Anda di halaman 1dari 13

Keperawatan Perkemihan

Hiperplasia Prostat Benigna (BPH)

Kelompok 6

Putri Dahlia 1311311007

Yoshi Hernanda 1311312019

Rahmi Rahayu Putri 1311311083

Fitria Sari Fauzi 1311311027

Hasrini Fitria Kamal 1311312031

Rizka Putri Kurnia 1311311005

Siti Khadijah Al-Mad 1311311035

Venti Agustin 1311312025

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2016
KAJIAN PUSTAKA

1.1 Definisi BPH

Hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi prostat,


kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan ke dalam kandung kemih
dan menyumbat aliran keluar urin dapat mengakibatkan hidronefrosis dan
hidroureter. ( Brunner & Suddhart , 2000 )

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat


yang disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50
tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat
menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan
perkemihan.

Dari beberapa definisi diatas dapat di simpulkan bahwa BPH merupakan suatu
keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau lebih yang ditandai
dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan
menjadi nodular, pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat
mengakibatkan obstruksi urin.

1.3 Etiologi BPH

Penyebab BPH :

1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada


pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor terjadinya
penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat.
2. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)

Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya


poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).

3. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel

Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan
ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran
prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi,
ejakulasi atau infeksi.

4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)

Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat.

5. Teori sel stem

Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru. Didalam
kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif.

Patofisiologi BPH
Proses pembesaran prostate ini terjadi secara perlahan-lahan, sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi penyempitan lumen uretra prostatika
dan akan menghambat aliran urine, keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut. Kontraksi yang terus
menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi
otot detrusor (menebal dan meregang) sehingga terbentuklah selula, sekula dan
divertikel buli-buli.
Fase penebalan detrusor ini disebut juga fase kompensasi. Dan apa bila
berlanjut, maka detrusor akan mengalami kelelahan dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi, sehingga terjadi retensio
urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas. (Arief Manjoer, et al, 2000)
Turp merupakan pembedahan bph yang paling sering di lakukan dimana
endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Cara ini cocok untuk hyperplasia
yang kecil. Reseksi Kelenjar prostate dilakukan ditrans-uretra yang dapat
mengiritasi mukosa kandung kencing sehingga dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan, untuk itu tindakan ini mempergunakan cairan irigasi (pembilas) agar
daerah yang direseksi tidak tertutup darah.
WOC BPH
(Terlampir)
Manifestasi Klinis BPH
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary
Tract Symptoms (LUTS), yang dibedakan menjadi :

1. Gejala Obstruktif
Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
Intermitency yaitu terputusnya aliran
Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi
Urgensi yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
Frekuensi yaitu pnderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

Komplikasi BPH
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat
dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
Retensi Urine, Perdarahan, Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi, Infeksi
saluran kemih akibat kateterisasi, Hidroureter, Hidronefrosis, Cystisis, prostatitis,
epididymitis, pyelonefritis., Hipertensi, Uremia, Prolaps ani atau rectum,
hemorroid, Gagal ginjal

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan colok dubur

Untuk pemeriksaan keadaan tonus sfingtr anus, mukosa rectum, kelainan lain
seperti benjolan dalam rectum dan prostat.

2. Pemeriksaan Radiologi

Foto polos abdomen, BNO-IVP, dan Systocopy/Systografi.

3. USG (Ultrasonografi)

Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga


keadaan buli-buli termasuk residual urin.

Penatalaksanaan BPH
Jenis pengobatan pada BPH antara lain:
1. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang
diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi
minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol.
2. Terapi medikamentosa

a. Penghambat adrenergik (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor


pada otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi.
b. Penghambat enzim 5--reduktase, menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil.

3. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk
terapi bedah yaitu : Retensi urin berulang , Hematuri, Tanda penurunan
fungsi ginjal, Infeksi saluran kemih berulang, Tanda obstruksi berat seperti
hidrokel, Ada batu saluran kemih.

ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur, alamat, asal
kota, dan daerah, asal suku bangsa, nama orangtua dan pekerjaan orangtua.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama/ Alasan Masuk Rumah Sakit
Biasanya keluhan utama pasien dengan BPH adalah rasa nyeri saat
BAK dan sulit BAK.
b. Data subyektif
Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.. Pasien mengatakan tidak
bisa melakukan hubungan seksual.Pasien mengatakan buang air
kecil tidak terasa.
c. Data Obyektif :
Terdapat luka insisi, Takikardi, Gelisah, Tekanan darah meningkat,
w ajah ketakutan,terpasang kateter

3. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian yang perlu dilakukan pada penderita Benigna Prostat
Hipertrofi, yaitu:

a. Sirkulasi
Tanda : Peninggian TD (efek pembesaran ginjal).

b. Eliminasi
Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine, tetesan, keragu-raguan pada
berkemih awal, ketidakrnampuan untuk mengosongkan kandung kemih
dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih, nokturia, disuria,
hematuria, duduk untuk berkemih, ISK berulang, riwayat batu (stasis
urinaria), konstipasi (protrusi prostat kedalam rektum).

c. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan.

d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri suprapubis, panggul, atau punggung, tajam, kuat (pada
prostatitis akut). Nyeri punggung bawah.

e. Keamanan
Gejala : Demam.

f. Seksualitas
Gejala : Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual.

g. Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal. Penggunaan
antihipertensif atau antidepresan, antibiotik urinaria atau agen antibiotik.
obat yang dijual bebas untuk flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.

Pemeriksaan Fisik

Abdomen
Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal
insufisiensi dari obstruksi yang lama.
Kandung kemih
Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik retensi urine
Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan
menimbulkan pasien ingin buang air kecil retensi urine
Perkusi : Redup residual urine
Pemeriksaan penis uretra
Kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur
uretra, batu uretra/femosis.
Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) posisi knee chest,
syarat: buli-buli kosong/dikosongkan. Tujuan: Menentukan
konsistensi prostat dan besar prostat.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Intra Vena Pyelografi ( IVP )
Untuk mengetahui gambaran trabekulasi buli, residual urine post
miksi, dipertikel buli.
b. BOF
Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi
Untuk melihat ada tidaknya refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d. USG
Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan
menilai pembesaran prostat jinak/ganas.
e. Pemeriksaan Endoskopi.
f. Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan
obstruksi leher buli-buliQ max : > 15 ml/detik non obstruksi10 -
15 ml/detik border line< 10 ml/detik obstruktif

NO NANDA NOC NIC


1. Retensi Urin 1. Urinary elimination Urinary Retention Care
2. Urinary Contiunence - Monitor intake dan output
Kriteria Hasil : - Monitor penggunaan obat
1. Berkemih dengan antikolinergik
jumlah yang cukup, tidak - Monitor derajat distensi bladder
teraba distensi kandung - Stimulasi reflek bladder dengan
kemih kompres dingin pada abdomen.
2. menunjukkan risedu 2. Managemen Eliminasi Urin
pasca berkemih kurang - monitor eliminasi urine termasuk
dari 50cc dengan tidak frekuensi, konsistensi volume dan
adanya tetesan atau warna yang sesuai
kelebihan aliran - memantau tanda dan gejala retensi
urin
- perhatikan waktu eliminasi urin
- laporkan pada dokter jika tanda
dan gejala infeksi saluran
kemih
- mengajarkan pasien untuk
mendapatkan spesimen urin
untuk mengenali tanda dan
gejala infeksi
- mengajarkan pasien untuk
minum 8 ons cairan dengan
makanan antara waktu makan
dan di sore hari

2. Nyeri Akut Kriteria hasil : 1. Manajemen Nyeri


a. Kontrol nyeri Lakukan penilaian nyeri secara
- Pasien dapat
komprehensif dimulai dari
mengatakan nyeri
lokasi, karakteristik, durasi,
hilang atau
terkontrol frekuensi, kualitas, intensitas dan
b. Tingkatan nyeri penyebab.
- Nyeri klien
Kaji ketidaknyamanan secara
menurun
nonverbal, terutama untuk
pasien yang tidak bisa
mengkomunikasikannya secara
efektif
Pastikan pasien mendapatkan
perawatan dengan analgesic
Kontrol faktor lingkungan yang
dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada pasien
(suhu ruangan, pencahayaan,
keributan)
Mendorong pasien dalam
memonitor nyerinya sendiri
Ajari untuk menggunakan tehnik
non-farmakologi (spt:
biofeddback, TENS, hypnosis,
relaksasi, terapi musik, distraksi,
terapi bermain, acupressure,
apikasi hangat/dingin, dan
pijatan )
Kolaborasikan dengan pasien
dan tenaga kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan metoda
dalam mengatasi nyeri secara
non-farmakologi.
2. Administrasi Analgesic
tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis dan frekuensi
cek riwayat alergi
pilih analgetik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgetik
ketika pemberian lebih dari satu
monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
pertama kali
Melaksanakan tindakan untuk
mengurangi efek yang tidak
diinginkan dari
analgesik(misalnya, sembelit dan
iritasi lambung)

3. Resiko Infeksi Kontrol Resiko Pengontrolan Infeksi


Mengetahui resiko Ciptak
Memperhatikan factor an lingkungan ( alat-alat,
resiko lingkungan berbeden dan lainnya) yang
Perhatikan factor nyaman dan bersih terutama
resiko perilaku setelah digunakan oleh pasien
individu Gunak
an alat-alat yang baru dan
berbeda setiap akan
melakukan tindakan
keperawatan ke pasien
Tempa
tkan pasien yang harus
diisolasi yang sesuai dengan
kondisi pasien
Batasi
jumlah pengunjung sesuai
kondisi pasien
WOC BPH
Daftar Pustaka

Doengoes E. maryline. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta, EGC: 2000

Haryono, Rudi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Perkemihan.

Yogyakarta : Rapha Publishing.

Mansjoer. Dkk.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta, EGC : 2000

Prabowo, Eko, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai