Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

Perjalanan Nervus Fasialis dengan Kelainannya

Pembimbing :
Dr. Wahyu B.M, Sp.THT

Penyusun :
Eliza 11-2015-247
Nurlitha 11-2015-
Dwi Kartika 11-2015-252
Go Yohana Gunawan 11-2015-335
Novi Hermawan 11-2015-458

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT


RUMAH SAKIT PANTI WILASA DR. CIPTO
PERIODE 23 MEI 2016 25 JUNI 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Perjalanan Nervus Fasialis dengan
Kelainannya.
Referat ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klnik
senior di Bagian Telinga Hidung Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Wahyu BM, Sp.THT, MSi Med selaku
pembimbing referat. Penulisan referat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Semarang, 9 Juni 2016


Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... 1
DAFTAR ISI....................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Nervus Fasialis..................................... 3
2.2 Kelainan-kelainan Nervus Fasialis........................................... 6
2.3 Diagnostik Kelainan Nervus Fasialis........................................ 10
2.3.1 Pemeriksaan Fungsi Saraf Motorik.................................... 10
2.3.2 Tonus....................................................... ..................... 11
2.3.3 Gustometri.......................................................................... 11
2.3.4 Salivasi............................................................................... 12
2.3.5 Schimer Test.................................................................... 12
2.3.6 Refleks Stapedius............................................................ 13
2.3.7 Uji Audiologik................................................................ 13
2.3.8 Sinkinesis........................................................................ 13
2.3.9 Hemispasme.................................................................... 14
BAB 3 PENUTUP......................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan.................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 15

2
Pendahuluan
Saraf fasialis memiliki anatomi yang sangat komplek dan terdiri dari banyak serabut saraf
yang masing-masing berfungsi membawa impuls listrik ke otot-otot wajah. Informasi yang
disampaikan akan menimbulkan ekspresi fasial seperti tertawa, menangis, tersenyum dan
berbagai ekspresi fasial lainnya. Saraf fasial tidak hanya membawa impuls ke otot-otot wajah
tetapi juga ke glandula lakrimal, glandula saliva, dan ke otot dekat tulang pendengaran (stapes)
serta menstransmisikan rasa dari bagian depan lidah. Oleh karena itu, bila terjadi kerusakan
setengah atau lebih dari serat-serat saraf ini maka akan timbul gejala lumpuh atau paralysis pada
wajah, kekeringan pada mata atau mulut, gangguan dalam pengecapan.
Kelumpuhan saraf fasialis perifer merupakan kelemahan jenis motor neuron yang terjadi
bila nucleus atau serabut distal saraf fasialis terganggu, yang menyebabkan kelemahan otot
wajah. Kelumpuhan saraf fasialis biasanya mengarah pada suatu lesi saraf fasialis ipsilateral atau
dapat pula disebabkan lesi nucleus fasialis ipsilateral pada pons.
Kelumpuhan saraf fasialis memberikan dampak yang besar bagi kehidupan seseorang dimana
pasien tidak dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah sehingga tampak wajah pasien
tidak simetris. Dalam menggerakkan otot ketika menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi
akan tampak sekali wajah pasien tidak simetris.

Anatomi dan Fisiologi Saraf Fasialis


Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu1,2:

1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot ekspresi
wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.

2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis yang
membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.

- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah. Sensasi
pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda
timpani dan kemudian ke
3 ganglion genikulatum dan kemudian ke nukleus traktus

solitarius.
- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior. Terletak
di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari saraf fasilalis pada
tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula
lakrimalis dan glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke
kaudal dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion submandibularis.
Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan submandibularis, dimana
impuls merangsang salivasi.

- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian
daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus. Daerah overlapping (disarafi
oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus
akustikus eksterna, dan bagian luar membran timpani.
Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI, dan keluar di
bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara saraf VII dan
saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus. (lihat gambar 2)
Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral
dalam kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir
kanalis , saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini,
serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi
glandula parotis.

4
Gambar 1 Bagan Saraf Fasialis.1,2

Gambar 2 Saraf Fasialis.1,2

Sewaktu meninggalkan pons, saraf fasialis beserta saraf intermedius dan saraf VIII masuk
ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus. Dalam perjalanan di dalam tulang
5
temporal, saraf VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segman timpani dan segmen
mastoid.3
Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion genikulatum .
panjang segmen ini 2-4 milimeter.3
Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion genikulatum
dan berjalan ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah tingkap lonjong (venestra
ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal.
Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.3
Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior kavum
timpani . perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid, disebut segman
piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari saraf VII,
sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah
kaudal menuju segmen stilomaoid . panjang segmen ini 15-20 milimeter.3
Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang
mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan
gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit
penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).2

Kelainan kelainannya

Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat
perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan sentral,
sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah
bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di
serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf
yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama N. Fasialis.1

6
Gambar 3. Perbedaan lesi perifer dan sentral nervus fasialis.1

Gambar 4. Perbedaan terjadinya lesi perifer dan sentral nervus fasialis.1

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari
korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat persarafan
dari kedua sisi korteks motorik (bilateral) (gambar 3). Karenanya kerusakan sesisi pada upper
motor neuron dari saraf VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan
mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak.
Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata (persarafan
bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai, memperlihatkan
gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila
penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.1

Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter maupun yang
involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) saraf VII sering merupakan bagian
dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang (space occupying
lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas
7
inti saraf VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan saraf
VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis pseudobulber. 1
Gambar 5. Persarafan Otot Wajah , Perasat Otot wajah disebabkan oleh lesi UMN dan LMN nervus VII. 2,4

Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi2,4:

1. Lesi di luar foramen stilomastoideus

Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi.
Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak
dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

8
Gambar 6. Bells palsy tidak dapat menutup mata pada sisi yang sakit.4

2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)

Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman
pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang.
Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya saraf intermedius,
sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung
dengan saraf fasialis di kanalis fasialis.

3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)

Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.

4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di belakang
dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi
pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah kelumpuhan
fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-
tandanya adalah herpes zoster otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam
kanalis auditorius dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus,
kegagalan pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.

9
Gambar 7. Ramsay-hunt syndrome.4

5. Lesi di meatus akustikus internus

Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya
nervus akustikus.

6. Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons

Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya saraf
trigeminus, saraf akustikus dan kadang kadang juga saraf abdusen, saraf aksesorius dan
saraf hipoglossus.4,5

Gambar 7. komponen serat saraf fasialis dan intermediet dan tanda-tanda kerusakan segmen
individualnya.4,5

Diagnostik
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi saraf fasialis. Tujuan
pemeriksaan fungsi saraf fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan derajat
kelumpuhannya. 10

1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik


Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimic
dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10 otot-otot tersebut dari sisi
superior adalah sebagai berikut3,5 :

a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara


mengangkat alis ke atas.

b. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara


mengerutkan alis

c. M. Piramidalis : diperiksa dengan cara


mengangkat dan mengerutkan hidung ke atas

d. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara


memejamkan kedua mata kuat-kuat

e. M. Zigomatikus : diperiksa
dengan cara tertawa lebar sambil memperlihatkan
gigi

f. M. Relever Komunis : diperiksa dengan cara


memoncongkan mulut kedepan sambil
memperlihatkan gigi

g. M. Businator : diperiksa dengan cara


menggembungkan kedua pipi

h. M. Orbikularis Oris : diperiksa dengan cara


menyuruh penderita bersiul

i. M. Triangularis : diperiksa dengan cara


11
menarik kedua sudut bibir ke bawah
j. M. Mentalis : diperiksa dengan cara
memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan

Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :

a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga ( 3 )

b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )

c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )

d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )

Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai tiga puluh
(30).

2. Tonus

Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap
kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan fungsi tonus
sehingga mengadakan penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan
pada setiap otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan
gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas (15)
yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila
terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-1) sampai minus dua (-2) pada
setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.

3. Gustometri

Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani,
salah satu cabang saraf fasialis. Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda
timpani dapat menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan).5
12

Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah,


kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah
penderita. Hali ini dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk
ditaruh, penderita tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan
tersebar melalui ludah ke sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang
persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk menyatakan pengecapan
yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3
untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa asam.5

Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan ambang rangsang


antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua sisi adalah
patologis.

4. Salivasi

Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar


submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no 50 kedalam
duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon
ditempatkan dalam mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua
tabung. Volume dapat dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah
sebesar 25 % dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur ini
dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda timpani.5

5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex

Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi serabut-


serabut pada simpatis dari saraf fasialis yang disalurkan melalui saraf petrosus
superfisialis mayor setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas saraf
petrosus mayor dapat menyebabkan
13 berkurangnya produksi air mata.3,5

Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata. Cara
pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm panjang 5-10
cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang menjadi
basah dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda
kanan dan kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.3,5

6. Refleks Stapedius

Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu


dengan cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk
mengetahui fungsi N. stapedius cabang N.VII.

7. Uji audiologik

Setiap pasien yang menderita paralisis saraf fasialis perlu menjalani pemeriksaan
audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang,
timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan
menggunakan uji respon auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini
bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli
konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah, dan dengan
memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu dipertimbangkan
suatu sumber infeksi. Jika terjadi kelumpuhan saraf ketujuh pada waktu otitis media
akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat
dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada
yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot
stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan menyebabkan
perubahan impedansi rantai
14 osikular. Jika nada tersebut diperdengarkan pada belahan
telinga yang normal, dan reflek ini pada perangsangan kedua telinga mengesankan
suatu kelainan pada bagian aferen saraf kranialis.5
8. Sinkinesis

Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf fasialis yang sering
kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah sebagai berikut :

a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita melihat


pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada
kedua sisi dinilai dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih
(hiper) dibandingkan dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2),
tergantung dari gradasinya.

b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian kita
melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).

c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi)
dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau
pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak simetris.3

9. Hemispasme

Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai pada


penyembuhan kelumpuhan fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara penderita
diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya seperti mengedip-ngedipkan
mata berulang-ulang maka bibir akan jelas tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir
bawah atau sudut mata bawah. Pada penderita yang berat kadang-kadang otot-otot
platisma di daerah leher
15
juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme dinilai
dengan angka (-1).3
Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal seluruhnya berjumlah
lima puluh (50) atau 100%. Gradasi paresis fasialis dibandingkan dengan nilai
tersebut dikalikan dua untuk persentasenya.3

Kesimpulan

Nervus fasialis merupakan salah satu nervus kranialis yang berfungsi untuk motorik
sensorik somatik, dan aferen eferen visceral. Pada perjalannanya dalam melakukan fungsinya
yaitu mempersarafi wajah bila terdapat gannguan dalam penghantarannya akan bermanifestasi
berbeda satu dengan lainnya.

Daftar Pustaka

1. SM. Lumbantobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai
Penerbit FK-UI, 2006.
2. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta : Balai
Pustaka, 1996.
3. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. Dalam Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit
FK-UI, 2007: Hal. 114-117
4. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition, Chapter 10 :
Facial Nerve Paralysis, 2006
5. Maisel R, Levine S. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6.
Jakarta : EGC, 1997.
16
17

Anda mungkin juga menyukai

  • Nervus Fasialis
    Nervus Fasialis
    Dokumen19 halaman
    Nervus Fasialis
    Jessieca Liusen
    100% (7)
  • Mikehiperbil BBLR
    Mikehiperbil BBLR
    Dokumen45 halaman
    Mikehiperbil BBLR
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Cover New
    Cover New
    Dokumen1 halaman
    Cover New
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • BAB I Presnak
    BAB I Presnak
    Dokumen46 halaman
    BAB I Presnak
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Katng Antar
    Katng Antar
    Dokumen1 halaman
    Katng Antar
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Lem Bar Penge Sah An
    Lem Bar Penge Sah An
    Dokumen1 halaman
    Lem Bar Penge Sah An
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • COVER Journal Reading
    COVER Journal Reading
    Dokumen1 halaman
    COVER Journal Reading
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Laporsus 2
    Laporsus 2
    Dokumen18 halaman
    Laporsus 2
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Book 1
    Book 1
    Dokumen2 halaman
    Book 1
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • JURDING
    JURDING
    Dokumen20 halaman
    JURDING
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Jur Ding
    Jur Ding
    Dokumen8 halaman
    Jur Ding
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Laporan Tis Kronik)
    Laporan Tis Kronik)
    Dokumen27 halaman
    Laporan Tis Kronik)
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • COVEing
    COVEing
    Dokumen1 halaman
    COVEing
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Ketergan Um)
    Ketergan Um)
    Dokumen8 halaman
    Ketergan Um)
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • 241
    241
    Dokumen6 halaman
    241
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Nurlitha Sepadanianti
    Belum ada peringkat
  • 1507
    1507
    Dokumen6 halaman
    1507
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • VCF DRT
    VCF DRT
    Dokumen3 halaman
    VCF DRT
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Properti 28ix
    Properti 28ix
    Dokumen6 halaman
    Properti 28ix
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Referagyftdrssik
    Referagyftdrssik
    Dokumen26 halaman
    Referagyftdrssik
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Vgygekh KecelakaPI-2
    Vgygekh KecelakaPI-2
    Dokumen6 halaman
    Vgygekh KecelakaPI-2
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Unuk Jid
    Unuk Jid
    Dokumen14 halaman
    Unuk Jid
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Referagyftdrssik
    Referagyftdrssik
    Dokumen26 halaman
    Referagyftdrssik
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Desi
    Desi
    Dokumen13 halaman
    Desi
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Properti 280716
    Properti 280716
    Dokumen7 halaman
    Properti 280716
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Document 1
    Document 1
    Dokumen1 halaman
    Document 1
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Document 1
    Document 1
    Dokumen1 halaman
    Document 1
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Cover Cae K
    Cover Cae K
    Dokumen1 halaman
    Cover Cae K
    dwi kartika
    Belum ada peringkat