sewaktu 428 mg/dL
- Pemeriksaan glukosa plasma puasa Os juga memiliki riwayat keluhan klasik
>126 mg/dl. Puasa adalah kondisi DM.
tidak ada asupan kalori minimal 8
jam.
- Atau Pemeriksaan glukosa plasma
200 mg/dl 2 jam setelah Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
dengan beban 75 gram.
- Atau Pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan
klasik.
- Atau Pemeriksaan HbA1c > 6,5%
dengan menggunakan metode High-
Performance Liquid Chromatography
(HPLC) yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin
Standarization Program (NGSP).

Tata Laksana Untuk penatalaksanaan DM pasien


Pilar penatalaksanaan DM, adalah: berupa :
a. Edukasi - Tirah baring
b. Terapi gizi medis - Diet DM via sonde NGT
Komposisi makanan yang dianjurkan - IVFD NaCl 0,9% 8gtt/i makro
terdiri dari karbohidrat 45-65%, lemak - Novorapid 12-12-12 U
20-25%, protein 10-20%, natrium
kurang dari 3gram, dan diet cukup serat
sekitar 25g/hari.
47

c. Latihan jasmani
d. Intervensi farmakologis
1. Obat antihiperglikemia oral
a. Pemicu sekresi insulin
(insulin secretagogue):
sulfonilurea dan glinid
b. Penambah sensitivitas
terhadap insulin: metformin,
tiazolidindion
c. Penghambat Absorpsi Glukosa:
Penghambat Glukosidase Alfa.
d. Penghambat DPP-IV
(Dipeptidyl Peptidase-IV)
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium
Glucose Co-transporter 2)
2. Obat antihiperglikemia suntik
a. insulin
b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
3. Terapi Kombinasi
Kombinasi obat antihiperglikemia
oral dan insulin yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi
obat antihiperglikemia oral dan
insulin basal (insulin kerja
menengah atau insulin kerja
panjang), yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur.
Komplikasi Saat ini os telah menderita CKD st V dan
Komplikasi menjalani HD secara reguler selama 8
a. Komplikasi Akut bulan ini. Os juga memiliki ulkus
1. Hipoglikemia
diabetikum pada kaki sebelah kanannya
Hipoglikemia ditandai dengan
menurunnya kadar glukosa darah <60
mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari
gejala adrenergik (berdebar, banyak
48

keringat, gemetar, rasa lapar) dan


gejala neuro-glikopenik (pusing,
gelisah, kesadaran menurun sampai
koma).
2. Ketoasidosis diabetik
Adapun gejala dan tanda-tanda
yang dapat ditemukan pada pasien
ketoasidosis diabetik adalah kadar gula
darah > 240 mg/dl, terdapat keton pada
urin, dehidrasi karena terlalu sering
berkemih, mual, muntah, sakit perut,
sesak napas, napas berbau aseton, dan
kesadaran menurun hingga koma.
3. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar
Nonketotik (HHNK)
Gambaran klinis sindrom HHNK
terdiri atas gejala hipotensi, dehidrasi
berat, takikardi, dan tanda-tanda
neurologis yang bervariasi.
b. Komplikasi Kronis
1. Komplikasi Makrovaskular
(makroangiopati)
- Pembuluh darah jantung
- Pembuluh darah perifer
- Pembuluh darah otak
2. Komplikasi Mikrovaskular
(mikroangiopati)
- Kerusakan mata (retinopati)
Menyebabkan menurunnya
fungsi penglihatan bahkan dapat
menjadi penyebab utama
kebutaan.
- Kerusakan ginjal (nefropati)
Pada keadaan kadar glukosa
darah meningkat, maka
menyebabkan kebocoran protein
49

darah ke dalam urin.


3. Kerusakan saraf (neuropati)
Neuropati yang paling sering
neuropati perifer yang menyebabkan
hilangnya sensasi distal. Gejala yang
sering dirasakan kaki terasa terbakar
dan bergetar sendiri, dan lebih terasa
sakit di malam hari. Komplikasi ini
berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus
kaki dan amputasi.
50

BAB 5

KESIMPULAN

Seorang Perempuan berusia 53 tahun, berdasarkan hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa dengan
Gangren diabetikum+ PSMBA ec gastritis ulseratif + CKD stg V ec DN+
DM tipe 2 + Hipertensi stg II+ Anemia ec perdarahan. Os diterapi dengan
tirah baring, diet DM via sonde NGT, IVFD NaCl 0,9% 8gtt/i makro, Inj.
Ceftriaxone 1gr/12 jam, Inj Metronidazole 500mg/8jam, Inj Omeprazole
80mg bolus selanjutnya 40mg/12 jam selama 3 hari, Inj Transamin
500mg/8jam, Inj vit K 1 amp/24jam, Valsartan 1x80mg, Amlodipin
1x5mg, Paracetamol 3x500mg, dan perawatan luka.
51

DAFTAR ISI

1. Purnamasari, D, Suyono, S.Buku Ajar Ilmu Penykit dalam Jilid 3 Edisi 6.


Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2014: 1873-1951
2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia;
2011 [Accessed 9 juli 2016]. Available at :
https://drive.google.com/file/d/0BzXy8chsYGc1d0hOVUJUN0UtbVU/view?
pli=accessed.
3. KEMENKES. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI .Waspada
Diabetes; 2014 [Accessed 9 juli 2016]. Available at
:http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-diabetes.pdf.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Konsensus
Pengelolaan & Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006; 2006
[Accessed 9 juli 2016]. Available at:
http://pbpapdi.org/images/file_guidelines/2_Konsensus %20Pengelolaaln
%20dan%20Pencegahan%20Diabets%20Melitus %20Tipe%202%20di
%20Indonesia%202006.PDF
5. Cahyono B.S.J.B.. Manajemen Ulkus Diabetik. Jakarta; 2007. 20: 104-06
6. Powers, A.C., . Diabetes Mellitus. In: Harrisons Principles of Internal
Medicine 18th edition Volume 2. USA: Mc-Graw Hill.
7. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengendalian dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI. Jakarta.
2015
8. Ndrah S. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini; 2014 [Accessed 5
Agustus 2016]. Available from :
http://cme.medicanus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Diabetes_Melitus
_Tipe_2_dan_tata_laksana_terkini.pdf.
9. Eliana, F., 2015. PENATALAKSANAAN DM SESUAI KONSESNSUS
PERKENI 2015. [Accessed 5 Agustus 2016]. Available from :
http://www.pdui-pusat.com/wp-content/uploads/2015/12/SATELIT-
52

SIMPOSIUM-6.1-DM-UPDATE-DAN-Hb1C-OLEH-DR.-Dr.-Fatimah-
Eliana-SpPD-KEMD.pdf
10. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia;
2006.
11. Nabyl. Mengenal Diabetes. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama; 2009: 96-101.
12. Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC;
2001: 165-170.
13. Wayan. Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2.
Majority. 2015. 4(9): 8-12.
14. Khardori, Romesh. Type 2 Diabetes Mellitus. 2016 [Accessed 5 Agustus
2016]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/117853-
overview#a6

Anda mungkin juga menyukai