Anda di halaman 1dari 18

Konsep Dasar Tuberkulosis Paru

Menjelaskan konsep dasar penyakit Tuberkulosis Paru menjadi

Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Kemenkes,

2011).

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan

organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal

yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra, 2012).

Etiologi Tuberkulosis Paru

Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycrobacterium

tuberculosis dan Mycrobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4

mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok,

bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal

yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Kuman ini terdapat dalam butir-

butir percikan dahak yang disebut droplet nuclei. Bakteri tuberkulosis ini akan

mati jika mendapat sinar matahari langsung pada pemanasan 100oC selama 5-10

menit atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit dan dengan alkohol 70-95%

selama 15-30 detik (Widoyono, 2011).


Penularan Tuberkulosis Paru

Menurut Widoyono (2011), penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh

kuman Mycrobacterium tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat

seorang pasien TB batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut

terhirup oleh orang lain saat bernapas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara

saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberkulosis tersembur dan terhisap ke

dalam paru-paru orang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan.

Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan

sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan faktor pejamu

lainnya. Risiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusia di

bawah 3 tahun, risiko rendah pada masa kanak-kanak, dan meningkat lagi pada

masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri masuk dalam tubuh manusia

melalui saluran pernapasan dan bisa ke bagian tubuh lain melalui peredaran

daarah, pembuluh limfe, atau langsung ke organ terdekatnya.

Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya,

sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TB adalah 17%. Hasil studi

lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat ( misalnya keluarga serumah) akan

dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah). Seorang

penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan

penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA (-) dianggap tidak menularkan.

Patofisiologi

Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup

basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju


alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan

Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru

(lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian

tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas).

Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan

reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan

bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)

basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu

setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem

kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru

yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati

yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah

bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebutdisebut

ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi

nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju

(necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk

jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi

nonaktif.

Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun

tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah

dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif

kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga

menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi

selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang


terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,

membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan

sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang

biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang

dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh

limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan

jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan

respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang

dikelilingi oleh tuberkel.

Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru

Menurut Widoyono (2011), seseorang yang menderita tuberkulosis memiliki

gejala klinis utama (cardinal symptom) sebagai berikut :

1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling

sering dikeluhkan. Klien TB paru mengalami batuk lebih dari 3 minggu.


2) Berdahak
Dahak aalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian

berubah menjadi mukopurulen/kuning/kuning hijau sampai purulen dan

kemudian berubah menjadi kental.


3) Batuk berdarah
Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-

bercak darah, gumpalan-gumpalan darah. Batuk darah jarang merupakan

tanda permulaan dari penyakit tuberkulosis karena batuk darah merupakan

tanda telah terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada

dinding kavitas.
4) Sesak napas
Timbul pada tahap lanjutsaat infiltrasi radang sampai setengah paru.
5) Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri nyeri pleuritik yang

ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas ( nyeri

dikeluhkan di daerah aksila, diujung skapula atau ditempat lain.

Gejala lainnya adalah :

(1) Berkeringat pada malam hari


Keringat malam umumnya baru timbul bila proses infeksi telah berlanjut
(2) Demam
(3) Penurunan berat badan

Klasifikasi Pasien Tuberkulosis Paru

Menurut Kemenkes RI (2011), klasifikasi penyakit tuberkulosis dibedakan

menjadi empat hal, yaitu:

1) Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena

a) TB paru adalah TB yang menyerang jaringan paru. Tidak termasuk pleura

(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

b) TB ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar

lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,

dan lain-lain.

2) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis

a) TB paru BTA positif


(1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.

(2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran TB.

(3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

(4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif

dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b) TB paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria

diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

(1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

(2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.

(3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

(4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi

pengobatan.

3) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi

beberapa tipe pasien, yaitu:


a) Kasus Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b) Kasus yang sebelumnya diobati

(1) Kambuh (Relaps)

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

(2) Pengobatan setelah putus berobat (Default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau

lebih dengan BTA positif.

(3) Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

pengobatan.

c) Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan yang

memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

d) Lain-lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam

kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil

pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. TB

paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,

gagal, default maupun menjadi kasus kronik.


Pemeriksaan Tuberkulosis

Menurut Pedoman Nasional Pengendalian TB (2014), penegakan diagnosis

tuberkulosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan sebagai berikut :

1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pada uji ini,

dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak, yaitu

a) S (sewaktu) : dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang

berkunjung pertama kali fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien

membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari

kedua.

b) P (pagi) : dahak ditampung dirumah pada hari kedua, segera setalah

bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepad petugas di

fasyankes.

c) S (sewaktu) : dahak di tampung di fasyankes pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi

2) Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis

dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB, misal :

a) Pasien TB ekstra paaru

b) Pasien TB anak

c) Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA

negatif
Pemeriksaan ini dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya.

3) Pemeriksaan uji kepekaan obat

Uji kepekaan obat dilakukan untuk menentukan ada tidaknya resistensi

Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Uji kepekaan tersebut harus

dilakukan oleh laboratorium yang telah tersertifikasi atau lulus uji

pemantapan mutu/Quality Assurance (QA). Untuk memperluas akses

terhadap penemuan pasien TB dengan resistensi OAT. Kemenkes RI telah

menyediakan tes cepat yaitu GeneXpert ke fasilitas kesehatan

(laboratorium dan RS) di seluruh provinsi.

Penatalaksanaan Pasien TB

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment

Short-cource) sebagai upaya pengendalian TB. Indonesia mulai menerapkan

strategi DOTS secara bertahap sejak tahun 1995 dimulai dari Puskesmas. Pada

tahun 2000, strategi DOTS dalam Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dilaksanakan

secara Nasional di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan terutama di puskesmas

yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.

1) Prinsip Pengobatan TB

Obat Anti Tuberculosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam

pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien

untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB.

Pengobatan adekuat harus memenuhi prinsip :


a) Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya

resistensi

b) Diberikan dalam dosis yang tepat

c) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO

(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan

d) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam

tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan

2) Tahapan Pengobatan TB

Pengobatan TB harus meliputi pengobatan awal dan tahap lanjutan,

sebagai berikut :

a) Tahap Awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini

adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman

yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dan

sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum

pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua

pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan

pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan

sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.

b) Tahap Lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk

membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya


kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan terjadinya

kekambuhan.

3) Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Tabel 1. OAT Lini Pertama

Jenis Sifat Efek Samping


Isoniazid (H) bakterisidal Neuropati perifer, psikosks toksik,
gangguan fungsi hati, kejang

Rifampisin (R) bakterisidal Flu syndrome, gangguan


gastrointestinal, urine berwarna
merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash,
sesak nafas anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) bakterisidal Gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati, gout artritis
Streptomisin (S) bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran,
renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, trombositopeni
Etambutol (E) bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna
neuritis perifer

Tabel 2. Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa

Dosis
Harian 3x/minggu
OAT Kisaran
Maksimum Kisaran dosis Maksimum/har
dosis
(mg) (mg/kg BB) i(mg)
(mg/kg BB)
Isoniazid 5 (4 - 6) 300 10 (8 12) 900
Rifampisin 10 (8 12) 600 10 (8 12) 600
Pirazinamid 25 (20 30) - 35 (30 40) -
Etambutol 15 (15 20) - 30 (25 35) -
Streptomisin 15 (12 18) - 15 (12 18) 1000

Catatan :

Pemberian Streptomisin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau pasien

dengan berat badan <50kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis >500 mg/hari.

Beberapa rujukan menganjurkan penurunan dosis menjadi 10mg/kg/BB/hari.

Tabel 3. OAT yang digunakan dalam pengobatan TB MDR

Jenis Sifat Efek Samping


Golongan 1 : OAT lini
pertama oral
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati, gout arteitis
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta
warna, neuritis perifer
Golongan 2 : OAT
suntikan
Kanamycin (Km) Bakterisidal Km, Am, Cm memberikan efek
Amikacin (Am) Bakterisidal samping yang serupa seperti pada
Capreomycin (Cm) Bakterisidal penggunaan streptomisin

Golongan 3 :
Fluorokuinolon
Levofloaksasin (Lfx) Bakterisidal Mual, muntah sakit kepala, pusing
sulit tidur, ruptur tendon (jarang)
Moksifloksasin (Mfx) Bakterisidal Mual, muntah, diare sakit kepala,
pusing, nyeri sendi ruptur tendon
(jarang)
Golongan 4 : OAT lini
kedua oral
Para-aminosalicylic acid Bakteriostatik Gangguan gastrointestinal,
(PAS) gangguan fungsi hati, dan
pembekuan darah (jarang),
hipotiroidisme yang reversible
Cycloserine (Cs) Bakteriostatik Gangguan sistem saraf pusat: sulit
konsentrasi dan lemah, depresi,
bunuh diri, psikosis. Gangguan
lain adalah neuropati perifer,
Stevens Johnson Syndrome
Ethionamide (Etio) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,
anoreksia, gangguan fungsi ahti,
jerawatan, rambut rontok,
ginekomasti, impotensi, gangguan
siklus menstruasi, hipotiroidisme
yang reversible
Golongan 5 : obat yang masih belum jelas manfaatnya dalam pengobatan TB
resisten obat. Clofazimine (Cfz), Linezolid (Lzd), Amoxicilin/Clavulanate
(Amx/Clv), Thioacetazone (Thz), Imipenem/Cilastatin (Ipm/Cln), Isoniazid
dosis tinggi (H), Clarithromycin (Clr), Bedaquilin (Bdq).

4) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian

Tuberkulosis di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC) adalah :

a) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

b) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

c) Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR.

d) Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di

Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin,

Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta

OAT lini-1 yaitu Pirazinamid and Etambutol.

Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk

paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri

dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan

dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk

satu pasien.

Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,

Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk

blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam


pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada

pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.

Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat

kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet.Dosisnya disesuaikan dengan

berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu

pasien.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,

dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin

kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket

untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT

mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:

a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektifitas obat dan mengurangi efek samping.


b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko

terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan

resep
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat

menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien


5) Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.
a) Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
(1) Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
(2) Pasien TB paru terdiagnosis klinis
(3) Pasien TB ekstra paru

Tabel 4. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

Berat Badan Tahap Intensif Tahap lanjutan


tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama
16 minggu RH
RHZE (150/75/400/275)
(150/150)
30 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 5. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Dosis per hari / kali


Jumlah
Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Tablet
hr/kali
Pengobat Pengobat Isoniasid Rifampisi Pirazinami Etambut
menelan
an an @300 n @450 d @500 ol @250
obat
mgr mgr mgr mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

b) Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah

diobati sebelumnya (pengobatan ulang):


(1) Pasien kambuh
(2) Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1

sebelumnya
(3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-

up)

Tabel 7. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Tahap Lanjutan 3
Tahap Intensif tiap hari RHZE
Berat kali seminggu RH
(150/75/400/275) + S
badan (150/150) + E(400
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
30 -37 kg 2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj + 2 tab Etambutol
3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
38 54 kg 3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin inj + 3 tab Etambutol
4 tab 4KDT
4 tab 2KDT
55 70 kg + 1000 mg Streptomisin 4 tab 4KDT
+ 4 tab Etambutol
inj
71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
+ 1000 mg Streptomisin (> do maks) + 5 tab Etambutol
inj

Tabel 7. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3

Tablet Etambutol
Tablet Jumlah
Tahap Lama Kaplet Pirazin Strepto
Isoniasid Tablet Tablet hr/kali
Peng Peng Rifampisin amid misin
@300 @250 @400 menelan
obatan obatan @450 mgr @500 injeksi
mgr mgr mgr obat
mgr
Tahap
2
awal 1 1 3 3 - 0,75 56
bulan
(dosis gr
1
harian 1 1 3 3 - - 28
bulan
)
Tahap
Lanjut
an
5
(dosis 2 1 - 1 2 - 60
bulan
3x
semin
ggu)

Catatan:

Untuk perempuan hamil terdapat pengobatan TB pada keadaan khusus.


Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan

aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg). Berat

badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus

disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan.


Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya

kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada

pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh
lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga

meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.


OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna

memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.

Pengawasan Menelan Obat (PMO) Tuberkulosis

Pengawasan Menelan Obat (PMO) tuberkulosis diperlukan untuk

menjamin keteraturan pengobatan penderita tuberkulosis. PMO adalah petugas

kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat dan sanitarian. Bila tidak ada petugas

kesehatan yang menjadi PMO, maka PMO boleh berasal dari kader kesehatan,

guru, tokoh masyarakat dan anggota keluarga (Kemenkes, 2011).

Tugas seorang PMO adalah mengawasi pasien TB agar menelan obat

secara teratur sampai selesai pengobatan; memberi dorongan kepada pasien agar

mau berobat teratur; mengingatkan pasien untuk periksa ulang sputum pada waktu

yang telah ditentukan; memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB


yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri

ke fasilitas pelayanan kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti

kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan (Kemenkes,

2011).

Anda mungkin juga menyukai