BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di akhir abad 20, konsep alienasi dan keterasingan telah digunakan oleh banyak
filsuf, ilmuwan sosial, teolog, seniman, dan kritikus untuk menggambarkan sejenis eksistensi
yang telah menjadi hal yang umum di dunia modern. Eksistensi semacam ini seringkali
dipandang sebagai kehidupan yang tidak diinginkan. Dalam istilah umumnya, orang yang
teralienasi biasanya digambarkan sebagai orang yang entah bagaimana tercerabut dari diri
"sejati"-nya, budayanya, alam, orang lain, kehidupan politik, bahkan Tuhan. Kebanyakan
sastra modern di Barat telah menjadi periwayatan tentang ketragisan, kekalahan diri, dan
seringkali upaya fatal manusia untuk merasa betah berada di dunia.
Sementara itu, gagasan lain tentang alienasi yang cukup menarik datang dari
Jacques Lacan. Lacan adalah seorang psikoanalisi dan tidak bergulat langsung dengan
filsafat. Dalam pandangannya, alienasi adalah poin dasar dari identifikasi manusia.Dalam
alienasilah anak memperoleh pengalaman keterpisahan pertamanya, yang menjadi operasi
pertandaan yang krusial.
Perbedaan teori politik di Negara berkembang kerap kali menibulkan perbedaan
output politik. Politik luar negeri kerapkali melibatkan tinjauan domestik dan internasional.
Banyak anggapan bahwa faktor-faktor domestik sama kuatnya mempengaruhi out put politik
luar negeri. Kerangka teoritis pun selalu mengambil dua pertimbangan yakni unsur domestik
dan elemen eksternal.
Politik adalah kajian ilmu social, yang tidak bisa lepas dari aktivitas kehidupan
manusia. Mengapa demikian? Karena manusia adalah makhluk social. Sehingga
bagaimanapun orang memandang politik, selama manusia ada dan berupaya untuk
melanjutkan peradabannya, maka selama itu pula politik aka nada bersama berdampingan
dengan manusia. Sekalipun saat ini politik telah mengalami berbagai pergeseran, namun
rasanya kita tidak harus dan tidak bisa begitu saja dalam menilai baik tidak politik, karena
pada dasarnya poltik tu dikendalikan oleh manusia, maka wajar kalu suatu ketika politik
mengalami sedikit perubahan makna Karena manusia sendiri apda dasarnya selalu berupaya
untuk berubah. Hanya tingal kita bisa tidak melihat sisi baik dari politik itu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan terhadap teori alienasi?
2. Apa yang dimaksud dengan games theory?
3. Hakikat politik, arti dan sejarah perkembangannya?
4. Konsep-konsep perpolitikan?
5. Pola dan bentuk-bentuk politik?
6. Politik modernisasi serta integritasnya?
7. Dan kajian istimewa tentang partai politik?
C. Tujuan Masalah
1. Memenuhi standar nilai dalam pelajaran teori politik.
2. Untuk mengetahui tentang teori alienasi.
3. Mengetahui perkembangan politik di Negara berkembang.
4. Untuk mengetahui bagaimana politik bangsa masa kini
BAB II
TEORI POLITIK
A. TOERI ALIENASI
Menurut Oliver Kelly, alienasi bukanlah alienasi spekular dari tahapan cermin
namun alienasi diperlukan untuk pertandaan dan relasi subjek kepada bahasa. Sebagaimana
bahasa menjadi yang terpenting, alienasi yang inheren dalam bahasa juga menjadi yang
terpenting. Bahasa, menurut Lacan, merupakan alienasi dan kekerana budaya yang
tersembunyi. Lacan menggunakan retorika alienasi, namun kita tidak dapat menyimpulkan
bahwa dia mencoba memperlihatkan seluruh kebudayaan manusia sebagai kekerasan dan
kejahatan.
Konsep alienasi dan keterasingan itu penting jika ingin memahami kehidupan di
dunia kontemporer,bahkan untuk memahami eksistensi manusia yang ditemukan kapanpun
atau dimanapun. Secara lebih langsungnya lagi, dengan memahami konsep ini kita akan
terbantu untuk memahami eksistensi dari orang-orang yang, dikarenakan warna kulit, jenis
kelamin, budaya, agama, atau status ekonomi, secara paling dramatis dipisahkan dari budaya
tempat mereka hidup. Penggambaran bahwa manusia modern adalah manusia yang
teralienasi atau terasingkan adalah kontroversial. Beberapa kontroversi tersebut disebabkan
oleh asosiasi konsep ini dengan karya Karl Marx serta para pengikut politik dan
intelektualnya. Selain itu, umumnya orang membuat kesalahan serius ketika mencoba
mempelajari konsep ini secara serius dikarenakan konotasi Marxisnya. "Alienasi" dan
"Keterasingan" telah memiliki makna yang sangat berbeda ketika konsep tersebut muncul
dalam karya para pemikir yang berbeda.
Seluruh konsep alienasi ini di ungkapkan pertama kali dalam dunia barat pada
konsep pemujaan berhala dalam konsep perjanjian lama essensi apa yang disebut para nabi
sebagai Syirik. Bagi Marx, Alienasi dalam proses kerja, dari produk kerja dan lingkungan,
tidak bisa dipisahkan dengan alienasi dari diri manusia sendiri, dari sesama manusia dan
alam. Manusia yang teralienasi ini bukan hanya teralienasi dari sesamanya, tetapi juga
teralienasi dari keadaan speciesnya, kedua alienasi bersifat alamiah dan spiritual. Alienasi
dari esensi manusia mengarah pada egotisme eksistensial, yang digambarkan Marx sebagai
esensi manusia yang menjadi sebuah alat eksistensi individualnya. Alienasi mengarah pada
pemeliharaan semua nilai.
Bentuk lanjut dari keterasingan ini adalah keterasingan kaum proletar itu sendiri dari
kehidupan mereka yang berinti pada pekerjaan, namun terasing dalam bekerja itu sendiri. Pada
dasarnya mereka menyadari apa keterasingan mereka terhadap kehidupan ini, namun dengan ilusi
yang diciptakan oleh pemilik modal dalam bentuk upah sebagai imbalan dari apa yang telah mereka
kerjakan membuat para pekerja ini tidak menyadari keterasingan mereka tersebut. Hal ini
menciptakan keresahan sosial yang menurut Marx menciptakan pelarian pada agama.
Kembali pada teori alienasi, bukan hanya kaum proletar yang mengalami alienasi,
melainkan juga kaum kapitalis yang juga terasing dari kehidupan mereka. Kapitalis tersebut telah
sedemikian rupa terasing dari kehidupan mereka selain mencari keuntungan material. Namun, yang
terjadi dalam alienasi kaum kapitalis adalah semakin terjaganya kemapanan kondisi mereka dalam
strata social mereka.Dari segi ekologis, terjadi keterasingan terhadap lingkungan dalam, baik bagi
kaum proletar maupun kaum kapitalis. Hal yang terjadi dalam kaum proletar berkaitan dengan
kebebasan yang melalui alienasi-alienasi akibat kegiatan berkerja mereka telah terenggut. Di sisi lain,
bentuk keterasingan dari kaum kapitalis terhadap lingkungan adalah bagaimana mereka
memperlakukan lingkungan tersebut hanya sebatas faktor produksi yang dapat mendukung
pencapaian tujuan utama mereka, yaitu meraih keuntungan sebesar-besarnya. Kontra dengan yang
terjadi pada kaum proletar, kaum kapitalis yang menganggap diri mereka memiliki kebebasan
sepenuhya untuk mengeksploitasi berbagai potensi alam untuk mencapai tujuan utama mereka. Yang
terjadi dalam alienasi kaum kapitalis terhadap lingkungan merupakan bentuk pengabaian kondisi
lingkungan yang dilakukan secara sengaja berkaitan dengan tujuan mereka, dengan kata lain, kaum
kapitalis telah terbutakan oleh tujuan material mereka dalam melihat kondisi lingkungan.
Dalam kasus alienasi terhadap lingkungan yang pada dasarnya berimplikasi terhadap
kehidupan pada masing-masing kelas.Meskipun Marx tidak pernah secara langsung mengungkapkan
teori alienasi dalam terhadap lingkungan ini, namun dengan tujuan Marx yang berusaha
menggambarkan masyarakat ideal tanpa kelas dan manusia dapat hidup dalam harmoni, revolusi
atas alienasi terhadap lingkungan jelas juga diiperlukan demi mencapai kehidupan harmoni tersebut.
Alienasi menurut Marx bukan hanya berarti bahwa manusia tidak mengalami dirinya
sebagai pelaku ketika menguasai dunia, tetapi juga berarti bahwa dunia ( alam, benda dan manusia
sendiri) tetap asing bagi manusia. Dunia berdiri diatas dan menentang manusia sebagai objek,
meskipun dunia bisa menjadi objek ciptaan manusia. Alienasi pada dasarnya melanda dunia dan
manusia secara pasif dan reseptif sebagai subyek yang terpisah dengan objek.
Bagi Marx, proses alienasi diungkapkan dalam kerja dan pembagian buruh. Kerja
baginya adalah keterhubungan aktif manusia dengan alam, penciptaan sebuah dunia baru, termasuk
penciptaan dirinya sendiri. Marx melanjutkan lebih jauh. Dalam kerja yang tidak teralienasi manusia
bukan hanya mewujudkan dirinya sebagai seorang individu, tetapi juga sebagai sebuah makhluk
species. Bagi marx, juga bagi Hegel dan banyak pemikir abad pencerahan lain, setiap individu
mempresentasikan species, yakni kemanusiaan sebagai keseluruhan universalitas manusia :
perkembangan manusia terhamparnya seluruh kemanusiaannya. Dalam proses kerja, manusia tidak
lagi memproduksi dirinya hanya secara intelektual, sebagaimana dalam kesadaran, tetapi secara aktif
dan penuh rasa, dan melihat bayangnya sendiri disebuah dunia yang telah dibentuknya. Oleh karena
itu ketika buruh yang teralienasi oleh produksinya dari manusia, dia juga menjauhkan kehidupan
speciesnya, objektifitas nyatanya sebagai sebuah makhluk species, menghilangkan kelebihannya
dibanding binatang, begitu jauh sehingga tubuh anorganis dan wataknya lenyap. Hanya ketika buruh
teralienasi mentransformasikan aktifitasnya secara bebas dan memiliki tujuan sendiri menjadi sebuah
alat, dia mentransformasikan sebuah species manusia, menjadi alat eksistensi fisik. Kesadaran, yang
memiliki manusia dari speciesnya, ditransformasikan melalui alienasi sehingga kehidupan species
menjadi sebuah alat untuknya. Marx berasumsi bahwa alienasi kerja yang mengalir sepanjang
sejarah mencapai puncaknya dalam masyarakat kapitalis, dan bahwa kelas pekerja menjadi
kelompok yang paling teralienasi. Asumsi ini didasarkan pada ide bahwa pekerja, yang tidak
mempunyai peran untuk menentukan arah kerjanya, yang dipekerjakan sebagai bagian dari mesin
yang dilayani, ditransformasikan menjadi barang yang bergantung pada modal. Alienasi kerja dalam
produksi manusia jauh lebih besar daripada alienasi yang terjadi ketika produksi dikerjakan.
Kemudian yang ditulis Marx dalam Capital: Di dalam sistem kapitalis, semua metode
untuk membangkitkan produktivitas sosial buruh dihasilkan oleh buruh individual;semua alat untuk
mengembangkan produksi mengubah dirinya menjadi sebuah alat untuk menguasai dan untuk
mengeksploitasi pembuatnya. Alat-alat tersebut merusak buruh sehingga menjadi sekedar bagian dari
manusia, mendegardasikan manusia sampai menjadi bagian dari mesin, menghancurkan setiap sisa
daya tarik dalam kerjanya dalam mengubah buruh menjadi pekerja yang dibenci. Alat-alat tersebut
memisahkan potensialitas intelektualnya daridiri buruh sebagaimana sains yang dimilkinya sebagai
sebuah kekuasaan yang independen.Bagi Marx Alienasi dalam proses kerja, dari produk kerja dan
lingkungan, tidak bisa dipisahkan dengan alienasi dari diri manusia sendiri, dari sesama manusia dan
alam. Manusia yang teralienasi ini bukan hanya teralienasi dari dari sesamanya, tetapi juga
teralienasi dari ke-ada-an speciesnya, kedua alienasi bersifat alamiah dan spiritual. Alienasi dari
esensi manusia mengarah pada egotisme eksistensial, yang digambarkan Marx sebagai esensi
manusia yang menjadi sebuah alat eksistensi individualnya. Buruh yang teralienasi itu terasing dari
tubuhnya sendiri, alam eksternal, kehidupan mental dikehidupan manusia.Alienasi mengarah pada
pemeliharaan semua nilai. Dengan membuat ekonomi dan nilai-nilainya-keuntungan kerja, hemat
dan ketenangan hati-sebagai tujuan hiudp yang tertinggi, manusia telah gagal mengembangkan nilai-
nilai yang tertinggi,manusia gagal mengembangkan nilai-nilai moral yang benar,kaya dengan hati
nurani, kebenaran dan lain sebagainya. Bagaimana saya dapat menjadi benar jika saya tidak hidup,
dan bagaimana saya dapat memiliki hati nurani jika saya tidak menyadari segala sesuatu?. Dalam
keadaan teralienasi, setiap bidang kehidupan, ekonomi dan moral, menjadi independen dari bidang
kehidupan lainnya setiap bidang kehidupan terkonsentrasi pada sebuah bidang kegiatan khusus
yang teralienasi dan dengan sendirinya teralienasi dengan bidang kegiatan lainnya.
B. POLITIK LUAR NEGERI DI NEGARA BERKEMBANG
Jika faktor-faktor domestik itu menentukan kebijakan luar negeri maka kondisi
negara-negara itupun ditinjau dari segi perkembangan ekonomi memberikan nuansa terhadap
perilakunya di dunia internasional. Klasifikasi sederhana terhadap sebuah negara dalam
konteks ekonomi adalah negara-negara maju dan negara-negara berkembang.
Artikel ini akan mengulas pendekatan terhadap studi politik luar negeri negara-
negara berkembang. Namun sebelum sampai pada kajian terhadap kebijakan eksternal negara
berkembang dilakukan terlebih dahulu survai singkat terhadap kerangka teoritis studi politik
luar negeri.
Sebuah daftar kerangka teoritis yang dicatat Lyod Jensen (1982) memaparkan
lima model dalam pembuatan kebijakan politik luar negeri1. Pertama, model strategis atau
rasional. Pendekatan ini sering digunakan oleh sejarawan diplomatik untuk melukiskan
interaksi politik luar negeri berbagai negara atau tindakan para pemimpin negara-negara itu
dalam merespon negara lainnya. Negara dan pengambil keputusan dipandang sebagai aktor
terpencil yang memaksimalkan tujuannya dalam politik global. Pendekatan ini memiliki
kelemahan adalah asumsi kalkulasi rasional yang dilakukan para pengambil kebijakan dalam
situasi ideal yang jarang terjadi. Dengan kata lain apa yang disebut rasional oleh peneliti
sering dianggap rasional oleh yang lainnya. Bahkan ada kelemahan lainnya bahwa model
seperti ini menyandarkan pada intuisi dan observasi.
Model kedua adalah pengambilan keputusan. Penulis terkenal kerangka analisa
ini adalah Richard C Snyder, HW Bruck dan Burton Sapin. Ia menggambarkan modelnya
dalam kerangka yang kompleks dengan meneropong jauh kedalam "kotak hitam"
pengambilan kebijakan luar negeri. Salah salah satu keuntungan pendekatan ini yakni
membawa dimensi manusia kedalam proses politik luar negeri secara lebih efektif.
Keempat, model adaptif menekankan pada anggapan bahwa perilaku politik luar
negeri seyogyanya difokuskan pada bagaimana negara merespon hambatan dan peluang yang
tersedia dalam lingkungan internasional. Disinilah pilihan politik luar negeri tidak dalam
kondisi terbatas namun sangat terbuka terhadap segala pilihan.
Sejauh ini seperti dikatakan Ali E Hilla Dessouki dan Bghat Korany2, ada tiga
pendekatan yang mendominasi studi politik luar negeri di negara-negara berkembang baik di
Asia, Afrika maupun Amerika Latin.
Dalam hal ini politik luar negeri dipersepsikan bukan sebagai aktivitas yang
dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan nasional atau sosietal melainkan seperti ditulis
Edward Shill tahun 1962 sebagai "bagian dari hubungan masyarakat". Tujuannya,
memperbaiki citra negara, meningkatkan popularitas pemimpin dan mengalihkan perhatian
dari kesulitan-kesulitan domestik kepada ilusi-ilusi kemenangan eksternal.
Terhadap pendekatan ini sedikitnya terdapat tiga kritik. Pertama, pendekatan ini
membuat politik luar negeri tampak seperti sebuah kegiatan irasional, bukan masalah analisis
sistematik. Kritik kedua, pendekatan ini mengabaikan konteks (domestik, regional dan
global) dimana politik luar negeri diformulasikan dan dilaksanakan. Ketiga, pendekatan
seperti ini mengabaikan fakta bahwa karena kepentingan mereka dalam survival politik,
sebagian besar pemimpin menepiskan sifat eksentriknya yang berlawanan dengan sikap
dominan, perasaan publik dan realitas politik.
Salah satu ciri-ciri kajian baru, berbeda dengan tiga pendekatan tadi,
menekankan kepada sumber-sumber politik luar negeri dan bagaimana proses modernisasi
dan perubahan sosial mempengaruhi perilaku eksternal negara-negara berkembang.
Contoh lain kajian baru politik luar negeri negara berkembang menekankan
sumber- sumber domestik dan bagaimana proses modernisasi dan perubahan sosial
mempengaruhi perilaku eksterrnal. East dan Hagen menggaris bawahi faktor sumber-sumber
untuk membedakan dengan ukuran-ukuran faktor itu berupa jumlah absolut sumber-sumber
yang tersedia dengan faktor modernisasi yang artinya kemampuna memobilisasi, mengontrol
dan menggunakan sumber-sumber ini. Modernisasi itu sendiri dipandang sebagai proses
dimana negara-negara meningkatkan kemampuannya untuk mengontrol dan menggunakan
sumber- sumbernya. Ini berarti, negara yang modern punya kemampuan yang lebih besar
dalam bertindak.
Dari berbagai pendekatan yang ada, tulis Hillal dan Korany, analisis yang
memadai terhadap politik luar negeri negara-negara berkembang semestinya
mempertimbangkan bahwa politik luar negeri adalah bagian dan paket situasi umum Dunia
Ketiga dan merefleksikan evolusi situasi ini. Dengan demikian, proses politik luar negeri tak
dapat dipisahkan dari struktur sosial domestik atau proses politik domestik.
Menurut Hillal dan Korany, untuk memahami politik luar negeri negara Dunia
Ketiga perlu membuka "kotak hitam". Dunia Ketiga ini banyak dipengaruhi stratifikasi
internasional. Meskipun negara berdaulat namun negara-negara Dunia Ketiga, dapat
dirembesi, dipenetrasi dan bahkan didominasi. Oleh sebab itu penting pula melihat struktur
global yang mempengaruhi proses pembuatan kebijakan luar negeri.
Sedikitnya ada tiga persoalan besar yang dihadapi negara berkembang
dalam melaksanakan politik luar negerinya. Pertama, dilema bantuan dan independensi.
Negara Dunia Ketiga mengalami dilema anara memiliki bantuan luar negeri atau
mempertahankan independensi nasional.
Orientasi politik luar negeri menyangkut salah satu komponen output politik
luar negeri. Komponen lainnya adalah keputusan dan tindakan. Orientasi adalah cara elit
politik luar negeri sebuah negara mempersepsikan dunia dan peran negaranya di dunia. Holsti
mendefinisikan orientasi sebuah negara sebagai "sikap umum (sebuah negara) dan komitmen
terhadap lingkungan eksternal, strategi fundamental untuk mencapai tujuan domestik dan
tujuan serta aspirasi eksternal dan untuk menghadapi ancaman yang ada." Ia mendefinsikan
tiga orientasi yakni isolasi, nonblok dan koalisi. Orientasi ini biasanya stabil. Perubahan
berlangsung jika terjadi peralihan radikal struktur politik domestik, keseimbangan regional
dan sistem global.
Llyod S Ethredge seperti dikutip Jensen melihat adanya dua orientasi individual
terhadap sistem politik internasional yakni introvert dan ekstrovert. Kemudian ia membuat
matriks dengan mengkaitkannya dengan unsur dominasi. Selanjutnya unsur proses
pengambilan keputusan yang menekankan personalisasi karakter proses pengambilan
keputusan dan lemahnya institusionalisasi di negara-negara berkembang. Sebenarnya
pengambilan keputusan tidak sesedehana itu. Seorang pemimpin mungkin mengambil kata
akhir untuk menentukan beberapa alternatif namun ia harus mempertimbangkan banyak
variabel dan harus mengingat respon berbagai kelompok domestik yang berpengaruh. Dalam
banyak contoh unit utama pengambilan keputusan bukanlah presiden secara individual
melainkan presiden sebagai lembaga.
Perilaku politik luar negeri yang merupakan kerangka analisis berikutnya berisi
tindakan dan posisi konkret serta keputusan negara yang diambil atau disahkan dalam
melaksanakan politik luar negeri. Tindak-tanduk politik luar negeri merupakan ekspresi
konkret orientasi dalam tindakan spesifik. Pada umumnya perilaku politik luar negeri
dicirikan dengan dukungan dari PBB.
Sementara itu studi politik luar negeri misalnya Indonesia sudah banyak
dilakukan baik oleh akademisi dalam negeri maupun kalangan peneliti asing. Leo
Suryadinata mengkategorikan kajian politik luar negeri dalam dua pendekatan yakni studi
makro dan mikro5. Ia menyebutkan mereka yang studi makro antara lain Franklin Weinstein,
Anak Agung Gde Agung dan Michael Leifer.
C. GAMES THEORY
Penulisan Kaplan yang kasar dan lepas hampir tidak sebanding dengan
pernyataan mengenai arti penting teori tersebut. Teori permainan tersbut tentu saja tidak dapat
diterapkan pada fenomena politik dengan cara yang telah dilakukan oleh Kaplan . Dilema
Kaplan yang mendasar , seperti yang dikatakan Meehan dengan tepat, adalah suatu
keinginan untuk mempergunakan teori permainan dengan cara yang benar-benar tidak dapat
dibenarkan dewasa ini . seperti yang dikatakan oleh Anatol Rapoport, teori permainan
terapan sedikit banyak haruslah memberikan cara-cara pemecahan riil untuk problema yang
riil yamg sangat sulit ditangani di dalam matrik permainan . satu-satu nya cara untuk
menerapkan teori permainan itu guna melayani kebutuhan penyelidikan politik dengan
mengarahkannya pada tujuan lain dan inilah yang telah dilakukan oleh Schelling dalam
penyelidikan mengenai konflik dan Riker dalam penyelidikan tentang koalisasi yang pertama
adalah dengan menggunakan perangkat kosneptual teori permainan tersebut sebagai suatu
alat untuk menjelaskan, dan yamg kedua adalah dengan menggunakan nya sebagai suatu
dasar penyelidikan terhadap fenomena empiris. Sementara menguji teori permainan itu,
mereka telah mengubah teori tersebut secara sedemikian radikalnya sehingga teori itu telah
kehilangan sejumlah besar formalitas dan kekakuannya dan telah menjadi lebih bermanfaat
bagi penyelidikan politik.
Yang ketiga, ada prinsip disequilibrium. Model yang dipilih adalah yang tidak
stabil dan tidak memiliki ekuilibrium atau keseimbangan dan seandainya berhasil dicapai
suatu ekuilibrium yang bersifat sementara maka ekuilibrium tersebut segera tumbang.dengan
demikian, Riker telah mencoba menjelaskan bahwa sangatlah keliru kalau kita beranggapan
bahwa politik, hanya karena politik tersebut rasioanl ,harus stabil..dalam pembentukan
koalisasi, unsur instabilitas (ketidakstabilan) dan disequilibrium (ketidakseimbangan ) selalu
ada.
Ilmuan politik terkemuka lainnya yang telah menerapkan teori permainan pada
politik internasional secara lebih efektif daripada Kaplan dan Riker adalah Schelling. Karya
Schelling merupakan suatu sumbangan besar bagi perkembangan teori permainan dan
sekaligus suatu contoh yang baik mengenaiketidakbergunaan apa yang dinamakan sebagai
suatu pendekatan teori permainan bagi penyelidikan tentang problem politik. Sebenarnya
Schelling, sedang berusaha mencari suatu teori permainan yang dapat diterapkan secara lebih
bermanfaat oleh ilmuan sosial dan, oleh karena itu, siap melepas kelengkapan formal dan
kecermatan teori tersebut dalam rangka membuatnya bermanfaat.
Yang kedua , inilah hal yang di uraikan oleh oleh Joseph Fletcher , teori
permainan tidak tertarik pada etika seseorang, namun hanya pada apa yamg disebut nya
sebagai etika situasi . pemain menaruh perhatian pada hasil dan bukan pada proses
lanjutan , pada strategi yang mungkin akan dipilih mitranya dan bukan pada mengapa
mitranya tadi memilih strategi tertentu tersebut.[1]
BAB III
POLITIK BANGSA MASA KINI
A. PENGERTIAN POLITIK
Secara etimologi politik berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata
polistaia.Polis diartikan negara, kota yakni suatu masyarakat yang mampu mengurus diri
sendiri atau mandiri, sementarat a ia berarti urusan. Secara sederhana dari tata bahasanya
politik dapat diartikan urusan yang mengurusi masalah negara kota. Menurut para pakar dan
ahli politik.
1. Thomas M. Magstadt dan Peter M. Schotten (1988:7), politik adalah segala sesuatu
mengenai bagaimana manusia diperintah, yang berkaitan dengan tatanan, kekuasaan, dan
keadilan.
2. Cecep Darmawan (2009), politik ialah segala sesuatu yang berkenaan dengan negara,
termasuk didalamnya kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan, maupun pembagian dan
pengalokasian nilai- nilai didalam masyarakat yang bersangkutan.
Pengertian politik dapat dilihat dan diklasifikasikan juga dalam ranah- ranah
sebagai berikut:
1. Politik dalam arti kepentingan
Politik adalah ilmu yang menjelaskan tentang kepentingan, baik dalam kontek individu,
kelompok, cara meraih, merebut, atau memperhatikan kepentingan perorangan maupun
kelompok.
2. Politik dalam arti kebijakan
Politik adalah aturan main dalam mengurusi masalah kebijakan- kebijakan dalam
mempertahankan kepentingan yang dapat diterima oleh berbagai kalangan. Dengan
karakteristik terjadinya sebuah pengembangan makna politik, luas dan berkembangnya kajian
atau objek ilmu politik.
2. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok manusia untuk
memengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain dengan sedemikian rupa sehingga
tingkah lakunya sesusi dengan yang dinginkan oleh orang atau kelompok yang
memepengaruhinya (Miriam Budiardjo,1992:35). Dalam hal ini kekuasaan juga jelas sangat
terkait erat dengan politik. Kekuasaan menjadi objek yang cukup vital dalam kajian politik.
Dan selama kekuasaan itu diingikan untuk ada maka selama itu pula politik akan tetap ada
dalam kehidupan umat manusia.
b. Tujuan khusus:
Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan politik dan pemerintaan
Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara
Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
E. DEMOKRASI
Demokrasi berasal dari bahasa yunani dari kata demos yang berarti rakyat dan
kratos atau kratein yang berarti kekuasaan atau berkuasa. Secara istilah demokrasi diartikan
pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat, baik secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil.
Unsur pokok demokrasi:
1. Dukungan yang luas kepada pemerintahan
2. Kompetisi kekuasaan
3. Pergantian kekuasaan
4. Perwakilan umum
5. Kekuasaan mayoritas
6. Hak dan perbedaan pendapat dan pengabaian perintah
7. Persamaan hak politik
8. Konsultasi umum
9. Kebebasan pers.
Model-model demokrasi :
H. POLITIK MODERNISASI
Beberapa konsekuensi modernisasi harus diperhatikan seiring dengan
pembicaraan yang dibahas. Orang-orang mungkin merasa kehilangan kepribadian moral
mereka. Komunitas-komunitas yang mungkin kita kenal telah berubah bentuk. Masyarakat
yang sedang dalam proses modernisasi diri mencari bentuk baru bagi kesempurnaan,
kepastian baru untuk menggantikan sesuatu yang telah hilang melalui perubahan. Semua
masyarakat yang memodernisasikan diri berada dalam proses transisi.
Efek kondisi-kondisi selama modernisasi adalah tekanan yang yang berlebihan
pada kekuasaan. Kekuasaan adalah kompensasi bagi kelemahan dan disintegrasi serta yang
paling potensial untuk dipenuhi. Proses modernisasi menghasilkan suatu dorongan kuat pada
individu, kepemimpinan, serta kebengisan pada suatu waktu di saat masyarakat industri yang
kompleks bergelut dengan masalah hilangnya individualitas, dengan alienasi dan perasaan
individu yang berlebihan.
Modernisasi merupakan suatu tujuan yang tidak dibatasi pada sebuah tempat
atau wilayah tunggal, pada sebuah Negara atau kelas tertentu atau pada sekelompok rakyat
dengan hak-hak istimewa. Modernisasi dan keinginan untuk itu, menjangkau seluruh dunia.
Jadi, modernisasi adalah sejenis harapan yang khusus. Melekat di dalamnya adalah seluruh
revolusi sejarah masa lampau serta seluruh keinginan manusia yang paling tinggi. Apa pun
arah yang diambilnya perjuangan untuk menjadi modern memberi arti tertentu bagi generasi
kita. Ia menguji pranata dan kepercayaan lama kita.. ia meletakkan Negara kita di bursa
gagasan dan ideologi. Begitu kerasnya kekuatan yang terjadi sehingga kita terpaksa untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru terhadap pranata kita sendiri. Setiap Negara, apakah
sudah modern, atau sedang menjadi modern, sama-sama mengharap dan takut akan hasilnya.
Contohnya masalah politik kembar yang dihadapi semua pemerinyah yaitu perubahan yang
tertata serta suksesi damai di dalam pemerintahan.
Pranata demokratis seperti yang kita ketahui telah mengalami transformasi yang
begitu radikal di kebanyakan Negara yang sedang menjadi modern sehingga merupakan
penyimpangan yang membuta bagi kita kalau tidak mengakui bahwa pranata-pranata tersebut
telah berubah menjadi sesuatu yang lain. Pendekatan untuk melihat masyarakat seperti itu
sebagai masyarakat yang prademokratis membawa kita pada pandangan bahwa pranata-
pranata paksaan tertentu mungkin diperlukan bagi pengaturan dan integrasi dari suatu
komunitas yang sedang menjadi modern.
Aspek dinamis dari modernisasi bagi studi politik dapat dinyatakan dalam
proposisi umum, bahwa modernisasi adalah suatu proses meningkatnya kompleksitas
masalah-masalah manusia di dalam mana kepolitikan harus bertindak. Inilah sebabnya
mengapa ia menciptakan sejumlah masalah politik. Di dalam ukuran besar, politik menjadi
urusan melingkupi deferensiasi peran sekaligus mengintegrasi stuktur organisasional. Namun
tindakan-tindakan politik yang muncul dari meningkatnya kompleksitas semacam itu
bukanlah tanggapan murni dari para pemimpin politik diluar konteks politik. Yang dimaksud
konteks politik tersebut adalah dimana pemerintah melangsungan kewenangan karena
struktur-strukturnya berubah begitu pula tanggapan politiknya.
Bagi para pengamat yang belajar di dalam tradisi Barat dan menaruh perhatian
pada masalah-masalah masyarakat industry modern, suatu cara yang bermanfaat untuk
menata hubungan hubungan sosial dan politik bagi tujuan- tujuan perbandingan adalah
melalui studi tentang stratifikasi social.
Modernisasi mungkin bisa digambarkan didalam masyarakat nonindustri
sebagai suatu penggantian (transposisi) peran-peran tertentu secara profesional, teknis,
administrative serta penggantian institusi-institusi yang mendukung peran-peran ini seperi
rumah sakit, sekolah, universitas,. Meskipun demikian, masyarakt nonindustri yang sedang
menjadi modern kekurangan daya dorongan pemersatu seperti masyarakat industry.
Beberapa ciri modernisasi yang terdapat dalam masyarakat industri modern oleh
F.X Sutton:
1. Keunggulan norma-norma universal, spesifik dan pencapaian.
2. Tingginya derajat mobilitas social (secara umum, dan tidak harus dalam pengertian mobilitas
vertical).
3. System pembagian kerja yang berkembang baik, terpisah dari struktur social lainnya.
4. System kelas egaliter didasarkan atas pola-pola umum dari pencapaian kerja.
5. Adanya asosiasi yang secara fungsional memiliki struktur khusus dan non-askriptif. [2]
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teori alienasi adalah teori yang merujuk kepemisahan hal hal yang secara alamiah milik
bersama, atau membangun antagonisme diantara hal hal yang dianggap pas sudah berada
dalam kesetaraan.
2. Dimensi politik luar negeri Negara berkembang lebih kompleks dibandingkan dengan model
untuk studi politik luar negeri negara maju.
3. Games theory merupakan sebuah pendekatan terhadap kemungkinan strategi politik yang
akan dipakai, yang disusun secara matematis agar bisa diterima secara logis dan rasional.
4. Politik pada dasarnya adalah hal yang baik untuk diketahui, dipahami untuk diaktualsasikan
dalam aktivitas dan partisifasi aktiv masyarakat dalam setiap kegiatan perpolitikan bangsa.
Apalagi beberapa hari lagi pesta demokrasi akans segera dilaksanakan. Kita akan dapat
mengidentifikasi permasalahan dunia perpolitikan negara kita. Dengan melihat langsung
nanti pada pelaksanaan pesta demokrasi tersebut. Jika masyarakat Indonesia partisifasif
berarti politik kita baik-baik saja, sebaliknya jika nantinya banyak yang golput atau bahkan
tidak memberikan suaranya sama sekali, mak perpolitikan kita harus segera mendapat
perhatian yang cepat dan serius. Mengingat saat ini sepertinya telah tertancap dalam
paradigma masyarakat mengenai kotornya politk. Wallau alam.
B. Saran
1. Dalam pembahasan teori alienasi harus dicari suatu kesetaraan dalam pemisahan antagonism
dan perlu ditingkatkannya pemahaman pembahas tentang teori tersebut.
2. Dalam pemahaman teori politik luar negeri Negara berkembang harus adanya pembahasan
dan contoh yang lebih kompleks tentang hal tersebut agar mudah dicerna oleh pembaca.
3. Perlu ditingkatkannnya ketelitian dalam pelaksanaan games theory oleh para pelaku politik
karena hal ini mengandung unsur aritmatika.
DAFTAR PUSTAKA
http://blog.unila.ac.id/harisun/files/2010/01/Makalah-Teori-Politik.doc
http://www.scribd.com/doc/24492394/MAKALAH-POLITIK-BANGSA
[1]
http://blog.unila.ac.id/harisun/files/2010/01/Makalah-Teori-Politik.doc
[2]
http://www.scribd.com/doc/24492394/MAKALAH-POLITIK-BANGSA