KPC berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi seluruh
karyawan, tamu, para kontraktor serta setiap orang yang berada dalam area operasional. Kami
memastikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan aspek yang tidak hanya menjadi slogan dan
target namun mampu menyatu erat dengan budaya kerja di KPC.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah salah satu prioritas utama KPC. Kami senantiasa memastikan
keselamatan dan kesehatan para karyawan, kontraktor, masyarakat sekitar dan seluruh pihak-pihak yang
bekerja sama dengan kami dengan tujuan utama mencapai zero accident di seluruh wilayah area dan kegiatan
operasi tambang kami. Dalam implementasi dan perbaikan berkesinambungan dari sistem manajemen dan
kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja, KPC mengadopsi berbagai standar dan panduan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja baik standar nasional maupun internasional, antara lain OHSAS 18000 serta peraturan dan
perundangan terkait keselamatan dan kesehatan kerja dari Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia.
Penerapan Good Mining Practice pada Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Good Mining Practice yang kami adopsi memberikan kerangka kerja bagaimana zero accident di KPC dapat
diwujudkan. Keselamatan, Kesehatan, Keamanan Kerja adalah aspek yang tidak terpisahkan sejak tahap awal
desain dan perencaaan tambang, aktivitas operasional sehari-hari, dan pemberian pelatihan intensif mengenai
aspek ini. K3 harus menjadi bagian dari budaya dan etos kerja setiap insan KPC.
Kami mewajibkan seluruh anggota perusahaan untuk mematuhi Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
yang berlaku mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. Setiap manajemen wajib untuk menyerbaluaskan
Peraturan dan Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta Standar Prosedur Operasional (SOP)
kepada seluruh karyawan KPC. Hal ini bertujuan agar seluruh kegiatan di perusahaan kami dapat berjalan
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Setiap pelanggaran terhadap aturan K3 akan dianggap sebagai
pelanggaran serius terhadap Perusahaan dan akan dikenakan tindakan disiplin sesuai dengan aturan baku
Golden Rules dan Pedoman Tindakan Disiplin.
Alat Perlindungan Diri (APD) ini memiliki tujuan untuk memberikan perlindungan kepada karyawan selama
menjalani pekerjaannya. APD yang disediakan oleh KPC telah disesuaikan dengan ketentuan K3. Peralatan
kesehatan disediakan bagi karyawan dan diwajibkan untuk digunakan dan dipelihara serta tidak
disalahgunakan.
Layanan Kesehatan
KPC menyediakan fasilitas klinik kesehatan yang dapat digunakan bagi karyawan dan keluarganya di sekitar
wilayah operasi kami. Kami memperlakukan setiap karyawan dengan adil dan sama terkait dengan layanan dan
manfaat kesehatan yang diterima.
Golden Rules Keselamatan dan Kesehatan Kerja KPC
Dalam upaya menjaga keselamatan dan kesehatan kerja di KPC, kami telah mengembangkan dan menerapkan
aturan-aturan yang bertujuan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan karyawannya. Kami telah
mengidentifikasi 11 tipe pekerjaan yang memiliki potensi fatal. Dengan demikian, kami melakukan tinjauan
pada standar kerja, petunjuk pelaksanaan, kriteria audit dan pelatihannya berdasarkan dengan OHSAS 18001
dan mengembangkan Golden Rules (Aturan Baku) yang merupakan aturan baku standar keselamatan kerja.
KPC menerapkan sistem K3L Prima Nirbhaya dalam mengelola isu yang terkait dengan keselamatan,
kesehatan kerja dan lingkungan. Sistem ini menerapkan basis pendekatan dengan prinsip perencanaan,
pelaksanaan, tinjauan berkala dan tindak lanjut (Plan, Do, Check, Action / PDCA) yang dilaksanakan secara
berkesinambungan. Sistem yang kami implementasikan ini telah sesuai dengan standar ISO 14001 dan OHSAS
18001. KPC sangat memperhatikan kesehatan kerja seluruh karyawan kami. Kami senantiasa melakukan
pencegahan atau berkembangnya suatu penyakit, baik yang disebabkan oleh lingkungan kerja maupun pola
hidup karyawan. Kami melakukan pengawasan-pengawasan mengenai potensi bahaya kesehatan di tempat
kerja seperti kebisingan, kadar debu, penerangan, ventilasi, tekanan panas, kandungan gas beracun, getaran di
alat berat dan program hidup sehat.
Dalam upaya kami mewujudkan kondisi kerja yang aman dan sehat serta memperhatikan keselamatan,
kesehatan kerja dan lingkungan, kami melakukan beberapa pelatihan. Pelatihan ini diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran karyawan kami akan pentingnya keamanan dan kesehatan dalam bekerja.
KPC menyadari bahwa keselamatan dan kesehatan kerja karyawan bukan hanya dipengaruhi oleh lingkungan
kerja, tetapi juga dipengaruhi oleh dukungan istri karyawan. Untuk itu, KPC senantiasa melibatkan istri-istri
karyawan untuk mendukung keselamatan dan kesehatan kerja yang lebih baik. Dengan memberikan pelatihan
kepada istri karyawan, para istri karyawan diharapkan dapat memahami kondisi kerja suami dan mendukung
sepenuhnya sehingga keselamatan dan kesehatan karyawan dapat ditingkatkan.
Penyuluhan HIV/AIDS
Sebagai salah satu bentuk Kepedulian kami terhadap kesehatan para karyawan KPC, kami juga telah
melakukan sosialisasi rutin, awareness dan kelas khusus Pencegahan HIV/AIDS di tempat kerja kepada
seluruh karyawan KPC dan kontraktor kami. Penyuluhan HIV/AIDS yang diberikan, antara lain mencakup
pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS, informasi dasar, cara penularan, efek yang ditimbulkan, cara
pencegahan dan penerapan pola hidup bebas dari risiko HIV/AIDS.
KPC mengadakan check up, survey tentang HIV/AIDS, dan visit secara bersama-sama. Selain itu, kami juga
mengajak Kontraktor yang bekerjasama dengan kami untuk menggalakkan program penyuluhan HIV/ AIDS.
Tanggap darurat di KPC ini bertujuan untuk dengan sigap menyelesaikan segala permasalahaan yang
berkenaan dengan K3 di wilayah operasi KPC. Kami telah melakukan beberapa improvement.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, KPC menggandeng Radio Gema Wana Prima (GWP) FM untuk
mengkampanyekan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Radio yang pertama kali didirikan oleh salah
satu karyawan KPC ini telah membantu kami dalam sosialisasi pentingnya perilaku aman dan tips gaya hidup
sehat yang dikemas menarik.
Untuk mengetahui seberapa efektif usaha-usaha yang kami lakukan dalam menekankan keselamatan dan
kesehatan kerja pada setiap insan KPC, kami melaksanakan evaluasi terhadap kinerja K3 kami setiap
tahunnya. Evaluasi ini dilakukan dengan melihat nilai kekerapan terjadinya kecelakaan yang menyebabkan
kehilangan jam kerja (Lost Time Injury Frequency Rate LTIFR) dan nilai kekerapan terjadinya kecelakan
(Total Recordable Incident Frequency Rate TRIFR). Nilai kecelakaan kerja semakin menurun sejak tahun
2009. Kami akan tetap melakukan tinjauan dan perbaikan pada sistem, prosedur, dan implementasi program-
program keselamatan dan kesehatan kerja untuk meningkatkan kualitas K3 kami.
Untuk melengkapi pelaksanaan program keselamatan kerja, kami juga melaksanakan aktivitas-aktivitas, seperti
audit keselamatan kerja dan program observasi perilaku. Dua program ini merupakan program-program
penunjang untuk kelancaran dan efektivitas pengimplementasian K3.
Audit K3
Dalam memastikan kelancaran program keselamatan kerja yang telah dijalankan, kami mengadakan audit
keselamatan secara rutin yaitu sebanyak 4 kali setiap minggu.
Tahap Pelatihan Auditor
Sebelum menjalankan audit K3, tentu saja kami harus memilih auditor-auditor yang berkompeten sehingga
hasil yang diperoleh dari audit K3 juga merupakan hasil yang baik dan mencerminkan keadaan K3 di
perusahaan kami yang sebenarnya. Untuk mencapai hal tersebut, kami memberikan pendidikan terlebih dahulu
kepada calon auditor mengenai sistem audit yang berlaku di KPC. Selanjutnya, calon-calon auditor tersebut
akan mengikuti magang selama 4-6 bulan untuk lebih mengenal dokumen K3, teknik audit, dan praktik-
praktiknya. Calon auditor juga diberi kesempatan untuk belajar mengaudit tempat kerjanya dengan
menunjukkan 3 peluang peningkatan yang dapat dilakukan yang nantinya akan dipresentasikan kepada setiap
General Manager pada divisi yang bersangkutan dan General Manager HSES.
Selain audit, program observasi perilaku juga dilakukan sebagai salah satu upaya yang terkait dengan
pencegahan kecelakan fatal (Fatality Prevention Elements FPE). Program ini dilaksanakan oleh jajaran
manajemen dan praktisi K3 dengan harapan jumlah fatality dan frekuensi kecelakaan yang menyebabkan
kehilangan jam kerja dapat berkurang. Sejak tahun 2009, kami menetapkan target FPE minimal 60%.
Jika terjadi kecelakaan kerja, hal pertama yang harus dilakukan karyawan adalah melaporkan kecelakan
tersebut kepada atasan masing-masing. Pimpinan juga berkewajiban untuk melaporkan setiap kejadian yang
terjadi di area yang merupakan cakupan tanggung jawabnya. Petugas keselamatan wajib membantu
pengumpulan data sehingga petugas dari benefit section dapat menyusun laporan kepada Kantor Tenaga Kerja,
PT JAMSOSTEK, dan perusahaan asuransi dalam waktu kurang dari 48 jam.
Berikut Ini Merupakan 10 Teratas Resiko Penyebab Kecelakaan di Pertambangan:
Untuk itu tiga pilar utama yakni pemerintah, perusahaan tambang, dan perusahaan jasa
pertambangan serta masyarakat harus terus bersinergi. Mereka harus memiliki satu persepsi
bahwa keselamatan pertambangan bukan tanggung jawab pihak tertentu tetapi tanggung jawab
bersama.
Hal yang selalu diberitahukan pada perusahaan tambang untuk membangun dan
meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik dengan berpedoman pada enam prisnsip, yaitu
satu persepsi dalam visi misi, patuh terhadap hukum, kerjasama dalam azas kesetaraan,
transparansi, terukur, dan partisipasi dalam aspek keselamatan pertambangan.
Selain itu perusahaan tambang harus memperhatikan secara serius aspek keselamatan dengan
meningkatkan kompetensi, pengawas, dan pengelolaan keselamatan sesuai regulasi yang ada.
Suatu kecelakaan sering terjadi yang diakibatkan oleh lebih dari satu sebab. Kecelakaan dapat
dicegah dengan menghilangkan halhal yang menyebabkan kecelakan tersebut. Ada dua sebab
utama terjadinya suatu kecelakaan. Pertama, tindakan yang tidak aman. Kedua, kondisi kerja
yang tidak aman. Orang yang mendapat kecelakaan luka-luka sering kali disebabkan oleh orang
lain atau karena tindakannya sendiri yang tidak menunjang keamanan. Berikut beberapa contoh
tindakan yang tidak aman antara lain:
Memakai peralatan tanpa menerima pelatihan yang tepat
Memakai alat atau peralatan dengan cara yang salah
Tanpa memakai perlengkapan alat pelindung, seperti kacamata pengaman, sarung tangan atau
pelindung
kepala jika pekerjaan tersebut memerlukannya
Bersendang gurau, tidak konsentrasi, bermain-main dengan teman sekerja atau alat
perlengkapan lainnya.
Sikap tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan dan membawa barang berbahaya di tenpat
kerja
Membuat gangguan atau mencegah orang lain dari pekerjaannya atau mengizinkan orang lain
mengambil
alih pekerjaannya, padahal orang tersebut belum mengetahui
pekerjaan tersebut
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pertambangan Minerba
Sesuai amanat Undang-undang Minerba, ada kewajiban dari pemerintah melalui Inspektur
Tambang untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha pertambangan. Adapun obyek
utama pengawasan dilakukan terhadap:
(1) Teknis Pertambangan(2) Konservasi Sumberdaya Mineral dan Batubara; (3) Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Pertambangan; (4) Keselamatan Operasi Pertambangan; serta (5)
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Reklamasi dan Pascatambang.
Berdasarkan Pasal 140 Ayat 1, UU No. 4 Tahun 2009, pengawasan pertambangan mineral dan
batubara menjadi tanggung jawab menteri dimana menteri melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan tersebut meliputi
administarasi/tata laksana; operasional; kompetensi aparatur; dan pelaksanaan program
pengelolaan usaha pertambangan.
Pengawasan tersebut dilakukan melalui mekanisme evaluasi terhadap laporan rencana dan
pelaksanaan usaha pertambangan dari pemegang ijin (IUP, IPR dan IUPK), dan/atau inspeksi ke
lokasi ijin (IUP, IPR dan IUPK).
1. Pengawasan Teknis Pertambangan Mineral dan Batubara, meliputi: (a) IUP atau IUPK
Eksplorasi yang terdiri dari: pelaksanaan teknik eksplorasi dan tata cara perhitungan
sumber daya dan cadangan; (b) IUP atau IUPK Operasi Produksi yang terdiri dari
perencanaan dan pelaksanaan konstruksi termasuk pengujian alat pertambangan
(commisioning); perencanaan dan pelaksanaan penambangan; perencanaan dan
pelaksanaan pengolahan dan pemurnian; serta perencanaan dan pelaksanaan
pengangkutan dan penjualan.
2. Pengawasan pemasaran, meliputi: (a) realisasi produksi dan realisasi penjualan, termasuk
kualitas dan kuantitas serta harga mineral dan batubara; (b) kewajiban pemenuhan
kebutuhan mineral atau batubara untuk kepentingan dalam negeri; (c) rencana dan
realisasi kontrak penjualan mineral atau batubara; (d) biaya penjualan yang dikeluarkan;
(e) perencanaan dan realisasi penerimaan negara bukan pajak; (f) biaya pengolahan dan
pemurnian mineral dan/atau batubara.
4. Pengawasan pengelolaan data mineral dan batubara terdiri dari pengawasan terhadap
kegiatan perolehan, pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan,
pemeliharaan dan pemusnahan data dan/atau informasi.
Konservasi bahan galian merupakan upaya untuk terwujudnya pengelolaan bahan galian
secara optimal dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan, kemampuan
perkembangan teknologi, ekonomi, sosial budaya, politik dan sektor-sektor lain yang
terkait.
Dalam rangka menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang
melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif diperlukan suatu Sistem Manajemen K3.
Sistem Manajemen K3 berdasarkan Permenaker No. Per.05/1996 adalah bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab,
pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaiatan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif.
Ruang lingkup dari Sistem Manajemen K3 bervariasi tergantung pada perusahaan, negara dan
faktor lokal. Secara umum, Sistem Manajemen K3 mensyaratkan, antara lain: adanya suatu
Kebijakan K3, struktur organisasi untuk menerapkan kebijakan di atas, Program implementasi,
metode untuk mengevaluasi keberhasilan penerapan dan adanya umpan balik, serta rencana
tindakan perbaikan untuk peningkatan secara berkesinambungan. Sistem Manajemen K3 juga
harus diterapkan dalam pertambangan, baik dalam tambang terbuka maupun tambang bawah
tanah. Penerapan Sistem Manajemen K3 tersebut harus mengacu kepada Kepmen No.555.K
Tahun 1995 tentang K3 Pertambangan Umum.
Penerapan Sistem Manajemen K3 tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen terhadap sistem
manajemen tersebut. Oleh karena itu, elemen pertama dan memegang peran yang sangat penting
adalah manajemen puncak harus menyatakan kebijakan dan komitmennya terhadap K3.
Kemudian, untuk kepentingan operasional, maka disusun peraturan K3 perusahaan. Untuk
penerapan kebijakan K3 diperlukan beberapa hal yang masuk dalam elemen organizing, yaitu
Kepala Teknik Tambang, Pengawas Operasional / Teknis, Komite K3, Buku Tambang, pelatihan,
dan tim tanggap darurat. Mengingat skala risiko dan karakteristik tambang bawah tanah, maka
elemen organizing pada Sistem Manajemen K3 Tambang Bawah Tanah ditambah dengan Kepala
Tambang Bawah Tanah, Buku Derek, Buku Kawat, Buku Catatan Ventilasi dan Penyanggaan.
Sebagai upaya pemantauan dan pengukuran kinerja dan penerapan K3 di perusahaan diperlukan
evaluasi. Elemen evaluation terdiri atas pemantauan lingkungan kerja, seperti debu,
pencahayaan, getaran, iklim kerja, curah hujan, dan untuk tambang bawah tanah yakni
penyanggaan, ventilasi, drainase, dll.; pemantaun proses kerja seperti peledakan, pengangkutan,
dll.; investigasi kecelakaan; inspeksi dan audit.
Sistem Manajemen K3 yang merupakan sebuah sistem dengan siklus tertutup memiliki sebuah
karakteristik utama yaitu keharusan adanya perbaikan yang berkelanjutan secara terus menerus
(continuous improvement). Oleh karena itu, elemen terakhir Sistem Manajemen K3
Pertambangan adalah adanya action for improvement dimana harus ada peningkatan kinerja dan
budaya K3.
Pelaksanaan pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan bukan hanya dilakukan oleh
pemerintah pusat, tetapi juga dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi (Dekonsentrasi) dan
Pemerintah Kabupaten/Kota (Desentralisasi). Upaya dekonsentrasi pengawasan K3 dan
keselamatan operasi pertambangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi antara lain:
Prinsip-prinsip Lingkungan Hidup, yaitu: (a) perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air
tanah, air laut, dan tanah serta udara; (b) perlindungan keanekaragaman hayati; (c) stabilitas dan
keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang serta struktur buatan
(man-made structure) lainnya; (d) pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan
peruntukannya; dan (e) menghormati nilai-nilai sosial dan budaya setempat.
Aplikasi Prinsip-prinsip Lingkungan Hidup, antara lain: (a) Pemenuhan baku mutu kualitas air,
tanah dan udara; (b) Mempertahankan buffer zone dalam rangka biodiversity; (c) Melakukan
kajian geoteknik dalam rangka memastikan stabilitas dan keamanan timbunan, dengan
mempertimbangkan kondisi curah hujan tertinggi di lokasi setempat; (d) Melakukan pemulihan
lahan bekas tambang agar berdaya guna dan mempunyai nilai manfaat; (e) Menghormati nilai-
nilai sosial dan budaya setempat; dan (f) Mengembangkan etika lingkungan (responsible
miners).
9. Pengawasan pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang
bangun dilakukan terhadap pelaksanaan pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta
kemampuan rekayasa dan rancang bangun sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi
pelaksana usaha jasa pertambangan mineral dan batubara.
12. Pengawasan penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi, antara lain: pada
kegiatan eksplorasi, penambangan, pengangkutan, pengolahan dan pemurnian, reklamasi
dan pascatambang sesuai dengan kondisi pemegang IUP/IUPK serta keberadaan lokasi
kegiatan.
13. Pengawasan kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut
kepentingan umum, antara lain: fasilitas umum yang dibangun oleh pemegang IUP atau
IUPK untuk masyarakat sekitar tambang, dan pembiayaan untuk pembangunan atau
penyediaan fasilitas umum.
14. Pengawasan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan IUP, IPR atau IUPK meliputi: luas
wilayah, lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, jangka waktu tahap
kegiatan, penyelesaian masalah pertanahan, penyelesaian perselisihan serta penguasaan,
pengembangan dan penerapan teknologi pertambangan mineral atau batubara.
15. Pengawasan jumlah, jenis dan mutu hasil usaha pertambangan yang terdiri atas: jenis
komoditas tambang, kuantitas dan kualitas produksi untuk setiap lokasi penambangan,
kuantitas dan kualitas pencucian dan/atau pengolahan dan pemurnian, serta tempat
penimbunan sementara (run of mine/ROM), tempat penimbunan (stock pile) dan titik
serah penjualan (at sale point).
Pengawasan dilakukan dalam rangka pengawasan dan penjaminan, yaitu: (1) Tingkat kepatuhan
dan pentaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Pencapaian target dari
rencana kerja yang telah disusun dan disampaikan kepada Pemerintah melalui RKAB dan
RKTTL; (3) Mengetahui sejak dini apabila terjadi penyimpangan berdasarkan ketentuan /
peraturan perundangan ataupun rencana kerja; dan (4) Dapat segera melakukan koreksi bila
terjadi perubahan rencana kerja atau perubahan kebijakan Pemerintah.
Oleh karena itu, setiap pemegang ijin (IUP/IUPK) memiliki kewajiban, sebagai berikut:
Adapun dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, wajib melaksanakan:
Yang dimaksud dengan Kepala Inspektur Tambang (KAIT) adalah pejabat yang secara ex officio
menduduki jabatan: (1) Direktur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang keteknikan
pertambangan mineral dan batubara; (2) Kepala Dinas teknis provinsi yang mempunyai tugas
pokok dan fungsi di bidang pertambangan mineral dan batubara di pemerintah provinsi; atau
(3) Kepala Dinas teknis kabupaten/kota yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang
pertambangan mineral dan batubara di pemerintah kabupaten/kota.
A. UNDANG-UNDANG
1. UUD 1945;
11. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
B. PERATURAN PEMERINTAH
4. PP Nomor 13 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP Nomor 58 Tahun 1998 tentang Tarif
Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Pertambangan
Dan Energi di Bidang Pertambangan Umum;
5. PP Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 32 Tahun 1969
tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967;
6. PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan;
7. PP Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku Pada Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral;
8. PP Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan
Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan;
9. PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran Dan
Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang;
10. PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan
Hutan;
11. PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
Dan Batubara;
15. PP Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 23 Tahun 2010 Tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara;
17. PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan;
C. PERATURAN PRESIDEN
Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di
Bidang Penanaman Modal;
D. PERATURAN MENTERI
PERMEN ESDM Nomor 47 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan Dan Pemanfaatan
Briket Batubara Dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara;
PERMEN ESDM Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Penerapan Kompetensi
Profesi Bidang Pertambangan Mineral Dan Batubara;
PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi Dan Penutupan Tambang;
PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perubahan Penanaman Modal
Dalam Rangka Pelaksanaan Kontrak Karya Dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara;
PERMEN ESDM Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Dan Harga
Patokan Penjualan Mineral Dan Batubara;
PERMEN ESDM Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Usaha
Pertambangan Dan Sistem Informasi Wilayah Pertambangan Mineral Dan Batubara;
PERMEN ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral
Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral;
PERMEN ESDM Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PERMEN ESDM
Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan
Pengolahan Dan Pemurnian Mineral;
PERMEN ESDM Nomor 24 Tahun 2012 tentang PERMEN ESDM Nomor 28 Tahun
2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral Dan Batubara;
PERMEN Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana
Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup;
F. Lain-lain
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara;
Keputusan Menteri ESDM Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan
Permohonan Kontrak Karya Dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
Dalam Rangka Penanaman Modal Asing;
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pertambangan
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Pasal 1 butir (1) disebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
B. Usaha pertambangan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, kostruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan
dan penjualan, serta pasca tambang. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha
pertambangan bahan-bahan galian dibedakan menjadi 8 (delapan) macam yaitu:
1) Penyelidikan umum, adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi
regional dan indikasi adanya mineralisasi.
2) Eksplorasi, adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara
terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur
dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.
3) Operasi produksi, adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi,
penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana
pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
4) Konstruksi, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh
fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.
5) Penambangan, adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral
dan/atau batu bara dan mineral ikutannya.
6) Pengolahan dan pemurnian, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu
mineral dan/atau batu bara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
7) Pengangkutan, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batu
bara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.
2) Penjualan, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau
batubara.\
b. Pertambangan batubara.
Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari
sisa tumbuh-tumbuhan. Pertambangan batubara adalah pertambangan endapan karbon yang
terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.
PROSES PERTAMBANGAN
Dalam proses penambangan batubara ada banyak proses yang perlu
dilakukan. dalam penambangan batubara juga tidak boleh ditinggalkan
aspek lingkungan, agar setelah penambangan selesai dilakukan, lingkungan
dapat dikembalikan ke keadaan yang baik.
1. Persiapan