Panggah Susanto, MM
Direktur Jenderal Industri Agro
Kementerian Perindustrian
Disampaikan pada:
SEMINAR NASIONAL
KEBANGKITAN INDUSTRI NASIONAL BERBASIS KEMAMPUAN
IPTEK ANAK BANGSA
AUDITORIUM GEDUNG II BPPT, 3 AGUSTUS 2015
POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO
Lada
Rotan
CPO
&
CPKO
Pulp
Kertas
Karet
(31
juta
ton)
(88
ribu
ton)
(3,23
Juta
(143
ribu
(6,2
juta
ton)
(10,9
juta
ton)
Ton)
Ton)
No.1
di
Dunia
No.3
D i
No.9
di
Dunia
No.
6
di
Dunia
No.2
di
Dunia
No.1
Di
Dunia
Dunia
Di samping itu, industri agro juga membutuhkan bahan baku impor, yaitu yang tidak
tersedia di dalam negeri atau tersedia namun jumlah tidak memenuhi, dengan
kebutuhan total tahun 2014:
2
BANGUN INDUSTRI NASIONAL
Industri Andalan
Industri Pendukung
Industri Hulu
Modal Dasar
Sumber Daya Alam Sumber Daya Manusia Teknologi, Inovasi & Kreativitas
Prasyarat
3
INDUSTRI PANGAN SEBAGAI INDUSTRI AGRO PRIORITAS
INDUSTRI
Industri Industri
PANGAN Industri Industri Industri
Industri Industri Gula Pengolahan
Pengolahan Ikan Pengolahan Pengolahan
Oleofood Tepung Berbasis Buah dan
dan Hasil Laut Susu Minyak Nabati
Tebu Sayuran
INDUSTRI
BAHAN
PENYEGAR Industri Pengolahan Kakao Industri Pengolahan Kopi
Industri Industri Pengolahan
Minuman Tembakau
INDUSTRI
PAKAN
Ransum Pakan Ternak/Ikan
INDUSTRI
OLEOKIMIA
DAN KEMURGI
Industri Oleokimia Industri Kemurgi
INDUSTRI
PENGOLAHAN HASIL HUTAN
DAN PERKEBUNAN
Industri Pengolahan Kayu,
Rotan dan Furniture Industri Pulp dan Kertas
4
KONTRIBUSI INDUSTRI PANGAN TERHADAP
INDUSTRI MANUFAKTUR
Kontribusi Industri Agro pada PDB Kontribusi Industri Agro pada PDB
Industri Pengolahan Triwulan I Tahun 2014 Industri Pengolahan Triwulan I Tahun 2015
Kontribusi industri pangan yaitu industri makanan dan minuman terhadap industri manufaktur sampai dengan
triwulan 1 tahun 2015 adalah 29% menurun sebesar 1% dibanding periode yang sama pada tahun 2014. Namun
kontribusi industri agro secara keseluruhan terhadap industri manufaktur pada periode triwulan 1 tahun 2015
sebesar 44,11% meningkat sebesar 0,05% dibanding periode triwulan 1 tahun 2014 sebesar 44,06%
5
INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT
* Untuk tahun 2014 data masih bersifat Prognosa Sumber : BPS diolah Pusdatin Kemenperin 2014
7
POHON INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT
8
HASIL YANG DICAPAI
Peningkatan Kinerja
a. Ra$o
Volume
Ekspor
Minyak
Sawit
dengan
Ekspor
Produk
Olahan
Minyak
Sawit
yang
semula
70
%
:
30
%
(Tahun
2011)
menjadi
30%:
70%
(Tahun
2013)
sehingga
meningkatkan
Devisa
Hasil
Ekspor
secara
signikan.
b. Ragam
Produk
Hilir
hanya
54
Jenis
(Tahun
2011),
berkembang
menjadi
154
jenis
(Tahun
2014)
dan
diperkirakan
meningkat
menjadi
169
jenis
pada
Tahun
2015
termasuk
produk
canggih
antara
lain
Industri
Bio-Olen
(Bahan
Baku
Plas$k
tramah
lingkungan
dari
Minyak
Sawit)
dan
Bio
Jet
Fuel
(Bahan
Bakar
Naba$
untuk
Mesin
Jet)
c. Adanya
Lonjakan
Investasi
Industri
Hilir
di
dalam
negeri
dengan
sekitar
USD
2,7
Miliar
pada
kurun
waktu
2012
awal
2014
dengan
perincian
:
Akhir Tahun Awal Tahun Growth
Kelompok Proses Satuan
2011 2014 (%)
9
HASIL LITBANG
Proses degumming CPO dengan menggunakan H3PO4 0.05% dan
H2SO4 0.1% memberikan hasil rendemen lebih tinggi, warna lebih
jernih dan sifat kimia lebih baik pada minyak goreng. (Baristand Medan,
2010)
Diversifikasi minyak sawit merah berupa minuman emulsi sumber
vitamin A sejenis Scotts Emulsion yang memiliki rasa, aroma, warna, dan
penampakan yang disukai. (Baristand Medan, 2011)
Modifikasi interesterifikasi enzimatik CPO menjadi Cocoa Butter
Substitute (CBS). (PTKI Medan, 2012)
Pembuatan margarine yang mengandung vitamin A dari PKO. (Baristand
Medan, 2012)
Proses Degumming, netralisasi dan Deodorisasi CPO menjadi Fat
powder sebagai speciality fat untuk produk ice cream coating fat. (Baristand
Medan 2013)
10
INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
11
INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
TAHUN
NO URAIAN SATUAN
2010 2011 2012 2013 2014
1 Jumlah Investasi Juta USD 250 330 495 570 600
12
POHON INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
Essence (Flavour)
Cake
Powder Malt Extract
Minuman Cokelat
Biji Liqour Cokelat
Kembang Gula
Pupuk
Kosmetika
Single Cell Protein
Tannin
Shell , Pulp , Pod Pektin
Bahan Bakar
Alkohol
Plastik Filler
Jelly
13
HASIL YANG DICAPAI
1) Penurunan ekspor biji kakao dan peningkatan ekspor kakao olahan
Ekspor biji kakao Jan-Des 2014 mengalami penurunan sebesar 66,4%
dibandingkan dengan ekspor Jan-Des 2013, dari 188,4 ribu ton menjadi 63,3
ribu ton
Ekspor Kakao Olahan Jan-Des 2014 mengalami peningkatan sebesar
23,4% dibandingkan dengan ekspor Jan-Des 2013, dari 196,3 ribu ton
menjadi 242,2 ribu ton.
14
2) Penurunan impor kakao olahan menurun sebesar 22,8% pada Jan-Des 2014
dibanding tahun Jan-Des 2013 ini dikarenakan biji kakao dalam negeri sudah mulai
terserap industri hilir kakao.
3) Beroperasinya 5 (Lima) industri pengolahan kakao yang sudah mati suri yaitu PT.
Effem Indonesia, PT. Jaya Makmur Hasta, PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi, PT.
Davomas Abadi, dan PT. Maju Bersama Cocoa Industries.
4) Meningkatnya kapasitas produksi 8 (Delapan) industri pengolahan kakao dan cokelat
yaitu PT. General Food Industry, PT. Bumitangerang Mesindotama, PT. Cocoa
Ventures Indonesia, PT. Tedja Sekawan, PT. Kakao Mas Gemilang, PT. Gandum Mas
Kencana, PT. Frey Abadi Indotama, dan PT. Sekawan Karsa Mulia yang semula
188.875 ton menjadi 281.950 ton.
15
HASIL LITBANG
Pengembangan produk pangan (Minuman &Candy)
Kakao berbasis rempah (BBIA 2009)
Pembuatan Minuman Moka Jahe Dari Biji Kakao
Fermentasi. (BBIA 2010)
Pengembangan Produk Olahan Fungsional Berbasis
Kakao dan Ekstraksi Polifenol untuk Makanan Kesehatan
melalui Ekstraksi biji kakao. (BBIHP Makasar 2011)
Pengembangan Produk Bubuk Kakao menjadi Cokelat
lnstan dan Minuman dalam Kemasan dengan Substitusi
Bubuk Kedelai. (BBIHP Makasar 2012)
16
INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT
Indonesia memiliki sumberdaya rumput laut yang cukup luas baik yang alami maupun
untuk budidayanya. Perairan Indonesia sebagai wilayah tropika memiliki keragaman
species rumput laut.Jenis Rumput Laut komersial di Indonesia: Eucheuma sp, Hypnea
sp: diolah menjadi Karaginan untuk bahan baku industri: Gracilaria sp, Gelidium sp,
Gelidiela sp : diolah menjadi Agar dan Sargassum sp, Turbinaria sp: diolah menjadi
Alginate.
Sedangkan daerah potensial rumput laut bernilai ekonomi di Indonesia untuk
dibudidayakan jenis Eucheuma sp dan Gracilaria tersebar di beberapa daerah di
Indonesia. Sedangkan Hypnea, Gelidium, dan Sargassum tanaman liar yang tumbuh di
alam. Rumput laut merupakan salah satu komoditi ekspor yang potensial untuk
dikembangkan
Saat ini Indonesia masih merupakan eksportir rumput laut terpenting di Asia, namun
demikian rumput lautnya banyak diekspor dalam bentuk rumput laut kering, dan baru
sebagian kecil diolah dalam bentuk bahan setengah jadi dan bahan jadi.
17
INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT
Tahun
No. URAIAN SATUAN
2010 2011 2012 2013 2014
1. Jumlah Investasi juta USD 114 114 120 130 130
Jumlah Perusahaan : unit 22 22 23 25 25
2.
a. Karaginan unit 14 14 15 16 16
b. Agar unit 8 8 8 9 9
Kapasitas Terpasang ton 19.938 20.883 21.874 22.912 24.000
3.
a. Karaginan ton 14.809 15.549 16.327 17.143 18.000
b. Agar ton 5.129 5.334 5.547 5.769 6.000
Produksi : ton 12.436 13.033 13.658 14.314 15.000
4.
a. Karaginan ton 9.872 10.366 10.884 11.429 12.000
b. Agar ton 2.564 2.667 2.774 2.885 3.000
5. Konsumsi ton 11.786,32 12.174,30 8.793,36 9.217,16 10.826,84
6. Ekspor
Nilai (Ribu USD) 10.693,16 12.627,49 12.861,06 13.084,36 11.910,74
Agar
Berat (Ton) 1.720,69 1.872,76 1.291,60 1.055,93 774,40
Nilai (Ribu USD) 8.743,82 12.127,10 30.905,21 33.988,56 31.797,70
Karagenan
Berat (Ton) 936,65 1.210,62 4.439,85 4.757,21 3.884,38
Impor
7.
Agar Nilai (Ribu USD) 3.305,46 3.742,55 964,24 1.009,41 707,07
Berat (Ton) 750,16 903,86 714,04 381,89 133,25
Nilai (Ribu USD) 7.928,38 8.926,59 3.235,51 4.931,25 4.513,09
Karagenan
Berat (Ton) 1.257,50 1.320,82 242,77 334,41 352,37
8. Jumlah Tenaga Kerja orang 2.860 2.860 2.960 3.100 3.100
18
HASIL YANG DICAPAI
1) Bertambahnya industri pengolahan rumput
laut melalui bantuan mesin/ alat kepada
daerah penghasil rumput laut.
2) Berkembangnya teknologi pengolahan
rumput laut menuju end-product (hilirisasi),
ditunjukkan melalui berkembangnya produk-
produk seperti bakso rumput laut, mie
rumput laut dan produk olahan lainnya.
3) Terbentuknya Asosiasi Industri Rumput Laut
(ASTRULI) sebagai wadah bagi
pengembangan industri pengolahan rumput
laut. 19
HASIL LITBANG
Karagenan Lipid dan Antioksidan untuk Kemasan Langsung
Makan (BBIA 2008)
Teknologi pengolahan rumput laut untuk agar dan keragenan
(BBIA 2009)
Diversivikasi olahan rumput laut dalam pembuatan mie
kering. (BBIA 2010)
Pengembangan jenis rumput laut Gracilaria untuk agar-agar
(BBIHP 2011)
Substitusi tapioka dengan rumput laut jenis Euchema cottoni
pada pembuatan bakso dan produk rumput laut berupa
minuman berserat dalam bentuk serbuk instan rumput laut
(BBIHP 2014)
20
INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN
Indonesia memiliki potensi menjadi negara industri
pengolahan ikan karena bahan baku tersedia dalam jumlah
banyak, dan hilirisasi menjadi suatu keharusan dalam
memaksimalkan potensi tersebut. Salah satu negara dengan
garis pantai terpanjang (99.093 km), dengan luas lautan
mencapai 80% dari luas wilayah
Industri pengolahan ikan termasuk dalam industri prioritas
sebagai salah satu industri andalan di masa depan dengan
tujuan untuk mempercepat pengembangan industri tersebut
kedepannya.
Permasalahan :
o Suplai bahan baku terbatas untuk industri pengolahan
ikan (fluktuasi suplai ikan).
o Persyaratan dan standardisasi produk yang mengacu
pada standar internasional, food safety, GMP, SNI, dan
Codex masih sulit diadopsi dan diterapkan.
o Infrastruktur untuk mendukung pengembangan industri
pengolahan hasil laut masih terbatas, seperti jalan dan
pelabuhan sehingga menyebabkan biaya logistik yang
tinggi; 21
INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN
Tahun
No Informasi Unit
2010 2011 2012 2013 2014*
1 Nilai Investasi Triliun Rupiah 1,27 1,58 1,58 1,5 1,64
2 Jumlah Perusahaan Perusahaan 34 35 35 37 42
3 Kapasitas Ton 328.095 357.000 357.000 339.700 370.000
4 Produksi Ton 190.295 211.808 211.808 197.026 218.300
5 Konsumsi Ton 79.179 76.901 69.920 52.466 64.886
Utilitas % 58 59 59 58 59
Ekspor Ikan Olahan
22
POHON INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN
23
HASIL YANG DICAPAI
1) Meningkatnya nilai investasi di industri
pengolahan ikan sebesar 29% dari 2010 hingga
2014
2) Berkembangnya industri pengolahan minyak ikan,
ditandai dengan mulai diolahnya minyak ikan ke
arah minyak ikan food grade, yang sebelumnya
minyak ikan hanya menjadi hasil samping atau
bahkan limbah bagi industri pengolahan ikan.
3) Meningkatnya ekspor produk ikan olahan sebesar
41% dari tahun 2010 hingga 2014, hal ini
menunjukkan bahwa hasil olahan ikan nasional
mulai dapat memenuhi standar pasar
internasional yang terus berkembang dengan
cepat. 24
HASIL LITBANG
Ekstraksi Ikan untuk menghasilkan minyak ikan dan
dilanjutkan dengan prose degumming, netralisasi dan
deodorisasi untuk menghasilkan minyak ikan dengan
mutu yang baik. (Baristand Ambon 2010)
Pemanfaatan Minyak Ikan Patin untuk High Nutritive
Value pada Margarin (BBIA 2011)
Teknologi Pengolahan kaldu Instan dari Hasil Perikanan
dan Rumput Laut (Baristand Ambon 2012)
25
INDUSTRI GULA BERBASIS TEBU
26
Kinerja Industri Gula Kristal Putih
TAHUN
NO URAIAN SATUAN
2010 2011 2012 2013 2014*)
27
Kinerja Industri Gula Kristal Rafinasi
TAHUN
NO
URAIAN SATUAN
2010 2011 2012 2013 2014*)
5 Ekspor - - - - -
Pupuk
Kertas Koran
Bahan Bakar
Furniture Kertas Tulis Cetak
Particle Board
Security Paper
Ampas Makanan Ternak
Pulp Sellulosa Kertas Polimer
29
HASIL YANG DICAPAI
1. Meningkatnya kapasitas giling PG BUMN dari 116.699,24
TCD (2010) menjadi 137.629 TCD (2014).
2. Peningkatan total produksi PG BUMN dari 1.075.919,36 ton
(2010) menjadi 1.517.980,83 ton (2014).
3. Meningkatnya efisiensi PG BUMN yang dapat dilihat dari
rata-rata overall recovery (OR) PG-PG BUMN dari 74,68%
(2010) menjadi 77,56% (2014).
4. Meningkatnya mutu gula yang diproduksi PG-PG BUMN
yang dapat dilihat dari rata-rata ICUMSA 300 (2010) menjadi
ICUMSA 185 (2014).
30
HASIL LITBANG
Gula Cair
Saat ini dunia juga mulai dengan pemanis gula dalam bentuk cair, pemikiran
yang sederhana, investasi yang lebih murah, yield yang sejenis tanpa ada
biaya produksi tambahan dan sebenarnya konsumen diuntungkan karena tidak
kehilangan energy untuk meleburkan kembali. Dengan gula cair ini akan
memperoleh banyak keuntungan diantaranya :
Ekonomis; praktis dan higienis; lebih fresh dan tahan lama; menambah tekstur
dan kekentalan tanpa bahan kimia berfungsi sebagai pemanis, sirup dan rasa
sekaligus rendah glikemik indeks; bebas gluten ; bebas dari kotoran ; bebas
dari fruktosa tinggi ; larut langsung dalam minuman panas dan dingin atau
makanan. (Baristand Surabaya 2013)
Bioetanol dari Tetes Tebu ( Molases )
Molase atau tetes tebu mengandung kurang lebih 60% sellulosa dan 35,5%
hemiselullosa. Kedua bahan polysakarida ini dapat dihidrolisis menjadi gula
sederhana yang selanjutnya dapat difermentasi menjadi ethanol. Potensi
produksi molase ini per ha kurang lebih 10 15 ton, Jika seluruh molases per ha
ini diolah menjadi ethanol (fuel grade ethanol), maka potensi produksinya kurang
lebih 766 hingga 1,148 liter/ha FGE. Produksi bioetanol berbahan baku molases
layak diusahakan karena tingkat keuntungan mencapai 24%
(Baristand Surabaya 2010)
31
HASIL LITBANG
Biogasoline (gasohol)
Gasohol adalah campuran antara bioetanol dan bensin dengan porsi bioetanol
sampai dengan 25% yang dapat langsung digunakan pada mesin mobil bensin
tanpa perlu memodifikasi mesin. Hasil pengujian kinerja mesin mobil bensin
menggunakan gasohol menunjukkan gasohol E-10 (10% bioetanol ) dan gasohol
E-20 (20% bioetanol) menunjukkan kinerja mesin yang lebih baik dari premium
dan setara dengan pertamax. Bahan campuran ini juga menghasilkan emisi
karbon monoksida dan total hidrokarbon yang lebih rendah dengan yang lainnya
(Baristand Surabaya bekerjasama dengan PTPN X tahun 2014)
32
HASIL LITBANG
Cogeneration
Cogeneration adalah teknologi produksi listrik dari ampas tebu dengan
mengganti boiler bertekanan rendah (7-21 bar) dengan
boiler bertekanan tinggi (di atas 80 bar) serta melakukan elektrifikasi
pada semua penggerak. 1 ton tebu bisa menghasilkan sekitar 300
kilogram ampas yang bisa digunakan sebagai bahan bakar, dimana
setiap satu ton ton ampas tebu mampu membangkitkan listrik dengan
cogeneration sebesar 220-240 KWh. (Baristand Surabaya bekerjasama
dengan PTPN X tahun 2014)
33
INDUSTRI PAKAN TERNAK
Menurut Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT),
secara umum industri pakan ternak nasional cukup memiliki
peluang yang baik. Dilihat dari tingkat produksi, industri
pakan ternak mengalami pertumbuhan rata-rata 8,4% dalam
periode lima tahun terakhir.
Menurut data GPMT, selama lima tahun terakhir industri
pakan ternak nasional rata-rata mampu menyuplai 5 juta ton
pakan ternak per tahun dari kebutuhan sekitar 7 juta ton per
tahun.
Pada saat ini, industri pakan ternak nasional masih
didominasi asing seperti Charoen Pokphand, Japfa Comfeed,
Sierad produce, CJ Feed, Gold Coin dan Sentra Profeed.
Produsen-produsen besar tersebut umumnya terintegrasi
dengan industri peternakan dan pengolahan produk ternak.
Dari sisi penyebaran industri, penyebaran industri pakan
ternak berskala besar di Indonesia masih terpusat di tujuh
provinsi yaitu Sumatera Utara (8 pabrik), Lampung (4 pabrik),
Banten (10 pabrik), DKI Jakarta (4 pabrik), Jawa Barat (4
pabrik), Sulawesi Selatan (2 pabrik) dan terbanyak terdapat di
Jawa Timur yang mencapai 15 pabrik.
34
INDUSTRI PAKAN TERNAK
Tahun
No. Uraian Satuan
2010 2011 2012 2013 2014
Triliun
1 Jumlah Investasi 40 40 42 45 45
Rupiah
Jumlah Perusahaan : 58 58 59 60 66
2 Unit Usaha
a. Poultry 43 43 44 45 51
b.Aquaculture 15 15 15 15 15
35
POHON INDUSTRI PAKAN TERNAK
Dried Distillers
Jagung
Grain Solubles
36
HASIL YANG DICAPAI
1) Peningkatan kompetensi SDM industri melalui pelatihan
formulasi pakan ternak, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pakan yang dihasilkan dan pada akhirnya mampu
meningkatkan produktivitas ternak.
2) Meningkatnya utilisasi industri di atas 80% dengan koordinasi
bersama instansi lainnya, terkait dengan jaminan suplai bahan
baku untuk industri.
3) Meningkatnya kapasitas terpasang industri sebanyak 42,85% dari
tahun 2010 hingga 2014 yang ditopang dengan kemudahan
investasi dan iklim usaha yang baik, pertumbuhan industri
ditunjukkan dengan jumlah industri pakan ternak yang
berkembang sebesar 13% dalam 5 tahun terakhir.
37
HASIL LITBANG
Penggunaan lemak dalam bentuk protected fat pada ternak
dapat meningkatkan produksi susu maupun produksi daging
(Baristand Medan 2008)
Asam lemak sawit dari hasil ikutan pada pembuatan minyak
goreng mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh dapat
dijadikan sumber energi pada bahan pakan ternak unggas
khususnya ayam untuk mendukung peningkatan produksi
daging dan telur di Indonesia (Baristand Medan 2009)
38
PENUTUP
1. Hilirisasi industri agro memerlukan komitmen dan dukungan dari
seluruh pihak (stake holder) yang terlibat, baik dari instansi
Pemerintah Pusat, Daerah dan Dunia Usaha sehingga akan
meningkatkan nilai tambah dan mempunyai multiplier effect yang
berdampak pada peningkatan ketahanan pangan.
2. Hal-hal yang masih perlu mendapat perhatian khusus dalam
rangka hilirisasi industri agro :
Peningkatan infrastruktur
Dukungan dari sektor hulu sebagai penyedia bahan baku
Peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan
Pengembangan teknologi di bidang proses dan mesin
peralatan pabrik
Peningkatan SDM
Pemberian insentif terhadap pengembangan industri agro
39