Anda di halaman 1dari 35

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis tunjukkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report dengan judul Kehamilan Ektopik Terganggu. Case report ini disusun
sebagai salah satu persyaratan kelulusan kepaniteraan bagian Anestesi di RSUD
Dr. Slamet Garut.
Berbagai kendala penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan Case Report
ini, namun demikian semuanya tidak terlepas dari adanya bantuan dan dukungan
dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dr. Hj. Hayati Usman Sp.An dan Dr. Dhadi Ginanjar, Sp.An serta Dr. Ferra
Mayasari, Sp. An selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dalam penulisan Case Report ini.
2. Para penata, perawat anestesi, perawat di bagian Instalasi Bedah Sentral
RSUD Dr. Slamet Garut
3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr. Slamet Garut
Semoga dengan adanya referat ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa Case Report ini jauh
dari sempurna untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran sebagai
perbaikan dalam penyusunan yang akan datang.
Akhir kata penulis mengaharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan menjalani
aplikasi ilmu.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Garut, Febuari 2017

Penyusun

STATUS PASIEN
1
DATA UMUM

Nama : Ny. Wawat


Umur : 24 tahun
Alamat : Garut Kota
No. RM : 981182
Tanggal Masuk RS : Rabu, 8 Febuari 2017
Tanggal Operasi : Selasa, 8 Febuari 2017
Kamar : Kalimaya
Bagian : Obgyn
Diagnosa Pre Op : Kehamilan Ektopik Terganggu
Jenis Pembedahan : Laparotomi Eksplorasi, Salpingektomy
Diagnosa Post Op : Abortus tuba pars ampularis dextra
Dokter Anestesi : Dr. Dhadi Ginanjar ,Sp.An
Perawat Anestesi : Erly
Dokter Bedah : dr. Berland / dr. Dhanny P.J.S, Sp.OG

STATUS MEDIS SAAT MASUK KAMAR OPERASI


Keluhan Utama : Nyeri perut di bagian kanan bawah sejak 3 hari
SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang wanita 24 tahun merasa hamil 2 bulan,
datang ke RSUD Dr. Slamet Garut Selasa, 8 Febuari
2017, dibawa oleh keluarganya dengan nyeri pada
bagian perut kanan bawah sejak 3 hari sebelum
masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan terus menerus,
nyeri perut seperti ditusuk. Mual dirasakan sejak 3
jam sebelum masuk rumah sakit. Keluar air-air
disangkal pasien, mules-mules disangkal pasien,
gerakan janin belum dirasakan. keluar darah
dirasakan pasien namun sedikit. 1 hari ganti 1 kali
pembalut. Pasien merasakan pusing sejak 7 jam
sebelum masuk rumah sakit, pasien sempat pingsan
dan lemas sebelumnya.

1
Riwayat Obstetri
Kehamilan Cara Cara BB Jenis
Tempat Penolong Usia Keadaan
ke Kehamilan Persalinan Lahir Kelamin
I Rumah Paraji Aterm Spontan 2500 P 10 th H
II ------------------------------------------------Kehamilan saat ini ------------------------------------------------

Riwayat Perkawinan :
Status : Menikah pertama kali
Usia saat menikah : Perempuan : 22 tahun, SMP, IRT
Laki-laki : 25 tahun, SMA, Buruh
Haid
Siklus haid : Teratur
Lama haid : 7 hari
Banyaknya darah : Biasa
Nyeri haid : Tidak dirasakan
Menarche usia : 13 tahun
HPHT : 22 Desember 2016

Riwayat kontrasepsi
Suntik yang 3 bulan sejak tahun 2006 2012, Alasan berhenti KB karena
ingin memiliki anak
Prenatal Care :
Tidak pernah.
Keluhan selama kehamilan
Tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit yang sama disangkal keluarga


pasien. Riwayat asthma disangkal pasien. Riwayat
kejang disangkal keluarga pasien. Riwayat TB paru
disangkal keluarga. Riwayat penyakit jantung sjak
lahir disangkal keluarga.
Riwayat Kebiasaan : Pasien makan secara teratur sebanyak 3x sehari.
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok
Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien tinggal bersama suami dan satu anaknya
Kesadaran : Composmentis lemah
Airway : Terintubasi
Tekanan Darah : 90/60
Nadi : 120 x/menit regular / Adekuat
Respirasi : Spontan
RR : 27 x/menit

2
SpO2 : 97 %
BB : 50 kg
TB : Tidak diperiksa
Golongan Darah : B+

PEMERIKSAAN FISIK :
Kepala
Ubun ubun : Tidak cekung
Mata : Tidak cekung
Konjungtiva mata : Anemis
Air mata :+
Hidung : Sekret (+)
Mulut : Mukosa bibir lembab
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax :
COR : S1 S2 reg, M(-), G(-)
Pulmo : Retraksi sela iga (-), VBS kanan=kiri, Rh (-/-), Wh (-/-)
Pernafasan : Thorakoabdominal
Abdomen : Cembung lembut,
Ekstremitas : udem (-), sianosis (-), akral dingin (-)

LAPORAN ANESTESI
1. Informed consent: memberikan penjelasan kepada keluarga pasien
mengenai rencana, resiko, komplikasi, durasi, dan waktu pemulihan
pasien.
2. Anamnesis (alloanamnesis):
Riwayat Operasi Sebelumnya : disangkal
Riwayat asma/alergi : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan/suhu/debu : disangkal
Riwayat dm : disangkal
Riwayat darah tinggi : ada selama kehamilan trimester 3
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat merokok : disangkal

3
Riwayat kejang : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Makan terakhir : 2 jam sebelum operasi
Minum terakhir : 2 jam sebelum operasi
Lain-lain : -
3. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : GCS 13
Kesan gizi : baik
BB :50 Kg
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Suhu : afebris
Nadi : 115 x/menit
Frekuensi nafas : 27 x/menit

4. Hidung: sekret -/-, deviasi septum (-), patensi (+)


5. Mulut: Mallampati tidak dapat dinilai, gigi patah (-), gigi goyah (-), gigi
tanggal (-), gigi palsu (-)
6. Breathing:
Pulmo: suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Pola pengembangan dada tampak simetris hemitoraks kanan dan kiri
dalam keadaan dinamis dan statis.
7. Circulation:
Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Perifer: akral hangat, capillary refill <2 detik, edema tungkai -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 8 febuari 2017
Hb : 12,2 g/dL(namun tidak sesuai dengan klinis)

4
STATUS FISIK : ASA III (e)

A. PERI-OPERATIF
1. Siapkan stetoskop, sarung tangan steril, ETT no. 7, spuit 10 cc,
stylet/mandarin, konektor, mesin anestesi, gas (air, O2, gas volatil isoflurane),
plester Hipafix, suction, dan lampu operasi.
2. Pasien berbaring telentang di atas meja operasi OK. Pasang EKG, manset
tekanan darah, saturasi oksigen, layar monitor dinyalakan, mesin anestesi
dinyalakan.
3. Pukul 16:50 induksi dimulai dengan injeksi kentamin 100 mg secara bolus IV
sebagai hipnosedatif.
4. Pukul 16:50 dilanjutkan injeksi Atracurium 20 mg secara bolus IV sebagai
muscle relaxan.
5. Pukul 16.50 : dilanjutkan injeksi fentanyl 100 g sebagai analgesik. lalu
dilakukan bagging..
6. Intubasi dengan ETT no. 7 dengan cuff dan Guedel terpasang . Dilakukan
dengan rapid sequence intubation. Dengan stetoskop, periksa bunyi nafas
(bunyi nafas paru kanan harus sama dengan paru kiri).
7. Airway maintenance dilakukan dengan sistem nafas terkendali yang
dihubungkan dengan pipa O2 : N2O : isoflurane = 2 : 2 : 0.8.
8. Pukul 16.55 : operasi Caesar dimulai. Tanda-tanda vital dimonitor setiap 15
menit.
9. Pukul 17.20 : operasi selesai. Mulai dilakukan tindakan ekstubasi.
10. Pukul 17.35 : tindakan anestesi dinyatakan selesai dengan total durasi
anestesia 45 menit, lalu pasien dipindahkan ke ruang pemulihan beberapa
waktu kemudian.

11. Pemantauan tanda vital peri-operatif:


Jam T N R S INPUT OUTPUT KET

16.5 90/60 115 27 AF Asering+RL 1000cc

5
0
17.0 112/7 114 14 AF
5 0
17.2 121/7 116 14 AF PRC 250cc
0 0

B. POST-OPERATIF
a. Aldrette score:
Aktivitas = 2
Pernafasan = 2
Sirkulasi = 2
Kesadaran = 2
Warna kulit = 2
b. Instruksi post-op:
Pasien dirawat di ruang pemulihan sambil dilakukan:
Observasi tanda-tanda vital: 1 jam pertama setiap 15 menit, dan 1 jam
kedua dan seterusnya setiap 30 menit.

INSTRUKSI PASCA BEDAH


1. IVFD RL1000 cc 20 gtt/ menit
2. Inj. Ceftriaxone 2x1 gr IV
3. Inj. Metronidazole 3x500 mg IV
4. Kaltrofen supp 1x1
5. Inj. Kalnex 3x1 IV
6. Puasa sampai 12 jam kemudian test feeding
7. Ganti Balut POD III

RESUME

Pasien perempuan dengan usia 24 tahun, rencana akan dilakukan


laparotomy eksplorasi (Salpingektomy) dalam general anastesi. Status pasien ASA
III (e).

6
Dari anamnesis di dapatkan pasien dengan usia 24 tahun, dengan keluhan
utama nyeri pada bagian perut kanan bawah sejak 3 hari sebelum masuk Rumah
Sakit. Pasien memiliki penyakit penyerta seperti mual dan pendarahan sedikit.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tidak adanya tanda tanda komplikasi
dari kehamilan ektopik terganggu yang dapat memberatkan tindakan anestesi.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil USG yang menunjang penegakan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu.

7
BAB III
PEMBAHASAN

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

3.1.1 Kehamilan Ektopik Terganggu


Definisi
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata

dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat

diartikan berada di luar tempat yang semestinya.

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar

rongga uterus, Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik

berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun,frekwensi

kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%.

apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan secara tepat dan benar akan

membahayakan bagi si penderita. (Sarwono,2012)

Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang

sekarang masih juga dipakai,oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan

ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang

normal. (Sarwono,2012)

Kehamilan ektopik merupakan suatu keadaan terjadinya implantasi

ovum diluar rongga uterus. Sekitar 95% kasus kehamilan ektopik terjadi di

tuba fallopi sedangkan 5% sisanya terdistribusi di ovarium.

Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal

ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut

kehamilan ektopik terganggu.

8
Etiologi
Kehamilan ektopik terganggu terjadi karena hambatan pada perjalanan

sel telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi

faktor resiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah:

a Infeksi saluran telur (salpingitis),seperti bakteri khusus dapat

menimbulkan gangguan pada tuba fallopi adalah Chlamydia

trachomatis pada motilitas saluran telur.

b Riwayat operasi tuba.

c Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang.

d Kehamilan ektopik sebelumnya.

e Aborsi tuba dan infeksi pemakaian IUD.

f Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom.

g Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan-

perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat

terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat.

h Operasi pada tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi

sebab lumen tuba menyempit

i Abortus buatan.

j Pada hipoplasia lumen tuba sempit dan berkelok-kelok dan hal ini

sering di sertai gangguan fungsi silia endosalping.

k Tumor yang mengubah bentuk tuba dan menekan dinding tuba

9
l Ibu pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya (terdapat

riwayat kehamilan ektopik)

m Memiliki riwayat Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti gonorrhea,

klamidia dan PID (pelvic inflamamtory disease) (Hurrel,2016)

Patofisiologi
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum

yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat

kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari

vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :

1 Kemungkinan tubal abortion, lepas dan keluarnya darah dan jaringan

ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba

biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan

kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak

karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.


2 Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum,

sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba dan faktor utama yang

menyebabkan rupture ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan

muskularis tuba terus ke perineum. Rupture dapat terjadi secara

spontan atau karena trauma ringan seperti coitus dan pemeriksaan

vaginal.
3 Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi

bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan

muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus

dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam

10
rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai

menimbulkan syok dan kematian.


4 Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil kosepsi tidak

mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.sebagian besar

kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6-10 minggu.


5 Hasil kosepsi mati dan diresorbsi pada implantasi secara

kolumner,ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang

dan dengan mudah terjadi resorbsi total.dalam keadaan ini penderita

tidak mengeluh apa-apa hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.


6 Factor lain, seperti Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium

kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalan telur

yang dibuahi ke uterus pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat

menyebabkan implantasi premature.

Gejala dan Tanda


a Ada riwayat terlambat haid atau amenorrhea dan gejala kehamilan

muda.

b Perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai

terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat

diagnosisnya

c Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu.

Nyeri perut bagian bawah, pada ruptur tuba nyeri terjadi tiba-tiba dan

hebat, menyebabkan penderita pingsan sampai shock.

d Perdarahan pervaginam berwarna cokelat tua

e Pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks

digerakkan, nyeri pada perabaan dan kavum douglasi menonjol karena

ada bekuan darah

11
f Keadaan umum ibu dapat baik sampai buruk / syok, tergantung

beratnya perdarahan yang terjadi.

g Level HCG rendah

h Pembesaran uterus: pada kehamilan ektopik uterus membesar.

i Gangguan kencing: kadang-kadang terdapat gejala besar kencing

karena perangsangan peritonium oleh darah di dalam rongga perut

Gejala tahap lanjut pada kehamilan ektopik

Rasa sakit perut yang muncul akan terjadi semakin sering

Gejala lainnya adalah kulit ibu hamil terlihat lebih pucat

Adanya tekanan darah rendah (hipotensi)

Terjadinya denyut nadi yang meningkat

Shock karena hypovoluemia.

Perubahan darah: dapat di duga bahwa kadar haemoglobin turun pada

kehamilan tuba yang terganggu karena perdarahan yang banyak dalam

rongga perut.

Diagnosis
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak(akut)

biasanya tidak sulit. Keluhan yang sering disampaikan ialah haid yang

terlambat untuk beberapa waktu atau terjadi gangguan siklus haid disertai

nyeri perut bagian bawah dan penesmus. Dapat terjadi perdarahan

pervaginam.

12
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan,pucat,dan pada

pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan dalam rongga

perut. Pada pemeriksaan ginekologik ditemukan servik yang nyeri bila

digerakkan dan kavum douglas yang menonjol dan nyeri raba.

Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik

terganggu jenis apitik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas,tanda dan

gejala kehamilan muda tidak jelas,demikian pula nyeri perut tidak nyata dan

sering penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila

perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu berlangsung lambat.

Dalam keadaan demikian,alat bantu diagnostik amat diperlukan untuk

memastikan diagnosis.

Kehamilan ektopik lanjut biasa saja terjadi dimana janin dapat

tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari

plasenta yang meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya,misalnya

ligamentum latum,uterus,dasar panggul,usus,dan sebagainya.

Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara

ditegakkan, antara lain dengan inspeksi, palpasi.

13
Gambar 2.2 Algoritma Evaluasi Kehamilan Ektopik

14
a Anamnesis dan gejala klinis

Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan

muda,adanya perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri

bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah

yang terkumpul dalam peritoneum.

b Pemeriksaan umum : keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai

buruk. Penderita tampak kesakitan dan pucat: Pada jenis tidak

mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri

tekan pemeriksaan fisis

c Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah

adneksa.

15
d Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan

ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut

tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.

e Pemeriksaan ginekologis : perdarahan dalam rongga perut tanda syok

dapat di temukan. Tanda kehamilan muda mungkin ditemukan,

pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba,

maka akan teraba sedikit membesar dan kadang teraba tumor disamping

uterus dengan batas yang sukar ditentukan,seviks teraba lunak, nyeri

tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.

f Diagnosis pasti kehamilan ektopik terganggu hanya bisa ditegakkan

dengan laparotomy

g Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun

setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.

Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna

dalam menegakan diagnosis kehamilan ektopik terganggu terutama

ada tanda perdarahan dalam rongga perut,bahwa kadar Hb pada

pasien semakin menurun karena perdarahan yang terus menerus

terjadi didalam rongga perut.

Pemeriksaan kuldosentesis

Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk

mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah, cara ini amat

berguna dalam membantu diagnosis kehamilan ektopik terganggu.

Pemeriksaan ultra sonografi

16
Pemeriksaan ini berguna dalam diagnostic kehamilan

ektopik terganggu. Diagnosis pastinya ialah apa bila ditemukan

kantong gestasi diluar uterus yang didalam nya tampak denyut

jantung janin. Dan dapat dinilai kavum uteri,kosong atau berisi.

Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri,adanya kantung

kehamilan di luar kavum uteri,adanya massa komplek di rongga

panggul.

Gambaran USG kehamilan ektopik sangat bervariasi, tergantung pada usia

kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (ruptur, abortus), serta banyak dan

lamanya perdarahan intra abdomen. Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara

USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi mudgah atau janin

yang letaknya di luar kavum uteri, namun sayangnya gambaran ini hanya bisa

dijumpai pada 5-10 % kasus.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu pada umumnya adalah

laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan

menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum

penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin

dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan

yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi

reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu

dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada

kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif).

Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya

jaringan ektopik yang belum terangkat.

17
ANESTHESIA PADA PASIEN OBSTETRI KEHAMILAN
EKTOPIK TERGANGGU

Anestesi Umum
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi
yang ideal terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Pada kasus ini
anestesi yang digunakan adalah anestesi umum. Tanda-tanda klinis anesthesia
umum (menggunakan zat anestesi yang mudah menguap, terutama diethyleter)
menurut Guedel, dengan teknik open drop:
- Stadium I: analgesia dari mulanya induksi anestesi hingga hilangnya kesadaran.
Rasa nyeri belum hilang sama sekali sehingga hanya pembedahan kecil yang
dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini berakhir ditandai dengan hilangnya
reflek bulu mata.
- Stadium II: excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya respirasi
teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah.
- Stadium III: stadium pembedahan, dari mulai respirasi teratur hingga
berhentinya respirasi. Dibagi 4 plane yaitu:
a) Plane 1: dari timbulnya pernafasan teratur thoracoabdominal, anak
mata terfiksasi kadang kadang eksentrik, pupil miosis, reflek
cahaya positif, lakrimasi meningkat, reflek faring dan muntah
negative, tonus otot mulai menurun.
b) Plane 2: ventilasi teratur. Abdominothoracal, volume tidal
menurun, frekuensi nafas meningkat, anakmata terfiksasi di tengah,
pupil mulai midriasis, reflek cahaya mulai menurun dan reflek
kornea negative.
c) Plane 3: ventilasi teratur dan sifatnya abdominal karena terjadi
kelumpuhan saraf interkostal, lakrimasi tidak ada, pupil melebar
dan sentral, reflek laring dan peritoneum negative, tonus otot
makin menurun.
d) Plane 4: ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat karena otot
diafragma lumpuh yang makin nyata pada akhir plana, tonus otot

18
sangat menurun, pupil midriasis dan reflek sfingter ani dan kelenjar
air mata negative.
- Stadium IV: overdosis, dari timbulnya paralisis diafragma hingga cardiac arrest.

PREMEDIKASI ANESTESI
Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
4. Memberikan analgesia, misal pethidin
5. Mencegah muntah, misal : droperidol
6. Memperlancar induksi, misal : pethidin
7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan
hiosin
Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis pasien yang
ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan demikian maka
pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus selalu dengan
mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan,
riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat hospitalisasi sebelumnya,
riwayat penggunaan obat tertentu yang berpengaruh terhadap jalannya anestesi,
perkiraan lamanya operasi, macam operasi, dan rencana anestesi yang akan
digunakan.Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang dapat digunakan
sebagai obat premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini:
1. Narkotik analgetik, misal morfin, pethidin.
2. Transquillizer yaitu dari golongan Benzodiazepin, misal diazepam dan
midazolam.
3. Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital.
4. Antikolinergik, misal atropin dan hiosin.
5. Antihistamin, misal prometazine.
6. Antasida, misal gelusil.
7. H2 reseptor antagonis, misal cimetidine.

19
Karena khasiat obat premedikasi yang berlainan tersebut, dalam pemakaian
sehari-hari dipakai kombinasi beberapa obat untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan, misalnya kombinasi narkotik, benzodiazepin, dan antikolinergik.
Obat premedikasi yang digunakan adalah:
a. Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Terhadap SSP, atropin
merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak. Dalam dosis 0,5 mg atropin
merangsang N vagus dan menurunkan frekuensi jantung. Pada dosis yang besar
sekali atropin menyebabkan depresi nafas, eksitasi, disorientasi, delirium,
halusinasi, dan perangsangan lebih jelas di pusat yang lebih tinggi.
Lebih lanjut dapat terjadi depresi dan paralisis medulla oblongata. Terhadap
saluran nafas. Atropin mengurangi sekresi hidung, mulut, faring, dan bronkus.
Terhadap system kardiovaskuler. Pengaruh atropin terhadap jantung bersifat
bifasik. Dengan dosis 0,25-0,5 mg yang sering digunakan, frekuensi jantung
menurun, mungkin disebabkan karena perangsangan nukleus nervus vagus.
Bradikardi biasanya tidak nyata dan tidak disertai perubahan tekanan darah atau
curah jantung.Terhadap saluran cerna. Atropin bersifat menghambat peristaltik
lambung dan usus serta mengurangi sekresi liur dan lambung.Saluran kemih.
Saluran kemih ini dipengaruhi oleh atropin dalam dosis yang agak besar (kira-kira
1 mg), yang akan menyebabkan retensi urin yang disebabkan oleh relaksasi
muskulus detrusor dan konstriksi sfingter uretra. Efek samping atau toksik pada
orang muda adalah mulut kering, gangguan miksi, dan meteorismus. Pada orang
tua terjadi efek sentral terutama sindrom demensia. Efek samping lain bisa juga
timbul muka merah yang disebabkan efeknya terhadap vasodilatasi pembuluh
darah.
Sediaan : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5 mg.
Dosis : 0,01-0,02 mg/ kgBB.
Pemberian : SC, IM, IV

b. Pethidin
Merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya, depresi nafas dan efek
sentral lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah pemberian SC atau IM, tapi
masa kerja lebih pendek. Dosis toksik menimbulkan perangsangan SSP misal
tremor, kedutan otot dan konvulsi. Pada saluran nafas, akan menurunkan tidal

20
volume sedang frekuensi nafas kurang dipengaruhi sehingga efek depresi nafas
tidak disadari. Secara sistemik menimbulkan anestesi kornea dengan akibat
hilangnya refleks kornea. Obat ini juga meningkatkan kepekaan alat
keseimbangan sehingga menimbulkan mual, muntah dan pusing pada penderita
yang berobat jalan. Pada penderita rawat baring, obat ini tidak mempengaruhi
sistem kardiovaskuler, tapi penderita berobat jalan dapat timbul sinkop orthostotik
karena hipotensi akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan histamin. Absorbsi
pethidin berlangsung baik pada semua cara pemberian. Pada pemberian IV
kadarnya dalam darah akan turun cepat 1-2 jam pertama. Pethidin dimetabolisme
di hati dan dikeluarkan lewat ginjal sekitar 1/3 dosis yang diberikan. Keuntungan
penggunaan obat ini adalah memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat
anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah, memudahkan melakukan
pemberian pernafasan buatan, dan dapat diantagonis dengan naloxon.
Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc
Dosis : 1-2 mg/ kgBB
Pemberian : IV, IM,SC

1. INDUKSI
DI-ISOPROPYL PHENOL (PROPOFOL, DIPRIVAN)
Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak
kedelai, 2,25% gliserol, dan 1,2 % phosphatide telur. Pemberian intravena
propofol (2 mg/kg BB) menginduksi anestesi secara cepat seperti tiopental. Rasa
nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan
phlebitis atau trombosis. Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemik otot
jantung. Sesudah pemberian Propofol IV terjadi depresi pernapaasan sampai
apnea selama 30 detik. Hal ini diperkuat dengan premedikasi dengan opiat.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme
otak dan tekanan intrakanial akan menurun. Tak jelas adanya interaksi dengan
obat pelemas otot. Keuntungan Propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental
dan konfusi pasca operasi yang minimal. Terjadi mual, muntah dan sakit kepala
mirip dengan thiopental. Cepatnya induksi dan pemulihan dari anestesi berguna
dalam pasien rawat jalan yang memerlukan prosedur yang cepat dan singkat.
Sediaan : dalam ampul, 200mg/20cc
Dosis : 1,5-2,5 mg/kg BB

21
Pemberian : IV

2. PEMELIHARAAN
Obat anestesi maintenance yang digunakan dalam kasus ini adalah:
a. Halothane
Merupakan cairan yang tidak berwarna, berbau enak serta tidak merangsang /
iritasi, mudah menguap (volatile), tidak mudah meledak atau terbakar, tidak
bereaksi dengan soda lime absorber, mudah diuraikan oleh cahaya karena itu
harus disimpan dalam botol berwarna gelap (ambard). Merupakan obat anestesia
yang potent, kekuatan 4-5 kali eter atau 2 kali kloroform. Overdosis relatif mudah
terjadi dengan gejala kegagalan pernafasan dan sirkulasi yang dapat menyebabkan
kematian. Efek terhadap SSP sama dengan obat anestesia lain pada umumnya
yaitu mendepresi kortek serebral dan medulla. Pengaruhnya terhadap
kardiovaskular adalah vasodilatasi yang menimbulkan hipotensi dan bradikardi.
Uap halothane tidak menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan karenanya
induksi mudah dicapai tanpa batuk-batuk atau eksitasi. Halothane mendepresi
pernafasan yang pada tingkat permulaan menyebabkan pernafasan lebih cepat
(takipnu) dan dangkal, dan pada stadium lebih dalam dapat timbul gagal nafas
(henti nafas). Halothane juga mempunyai efek relaksasi yang moderat terhadap
sistem otot.
Dosis: dosis induksi 2-4%, dosis pemeliharaan 0,5-2%
Pemberian: inhalasi

b. Nitrous Oksida /Gas Gelak (N2O)


Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak berasa,
lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan
soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat,
tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam
darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena itu pada
operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap
SSP menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa
pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam
ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya

22
dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam anestesi
umumnya dipakai dalam kombinasi N2O: O2 adalah sebagai berikut 60%:40% ;
70% : 30% atau 50% : 50%.

3. OBAT PELUMPUH OTOT


Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga menimbulkan
kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi
menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten, misalnya
suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi, misal
kurarin. Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan menguragi cedera
tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang
dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali. 2 golongan obat pelumpuh
otot yaitu:
a. Depolarisasi.
- Ada fasikulasi otot
- Berpotensiasi dengan antikolinesterase
- Tidak menunjukkan kelumpuhan bertahap pada perangsangan
tunggal atau tetanik
- Belum dapat diatasi dengan obat spesifik
- Kelumpuhan berkurang dengan penambahan obat pelumpuh otot
non depolarisasi dan asidosis
- Contoh: suksametonium (suksinil kolin)

b. Non depolarisasi
- Tidak ada fasikulasi otot
- Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik
inhalasi, eter, halothane, enfluran, isoflurane
- Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan
tunggal atau tetanik
- Dapat diantagonis oleh antikolinesterase
- Contoh: tracrium (atrakurium besilat), pavulon (pankuronium
bromida), norkuron (pankuronium bromida), esmeron (rokuronium
bromida).

23
Obat pelumpuh otot yang digunakan dalam kasus ini adalah :
1. Atrakurium besilat (tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru yang
mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman leontice
leontopetaltum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat
terdahulu antara lain adalah :
Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi
kimia unik yang disebut reaksi kimia hoffman. Reaksi ini tidak bergantung
pada fungsi hati dan ginjal.
Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang.
Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg
atrakurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan
pada suhu dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.
Dosis intubasi : 0,5 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis relaksasi otot : 0,5 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis pemeliharaan : 0,1 0,2 mg/kgBB/ iv
Mula dan lama kerja atrakurium bergantung pada odsis yang dipakai. Pada
umumnya mula kerja atrakurium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedangkan
lama kerja atrakurium dengan dosis relaksasi 15-35 menit. Pemulihan fungsi
syaraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat berakhir) atau
dibantu dengan pemberian antikolinesterase. Atrakurium dapat menjadi obat
terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan penyakit jantung, hati, dan
ginjal yang berat.

4. ANTAGONIS PELUMPUH OTOT


Neostigmin Metil Sulfat (Prostigmin)
Merupakan antikolinesterase yang mencegah hidrolisis dan menimbulkan
akumulasi asetilkholin. Obat ini mengalami metabolisme oleh kolinesterase serum
dan bentuk utuh obat sebagian diekskresi melalui ginjal. Mempunyai efek
nikotinik, muskarinik dan stimulan otot langsung. Efek muskarinik antara lain
bradikardi, hiperperistaltik, dan spasme saluran cerna, pembentukan sekret jalan
nafas dan kelenjar liur, bronkospasme, berkeringat, miosis dan kontraksi vesika

24
urinaria. Dosis 0,5 mg bertahap hingga 5 mg. Biasanya diberikan bersama sama
dengan atropin dosis 1 1,5 mg.

5. INTUBASI TRAKEA
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas
bebas hambatan dan nafas mudah dibantu atau dikendalikan.sedangkan ekstubasi
trakea adalah tindakan pengeluaran pipa endotrakeal. Intubasi trakea bertujuan
untuk :
1. Mempermudah pemberian anestesi.
2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
3. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
4. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
5. Pemakaian ventilasi yang lama.
6. Mengatasi obstruksi laring akut.
Indikasi intubasi trakea adalah: tindakan resusitasi, tindakan anestesi,
pemeliharaan jalan nafas, dan pemberian ventilasi mekanis jangka panjang.
Komplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat dilakukannya tindakan
laringoskopi dan intubasi, selama pipa endotrakeal dimasukkan, dan setelah
ekstubasi.

B. TERAPI CAIRAN
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah
dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi.
2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang
diberikan, misalnya terapi dengan menggunakan diuretic.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena pemasukan kurang, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, adanya fistula enterokutan, penumpukan cairan pada
ruang ketiga (ruang ekstra sel yang tidak berfungsi), seperti pada ileus obstriktif,
peritonitis. Defisit cairan ekstra sel yang terjadi dapat diduga dengan berat
ringannya dehidrasi yang terjadi. Dehidrasi ringan (defisit cairan ekstrasel

25
sesuai dengan 4% dari berat badan), dehidrasi sedang (defisit cairan ekstrasel
sesuai dengan 6% dari berat badan), dan dehidrasi berat (defisit cairan ekstrasel
sesuai dengan 8% dari berat badan). Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24
jam adalah 2 ml/kgBB/jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan
bertambah 10-15%. Cairan yang diberikan bisa berupa cairan elektrolit (ringer
laktat, NaCl 0,9%), kalau perlu diberikan cairan koloid. Kecuali penilaian
terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi telah tercapai ialah
dengan adanya produksi urin 0,5-1 ml/kg BB/ jam.

2. Selama operasi
Pada pemberian cairan selama pembedahan, harus diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Kekurangan cairan pra bedah
b. Kebutuhan untuk pemeliharaan
c. Bertambahnya insensible loss karena suhu kamar bedah yang
tinggi, dan hiperventilasi.
d. Terjadinya translokasi cairan pada daerah operasi ke dalam ruang
ketiga.
e. Terjadinya perdarahan. Defisit cairan karena puasa, 50% nya
diberikan pada jam I, 25% nya pada jam kedua, dan 25% nya lagi
pada jam ketiga. Cairan yang diberikan ringer laktat dalam
dekstrose 5%, atau ringer laktat. Kebutuhan cairan pada dewasa
untuk operasi:
Ringan= 4 ml/kgBB/jam.
Sedang= 6 ml / kgBB/jam
Berat = 8 ml / kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10% EBV
maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah
yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan
pemberian plasma / koloid / dekstran / darah dengan dosis 1-2 kali darah yang
hilang.

26
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama
operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.

C. PEMULIHAN
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi
yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan
untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Pasien yang dikelola adalah pasien
pasca anestasi umum ataupun anestesi regional. Di ruang pulih sadar dimonitor
jalan nafasnya apakah bebas ataukah tidak, ventilasinya cukup atau tidak, dan
sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain obstruksi jalan nafas karena lidah
yang jatuh ke belakang atau karena spasme laring, pasca bedah dini juga dapat
terjadi muntah yang dapat menyebabkan aspirasi. Monitor kesadaran merupakan
hal yang penting karena selama pasien belum sadar dapat terjadi gangguan jalan
nafas. Sadar yang berkepanjangan adalah akibat dari pengaruh sisa obat anestesi,
hipotermi, atau hipoksia, dan hiperkarbi. Hipoksia dan hiperkarbi terjadi pada
pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi. Menggigil yang terjadi pasca
bedah adalah akibat efek vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan menambah
beban jantung dan sangat berbahaya pada pasien dengan penyakit jantung. Ruang
pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau
masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca
operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya.
Terdapat perbedaan-perbedaan pokok dari anestesi untuk pembedahan elektif
(terencana) dengan anestesi untuk pembedahan darurat yakni :
1. Adanya bahaya aspirasi dari lambung yang berisi;
2. Adanya gangguan-gangguan pernafasan, hemodinamik dan kesadaran
yang tidak selalu dapat diperbaiki sampai optimal; dan
3. Terbatasnya waktu persiapan untuk mencari baseline data dan perbaikan
fungsi tubuh dimana penundaan pembedahan akan membahayakan jiwa
pasien.
Masalah tersebut diatas harus dapat dihindari atau diminimalisasikan oleh ahli
anestesi agar dapat dicapai suatu keberhasilan dalam melakukan pembedahan
darurat dan mengurangi risiko akibat dari pemberian anestesi umum, syarat

27
pemberian anestesi umum harus memperhatikan masalah-masalah tersebut diatas,
dan pasien harus sudah dalam keadaan stabil hemodinamikanya .
Pemilihan teknik anestesi berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia (bayi, anak,
dewasa muda, geriatri), status fisik, jenis operasi, ketrampilan ahli bedah,
ketrampilan ahli anestesi, dan pendidikan.
Pada pasien ini dilakukan anestesi umum karena akan dilakukan operasi
laparatomi eksplorasi. Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri /
sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali
(reversible).
Pada pasien ini, pasien terakhir makan 2 jam sebelum operasi, sehingga adanya
bahaya aspirasi dari lambung yang berisi. Tindakan-tindakan aktif yang dapat
digunakan untuk menghindarinya adalah :
1. Rapid Sequence Intubation (RSI) adalah suatu prosedur tehnik intubasi
yang dilakukan setelah preoksigenisasi, kemudian induksi dengan
menggunakan obat induksi yang poten lalu diikuti pemberian obat
pelumpuh otot dengan kerja cepat untuk dapat menyebabkan
penurunan kesadaran dan paralisis motorik untuk tujuan intubasi
secara cepat. Teknik ini didasari pada pasien dalam keadaan tidak
puasa atau lambung penuh yang akan dilakukan intubasi, yang
memiliki resiko aspirasi cairan atau isi lambung.
2. Posisi head down selama trakea tidak diintubasi. Posisi head down
juga setelah trakea diintubasi, kecuali bila ada trauma kapitis atau
kenaikan tekanan intrakranial.
3. Tube nasogastrik dipasang.
4. Siapkan suction yang kuat, dan bekerja baik

Selain itu, pada pasien KET, sering mengalami gangguan hemodinamik


berupa perdarahan atau fluid loss. Stabilisasi hemodinamik yang dapat dilakukan
pada kasus perdarahan adalah menilai Estimated Blood Volume yang dapat
ditolerir tanpa perubahan-perubahan yang serius (EBV dewasa perempuan
65 cc/kg BB). Kehilangan > 10% memerlukan penggantian berupa elektrolit.
Batas penggantian elektrolit dengan darah adalah sampai kehilangan 20%. EBV
atau Hematokrit 28% atau Hemoglobin 8 gr%. Jumlah cairan masuk harus 2-4 x

28
jumlah perdarahan. Cara hemodilusi ini bukan untuk menggantikan tempat
transfusi darah, tetapi untuk :
1. Tindakan sementara, sebelum darah datang.
2. Mengurangi jumlah transfusi darah sejauh transport oksigen masih
memadai.
3. Menunda pemberian transfusi darah sampai saat yang lebih baik (misalnya :
pemberian transfusi perlahan-lahan/postoperatif setelah penderita sadar, agar
observasi lebih baik jika terjadi reaksi transfusi).
4. Cairan elektrolit mengembalikan sequestrasi/third space loss yang terjadi
pada waktu perdarahan/shock. Jumlah darah yang hilang tidak selalu dapat
diukur namun dengan melihat akibatnya pada tubuh penderita, jumlah darah
yang hilang dapat diperkirakan sbb. :
a) preshock : kehilangan s/d 10%
b) shock ringan : kehilangan 10 - 20%. Tekanan darah turun, nadi naik,
perfusi dingin, basah, pucat.
c) shock sedang : kehilangan 20 - 30%. Tekanan darah turun sampai 70
mmHg. Nadi naik sampai diatas 140. Perfusi buruk, urine berhenti.
d) shock berat : kehilangan lebih dari 35% : Tekanan darah sampai tak
terukur, nadi sampai tak teraba. Untuk fluid lose pada kasus-kasus
abdomen akut diberikan elektrolit dengan pedoman:
Berkurangnya volume cairan intersisial menyebabkan
terjadinya tanda-tanda intersisial yaitu : turgor kulit jelek,
mata cekung, ubun-ubun cekung, selaput lendir kering.
Berkurangnya volume plasma menyebabkan terjadinya
"tanda-tanda plasma" yaitu takhikardia, oliguria, hipotensi,
shock.
Berdasarkan tanda-tanda itu maka perkiraan besarnya defisit
adalah sebagai berikut :
Tanda-tanda intersisial minimal : deficit 4% dari berat badan.
Tanda-tanda intersisial dan tanda plasma sedang : deficit 7%
dari berat badan.
Tanda-tanda intersisial dan plasma berat : deficit 10% dari
berat badan.

29
Shock : deficit 15% dari berat badan .
Perkiraan defisit itu tidak harus tepat. Yang penting adalah berdasarkan
perkiraan tersebut terapi mulai dapat dilakukan dan monitoring yang ketat
keadaan penderita selama terapi dilakukan. Pada pasien ini, terjadi perdarahan
lebih dari 800 cc. Memperkirakan jumlah perdarahan dapat dilakukan dengan
mengukur jumlah darah dalam botol suction dan juga dari kain kassa dan kain
operasi yang terbasahi darah. Satu kassa steril yang basah kira-kira menampung
30 ml darah, sedangkan kasa steril besar/handuk dapat menampung kira-kira 100-
150 ml darah. Sebelum operasi berlangsung, kain ditimbang. Perbedaan 1 gram
kain operasi yang terdapat darah dianggap sama dengan 1 ml darah.

Pertanyaan Kasus
1. Bagaimana diagnosa pada pasien ini ?
2. Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

Bagaimana penegakkan diagnosis pada pasien ini?


Pada pasien ini, pasien merasa hamil 2 bulan, datang dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah. Didapatkan hasil PP test (+) dan nyeri goyang portio (+).

Bagaimana tata laksana pada pasien ini?


PERHITUNGAN RENCANA PEMBERIAN CAIRAN
BB : 50 Kg
Lama operasi : 45 menit
Perdarahan : 1000 cc
Cairan yang diberikan : Kristaloid 1000 cc
Urin : 100 cc

Kebutuhan cairan maintenance untuk pasien dengan berat badan 50 kg :

4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 30 = 30 +
90 cc
Puasa = (pasien mengaku tidak makan selama 6 jam sebelum operasi)
= 6 x 90 cc = 540 cc

Jumlah cairan selama operasi besar :

30
8 x 50 x 45 menit = 300 cc

Perdarahan selama operasi :

Suction = 1500 cc
Cuci NaCl = 500 cc
Perdarahan 1000 cc

EBV ( 70 x 50 ) = 3500 cc

Grade Perdarahan ;
1000 x 100% = 28.5% (15-30% SEDANG)
3500

Total cairan yang dibutuhkan :


Cairan selama operasi (IWL) = 300 cc
Perdarahan = 1000 cc
Puasa 6 jam = 540 cc

Koreksi cairan yang di berikan


Kristaloid = 1000 cc = 1000 cc
PRC = 250 cc = 250

Total cairan yang di butuhkan :


= Puasa + IWL + koreksi cairan yang belum diberikan + urin
= 540 + 300 + 1250 + 100
= 2190 cc

Kebutuhan cairan post operasi :


= 24 (1 + 6)
= 17 x 90 = 1530 cc

50% diberikan pada 2 jam pertama, 1095cc : 2 jam= 547.5cc/jam=


9.375cc/menit= 2.3475 tts/m

25% + cairan maintenance diberikan dalam 6 jam, 547.5+1530 cc : 6 jam =


348.75cc/jam= 5.8125cc/menit= 1.453125 tetes per menit

25% cairam diberikan dalam 16 jam, 562.5 : 16 jam = 35.15625 cc/jam=


0.58cc/menit

31
3.Bagaimana prognosis pada pasien ini?
1. Quo ad vitam: Dubia ad bonam
Keadaan pasien dapat mengalami perbaikan selama dirawat di rumah sakit
jika mendapatkan terapi, terutama resusitasi cairan dan pembedahan yang
dilaksanakan dengan cepat dan tepat.
2. Quo ad functionam: Dubia ad malam
Karena setelah dilakukan operasi salphingo ovarektomi maka akan terjadi
penurunan kemungkinan pasien untuk hamil kembali sebanyak 50 %
3. Quo ad sanationam: Dubia ad bonam
Karena pasien masih dapat melakukan fungsi sosialnya seperti keadaan
sebelumnya.

32
BAB IV

KESIMPULAN

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut

sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu. Sebagian besar kehamilan ektopik


terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang
terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang
memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul,
pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi
dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya,
infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi.
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari
implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat
tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif,
infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka
mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan
cepat.
Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita
terutama pada mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu, adanya
kecenderungan pada kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang
cukup lanjut menyebabkan angka kejadiannya semakin berlipat ganda.

33
DAFTAR PUSTAKA

34

Anda mungkin juga menyukai