Anda di halaman 1dari 8

TEKNIK PREPARASI SAMPEL UNTUK BAHAN MAKANAN

Disusun oleh: Kelas 2B1 Meja 3


1. Agung Karuniadi W. 115997
2. Christina
3. Fitri LuAilik 116101
4. Goffar Utomo

AKADEMI KIMIA ANALISIS


2012/2013

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penyusun diberi
kemudahan, kelancaran untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Teknik Preparasi Sampel Untuk Bahan Makanan ini.
Makalah ini disusun berdasarkan studi pustaka yaitu mencari informasi lengkap
melalui berbagai media baik media cetak maupun media elektronik untuk
mengetahui lebih banyak lagi informasi mengenai Teknik Preparasi Sampel untuk
Bahan Makanan. Masalah yang akan disampaikan dalam makalah ini mengenai
Teknik Preparasi Sampel Untuk Bahan Makanandisertai dengan hasil diskusi yang
objektif, sistematis dan logis.
Penyusun menyadari banyak pihak yang turut memberikan perhatian dan
bantuan serta dukungan selama proses penyelesaian makalah ini. Oleh karena
itu, penyusun tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu kelancaran penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan
kekurangan dan keterbatasan penyusun, baik dari sudut pengetahuan, waktu,
maupun kurangnya keterampilan dalam bidang menulis makalah. Oleh karena
itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
untuk perbaikan ke depannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Bogor, November 2012


Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam penetuan bahan makanan diperlukan preparasi sampel supaya sampel


tersebut berhasil. Analisis suatu bahan hasil makanan (hati ayam, telur ayam,
wortel, jahe, daging ayam) hanya akan dicapai secara baik jika pengambilan
sampel bahan dilakukan secara benar dan representatif. Pengambilan perlu
memperhatikan homogenitas sampel yaitu efek ukuran dan berat partikel sangat
berpengaruh terhadapa homogenitas bahan. Bahan dengan ukuran dan berat
lebih besar cenderung akan berpisah dengan bahan yang lebih kecil dan ringan
(Segregasi).
Cara pengambilan sampel yaitu dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
aselektif artinya pengambilan sampel secara acak dari keseluruhan bahan tanpa
memperhatikan atau memisahkan bagian dari bahan tersebut, selektif artinya
pengambilan sampel secara acak dari bagian tertentu suatu bahan. Jumlah
sampel sudah ada ketentuan yaitu 10 % dari berat bahan dan sangat
berpengaruh pada tingkat representatif. Penanganan sampel dilakukan agar
sampel tidak mengalami perubahan sifat saat pengambilan sampel. Prosesing
sampel yaitu tujuan evaluasi terutama evaluasi secara mikroskopis, kimia dan
biologis, semua sampel juga harus digiling sehingga diperoleh sampel yang
halus.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui bagaimana teknik
preparasi untuk bahan makananmulai dari pengambilan sampel sampai dengan
melakukan preparasi sampel. Dan harus dilakukan dengan cara representatif
supaya mendapatkan hasil yang benar.
Manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui bagaimana
teknik preparasi sampel untuk bahan hasil peternakan (susu, daging, dan telur ).

1.3 Metode
Metode yang digunakan dalam membuat makalah ini adalah studi pustaka. Studi
pustaka yaitu kegiatan mencari informasi lengkap melalui berbagai media baik
media cetak maupun media elektronik untuk mengetahui lebih banyak lagi
informasi mengenai teknik preparasi sampel untuk bahan makanan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel makanan harus dilakukan dengan benar. Tidak tepat
dalam pengambilan sampel, hasil analisis kimia yang diperoleh tidak dapat
menggambarkan kondisi yang representatif atau mewakili keseluruhan dari
bahan yang akan dianalisis. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam
pengambilan sampel perlu diperhatikan beberapa parameter sebagai berikut :
a. Homogenitas Sampel
Efek ukuran dan berat partikel sangat berpengaruh terhadap homogenitas
bahan, dimana bagian yang berukuran dan berat lebih besar cenderung akan
berpisah dengan bagian yang lebih kecil dan ringan (segregasi). Oleh karena itu
sebelum sampel diambil, bahan harus dicampur secara merata atau sampel
diambil secara acak dari beberapa bagian baik bagian dasar, tengah maupun
bagian atas sehingga diperoleh sampel yang representatif. Demikian juga pada
tanaman disuatu lahan, kualitas pada tiap bagian tanaman atau lahan
mempunyai kualitas yang berbeda.
b. Cara Pengambilan Sampel
Sampel dari bahan dapat diambil secara non-selektif atau selektif. Non-selektif
adalah pengambilan sampel secara acak dari keseluruhan bahan tanpa
memperhatikan atau memisahkan bagian dari bahan tersebut. Misalnya dalam
pengambilan sampel rumput gajah, sampel diambil dari seluruh bagian rumput,
baik daun maupun batang, kemudian dipotong-potong dan dicampur secara
merata agar diperoleh bahan yang homogen. Selektif artinya pengambilan
sampel secara acak dari bagian tertentu suatu bahan. Misalnya sampel rumput
gajah tadi dipisahkan pengambilan sampel batang dan daun.

c. Jumlah Sampel
Jumlah sampel yang diambil akan sangat berpengaruh terhadap tingkat
representatif sampel yang diambil. Jumlah sampel yang diambil tergantung dari
kebutuhan untuk evaluasi dan jumlah bahan yang diambil sampelnya. Sebagai
pedoman jumlah sampel yang diambil adalah 10 persen dari jumlah bahan.
d. Penanganan Sampel
Sampel yang telah diambil harus segera diamankan agar tidak rusak atau
berubah sehingga mempunyai sifat yang berbeda dari mana sampel tersebut
diambil. Misalnya terjadi penguapan air, pembusukan ataupun tumbuhnya jamur.
Sampel yang mempunyai kadar air rendah (kurang dari 15 persen) kemungkinan
terjadinya kerusakan sampel kecil sekali. Sampel demikian dapat
langsungdimasukkan ke kantong plastik dan dibawa ke laboratorium. Sampel
dengan kadar air tinggi seperti silase, maka kemungkinan terjadinya penguapan
air sangat besar. Sehingga untuk mengontrol penguapan air, maka sampel yang
telah diambil harus segera ditimbang, dimasukkan ke dalam kantong plastik
kedap udara, dibawa ke laboratorium dan segera dianalisis kadar bahan
keringnya. Jika tidak dianalisis segera maka sampel yang telah diambil segera
timbang, dikeringkan atau dijemur sampai beratnya konstan. Kemudian baru
dibawa ke laboratorium.
e. Prosesing Sampel
Untuk tujuan evaluasi terutama evaluasi secara mikroskopis, kimia dan biologis,
semua sampel harus digiling sehingga diperoleh sampel yang halus.
f. Penentuan Kadar Air Sampel Segar
Sampel dapat berasal dari tumbuh-tumbuahan seperti rumput-rumputan, biji-
bijian, buah-buahan, hasil produksi pertanian dan pangan maupun yang berasal
dari hewan. Sebelum dikeringkan bahan segar dipotong-potong untuk
mendapatkan partikel yang leih kecil agar cepat kering. Aplikasinya seperti di
bawah ini:
Sejumlah sampel ditimbang sebanyak A gram kemudian dijemur sampai kering
di bawah sinar matahari atau dikeringkan dalam oven dengan temperature 50 -
60C sekitar 24 jam. Setelah kering, sampel tadi ditimbang yaitu sebesar B
gram didapatkan, kemudian digiling atau diperhalus lagi bentuknya untuk
analisis lebih lanjut. Selisih antara bobot sampel sebelum dan sesudah
dikeringkan merupakan kadar air(KA) sampel segar dan selanjutnya dapat
ditentukan bahan kering (BK) udara sampel. Untuk mengetahui bahan kering
sesungguhnya untuk mengetahui bahan kering sesungguhnya, maka bahan
kering udara dikali dengan bahan kering oven.
2.1 Tahap preparasi
Preparasi sampel adalah pengurangan massa dan ukuran dari gross sampel
sampai pada massa dan ukuran yang cocok untuk analisa di laboratorium.
Tahap-tahap preparasi sampel adalah sebagai berikut :
1. Pengeringan udara/air drying
Pengeringan udara pada gross sampel dilakukan jika sampel tersebut terlalu
basah untuk diproses tanpa menghilangnya moisture atau yang menyebabkan
timbulnya kesulitan pada crusher atau mill. Pengeringan udara dilakukan pada
suhu ambient sampai suhu maksimum yang dapat diterima yaitu 400oC. waktu
yang diperlukan untuk pengeringan ini bervariasi tergantung dari typical
batubara yang akan dipreparasi, hanya prinsipnya batubara dijaga agar tidak
mengalami oksidasi saat pengeringan.
2. Pengecilan ukuran butir
Pengecilan ukuran butir adalah proses pengurangan ukuran atas sampel tanpa
menyebabkan perubahan apapun pada massa sampel.
Contoh alat mekanis untuk pengecilan ukuran butir adalah :
- Jaw Crusher
- Rolls Crusher
- Swing Hammer Mills
Jaw Crusher atau Roll Crusher biasa digunakan untuk mengurangi ukuran butir
dari 50 mm sampai 11,2 mm ; 4,75 mm atau 2,36 mm. roll Crusher lebih
direkomendasikan untuk jumlah/massa sampel yang besar. Swing Hammer Mill
digunakan untuk menggerus sampel sampai ukuran 0.2 mm yang akan
digunakan untuk sampel yang akan dianalisa di Laboratorium.
3. Mixing atau Pencampuran
Mixing/pencampuran adalah proses pengadukan sampel agar diperoleh sampel
yang homogen.
Pencampuran dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Metode manual : menggunakan riffle atau dengan membentuk dan
membentuk kembali timbunan berbentuk kerucut.
b. Metode mekanis : menggunakan alat Alat Rotary Sampel Divider
(RSD)
4. Pembagian atau Dividing
Proses untuk mendapatkan sampel yang representative dari gross sampel tanpa
memperkecil ukuran butir.

2.1 Metode
Untuk menentukan suatu kadar mineral dalam suatu sampel makanan tentunya
penggunaan dari metode tidak sama antar satu sampel dengan sampel yang
lainnya. Hal ini dikarenakan :
1. Bentuk fisik yang berbeda (Padatan atau Cairan, bahkan Gas)
2. Kandungan matriks sampel yang berbeda
Maka dari itu digunakan suatu metode yang tepat untuk menganalisis suatu
sampel makanan tersebut. Untuk saat ini dapat digunakan metode standar dari
SNI (STANDAR NASIONAL INDONESIA) sebagai acuan dalam menentukan kadar
mineral dalam sampel makanan. Kemudian dari setiap metode terdapat
perbedaan-perbedaan baik dalam teknik :
Pengambilan sampel
Preparasi sampel
Pengujian/analisis sampel

2.1 Metode Kjeldahl


Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen
total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.
Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang
sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan
dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke
dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.Metode ini telah banyak
mengalami modifikasi.Metode ini cocok digunakan secara semi-mikro, sebab
hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa
yang pendek.Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang
mengandung atom nitrogen yang terikat secara langsung ke oksigen atau
nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti amina,protein,dan lain lain hasilnya cukup
baik. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein total dalam
bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini
adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan
angka konversi 6.25, maka diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu.
Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut:
5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin
yang biasanya mengandung 16% nitrogen.
Prinsip cara analisis Kjeldahl yaitu mula-mula bahan didestruksi dengan asam
sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia
yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl
pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimikro.
1. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan
dalam ukuran besar (1-3 gram)
2. Cara semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang
dari 300 mg dari bahan yang homogen.
Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk
ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar.
Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin,
asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai
nitrogen protein. Walaupun demikian, caraini kini masih digunakan dan dianggap
cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan
yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.

2.2 Pengabuan
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara
pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan
kadar mineral dalam bahan tersebut. Ada dua macam garam mineral yang
terdapat dalam bahan, yaitu:
1. Garam organik : garam asam malat, oksalat, asetat, pektat
2. Garam anorganik : garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat
Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam
bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu
dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan
tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan
anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan terbentuk elemen
logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif (Anonim,
2008).
Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya
suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta
dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.
Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat
dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara basah (tidak langsung). Cara
kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600oC
kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Pengabuan cara kering
digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak larut air dan tidak larut
asam. Waktu pengabuan lama, suhu yang diperlukan tinggi, serta untuk analisis
sampel dalam jumlah banyak. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan pengabuan cara kering, yaitu mengusahakan suhu pengabuan
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kehilangan elemen secara mekanis
karena penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya
penguapan beberapa unsur, seperti K, Na, S, Ca, Cl, dan P.
Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada
bahan yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat.
Pengabuan cara basah dilakukan untuk penentuan elemen mineral. Waktu
pengabuan relatif cepat, suhu yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk analisis
sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen kimia yang sering berbahaya
sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.
Jumlah sampel yang akan diabukan bergantung pada keadaan bahannya. Dalam
hal ini, kandungan abunya dan kadar air bahan. Bahan-bahan yang kering
biasanya 2-5 gram, seperti biji-bijian dan pakan ternak. Untuk bahan yang
kandungan airnya tinggi, jumlah bahan yang diabukan adalah cukup tinggi
sekitar 10-50 gram karena saat dipanaskan maka air dalam bahan akan
menguap dan bahan menjadi mengalami susut berat sehingga apabila sampel
yang dianalisis terlalu sedikit, kemungkinan sisa zat tertinggal yang akan
ditimbang tidak ada sehingga analisis bisa terganggu.
Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven terlebih dahulu sebelum
diabukan agar proses pengabuan tidak berlangsung terlalu lama. Bahan yang
berlemak banyak dan mudah menguap harus diabukan menggunakan suhu
mula-mula selama beberapa saat lalu baru dinaikkan ke suhu pengabuan agar
komponen volatil bahan tidak cepat menguap dan lemak tidak rusak karena
teroksidasi. Sedangkan untuk bahan yang dapat membuih perlu dikeringkan
dalam oven terlebih dahulu dan ditambahkan zat antibuih, seperti olive atau
parafin lalu bisa mulai diabukan. Hal ini dilakukan karena timbulnya banyak buih
dapat menimbulkan potensi ledakan yang cukup membahayakan (Apriantono,
1989).
Bahan yang akan diabukan dimasukkan ke dalam wadah yaitu harus baik dari
porselen, quartz, silika ataupun nikel. Penggunaan wadah bergantung pada jenis
bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Ukuran wadah mulai dari 15mL
sampai 100mL.

Dengan demikian, bahan-bahan yang banyak mengandung senyawa-senyawa


yang bersifat asam sangat dianjurkan menggunakan wadah yang terbuat dari
porselen yang dilapisi silika bagian pernukaan dalam wadah, seperti saat
menganalisis kadar abu buah-buahan.

Anda mungkin juga menyukai