BLOK KEGAWATDARURATAN
KELOMPOK A-1
Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi
2017
SKENARIO 1
PERDARAHAN PADA KEHAMILAN
Seorang pasien usia 27 tahun datang ke IGD RSUD dengan kelihan nyeri pada
perut sejak 3 jam yang lalu disertai dengan keluar darah dari kemaluan. Usia
kehamilan dihitung dari haid terakhir didapatkan 34 minggu. Pasien melakukan
Antenatal Care di Puskesmas sebanyak 4 kali dan terakhir kontrol satu minggu yang
lalu. Pasien juga pergi ke paraji dan periksa terakhir sebelum ke RS untuk diurut.
Selama kehamilan pasien mengalami kenaikan berat badan 10 kg dan tidak ada edema
pada tungkai. Dari riwayat penyakit keluarga diketahui tidak ada riwayat penyakit
jantung, ginjal, DM, dan hipertensi dalam keluarganya. Dilakukan pemeriksaan fisik
dengan hasil pasien tampak sakit sedang dan didapatkan tekana darah 110/70 mmHg,
frekuensi nadi 110 kali per menit, suhu 37oC dan nafas 20 kali per menit. Dari status
obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 28 cm, denyut jantung janin tidak jelas.
Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak darah warna merah kehitaman mengalir
dari OUI dan pembukaan serviks tidak ada. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
penunjang USG dengan hasil kehamilan tunggal dengan janin presentasi kepala dan
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan protein urin negatif. Dari pemeriksaan
CTG didapatkan kesan gawat janin.
KATA SULIT
2
1. CTG (Cardiotocography) : metode yang digunakan untuk evaluasi kondisi
janin selama kehamilan dengan cara mengukur denyut jantung janin baik saat
kontraksi atau tidak
2. ANC (Antenatal Care) : pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk
memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala
PERTANYAAN
JAWABAN
1. Djj, usia janin, tanda vital ibu, berat badan ibu, tinggi fundus, letak janin
2. Karena ada pendarahan dan tekanan di dalam abdomen naik, menimbulkan
nyeri; karena ada pendarahannya keluar lewat samping
3. Djj <120x/menit, air ketuban berwarna hijau/ berbau, frekuensi gerak janin
menurun
4. Terminasi kehamilan, karena gawat janin dan plasenta sudah lepas. Dilakukan
secara sectio karena cervix belum terbuka
5. Hipertensi pada ibu, kehamilan dan anemia, gerak janin berkurang
6. Karena tidak ada tanda pre-eklamsi
7. Solutio plasenta, karena ada perdarahan kehitaman, ada nyeri pada perut, dan
ada hipertensi
8. Hipertensi menyebabkan rentannya pecah pembuluh darah jadi menyebabkan
pendarahan
9. Karena dengan diurut dapat mnyebabkan pecahnya pembuluh darah
HIPOTESIS
3
Hipertensi pada kehamilan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah
kemudian menyebabkan pendarahan. Kemudian dilakukan ANC didapatkan nyeri
perut, td: 110/70 mmhg, nadi: 110x/menit, djj bayi tidak jelas, keluar darah
kehitaman, serviks tertutup, protein urin (-), hasil CTG menunjukan gawat janin.
Kemudian ditegakkan diagnosis yaitu solutio plasenta. Tatalaksana yang perlu
dilakukan yaitu perbaiki keadaan umum (resusitasi cairan, pasang oksigen,
pemeriksaan darah rutin & urin) pematangan paru bagi janin, kemudian terminasi
secara sectio sesaria.
SASARAN BELAJAR
4
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140
mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg (Boyce dkk, 2011).
a. Primigravida
b. Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
c. Umur yang ekstrim.
d. Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan eklampsia
e. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
f. Obesitas
1.3. Klasifikasi
5
1) Hipertensi
2) Proteinuria
Pada wanita tidak hamil dijumpai protein dalam urin sekitar 18 mg/24 jam.
3) Edema
4) Oliguria
Urin normal pada wanita hamil adalah 600-2000 ml dalam 24 jam. Oliguria
dan anuria meurpakan tanda yang sangat penting pada preeklampsia dan
merupakan indikasi untuk terjadi terminasi sesegera mungkin. Walaupun
demikian, oliguria atau anuria dapat terjadi karena sebab prerenal, renal dan
post renal. Pada preeklampsia, hipovolemia tanpa vasokonstriksi yang berat,
intrarenal dapat menyebabkan oliguria. Kegagalan ginjal akut merupakan
komplikasi yang jarang pada preeklamspia, biasanya disebabkan nekrosis
tubular, jarang karena nekrosis kortikal. Pada umumnya kegagalan ginjal akut
6
ditandai dengan jumlah urin dibawah 600 ml/24 jam dan 50% dari kasus
tersebut terjadi sebagai komplikasi koagulasi intravaskular yang luas disebaban
solusio plasenta.
5) Kejang
Kejang tanpa penyebab lain merupakan diagnosis eklampsia, kejang,
merupakan salah satu tanda dari gejala dan tanda gangguan serebral pada
preeklampsia. Tanda-tanda serebral yang lain pada preeklampsia antara lain,
sakit kepala, pusing, tinnitus, hiperrefleksia, gangguan visus, gangguan mental,
parestesia dan klonus. Gejala yang paling sering mendahului kejang adalah sakit
kepala, gangguan visus dan nyeri perut atas.
6) Asam Urat
Korelasi meningkatnya asam urat dengan gejala-gejala kilinis dari
toksemia gravidarum mula-mula didapatkan oleh williams. Kadar asam urat
juga mempunyai korelasi dengan beratnya kelainan pada biopsi ginjal. Kelainan
patologis pembuluh darah uteroplasenta dan berkorelasi dengan luaran janin
pada preeklampsia. Hiperuricemia menyebabkan kematian perinatal.
7) Gangguan Visus
1.5. Tatalaksana
7
d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi
kejang.
e. Pemberian MgSO4 dibagi :
- Loading dose (initial dose) : dosis
awal
- Maintenance dose : dosis lanjutan.
f. Anti hipertensi
Diberikan : bila tensi 180/110 atau MAP 126
Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub
lingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran
pencernaan makanan.
Desakan darah diturunkan secara bertahap :
1. Penurunan awal 25% dari desakan sistolik
2. Desakan darah diturunkan mencapai :
3. - < 160/105
- MAP < 125
Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL
diberikan secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat
diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal
dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5
menit
g. Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :
1. Memperberat penurunan perfusi plasenta
2. Memperberat hipovolemia
3. Meningkatkan hemokonsentrasi
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka
1.6. Komplikasi
a. Anti hipertensi
Diberikan : bila tensi 180/110 atau MAP 126
Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah
(sub lingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui
saluran pencernaan makanan.
Desakan darah diturunkan secara bertahap :
1. Penurunan awal 25% dari desakan sistolik
2. Desakan darah diturunkan mencapai :
3. - < 160/105
- MAP < 125
Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL
diberikan secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam
dapat diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih
8
gagal dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg
selama 5 menit
b. Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :
1. Memperberat penurunan perfusi plasenta
2. Memperberat hipovolemia
3. Meningkatkan hemokonsentrasi
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka
Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara
bersamaan, merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan berapapun umur
gestasi.
Fetal
1.7. Prognosis
9
1.8. Pencegahan
3) Vitamin Antioxidan
Sebuah penelitian kecil mengevaluasi bahwa dosis tinggi vitamin C dan E
sebagai antioksidan untuk pencegahan preeklampsia menunjukkan hasil yang
menjanjikan tetapi membutuhkan konfirmasi dari penelitian yang lebih besar
(Duley, 2003).
10
Etiologi preeklampsia merupakan multifaktor, maka intervensi pada satu sisi
saja tidak efektif untuk mencegah preeklampsia. Tindakan preventif yang
baik hanya dapat dilakukan bila etiologi preeklampsia sudah diketahui
(Tanjung, 2004).
b. Etiologi
Faktor Determinan
a. Umur
Umur yang lebih tua dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
perdarahan antepartum. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia
aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Wanita pada umur
kurang dari 20 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami
perdarahan antepartum karena alat reproduksi belum sempurna atau matang
untuk hamil. Selain itu, kematangan fisik, mental dan fungsi sosial dari calon
ibu yang belum cukup menimbulkan keragu- raguan jaminan bagi keselamatan
kehamilan yang dialaminya serta perawatan bagi anak yang dilahirkannya.
Sedangkan umur di atas 35 tahun merupakan faktor yang dapat meningkatkan
kejadian perdarahan antepartum karena proses menjadi tua dari jaringan alat
reproduksi dari jalan lahir, cenderung berakibat buruk pada proses kehamilan
dan persalinannya.
Perdarahan antepartum lebih banyak pada usia di atas 35 tahun. Wanita
yang berumur 35 tahun atau lebih mempunyai resiko besar untuk terkena
dibandingkan dengan wanita yang lebih muda.
11
Di RS Sanglah Denpasar Bali (2001-2002) ditemukan bahwa resiko
plasenta previa pada wanita dengan umur 35 tahun 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan umur <35 tahun. Peningkatan umur ibu merupakan
faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan
arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata
sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar,
untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.
b. Pendidikan
Ibu yang mempunyai pendidikan relatif tinggi, cenderung
memperhatikan kesehatannya dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya
rendah. Dengan pendidikan yang tinggi, diharapkan ibu mempunyai
pengetahuan dan mempunyai kesadaran mengantisipasi kesulitan dalam
kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan
pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur
c. Paritas
Paritas dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu :
1) nullipara, yaitu golongan ibu yang belum pernah melahirkan.
2) primipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 1 kali.
3) multipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 2-4 kali.
4) grandemultipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 5 kali.
Frekuensi perdarahan antepartum meningkat dengan bertambahnya
paritas. Perdarahan antepartum lebih banyak pada kehamilan dengan paritas
tinggi. Wanita dengan paritas persalinan empat atau lebih mempunyai resiko
besar untuk terkena dibandingkan dengan paritas yang lebih rendah.
Pada paritas yang tinggi kejadian perdarahan antepartum semakin
besar karena endometrium belum sempat sembuh terutama jika jarak antara
kehamilan pendek. Selain itu kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan
yang sudah berulang kali direnggangkan, kehamilan cenderung menimbulkan
kelainan letak atau kelainan pertumbuhan plasenta. Akibatnya terjadi
persalinan yang disertai perdarahan yang sanngat berbahaya seperti plasenta
previa dan solusio plasenta.
Penelitian A.Wardhana dan K.Karkata (2001-2002) di RS Sanglah
Denpasar, Bali menemukan bahwa resiko plasenta previa pada multigravida
1,3 kali lebih besar dibandingkan primigravida.
Penelitian FR Bangun di RSU Dr.Pirngadi Medan selama kurun waktu
2001- 2004 dengan desain case series menemukan proporsi paritas kelompok
resiko rendah 76,2% atau 96 orang dari 126 penderita perdarahan antepartum,
sedangkan pada kelompok resiko tinggi 23,8% atau 30 orang dari 126
penderita perdarahan antepartum.
12
merupakan resiko tinggi dalam terjadinya perdarahan antepartum. Cedera
dalam alat kandungan atau jalan lahir dapat ditimbulkan oleh proses
kehamilan terdahulu dan berakibat buruk pada kehamilan yang sedang
dialami. Hal ini dapat berupa keguguran, bekas persalinan berulang dengan
jarak pendek, bekas operasi (seksio cesarea) atau bekas kuretase.
Menurut penelitian A.Wardhana dan K.Karkata di RS Sanglah
Denpasar, Bali selama tahun 2001-2002 menemukan bahwa resiko plasenta
previa pada wanita dengan riwayat abortus adalah 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat abortus.
Pasien dengan plasenta previa menghadapi 4-8% resiko terkena
plasenta previa pada kehamilan berikutnya. Kejadian solusio plasenta juga
meningkat di kalangan mereka yang pernah menderita solusio plasenta
(rekurensi). Setiap pasien dengan riwayat solusio plasenta harus
dipertimbangkan mempunyai resiko pada setiap kehamilan berikutnya.
e. Kadar Hb
Pada kehamilan anemia relatif terjadi karena volume darah dalam
kehamilan bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang
disebut hidremia. Volume darah tersebut mulai bertambah jelas pada minggu
ke-16 dan mencapai puncaknya pada minggu ke-32 sampai ke-34 yaitu kira-
kira 25%. Meskipun ada peningkatan dalam volume eritrosit secara
keseluruhan, tetapi penambahan volume plasma jauh lebih besar sehingga
konsentrasi haemoglobin dalam darah menjadi lebih rendah.
Menurut WHO ( 1979 ) kejadian anemia ibu hamil berkisar antara 20%
sampai 89% dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. Ibu hamil yang
menderita anemia lebih peka terhadap infeksi dan lebih kecil kemungkinan
untuk selamat dari perdarahan atau penyakit lain yang timbul selama hamil
dan melahirkan. Saat ibu mengalami perdarahan banyak, peredaran darah ke
plasenta menurun. Hal ini menyebabkan penerimaan oksigen oleh darah janin
berkurang yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia janin.
f. Tekanan darah
Hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan atau yang kronik tidak
jarang ditemukan pada wanita hamil. Hipertensi pada kehamilan adalah
apabila tekanan darahnya antara 140/90 mmHg sampai 160/100 mmHg.
Hipertensi dalam kehamilan merupakan komplikasi kehamilan sebagai salah
satu trias klasik yang merupakan penyebab kematian ibu. Selain itu, pasien
dengan penyakit hipertensi kehamilan memiliki resiko pelepasan plasenta
prematur.
c. Klasifikasi
13
Definisi plasenta previa
Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya
abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir. Manuaba (1998) mengemukakan bahwa
plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah
rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim dan menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum (Saifuddin,
2002).
14
plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan
kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang subur (Manuaba,
2001).
c. Faktor pendorong
Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau
atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan
hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang
sehari) Sastrawinata,(2005).
Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa
berdasarkan pada pembukaan 4 5 cm yaitu :
a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 5 cm teraba plasenta menutupi
seluruh ostium.
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila
sebagian menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa lateralis bila
menutupi ostium bagian depan, dan plasenta previa marginalis sebagian kecil
atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan, misalnya
plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta
previa parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta previa harus
disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan (Wiknjosastro, 2002).
15
basalis yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri
menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada waktu
servik mendatar dan membuka ada bagian tapak plasenta yang lepas. Pada tempat
laserasi itu akn terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang
intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada plasenta previa betapapun
pasti akan terjadi oleh karena segmen bawah rahim senantiasa terbentuk Perdarahan
antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen
bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus
dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding
uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat
dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Mansjoer, 2001).
16
predisposisi
17
*Perdarahan berwarna merah * solusio plasenta * perdarahan gusi Gangguan
segar. pembekuan
* janin mati dalam * gambaran memar darah
* Uji pembekuan darah tidak rahim bawah kulit
menunjukkan adanya bekuan
darah setelah 7 menit * eklamsia * perdarahan dari
tempat suntikan jarum
* Rendahnya faktor * emboli air infus
pembekuan darah, ketuban
fibrinogen, trombosit,
fragmentasi sel darah
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada kasus
perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex, Periston,
Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg
valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.
18
Komplikasi plasenta previa
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa, adalah :
a. Perdarahan dan syok.
b. Infeksi.
c. Laserasi serviks.
d. Prematuritas atau lahir mati
19
berat 1 dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi
solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa
tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria
menegakkan diagnosisnya (8).
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam
500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi,
terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan (2).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua
kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi . Penelitian
retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619
kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta .
20
sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu
mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih
hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba
tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar
untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar.
Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,
walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat
tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada
keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada
pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.
21
2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar
antara selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks
hingga terjadilah perdarahan keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang
darah tidak keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom
retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau
perdarahan tersembunyi.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda
yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah
volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang
keluar tidak sesuai dengan beratnya syok. Perdarahan pada solusio plasenta
terutama berasal dari ibu,namun dapat juga berasal dari anak.
22
perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin
meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan
perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu,
hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun
juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi
sering tidak memadai atau terlambat.
23
- Kemungkinan kelainan pembekuan
darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah.
Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh
karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang
sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan
persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah.
- Persalinan diharapkan terjadi dalam
6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak
memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus
oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio
sesaria.
- Apoplexi uteroplacenta (uterus
couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika
perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka
tindakan histerektomi perlu dilakukan
24
hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi
kelainan pembekuan darah.
c. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo
di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari
134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal
pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg
%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi
gangguan pembekuan darah.
25
gemeli dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan USG, karena untuk
mengantisipasi dengan segala kemungkinan penyulit yang ada, salah satunya
insersio velamentosa ini.
b. Komplikasi
Plasenta Previa
Menurut Dutta (2004) komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi
yaitu: Selama kehamilan pada ibu dapat menimbulkan perdarahan
antepartum yang dapat menimbulkan syok, kelainan letak pada janin
sehingga meningkatnya letak bokong dan letak lintang. Selain itu juga
dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Selama persalinan plasenta
previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps tali
pusat, perdarahan postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat
menyebakan melekatnya plasenta sehingga harus dikeluarkan secara
manual atau bahkan dilakukan kuretase. Sedangkan pada janin plasenta
previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah,
munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus, kelainan kongenital
serta cidera akibat intervensi kelahiran.
Solutio Plasenta
26
plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan yang terlihat. Titik akhir dari hipotensi yang persisten
adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit
volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan
kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun
kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi
mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan
cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk
banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan
meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan
mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan
koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan
yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan
sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan
hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi
nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat
ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan
terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan
proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks
ginjal mendadak (2,5). Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui
dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin
dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal
meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan
infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan
persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
c. Prognosis
27
Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan
kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada
ibu dapat dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi darah
dan segera lakukan pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap janin
lebih burik oleh karena kelahiran yang prematur lebih banyak pada
penderita plasenta previa melalui proses persalinan spontan maupun
melalui tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang intensif
pada neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal
(Cunningham, 2005).
Punya prognosis yang buruk bagi ibu hamil dan lebih
buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta
previa. Solusio Plasenta yang ringan masih mempunyai
prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada
kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio Plasenta yang
sedang mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama
terhadap janinya karena mortilitas dan morbiditas
perinatal yang tinggi di samping morbiditas ibu, yang lebih
berat. Solusi plasenta berat mempunyai prognosis paling
buruk baik terhadap ibu lebih-lebih terhadap janin.
d. Pencegahan
Hindari minuman beralkohol, merokok, atau penggunaan obat-obatan
narkotika dan psikotropika selama kehamilan
Pemeriksaan kehamilan ke dokter atau bidan sejak awal diketahui adanya
kehamilan dan secara teratur selama masa kehamilan
Mengenali dan mengatasi adanya masalah kesehatan pada ibu hamil
seperti diabetes dan tekanan darah tinggi dapat menurunkan resiko
terjadinya solusio plasenta
28
mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat
persalinan.
b.
b. Solusio plasenta sedang dan berat
- Apabila tanda dan gejala klinis
solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi
transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.
- Apabila diagnosis solusio plasenta
dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya
1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan.
- Amniotomi akan merangsang
persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion
juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi
masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan
mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan
terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat
dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk
memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami
gangguan.
- Gagal ginjal sering merupakan
komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli
ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan
penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal,
prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita
umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui
dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin
dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang
disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal
meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang
mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan
secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
- Kemungkinan kelainan pembekuan
darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah.
Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh
karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang
sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan
persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah.
- Persalinan diharapkan terjadi dalam
6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak
memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus
oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio
sesaria.
- Apoplexi uteroplacenta (uterus
couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika
29
perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka
tindakan histerektomi perlu dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
30