Puji dan syukur penulis tunjukkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report dengan judul Kehamilan Ektopik Terganggu. Case report ini disusun
sebagai salah satu persyaratan kelulusan kepaniteraan bagian Anestesi di RSUD
Dr. Slamet Garut.
Berbagai kendala penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan Case Report
ini, namun demikian semuanya tidak terlepas dari adanya bantuan dan dukungan
dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dr. Hj. Hayati Usman Sp.An dan Dr. Dhadi Ginanjar, Sp.An serta Dr. Ferra
Mayasari, Sp. An selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dalam penulisan Case Report ini.
2. Para penata, perawat anestesi, perawat di bagian Instalasi Bedah Sentral
RSUD Dr. Slamet Garut
3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr. Slamet Garut
Semoga dengan adanya referat ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa Case Report ini jauh
dari sempurna untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran sebagai
perbaikan dalam penyusunan yang akan datang.
Akhir kata penulis mengaharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan menjalani
aplikasi ilmu.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Garut, Febuari 2017
Penyusun
STATUS PASIEN
1
DATA UMUM
1
Riwayat Obstetri
Kehamilan Cara Cara BB Jenis
Tempat Penolong Usia Keadaan
ke Kehamilan Persalinan Lahir Kelamin
I Rumah Paraji Aterm Spontan 2500 P 10 th H
II ------------------------------------------------Kehamilan saat ini ------------------------------------------------
Riwayat Perkawinan :
Status : Menikah pertama kali
Usia saat menikah : Perempuan : 22 tahun, SMP, IRT
Laki-laki : 25 tahun, SMA, Buruh
Haid
Siklus haid : Teratur
Lama haid : 7 hari
Banyaknya darah : Biasa
Nyeri haid : Tidak dirasakan
Menarche usia : 13 tahun
HPHT : 22 Desember 2016
Riwayat kontrasepsi
Suntik yang 3 bulan sejak tahun 2006 2012, Alasan berhenti KB karena
ingin memiliki anak
Prenatal Care :
Tidak pernah.
Keluhan selama kehamilan
Tidak ada
2
SpO2 : 97 %
BB : 50 kg
TB : Tidak diperiksa
Golongan Darah : B+
PEMERIKSAAN FISIK :
Kepala
Ubun ubun : Tidak cekung
Mata : Tidak cekung
Konjungtiva mata : Anemis
Air mata :+
Hidung : Sekret (+)
Mulut : Mukosa bibir lembab
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax :
COR : S1 S2 reg, M(-), G(-)
Pulmo : Retraksi sela iga (-), VBS kanan=kiri, Rh (-/-), Wh (-/-)
Pernafasan : Thorakoabdominal
Abdomen : Cembung lembut,
Ekstremitas : udem (-), sianosis (-), akral dingin (-)
LAPORAN ANESTESI
1. Informed consent: memberikan penjelasan kepada keluarga pasien
mengenai rencana, resiko, komplikasi, durasi, dan waktu pemulihan
pasien.
2. Anamnesis (alloanamnesis):
Riwayat Operasi Sebelumnya : disangkal
Riwayat asma/alergi : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan/suhu/debu : disangkal
Riwayat dm : disangkal
Riwayat darah tinggi : ada selama kehamilan trimester 3
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat merokok : disangkal
3
Riwayat kejang : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Makan terakhir : 2 jam sebelum operasi
Minum terakhir : 2 jam sebelum operasi
Lain-lain : -
3. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : GCS 13
Kesan gizi : baik
BB :50 Kg
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Suhu : afebris
Nadi : 115 x/menit
Frekuensi nafas : 27 x/menit
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 8 febuari 2017
Hb : 12,2 g/dL(namun tidak sesuai dengan klinis)
4
STATUS FISIK : ASA III (e)
A. PERI-OPERATIF
1. Siapkan stetoskop, sarung tangan steril, ETT no. 7, spuit 10 cc,
stylet/mandarin, konektor, mesin anestesi, gas (air, O2, gas volatil isoflurane),
plester Hipafix, suction, dan lampu operasi.
2. Pasien berbaring telentang di atas meja operasi OK. Pasang EKG, manset
tekanan darah, saturasi oksigen, layar monitor dinyalakan, mesin anestesi
dinyalakan.
3. Pukul 16:50 induksi dimulai dengan injeksi kentamin 100 mg secara bolus IV
sebagai hipnosedatif.
4. Pukul 16:50 dilanjutkan injeksi Atracurium 20 mg secara bolus IV sebagai
muscle relaxan.
5. Pukul 16.50 : dilanjutkan injeksi fentanyl 100 g sebagai analgesik. lalu
dilakukan bagging..
6. Intubasi dengan ETT no. 7 dengan cuff dan Guedel terpasang . Dilakukan
dengan rapid sequence intubation. Dengan stetoskop, periksa bunyi nafas
(bunyi nafas paru kanan harus sama dengan paru kiri).
7. Airway maintenance dilakukan dengan sistem nafas terkendali yang
dihubungkan dengan pipa O2 : N2O : isoflurane = 2 : 2 : 0.8.
8. Pukul 16.55 : operasi Caesar dimulai. Tanda-tanda vital dimonitor setiap 15
menit.
9. Pukul 17.20 : operasi selesai. Mulai dilakukan tindakan ekstubasi.
10. Pukul 17.35 : tindakan anestesi dinyatakan selesai dengan total durasi
anestesia 45 menit, lalu pasien dipindahkan ke ruang pemulihan beberapa
waktu kemudian.
5
0
17.0 112/7 114 14 AF
5 0
17.2 121/7 116 14 AF PRC 250cc
0 0
B. POST-OPERATIF
a. Aldrette score:
Aktivitas = 2
Pernafasan = 2
Sirkulasi = 2
Kesadaran = 2
Warna kulit = 2
b. Instruksi post-op:
Pasien dirawat di ruang pemulihan sambil dilakukan:
Observasi tanda-tanda vital: 1 jam pertama setiap 15 menit, dan 1 jam
kedua dan seterusnya setiap 30 menit.
RESUME
6
Dari anamnesis di dapatkan pasien dengan usia 24 tahun, dengan keluhan
utama nyeri pada bagian perut kanan bawah sejak 3 hari sebelum masuk Rumah
Sakit. Pasien memiliki penyakit penyerta seperti mual dan pendarahan sedikit.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tidak adanya tanda tanda komplikasi
dari kehamilan ektopik terganggu yang dapat memberatkan tindakan anestesi.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil USG yang menunjang penegakan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
7
BAB III
PEMBAHASAN
dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat
apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan secara tepat dan benar akan
ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang
normal. (Sarwono,2012)
ovum diluar rongga uterus. Sekitar 95% kasus kehamilan ektopik terjadi di
Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal
ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut
8
Etiologi
Kehamilan ektopik terganggu terjadi karena hambatan pada perjalanan
sel telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi
h Operasi pada tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi
i Abortus buatan.
j Pada hipoplasia lumen tuba sempit dan berkelok-kelok dan hal ini
9
l Ibu pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya (terdapat
Patofisiologi
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum
yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat
kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari
vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba dan faktor utama yang
vaginal.
3 Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi
muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus
dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam
10
rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai
muda.
diagnosisnya
Nyeri perut bagian bawah, pada ruptur tuba nyeri terjadi tiba-tiba dan
11
f Keadaan umum ibu dapat baik sampai buruk / syok, tergantung
rongga perut.
Diagnosis
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak(akut)
biasanya tidak sulit. Keluhan yang sering disampaikan ialah haid yang
terlambat untuk beberapa waktu atau terjadi gangguan siklus haid disertai
pervaginam.
12
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan,pucat,dan pada
terganggu jenis apitik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas,tanda dan
gejala kehamilan muda tidak jelas,demikian pula nyeri perut tidak nyata dan
sering penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila
memastikan diagnosis.
tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari
13
Gambar 2.2 Algoritma Evaluasi Kehamilan Ektopik
14
a Anamnesis dan gejala klinis
b Pemeriksaan umum : keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai
adneksa.
15
d Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan
tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
maka akan teraba sedikit membesar dan kadang teraba tumor disamping
dengan laparotomy
g Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kuldosentesis
mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah, cara ini amat
16
Pemeriksaan ini berguna dalam diagnostic kehamilan
panggul.
kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (ruptur, abortus), serta banyak dan
USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi mudgah atau janin
yang letaknya di luar kavum uteri, namun sayangnya gambaran ini hanya bisa
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu pada umumnya adalah
menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum
penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin
yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi
17
ANESTHESIA PADA PASIEN OBSTETRI KEHAMILAN
EKTOPIK TERGANGGU
Anestesi Umum
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi
yang ideal terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Pada kasus ini
anestesi yang digunakan adalah anestesi umum. Tanda-tanda klinis anesthesia
umum (menggunakan zat anestesi yang mudah menguap, terutama diethyleter)
menurut Guedel, dengan teknik open drop:
- Stadium I: analgesia dari mulanya induksi anestesi hingga hilangnya kesadaran.
Rasa nyeri belum hilang sama sekali sehingga hanya pembedahan kecil yang
dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini berakhir ditandai dengan hilangnya
reflek bulu mata.
- Stadium II: excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya respirasi
teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah.
- Stadium III: stadium pembedahan, dari mulai respirasi teratur hingga
berhentinya respirasi. Dibagi 4 plane yaitu:
a) Plane 1: dari timbulnya pernafasan teratur thoracoabdominal, anak
mata terfiksasi kadang kadang eksentrik, pupil miosis, reflek
cahaya positif, lakrimasi meningkat, reflek faring dan muntah
negative, tonus otot mulai menurun.
b) Plane 2: ventilasi teratur. Abdominothoracal, volume tidal
menurun, frekuensi nafas meningkat, anakmata terfiksasi di tengah,
pupil mulai midriasis, reflek cahaya mulai menurun dan reflek
kornea negative.
c) Plane 3: ventilasi teratur dan sifatnya abdominal karena terjadi
kelumpuhan saraf interkostal, lakrimasi tidak ada, pupil melebar
dan sentral, reflek laring dan peritoneum negative, tonus otot
makin menurun.
d) Plane 4: ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat karena otot
diafragma lumpuh yang makin nyata pada akhir plana, tonus otot
18
sangat menurun, pupil midriasis dan reflek sfingter ani dan kelenjar
air mata negative.
- Stadium IV: overdosis, dari timbulnya paralisis diafragma hingga cardiac arrest.
PREMEDIKASI ANESTESI
Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
4. Memberikan analgesia, misal pethidin
5. Mencegah muntah, misal : droperidol
6. Memperlancar induksi, misal : pethidin
7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan
hiosin
Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis pasien yang
ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan demikian maka
pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus selalu dengan
mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan,
riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat hospitalisasi sebelumnya,
riwayat penggunaan obat tertentu yang berpengaruh terhadap jalannya anestesi,
perkiraan lamanya operasi, macam operasi, dan rencana anestesi yang akan
digunakan.Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang dapat digunakan
sebagai obat premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini:
1. Narkotik analgetik, misal morfin, pethidin.
2. Transquillizer yaitu dari golongan Benzodiazepin, misal diazepam dan
midazolam.
3. Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital.
4. Antikolinergik, misal atropin dan hiosin.
5. Antihistamin, misal prometazine.
6. Antasida, misal gelusil.
7. H2 reseptor antagonis, misal cimetidine.
19
Karena khasiat obat premedikasi yang berlainan tersebut, dalam pemakaian
sehari-hari dipakai kombinasi beberapa obat untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan, misalnya kombinasi narkotik, benzodiazepin, dan antikolinergik.
Obat premedikasi yang digunakan adalah:
a. Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Terhadap SSP, atropin
merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak. Dalam dosis 0,5 mg atropin
merangsang N vagus dan menurunkan frekuensi jantung. Pada dosis yang besar
sekali atropin menyebabkan depresi nafas, eksitasi, disorientasi, delirium,
halusinasi, dan perangsangan lebih jelas di pusat yang lebih tinggi.
Lebih lanjut dapat terjadi depresi dan paralisis medulla oblongata. Terhadap
saluran nafas. Atropin mengurangi sekresi hidung, mulut, faring, dan bronkus.
Terhadap system kardiovaskuler. Pengaruh atropin terhadap jantung bersifat
bifasik. Dengan dosis 0,25-0,5 mg yang sering digunakan, frekuensi jantung
menurun, mungkin disebabkan karena perangsangan nukleus nervus vagus.
Bradikardi biasanya tidak nyata dan tidak disertai perubahan tekanan darah atau
curah jantung.Terhadap saluran cerna. Atropin bersifat menghambat peristaltik
lambung dan usus serta mengurangi sekresi liur dan lambung.Saluran kemih.
Saluran kemih ini dipengaruhi oleh atropin dalam dosis yang agak besar (kira-kira
1 mg), yang akan menyebabkan retensi urin yang disebabkan oleh relaksasi
muskulus detrusor dan konstriksi sfingter uretra. Efek samping atau toksik pada
orang muda adalah mulut kering, gangguan miksi, dan meteorismus. Pada orang
tua terjadi efek sentral terutama sindrom demensia. Efek samping lain bisa juga
timbul muka merah yang disebabkan efeknya terhadap vasodilatasi pembuluh
darah.
Sediaan : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5 mg.
Dosis : 0,01-0,02 mg/ kgBB.
Pemberian : SC, IM, IV
b. Pethidin
Merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya, depresi nafas dan efek
sentral lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah pemberian SC atau IM, tapi
masa kerja lebih pendek. Dosis toksik menimbulkan perangsangan SSP misal
tremor, kedutan otot dan konvulsi. Pada saluran nafas, akan menurunkan tidal
20
volume sedang frekuensi nafas kurang dipengaruhi sehingga efek depresi nafas
tidak disadari. Secara sistemik menimbulkan anestesi kornea dengan akibat
hilangnya refleks kornea. Obat ini juga meningkatkan kepekaan alat
keseimbangan sehingga menimbulkan mual, muntah dan pusing pada penderita
yang berobat jalan. Pada penderita rawat baring, obat ini tidak mempengaruhi
sistem kardiovaskuler, tapi penderita berobat jalan dapat timbul sinkop orthostotik
karena hipotensi akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan histamin. Absorbsi
pethidin berlangsung baik pada semua cara pemberian. Pada pemberian IV
kadarnya dalam darah akan turun cepat 1-2 jam pertama. Pethidin dimetabolisme
di hati dan dikeluarkan lewat ginjal sekitar 1/3 dosis yang diberikan. Keuntungan
penggunaan obat ini adalah memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat
anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah, memudahkan melakukan
pemberian pernafasan buatan, dan dapat diantagonis dengan naloxon.
Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc
Dosis : 1-2 mg/ kgBB
Pemberian : IV, IM,SC
1. INDUKSI
DI-ISOPROPYL PHENOL (PROPOFOL, DIPRIVAN)
Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak
kedelai, 2,25% gliserol, dan 1,2 % phosphatide telur. Pemberian intravena
propofol (2 mg/kg BB) menginduksi anestesi secara cepat seperti tiopental. Rasa
nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan
phlebitis atau trombosis. Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemik otot
jantung. Sesudah pemberian Propofol IV terjadi depresi pernapaasan sampai
apnea selama 30 detik. Hal ini diperkuat dengan premedikasi dengan opiat.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme
otak dan tekanan intrakanial akan menurun. Tak jelas adanya interaksi dengan
obat pelemas otot. Keuntungan Propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental
dan konfusi pasca operasi yang minimal. Terjadi mual, muntah dan sakit kepala
mirip dengan thiopental. Cepatnya induksi dan pemulihan dari anestesi berguna
dalam pasien rawat jalan yang memerlukan prosedur yang cepat dan singkat.
Sediaan : dalam ampul, 200mg/20cc
Dosis : 1,5-2,5 mg/kg BB
21
Pemberian : IV
2. PEMELIHARAAN
Obat anestesi maintenance yang digunakan dalam kasus ini adalah:
a. Halothane
Merupakan cairan yang tidak berwarna, berbau enak serta tidak merangsang /
iritasi, mudah menguap (volatile), tidak mudah meledak atau terbakar, tidak
bereaksi dengan soda lime absorber, mudah diuraikan oleh cahaya karena itu
harus disimpan dalam botol berwarna gelap (ambard). Merupakan obat anestesia
yang potent, kekuatan 4-5 kali eter atau 2 kali kloroform. Overdosis relatif mudah
terjadi dengan gejala kegagalan pernafasan dan sirkulasi yang dapat menyebabkan
kematian. Efek terhadap SSP sama dengan obat anestesia lain pada umumnya
yaitu mendepresi kortek serebral dan medulla. Pengaruhnya terhadap
kardiovaskular adalah vasodilatasi yang menimbulkan hipotensi dan bradikardi.
Uap halothane tidak menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan karenanya
induksi mudah dicapai tanpa batuk-batuk atau eksitasi. Halothane mendepresi
pernafasan yang pada tingkat permulaan menyebabkan pernafasan lebih cepat
(takipnu) dan dangkal, dan pada stadium lebih dalam dapat timbul gagal nafas
(henti nafas). Halothane juga mempunyai efek relaksasi yang moderat terhadap
sistem otot.
Dosis: dosis induksi 2-4%, dosis pemeliharaan 0,5-2%
Pemberian: inhalasi
22
dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam anestesi
umumnya dipakai dalam kombinasi N2O: O2 adalah sebagai berikut 60%:40% ;
70% : 30% atau 50% : 50%.
b. Non depolarisasi
- Tidak ada fasikulasi otot
- Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik
inhalasi, eter, halothane, enfluran, isoflurane
- Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan
tunggal atau tetanik
- Dapat diantagonis oleh antikolinesterase
- Contoh: tracrium (atrakurium besilat), pavulon (pankuronium
bromida), norkuron (pankuronium bromida), esmeron (rokuronium
bromida).
23
Obat pelumpuh otot yang digunakan dalam kasus ini adalah :
1. Atrakurium besilat (tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru yang
mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman leontice
leontopetaltum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat
terdahulu antara lain adalah :
Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi
kimia unik yang disebut reaksi kimia hoffman. Reaksi ini tidak bergantung
pada fungsi hati dan ginjal.
Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang.
Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg
atrakurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan
pada suhu dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.
Dosis intubasi : 0,5 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis relaksasi otot : 0,5 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis pemeliharaan : 0,1 0,2 mg/kgBB/ iv
Mula dan lama kerja atrakurium bergantung pada odsis yang dipakai. Pada
umumnya mula kerja atrakurium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedangkan
lama kerja atrakurium dengan dosis relaksasi 15-35 menit. Pemulihan fungsi
syaraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat berakhir) atau
dibantu dengan pemberian antikolinesterase. Atrakurium dapat menjadi obat
terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan penyakit jantung, hati, dan
ginjal yang berat.
24
urinaria. Dosis 0,5 mg bertahap hingga 5 mg. Biasanya diberikan bersama sama
dengan atropin dosis 1 1,5 mg.
5. INTUBASI TRAKEA
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas
bebas hambatan dan nafas mudah dibantu atau dikendalikan.sedangkan ekstubasi
trakea adalah tindakan pengeluaran pipa endotrakeal. Intubasi trakea bertujuan
untuk :
1. Mempermudah pemberian anestesi.
2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
3. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
4. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
5. Pemakaian ventilasi yang lama.
6. Mengatasi obstruksi laring akut.
Indikasi intubasi trakea adalah: tindakan resusitasi, tindakan anestesi,
pemeliharaan jalan nafas, dan pemberian ventilasi mekanis jangka panjang.
Komplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat dilakukannya tindakan
laringoskopi dan intubasi, selama pipa endotrakeal dimasukkan, dan setelah
ekstubasi.
B. TERAPI CAIRAN
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah
dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi.
2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang
diberikan, misalnya terapi dengan menggunakan diuretic.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena pemasukan kurang, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, adanya fistula enterokutan, penumpukan cairan pada
ruang ketiga (ruang ekstra sel yang tidak berfungsi), seperti pada ileus obstriktif,
peritonitis. Defisit cairan ekstra sel yang terjadi dapat diduga dengan berat
ringannya dehidrasi yang terjadi. Dehidrasi ringan (defisit cairan ekstrasel
25
sesuai dengan 4% dari berat badan), dehidrasi sedang (defisit cairan ekstrasel
sesuai dengan 6% dari berat badan), dan dehidrasi berat (defisit cairan ekstrasel
sesuai dengan 8% dari berat badan). Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24
jam adalah 2 ml/kgBB/jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan
bertambah 10-15%. Cairan yang diberikan bisa berupa cairan elektrolit (ringer
laktat, NaCl 0,9%), kalau perlu diberikan cairan koloid. Kecuali penilaian
terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi telah tercapai ialah
dengan adanya produksi urin 0,5-1 ml/kg BB/ jam.
2. Selama operasi
Pada pemberian cairan selama pembedahan, harus diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Kekurangan cairan pra bedah
b. Kebutuhan untuk pemeliharaan
c. Bertambahnya insensible loss karena suhu kamar bedah yang
tinggi, dan hiperventilasi.
d. Terjadinya translokasi cairan pada daerah operasi ke dalam ruang
ketiga.
e. Terjadinya perdarahan. Defisit cairan karena puasa, 50% nya
diberikan pada jam I, 25% nya pada jam kedua, dan 25% nya lagi
pada jam ketiga. Cairan yang diberikan ringer laktat dalam
dekstrose 5%, atau ringer laktat. Kebutuhan cairan pada dewasa
untuk operasi:
Ringan= 4 ml/kgBB/jam.
Sedang= 6 ml / kgBB/jam
Berat = 8 ml / kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10% EBV
maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah
yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan
pemberian plasma / koloid / dekstran / darah dengan dosis 1-2 kali darah yang
hilang.
26
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama
operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
C. PEMULIHAN
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi
yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan
untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Pasien yang dikelola adalah pasien
pasca anestasi umum ataupun anestesi regional. Di ruang pulih sadar dimonitor
jalan nafasnya apakah bebas ataukah tidak, ventilasinya cukup atau tidak, dan
sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain obstruksi jalan nafas karena lidah
yang jatuh ke belakang atau karena spasme laring, pasca bedah dini juga dapat
terjadi muntah yang dapat menyebabkan aspirasi. Monitor kesadaran merupakan
hal yang penting karena selama pasien belum sadar dapat terjadi gangguan jalan
nafas. Sadar yang berkepanjangan adalah akibat dari pengaruh sisa obat anestesi,
hipotermi, atau hipoksia, dan hiperkarbi. Hipoksia dan hiperkarbi terjadi pada
pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi. Menggigil yang terjadi pasca
bedah adalah akibat efek vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan menambah
beban jantung dan sangat berbahaya pada pasien dengan penyakit jantung. Ruang
pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau
masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca
operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya.
Terdapat perbedaan-perbedaan pokok dari anestesi untuk pembedahan elektif
(terencana) dengan anestesi untuk pembedahan darurat yakni :
1. Adanya bahaya aspirasi dari lambung yang berisi;
2. Adanya gangguan-gangguan pernafasan, hemodinamik dan kesadaran
yang tidak selalu dapat diperbaiki sampai optimal; dan
3. Terbatasnya waktu persiapan untuk mencari baseline data dan perbaikan
fungsi tubuh dimana penundaan pembedahan akan membahayakan jiwa
pasien.
Masalah tersebut diatas harus dapat dihindari atau diminimalisasikan oleh ahli
anestesi agar dapat dicapai suatu keberhasilan dalam melakukan pembedahan
darurat dan mengurangi risiko akibat dari pemberian anestesi umum, syarat
27
pemberian anestesi umum harus memperhatikan masalah-masalah tersebut diatas,
dan pasien harus sudah dalam keadaan stabil hemodinamikanya .
Pemilihan teknik anestesi berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia (bayi, anak,
dewasa muda, geriatri), status fisik, jenis operasi, ketrampilan ahli bedah,
ketrampilan ahli anestesi, dan pendidikan.
Pada pasien ini dilakukan anestesi umum karena akan dilakukan operasi
laparatomi eksplorasi. Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri /
sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali
(reversible).
Pada pasien ini, pasien terakhir makan 2 jam sebelum operasi, sehingga adanya
bahaya aspirasi dari lambung yang berisi. Tindakan-tindakan aktif yang dapat
digunakan untuk menghindarinya adalah :
1. Rapid Sequence Intubation (RSI) adalah suatu prosedur tehnik intubasi
yang dilakukan setelah preoksigenisasi, kemudian induksi dengan
menggunakan obat induksi yang poten lalu diikuti pemberian obat
pelumpuh otot dengan kerja cepat untuk dapat menyebabkan
penurunan kesadaran dan paralisis motorik untuk tujuan intubasi
secara cepat. Teknik ini didasari pada pasien dalam keadaan tidak
puasa atau lambung penuh yang akan dilakukan intubasi, yang
memiliki resiko aspirasi cairan atau isi lambung.
2. Posisi head down selama trakea tidak diintubasi. Posisi head down
juga setelah trakea diintubasi, kecuali bila ada trauma kapitis atau
kenaikan tekanan intrakranial.
3. Tube nasogastrik dipasang.
4. Siapkan suction yang kuat, dan bekerja baik
28
jumlah perdarahan. Cara hemodilusi ini bukan untuk menggantikan tempat
transfusi darah, tetapi untuk :
1. Tindakan sementara, sebelum darah datang.
2. Mengurangi jumlah transfusi darah sejauh transport oksigen masih
memadai.
3. Menunda pemberian transfusi darah sampai saat yang lebih baik (misalnya :
pemberian transfusi perlahan-lahan/postoperatif setelah penderita sadar, agar
observasi lebih baik jika terjadi reaksi transfusi).
4. Cairan elektrolit mengembalikan sequestrasi/third space loss yang terjadi
pada waktu perdarahan/shock. Jumlah darah yang hilang tidak selalu dapat
diukur namun dengan melihat akibatnya pada tubuh penderita, jumlah darah
yang hilang dapat diperkirakan sbb. :
a) preshock : kehilangan s/d 10%
b) shock ringan : kehilangan 10 - 20%. Tekanan darah turun, nadi naik,
perfusi dingin, basah, pucat.
c) shock sedang : kehilangan 20 - 30%. Tekanan darah turun sampai 70
mmHg. Nadi naik sampai diatas 140. Perfusi buruk, urine berhenti.
d) shock berat : kehilangan lebih dari 35% : Tekanan darah sampai tak
terukur, nadi sampai tak teraba. Untuk fluid lose pada kasus-kasus
abdomen akut diberikan elektrolit dengan pedoman:
Berkurangnya volume cairan intersisial menyebabkan
terjadinya tanda-tanda intersisial yaitu : turgor kulit jelek,
mata cekung, ubun-ubun cekung, selaput lendir kering.
Berkurangnya volume plasma menyebabkan terjadinya
"tanda-tanda plasma" yaitu takhikardia, oliguria, hipotensi,
shock.
Berdasarkan tanda-tanda itu maka perkiraan besarnya defisit
adalah sebagai berikut :
Tanda-tanda intersisial minimal : deficit 4% dari berat badan.
Tanda-tanda intersisial dan tanda plasma sedang : deficit 7%
dari berat badan.
Tanda-tanda intersisial dan plasma berat : deficit 10% dari
berat badan.
29
Shock : deficit 15% dari berat badan .
Perkiraan defisit itu tidak harus tepat. Yang penting adalah berdasarkan
perkiraan tersebut terapi mulai dapat dilakukan dan monitoring yang ketat
keadaan penderita selama terapi dilakukan. Pada pasien ini, terjadi perdarahan
lebih dari 800 cc. Memperkirakan jumlah perdarahan dapat dilakukan dengan
mengukur jumlah darah dalam botol suction dan juga dari kain kassa dan kain
operasi yang terbasahi darah. Satu kassa steril yang basah kira-kira menampung
30 ml darah, sedangkan kasa steril besar/handuk dapat menampung kira-kira 100-
150 ml darah. Sebelum operasi berlangsung, kain ditimbang. Perbedaan 1 gram
kain operasi yang terdapat darah dianggap sama dengan 1 ml darah.
Pertanyaan Kasus
1. Bagaimana diagnosa pada pasien ini ?
2. Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?
4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 30 = 30 +
90 cc
Puasa = (pasien mengaku tidak makan selama 6 jam sebelum operasi)
= 6 x 90 cc = 540 cc
30
8 x 50 x 45 menit = 300 cc
Suction = 1500 cc
Cuci NaCl = 500 cc
Perdarahan 1000 cc
EBV ( 70 x 50 ) = 3500 cc
Grade Perdarahan ;
1000 x 100% = 28.5% (15-30% SEDANG)
3500
31
3.Bagaimana prognosis pada pasien ini?
1. Quo ad vitam: Dubia ad bonam
Keadaan pasien dapat mengalami perbaikan selama dirawat di rumah sakit
jika mendapatkan terapi, terutama resusitasi cairan dan pembedahan yang
dilaksanakan dengan cepat dan tepat.
2. Quo ad functionam: Dubia ad malam
Karena setelah dilakukan operasi salphingo ovarektomi maka akan terjadi
penurunan kemungkinan pasien untuk hamil kembali sebanyak 50 %
3. Quo ad sanationam: Dubia ad bonam
Karena pasien masih dapat melakukan fungsi sosialnya seperti keadaan
sebelumnya.
32
BAB IV
KESIMPULAN
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut
33
DAFTAR PUSTAKA
34