MAKALAH
disusun oleh
PEMBAHASAN
2.2 Inflamasi
Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh
cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi
(sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Inflamasi
(peradangan) merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat yang memiliki
vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun endogen. Dalam arti yang paling
sederhana, inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk
menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan
nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel. Dengan begitu, dapat disimpulkan
bahwa peradangan atau inflamasi adalah suatu reaksi kompleks jaringan ikat
yang merupakan respon protektif tubuh oleh kerusakan jaringan dalam upaya
pemulihan pada jaringan yang rusak tersebut.
2.2.1 Klasifikasi inflamasi/peradangan
a. Radang Akut
Radang akut merupakan respon langsung dan dini terhadap agen jejas
yang relatif singkat, hanya berlangsung beberapa jam atau hari. Radang
memiliki tiga komponen penting : (1) perubahan penampang pembuluh darah
dengan akibat aliran darah meningkat, (2) perubahan struktural pada pembuluh
darah mikro yang memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan
sirkulasi darah, dan (3) agregasi leukosit di lokasi jejas. Cairan kaya akan
protein dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai
akibat reaksi radang, disebut eksudat. Kejadian pada proses radang akut
sebagian besar dimungkinkan oleh produksi dan pelepasan berbagai macam
mediator kimia. Meskipun jenis pengaruh jejas dapat bermacam-macam dan dan
jaringan yang menyertai radang berbeda, mediator yang dilepaskan sama,
sehingga respon terhadap radang tampak stereotip. Jadi infeksi yang disebabkan
oleh kuman; jejas karena panas, dingin atau tenaga radiasi; jejas listrik atau
bahan kimia, dan trauma mekanik semua akan memberi reaksi radang segera
yang sama. Meskipun pada dasarnya reaksi radang itu stereotip, intensitas dan
luasnya tergantung pada derajat parah jejas dan kemampuan bereaksi tubuh.
Radang akut dapat terbatas hanya pada tempat jejas dan menimbulkan tanda dan
gejala-gejala lokal, atau dapat ekstensif dan menyebabkan tanda dan gejala
sistemik, maupun mengikut-sertakan pertahanan tubuh sekunder, seperti jaringan
limfoid.
b. Radang Kronik
Radang kronik disebabkan oleh rangsang yang menetap, seringkali dapat
terjadi dalam waktu yang lama hingga berminggu-minggu bahkan berbulan-
bulan, menyebabkan infiltrasi mononuklir dan proliferasi fibroblas. Hal ini
merupakan manifestasi pemulihan yang mengikuti radang. Radang kronik dapat
timbul menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik.
Perubahan radang akut menjadi kronik berlangsung bila respon radang akut
tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat
gangguan pada proses penyembuhan normal.
1. Rubor (kemerahan)
Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengedarkan darah
ke daerah tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke
tempat cedera.
2. Kalor (rasa panas)
Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana rasa
panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak ditempat radang daripada
didaerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi di permukaan kulit.
Sedangkan jika terjadi jauh di dalam tubuh tidak dapat kita lihat dan rasakan.
2.3 Infeksi
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di
dalam tubuh yang menyebabkan sakit atau beberapa penyakit yang disebabkan
oleh pertumbuhan organisme patogenik dalam tubuh.
a. Bakteri
Host/pejamu Reservoir
Portal de exit Portal de entry
Cara penularan
1) Agen Infeksi
Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme dikulit bisa merupakan flora
transient maupun resident. Mikroorganisme transient normalnya ada dan
jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak dikulit. Organisme
transient melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan objek atau orang lain
dalam aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan kecuali dengan cuci
tangan. Organisme residen tidak dengan mudah bisa dihilangkan melalui cuci
tangan dengan sabun dan detergen biasa kecuali bila gosokan dilakukan dengan
seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah
mikroorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan
untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta kerentanan dalam
host/pejamu.
Respon tubuh atau respon imun itu dikeluarkan dengan tujuan untuk
menetralkan efek toksin atau mengeliminasi bakteri yang masuk dalam tubuh.
Dan umumnya gambaran biologik spesifik mikroba menentukan mekanisme
imun mana yang digunakan dalam proteksi di dalam tubuh. Karena, suatu zat
dalam sistem imun bekerja sesuai dengan substansi zat asingnya atau berkerja
sesuai fungsi dan sangat kompleks. Begitu juga dengan respon imun terhadap
bakteri, khususnya bakteri ekstraseluler dan intraseluler memiliki karakteristik
tertentu pula.
Sekresi alami yang dilakukan dari tubuh kita juga membantu mencegah
pertumbuhan mikroba dalam tubuh kita. Sistem vital seperti pernapasan,
pencernaan, urogenital dan pencegahan oleh lapisan lendir dari lapisan epitel
dari sistem ini. Cairan penting yang protektif dalam tubuh kita adalah asam pada
lambung, air liur di dalam mulut dan air mata dari mata. Sel darah putih hadir
dalam darah manusia juga melindungi tubuh dari berbagai infeksi. Makrofag
dalam jaringan membantu dalam penghancuran mikroba berbahaya masuk ke
dalam tubuh.
a. Pertahanan fisik/mekanik
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik ini, kulit, selaput lendir, silia
saluran napas, batuk dan bersin akan mencegah masuknya berbagai kuman
patogen ke dalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput
lendir yang rusak oleh asap rokok akan meninggikan risiko infeksi
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2009).
1. Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan pada kulit
menempati daerah terbatas pada kulit dan menggunakan hanya sedikit
nutrient, sehingga kolonisasi kolonisasi oleh mikroorganisme patogen
sulit terjadi.
2. Kulit merupakan sawar fisik efektif dan pertumbuhan bakteri dihambat
sehingga agen patogen yang menempel akan dihambat oleh pH rendah
dari asam laktat yang terkandung dalam sebum yang dilepas kelenjar
keringat.
3. Sekret dipermukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti
lisozim yang menghancurkan dinding sel bakteri.
4. Saluran napas dilindungi oleh gerakan mukosiliar sehingga lapisan
mukosa secara terus menerus digerakkan menuju arah nasofaring.
5. Bakteri ditangkap oleh mukus sehingga dapat disingkirkan dari saluran
napas.
6. Sekresi mukosa saluran napas dan saluran cerna mengandung peptida
antimikrobial yang dapat memusnahkan mikroba pathogen.
7. Mikroba patogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk ke
jaringan dibawahnya dapat simusnahkan dengan bantuan komplemen dan
dicerna oleh fagosit.
b. Pertahanan Biokimiawi
c. Pertahanan Humoral
1) Komplemen
2) Interferon
3) C-Reactive Protein
CRP merupakan salah satu protein fase akut, termasuk golongan protein
yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons
imunitas non-spesifik. CRP mengikat berbagai mikroorganisme yang
membentuk kompleks dam mengaktifkan komplemen jalur klasik. Pengukuran
CRP berguna untuk menilai aktivitas penyakit inflamasi. CRP dapat meningkat
100x atau lebih dan berperan pada imunitas non-spesifik yang dengan bantuan
Ca++ dapat mengikat berbagai molekul antara lain fosforilkolin yang ditemukan
pada permukaan bakteri/jamur dan dapat mengaktifkan komplemen (jalur
klasik). CRP juga mengikat protein C dari pneumokok dan berupa opsonin.
Peningkatan sintesis CRP akan meningkatkam viskositas plasma sehingga laju
endap darah juga akan meningkat. Adanya CRP yang tetap tinggi menunjukan
infeksi yang persisten (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009).
d. Pertahanan Seluler
1) Fagosit
2) Makrofag
Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem seluler. Pada
imunitas humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba
ekstraselular. Pada imunitas seluler, sel T mengaktifkan makrofag sebagai
efektor untuk menghancurkan mikroba atau mengaktifkan sel CTC/Tc
sebagai efektor yang menghancurkan sel terinfeksi (Baratawidjaja dan
Rengganis, 2010).
Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral. Sel
B tersebut berasal dari sel asal multipoten. Pada unggas sel asal tersebut akan
berdiferensiasi menjadi sel B di dalam alat yang disebut Bursa Fabricius yang
terletak dekat kloaka. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, maka sel tersebut
akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk
zat antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Fungsi
utama antibodi ini ialah untuk pertahanan terhadap infeksi virus, bakteri
(ekstraselular), dan dapat menetralkan toksinnya.
di bawah pengaruh timus (Thymus), sehingga diberi nama sel T. Cabang efektor
imunitas spesifik ini dilaksanakan langsung oleh limfosit yang tersensitisasi
spesifik atau oleh produk-produk sel spesifik yang dibentuk pada interaksi antara
imunogen dengan limfosit-limfosit tersensitisasi spesifik. Produk-produk sel
spesifikasi ini ialah limfokin-limfokin termasuk penghambat migrasi (migration
inhibition factor = MIF), sitotoksin, interferon dan lain sebagainya yang menjadi
efektor molekul-molekul dari imunitas seluler (Delves and Ivan, 2000).
1) Imunitas selular
Ada kelas limfosit, limfosit T (CD4T) dan limfosit B (sel B). Limfosit T
memainkan peran utama dalam imunitas seluler. Ada reseptor antigen pada
membran permukaan limfosit CD4T. Bila antigen bertemu dengan sel yang
reseptor permukaannya sesuai dengan antigen, maka akan terjadi ikatan. Ikatan
ini mengaktifkan limfosit CD4T untuk membagi diri dengan cepat untuk
membentuk sel yang peka. Limfosit yang peka bergerak ke daerah inflamasi,
berikatan dengan antigen dan melepaskan limfokin. Limfokin menarik &
menstimulasi makrofag untuk menyerang antigen.
2) Imunitas humoral
Stimulasi sel B akan memicu respon imun humoral, menyebabkan
sintesa imunoglobulin/antibodi yang akan membunuh antigen. Sel B plasma dan
sel B memori akan terbentuk apabila sel B berikatan dengan satu antigen.
Sel B mensintesis antibodi dalam jumlah besar untuk mempertahankan
imunitas, sedangkan sel B memori untuk mempersiapkan tubuh menghadapi
invasi antigen.
3) Antibodi
Merupakan protein bermolekul besar, terbagi menjadi imunoglobulin A,
M, D, E, G. Imunoglobulin M dibentuk pada saat kontak awal dengan antigen,
sedangkan IgG menandakan infeksi yang terakhir. Pembentukan antibodi
merupakan dasar melakukan imunisasi.
4) Komplemen
Merupakan senyawa protein yang ditemukan dalam serum darah.
Komplemen diaktifkan saat antigen dan antibodi terikat. Komplemen diaktifkan,
maka akan terjadi serangkaian proses katalitik.
5) Interferon
Pada saat tertentu diinvasi oleh virus. Interferon akan mengganggu
kemampuan virus dalam bermultiplikasi.
2.3.6 Perbedaan Antara Peradangan dan Infeksi
Peradangan adalah reaksi jaringan terhadap agen merugikan.
Infeksi adalah masuknya dan pertumbuhan organisme penyebab
penyakit.
Peradangan adalah reaksi terhadap infeksi. Infeksi merupakan salah satu
penyebab paling umum dari reaksi inflamasi.
Antimikroba
Sebelum diperkenalkan pelatihan dasar mengenai kebersihan dan pemberian
antimikroba, hampir semua infeksi dirumah sakit berasal dari sumber luar yang
patogen. Juga disebabkan oleh mikroorganisme yang bukan flora normal dari
pasien itu sendiri . Perkembangan terapi antibiotik sebagai terapi infeksi bakteri
digunakan untuk menurunkan angka kematian dari berbagai penyakit infeksi.
Hampir semua infeksi yang didapatkan dirumah sakit disebabkan oleh
mikroorganisme yang umumnya sering terdapat pada populasi umum, misalnya
pada pasien pasien yang ada di dirumah sakit.
Kerentanan pasien
usia, status imun, penyakit yang mendasarinya, serta intervensi dari
terapi. Pasien yang mengalami penyait kronik seperti tumor ganas, leukemia,
diabetes mellitus, gagal ginjal, atau AIDS, mempunyai kerentanan yang
meningkat terhadap infeksi opurtunistik.
Faktor lingkungan
Pasien dengan infeksi atau dengan carrier berpotensi menularkan
penyakit pada pasien lain atau petugas di rumah sakit.
Resistensi bakteri
dimana banyak strain bakteri yang resisten terhadap berbagai
antimikroba. Resistensi strain bakteri menjadi menetap dan dapat berkembang
menjadi endemik di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/9069276/BAB_I_PEMBAHASAN_1._
Arimbi, dkk., 2013. Buku Ajar Patologi Umum Veteriner. Surabaya : Airlangga
Press
https://www.scribd.com/doc/169321659/makalah-patologi ( diakses
17 Desember 2017 )
Retrieved : http://kliksma.com/2014/11/perbedaan-antara-
2017 )
http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/43779499/2-4-4.pdf?
AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=14875898
12&Signature=NxYKnHy7ZaVloHbIVqqBse4kCIc%3D&response-
content-disposition=inline%3B%20filename
Wahab, Samik dan Julia, Madani. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, & Penyakit
2017]