Anda di halaman 1dari 19

A.

JUDUL PERCOBAAN
Analisis Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam Ketam Batu, dan Lokan
Segar yang Berasal dari Perairan Belawan Secara Spektrofotometri Serapan
Atom.
B. TUJUAN PERCOBAAN
Mengetahui dan memahami Analisis kuantitatif yang dilakukan dengan
metode Spektrofotometri Serapan Atom pada panjang gelombang 283.3 nm,
228.8 nm, 324.8 nm, dan 213.9 nm berturut-turut untuk Pb, Cd, Cu, dan Zn.
C. DASAR TEORI
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah suatu alat yang
digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan
metaloid yang berdasarkan pada penyerapan absorbsi radiasi oleh atom
bebas. Spektrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis
kuantitafif dari unsur-unsur yang pemakainnya sangat luas di berbagai bidang
karena prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisisnya relatif murah,
sensitivitasnya tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat matriks yang
sesuai dengan standar, waktu analisis sangat cepat dan mudah dilakukan. AAS
pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrofotometer absorpsi atom
juga dikenal sistem single beam dan double beam layaknya Spektrofotometer
UV-VIS. Sebelumnya dikenal fotometer nyala yang hanya dapat menganalisis
unsur yang dapat memancarkan sinar terutama unsur golongan IA dan IIA.
Umumnya lampu yang digunakan adalah lampu katoda cekung yang mana
penggunaanya hanya untuk analisis satu unsur saja.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom
menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada
sifat unsurnya. Metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan dan
tidak bergantung pada temperatur. Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen
yaitu unit teratomisasi, sumber radiasi, sistem pengukur fotometerik.
Teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan
karena sebelum pengukuran tidak selalu memerlukan pemisahan unsur yang
ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur
lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. AAS
dapat digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam.
Sumber cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda
yang berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam
nyala api yang berisi sampel yang telah teratomisasi, kemudia radiasi tersebut
diteruskan ke detektor melalui monokromator. Chopper digunakan untuk
membedakan radiasi yang berasal dari sumber radiasi, dan radiasi yang berasal
dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus (DC) dari emisi nyala
dan hanya mengukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel.
Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar akan dikenai radiasi maka
atom tersebut akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit
terluar naik ke tingkat energi yang lebih tinggi atau tereksitasi. Jika suatu atom
diberi energi, maka energi tersebut akan mempercepat gerakan elektron
sehingga elektron tersebut akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi
dan dapat kembali ke keadaan semula.
Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang
dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi oleh atom terjadi pada
panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom
tersebut.
Bagian-Bagian pada AAS
a. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda
memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda
pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan
diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur
Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
- Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
- Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam
sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol
digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu
dimasukkan ke dalam soket pada AAS. Bagian yang hitam ini merupakan
bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi lainnya.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan
energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip
ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari luar
dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat
menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.
Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan,
maka lampu dilepas dari soket pada main unit AAS, dan lampu diletakkan pada
tempat busanya di dalam kotaknya lagi, dan dus penyimpanan ditutup kembali.
Sebaiknya setelah selesai penggunaan, lamanya waktu pemakaian dicatat.
b. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang
berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu 20000K,
dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas
asetilen, dengan kisaran suhu 30000K. regulator pada tabung gas asetilen
berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas
yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator.
Merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.
Pengujian untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas
tersebut, yaitu dengan mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi
sedikit air, untuk pengecekkan. Bila terdengar suara atau udara, maka
menendakan bahwa tabung gas bocor, dan ada gas yang keluar. Hal lainnya
yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan sedikit air sabun pada bagian
atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung udara yang terbentuk. Bila
ada, maka tabung gas tersebut positif bocor.
Sebaiknya pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan minyak,
karena minyak akan dapat menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam
tabung dapat keluar karena disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar
tabung berisi aseton yang dapat membuat gas akan mudah keluar, selain gas
juga memiliki tekanan.
c. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau
sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap
bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak
berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran
pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar ppolusi yang
dihasilkan tidak berbahaya.
Cara pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting
secara horizontal, agar bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak akan
ada serangga atau binatang lainnya yang dapat masuk ke dalam ducting.
Karena bila ada serangga atau binatang lainnya yang masuk ke dalam ducting
, maka dapat menyebabkan ducting tersumbat.Penggunaan ducting yaitu,
menekan bagian kecil pada ducting kearah miring, karena bila lurus secara
horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk menghisap
hasil pembakara yang terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya melalui
cerobong asap yang terhubung dengan ducting.
d. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena
alat iniberfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh
AAS, pada waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur
tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF,
spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang akan
dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang
kanan merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara
yang akan disemprotkan ke burner.
Bagian pada belakang kompresor digunakan sebagai tempat
penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS. Alat ini berfungsi untuk
menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi
terbuka, dan posisi ke kiri meerupakan posisi tertutup. Uap air yang
dikeluarkan, akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar
menjadi basah, oleh karena itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian
ini, sebaiknya ditampung dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah., dan
uap air akan terserap ke lap.
e. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit,
karena burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan
aquabides, agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api
secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang
pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari proses pengatomisasian
nyala api.
Perawatan burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan, selang
aspirator dimasukkan ke dalam botol yang berisi aquabides selama 15 menit,
hal ini merupakan proses pencucian pada aspirator dan burner setelah selesai
pemakaian. Selang aspirator digunakan untuk menghisap atau menyedot
larutan sampel dan standar yang akan diuji. Selang aspirator berada pada
bagian selang yang berwarna oranye di bagian kanan burner. Sedangkan
selang yang kiri, merupakan selang untuk mengalirkan gas asetilen. Logam
yang akan diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan
terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang
berada di dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi
tinggi. Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda.
Warna api yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi
logam yang diukur. Bila warna api merah, maka menandakan bahwa terlalu
banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan warna api yang paling
baik, dan paling panas, dengan konsentrasi.
f. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah
pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat
melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke
atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala
api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan
terlihat buruk.
Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga
dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator menyala,
menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala,
dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu,
papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak
tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat
kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.
Keuntungan metode AAS
Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa
yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur
unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output
dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis
unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %). Sedangkan
kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat
menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila
atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada
panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.
D. ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Alat-alat gelas
2. Hot plate
3. Indikator universal
4. Lampu katoda timbal
5. Neraca listrik (Mettler AE 200)
6. Oven
7. pHmeter (The Phep Family, Mautarius)
8. Spektrofotometer Serapan atom (Shimadzu AA 6300) dengan nyala udara-
asetilen,
Bahan
1. Asam nitrat
2. Ammonium hidroksida
3. Cadmium
4. Dinatrium sulfide
5. Ketam Batu
6. Lokan yang berasal dari perairan Belawan
7. Larutan standar
8. Seng.
9. Timbal
10. Tembaga,
E. PROSEDUR KERJA
1. Pengambilan Sampel

Sampel Ketam
Batu dan Lokan

- Disampling purposif
- Ditentukan berdasarkan pada ciri yang mempunyai hubungan
erat dengan ciri populasi

Dilakukan
Penyiapan Sampel
2. Penyiapan Sampel
Sampel Ketam
Batu dan Lokan
- Dicuci bagian cangkang yang telah diambil isi bagian dalamnya
- Dihaluskan dengan menggunakan blender
- Dimasukan ke dalam krus porselin yang telah diketahui
bobotnya
- Ditimbang sebanyak yang diperlukan

Dilakukan
Proses Destruksi

3. Proses Destruksi

Sampel Ketam
Batu dan Lokan
- Ditimbang sebanyak 25 g
- Dikeringkan diatas hot plate hingga mengarang
- Dimasukan ke dalam tanur dan diatur suhu tanur 250oC dengan
setiap kenaikan 25 oC, selanjutnya perlahan-lahan suhu dinaikan
menjadi 350oC dengan setiap kenaikan 50oC, dan dinaikan lagi
hingga mencapai 500oC dengan setiap kenaikan 75oC dan
diabukan selama 16 jam
- Didinginkan
- Dilarutkan abu dalam 10 mL HNO3, 5N
- Dikeringkan
- Dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL
- Dicuci tiga kali masing-masing 5 mL air suling
- Disatukan dengan residu yang telah larut dalam labu ukur 50 mL
- Diencerkan dengan HNO3 5N
- Disaring menggunakan kertas saring Whatman No.40 dan 10
mL

Hasil Filtrat

4. Analisis Kualitatif
a.
Sampel Ketam
Batu dan Lokan
- Dimasukkan 5 mL sampel ketam batu dan lokan ke dalam
tabung reaksi
- Ditambahkan 1 mL larutan Na2S 10% b/v
- Dikocok
- Diamati

Terjadi kekeruhan (sampel


mengandung logam)

Sampel Ketam
b. Batu dan Lokan
- Dimasukkan 5 mL sampel ketam batu dan lokan kedalam tabung
reaksi
- Diatur pH 6,5 dengan penambahan NH4OH 1N
- Ditambahkan larutan ditizon 0,005% b/v
- Dikocok
- Dibiarkan lapisan memisah
- Diamati

Terbentuk warna merah muda


(sampel mengandung Cd)
c.
Sampel
- Ketam
Batu dan
- Lokan
Dimasukkan 5 mL sampel ketam batu dan lokan ke dalam
tabung reaksi
- Diatur pH 6,5 dengan penambahan NH4OH 1N
- Dimasukkan Kristal KCN
- Ditambahkan 5 mL larutan ditizon 0,005% b/v
- Dikocok
- Dibiarkan lapisan memisah
- Diamati

Terbentuk warna merah muda


(sampel mengandung Cd)

d. Sampel Ketam
Batu dan
- Lokan
- Dimasukkan 5 mL sampel ketam batu dan lokan ke dalam
tabung reaksi
- Ditambahkan larutan NaOH 1N hingga pH netral
- Ditambahkan 5 mL larutan ditizon 0,005% b/v
- Dikocok

Terbentuk warna merah


(sampel mengandung Cd)
e.
Sampel Ketam
Batu dan Lokan

- Dimasukkan 5 mL sampel ketam batu dan lokan ke dalam


tabung reaksi
- Ditambahkan larutan NaOH 1N hingga pH 3,5
- Ditambahkan 5 mL larutan ditizon 0,005% b/v
- Dikocok

Terbentuk warna merah


(sampel mengandung Cd)

5. Analisis Kuantitatif
a. Penentuan Linieritas kurva kalibrasi

Larutan Standar (Timbal,


Kadmium, Seng dan
Tembaga) (1000 mcg/m L)

- Dipipet masing-masing larutan 10 mL


- Dimasukkan masing-masing ke labu tentukur 100 mL
- Ditambahkan masing-masing 10 mL HNO3 5N
- Dicukupkan masing-masing dengan air suling sampai batas
kalibrasi
- Diperoleh masing-masing konsentrasi 100 mcg/mL

Larutan Induk

Larutan Kerja logam


Timbal ( Kadmium, Seng
dan Tembaga) (1000 mcg/m
L)

- Dipipet logam Timbal 0, 0,3, 0,7, 0,9 dan 1,1 mcg/mL ; logam
Kadmium 0, 0,2, 0,4, 0,6 0,8 dan 1,0 mcg/mL ; logam Seng 0,
1, 2, 3, 4, 5 dan 6 mcg/mL ; serta logam Tembaga 0, 0,2, 0,4,
0,6, 0,8, dan 1,0 mcg/mL.
- Dimasukkan ke labu tentukur 100 mL
- Ditambahkan 10 m L HNO3 5N
- Dicukupkan masing-masing dengan air suling sampai batas
kalibrasi
- Diukur pada panjang gelombang logam timbal 283,3 nm ; logam
- kadmium 228,8 nm ; logam seng 213,9 ; dan logam tembaga 324,8
nm.

Dilakukan analisis logam


dalam sampel
b. Analisis logam dalam sampel
Larutan sampel Ketam Batu
dan Lokan Hasil destruksi

- Diukur absorbansinya dengan AAS pada panjang gelombang


283,3 (untuk logam Pb), 288,8 (untuk logam Cd).
- Dipipet hasil destruksi logam Zn larutan sampel ketam batu dan
lokan 10 mL
- Dimasukkan ke labu tentukur 50 mL
- Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 213,9 logam Cu
untuk sampel Ketam Batu
- Dicukupkan masing-masing dengan air suling sampai batas
kalibrasi
- Diukur pada panjang gelombang 324,8.

6. Analisis Dilakukan Analisis


data secara data secara statistik
statistik

Kadar Timbal, Kadnium,


Tembaga dan Seng pada
Ketam Batu dan Lokan
- Dihitung berdasarkan persamaan regresi

Data diterima / ditolak

7. Penentuan limit deteksi dan limit kuantitasi


limit deteksi dan limit
kuantitasi

- Dihitung limit deteksi dan limit kuantitasi berdasarkan pada


standar deviasi respond dan kemiringan (slope) kurva baku

limit deteksi / limit


kuantitasi
F. HASIL PENGAMATAN
1. Analisis kualitatif
Tabel 1 menunjukkan bahwa sampel mengandung keempat logam.
Analisis dengan larutan Na2S 10% b/v tidak dapat membedakan keempat
jenis logam tersebut, tetapi analisis dengan larutan ditizon 0.005% b/v
memberikan warna yang berbeda untuk masing-masing logam pada pH yang
berbeda, dimana pada tiap pH hanya positif untuk satu logam saja. Warna
yang terbentuk disebabkan terbentuknya komplek logam-ditizonat

2. Analisis kuantitatif
Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Kurva kalibrasi timbal,
kadmium, tembaga, dan seng masing-masing dengan berbagai konsentrasi
dapat dilihat pada Gambar 1, 2, 3, dan 4.
3. Dari analisis ini Kadar logam Pb, Cd, Cu, dan Zn yang diperoleh dalam
sampel dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
G. Pembahasan
Pada penelitian kali ini dilakukan analisis logam Pb, Cd, Cu, dan Zn
dalam ketam batu, dan lokan segar yang berasal dari perairan belawan secara
spektrofotometri serapan atom. Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah
suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur
logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan absorbsi radiasi oleh
atom bebas. Dimana metode sesuai dengan tujuan penelitian yaitu penentuan
logam Pb, Cd, Cu, dan Zn. Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh
atom dimana prinsip spektrofotometri absorbsi ini didasarkan pada hukum
Lambert-Beer. Keabsahan hukum Lambert-Beer yaitu bila Absosrbans
berbanding langsung dengan tebal larutan dan konsentrasi larutan. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penetuan linieritas kurva kalibrasi, maka dari itu pada
penelitian ini dilakukan penentuan linieritas kurva kalibrasi.
Penelitian ini melakukan analisis secara kualitatif, kuantitatif dan
penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi.
Analisis kualitatif untuk melihat apakah dalam sampel terdapat logam
Pb, Cd, Cu, dan Zn analisis ini dilakukan dengan penambahan larutan Na2S
10% b/v. Pemeriksaan secara kualitatif ini dilakukan untuk mendukung analisis
kuantitatif logam dengan Spektrofotometri Serapan Atom. Keempat logam ini
akan bereaksi dengan Na2S membentuk kekeruhan yang menandakan bahwa
ada kandungan logam dalam sampel yaitu ketam batu. Akan tetapi analisis
dengan larutan Na2S 10% b/v tidak dapat membedakan keempat jenis logam
tersebut sehingga pada analisis ditambahkan lagi dengan larutan ditizon 0.005%
b/v degan pH yang berbeda untuk setiap logam hal ini memberikan warna yang
berbeda untuk masing-masing logam pada pH yang berbeda, dimana pada tiap
pH hanya positif untuk satu logam saja. Warna yang terbentuk disebabkan
terbentuknya komplek logam-ditizonat (Muchlisyam, 1998).
Hasil analisis kualitatif logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam ketam batu,
tersebut dapat dilihat pada table berikut.
Pada penentuan secara kuantatif dilakukan dengan penetuan linieritas
kurva kalibrasi dengan pengukuran absorbansi pada Spektrofotometer Serapan
Atom pada panjang gelombang maksimum dari tiap logam hal ini karena pada
panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada
panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap
satuan konsentrasi adalah yang paling besar selain itudisekitar panjang
gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut
hukum Lambert-Beer akan terpenuhi sehingga akan menghasilkan garis lurus
atau linier pada kurva kalibrasi. Pada penentuan linieritas kurva kalibrasi ini
terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan induk dari timbal (Pb) dan larutan
induk kadmium (Cd), seng (Zn) dan tembaga (Cu) selanjutnya, pembuatan
larutan kerja untuk masing-masing larutan induk. Larutan kerja logam timbal
dibuat dengan memipet 0, 0.3, 0.5, 0.7, 0.9, dan 1.1 ml larutan induk standar
timbal, masukkan ke labu tentukur 100 ml, tambahkan 10 ml HNO3 5N dan
tepatkan hingga garis tanda dengan air suling dari sini diperoleh konsentrasi
berturut-turut 0, 0.3, 0.5, 0.7, 0.9, 1.1 mcg/ml, ukur pada panjang gelombang
283,3 nm; dengan cara yang sama dibuat larutan kerja untuk logam kadmium
dengan konsentrasi 0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 mcg/ml dan diukur pada
panjang gelombang 228,8 nm; untuk logam seng dibuat larutan dengan
konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 mcg/ml dan diukur pada panjang gelombang
213.9 nm; sedangkan untuk logam tembaga dibuat larutan dengan konsentrasi
0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 mcg/ml dan diukur pada panjang gelombang 324.8
nm.
Dari penentuan linieritas kurva kalibrasi diperoleh kurva kalibrasi
timbale (Pb), cadmium (Cd), tembaga (Cu), dan seng (Cu) masing-masing
dengan berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 1, 2, 3, dan 4.

Analisis logam dalam sampel. Larutan sampel Ketam batu dan Lokan
hasil destruksi diukur absorbansi nya dengan Spektrofotometer Serapan Atom
pada panjang 283.3 (untuk logam Pb), 228.8 (untuk logam Cd); sedangkan
untuk logam Zn, larutan sampel (Ketam Batu dan Lokan) hasil destruksi dipipet
10 ml dimasukkan ke labu tentukur 50 ml kemudian diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 213.9; dan untuk Karangan Asli Majalah Kedokteran
Nusantara Volume 42 y No. 1 y Maret 2009 23 logam Cu untuk sampel Ketam
batu larutan hasil destruksi lansung diukur absorbansinya, sedangkan untuk
sampel lokan dipipet 10 ml masukkan ke labu tentukur 50 ml tepatkan hingga
garis tanda dengan air suling, selanjutnya diukur pada panjang gelombang
324.8.Dari analisis ini Kadar logam Pb, Cd, Cu, dan Zn yang diperoleh dalam
sampel dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
Persyaratan kadar untuk logam pada rajungan, ketam batu, dan lokan
tidak ada dalam SNI, sehingga digunakan persyaratan yang mengacu pada
persyaratan kadar untuk produk ikan dan hasil olahannya. Menurut SNI 01-
3518- 1994 kadar logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam produk ikan dan hasil
olahannya masing-masing adalah 2 mcg/g, 0.2 mcg/g, 20 mcg/g, dan 100
mcg/g.16 Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan seperti terlihat pada
Tabel 2 diperoleh bahwa kadar logam Pb dan Zn dalam daging ketam batu dan
lokan masih berada dibawah batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI 01-
3518-1994. Sebaliknya kadar Cd dan Cu berada diatas batas maksimum yang
ditetapkan SNI 01-3518-1994. Hal ini mungkin disebabkan pembuangan
limbah dari industri-industri yang terletak disekitar Sungai Belawan dan sungai
Deli yang bermuara ke perairan Belawan dimana industri-industri ini
memproduksi baterai kering dan produk lain yang menyumbangkan limbah
yang mengandung logam Cd dan Cu.
Dalam penelitian ini juga dilakukan penentuan batas deteksi dan batas
kuantitasi. Dari hasil penelitian diperoleh batas deteksi untuk timbal, kadmium,
tembaga, dan seng masing-masing sebesar 0.0258 mcg/ml, 0.03809 mcg/ml,
1.8632 mcg/ml, dan 0.14356 mcg/ml; dan batas kuantitasi untuk timbal,
kadmium, tembaga, dan seng masingmasing sebesar 0.0860 mcg/ml, 0.1270
mcg/ml, 6.2007 mcg/ml, dan 0.4785 mcg/ml.
H. Kesimpulan
Dari hasil analisis kualitatif kandungan logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam
daging Ketam Batu dan Lokan menunjukkan bahwa semua sampel mengandung
keempat jenis logam tersebut. Analisis kuantitatif secara Spektrofotometri
Serapan Atom menunjukkan kadar logam Pb dan Zn dari sampel yang diperiksa
ternyata masih belum melewati batas yang ditetapkan oleh SNI 01-3518-1994,
sedangkan kadar logam Cd dan Cu telah melewati batas yang ditetapkan oleh
SNI 01-3518-1994.
DAFTAR PUSTAKA
PT. (persero) Pelabuhan Indonesia I. Pemantauan Lingkungan Pelabuhan
Belawan. Medan: Laboratorium Lingkungan BAPEDALDA Propinsi
Sumatera Utara; 2004. Hal. 4, 6-8.

Darmono. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: Universitas Indonesia


Press. Cetakan I; 2001. Hal. 79-80, 95.

Basset, R.C., Jeffery, G.H., Mendham, J. Vogels Textbook of Quantitative


InOrganic Analysis, including Elementary Instrumental Analysis. Fourth
edition.The English Language Book Society and Longman; 1982. p. 810-
816.

Christian, G. D. Analytical Chemistry, Fourth Edition. John Wiley & Sons; 1986.
p. 408-414.

Hasswel, S.J. Atomic Absorption Spectrometry Theory. Design and Application.


Volume 5. New York. Elsevier Science Publishing Company. INC; 1991. p.
1-5, 9-15.

Khopkar, S.M, Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia


Press; 1990. Hal. 274-275.

Rohman, A. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2007. hal. 298-
304.

Arikunto, S. Prosedur Penelitian, suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Penerbit


Rineka Cipta, 1993. Hal. 113-114.

Badan Standarisasi Nasional. Cara Uji Cemaran Logam. SNI 19-2896-1992. Hal.
1-5.

Vogel, Arthur, I. Kimia Analisis Kualitatif Anorganik. Penerjemah: Setiono, L.,


dkk., Edisi kelima.Bagian I. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka; 1979.
Hal.212, 271.
Fries, J. Organic Reagent for Trace Analysis. Jerman Darmstat. E. Merck; 1977.
p. 79-83, 245-249.

Sudjana. Metode Statistika. Edisi ke enam. Bandung: Tarsito;1996. Hal. 168.


368369.

Harmita. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya .


http://jurnal.farmasi.ui.ac.id. Hal. 16-19.

World Health Organization. The Validation of Analytical Procedures Used in The


Examination of Pharmaceutical Materials; 1989 . p. 1-5.

Muchlisyam, 1998, Analisis Pencemaran Logam Cu, Cd, Pb, dan Hg di dalam
Ikan Asin Kepala Batu (Pseudoceina amoyensis) Produksi Nelayan di
daerah Pesisir Belawan Propinsi Sumatera Utara. Media Farmasi 1998,
6:30,33.

Badan Standarisasi Nasional. Tentang Produk Pangan Ikan dan Hasil Olahannya.
SNI 01-3518-1994. Hal. 2.

Anda mungkin juga menyukai