Anda di halaman 1dari 28

POST SECTION CESAREA ATAS

INDIKASI GEMELI KELAINAN LETAK SUNGSANG


DI RUANG IRNA C RSU QIM BATANG

Disusun Oleh:

1. Lailsya Ghaniyyu (P1337420314050)


2. Safira Uswatun Nimah (P1337420314053)
3. Dyas Sukma Wilantika (P1337420314087)
4. Nufrida Nur Hidayah (P1337420314084)
5. Khairun Nikmah Aisyah (P1337420314070)

2 Reguler B

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN

2016

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur senantiasa Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
anugerah, petunjuk serta Hidahayah-NYA sehingga Makalah ini dapat
terselesaikan.
Terima kasih Penulis ucapkan kepada dosen pembimbing Ibu Elsye
Rumimper, SPd, SST dan Ibu Suwiyah, Amd.Keb selaku clinical Instructure yang
telah membantu dalam proses pembuatan makalah yang berjudul ASUHAN
KEPERAWATAN IBU NIFAS NY.M P1 A0 POST SECTIO CAESAREA
ATAS INDIKASI GEMELI KELAINAN LETAK SUNGSANG RUANG
IRNA C RSU QIM BATANG
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan di dalam
pembuatan makalah ini, Oleh karena keterbatasan ilmu dan referensi yang kami
jadikan sebagai acuan untuk menyusun makalah ini ataupun karena hal-hal lain.
Namun, karena adanya niat untuk belajar, maka dengan antusias dan semangat
yang tinggi, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi Penulis dan pembaca.
Akhirnya Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
terkait dalam penyusunan makalah ini, serta kepada teman-teman yang telah
memberikan dukungan kepada Penulis untuk dapat menyelesaiakan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Batang, Mei 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................. 2

DAFTAR ISI........................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................ 5


1.2 Tujuan .................................................................................... 6
1.3 Manfaat................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 ................................................................................................. 7
2.2 ................................................................................................. 8
2.3 ................................................................................................. 8
2.4 ................................................................................................. 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................. 20
3.2 Kritik dan Saran...................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 21

Tinjauan Kasus........................................................................................ 22

I. Pengkajian ..................................................................................... 22
1. Identitas Pasien................................................................ 22
2. Status Kesehatan............................................................. 24
3. Pola kebutuhan dasar
(Data bio-psiko-sosio-cultural-spiritual)......................... 25
4. Pengkajian fisik............................................................... 27
5. Pemeriksaan penunjang................................................... 29
6. Analisa Data.................................................................... 30
II. Diagnosa keperawatan................................................................... 31
III. Perencanaan................................................................................... 31
IV. Implementasi.................................................................................. 34
V. Evaluasi ......................................................................................... 35

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... 37
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan ganda atau hamil kembar adalah kehamilan dengan dua


janin atau lebih (Rustam Mochtar, 1998). Kehamilan kembar
mempengaruhi ibu dan janin, diantaranya adalah kebutuhan akan zat-zat
ibu bertambah sehingga dapat menyebabkan anemia dan defisiensi zat-zat
lainnya, terhadap janin yaitu usia kehamilan tambah singkat dengan
bertambahnya jumlah janin pada kehamilan kembar : 25% pada gemeli,
50% pada triplet, 75% pada quadruplet, yang akan lahir 4 minggu sebelum
cukup bulan. Jadi kemungkinan terjadinya bayi premature akan tinggi.
Persalinan dengan kehamilan kembar memiliki risiko lebih tinggi dari
pada persalinan dengan janin satu. Semakin banyak jumlah janin yang
dikandung ibu, semakin tinggi risiko yang akan ditanggung ibu.
Di RSUP Dr. M. Djamil, terdapat beberapa orang yang melakukan
persalinan melalui section caesarea atas indikasi kehamilan kembar ini.
Dengan dilatarbelakangi masalah di atas, maka Penulis tertarik untuk
mengangkat judul Post Sectio Caesarea Atas Indikasi Gemili Kelainan
Letak Sungsang

2.1 Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan secara
profesional dan bermutu pada pasien post sectio secarea atas indikasi
gemili kelainan sungsang meliputi aspek biologis, psikologis, sosiologi,
dan spiritual. Serta mendapat pengalaman nyata dalam melaksanakan
proses asuhan keperawatan pada pasien dengan post sectio sesarea atas
indikasi gemili kelainan letak sungsang dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang dilaksanakan di Ruang Irna C
RSU QIM Batang

2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada pasien dengan
post sectio sesarea atas indikasi gemili kelainan sungsang, penulis
diharapkan mampu :
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan post sectio sesarea atas
indikasi gemili kelainan sungsang
2. Menentukan masalah keperawatan pada pasien dengan post sectio
sesarea atas indikasi gemili kelainan sungsang
3. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan post sectio
sesarea atas indikasi gemili kelainan sungsang
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan post
sectio sesarea atas indikasi gemili kelainan sungsang
5. Melakukan evaluasi pada pasien dengan post sectio sesarea atas
indikasi gemili kelainan sungsang

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Seksio Sesarea


1. Pengertian
Mochtar (1998: 117) mengatakan seksio sesarea adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui
dinding depan perut atau vagina, atau seksio sesarea adalah suatu
histeretomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Sedangkan
menurut Farrer (1999: 161) seksio sesarea merupakan pembedahan
obstetrik untuk melahirkan janin yang variabel melalui abdomen.
Pendapat lain mengatakan bahwa seksio sesarea adalah pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding
uterus (Wiknjosastro, 2002: 863).
Dapat disimpulkan bahwa seksio sesarea merupakan suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding perut untuk
membuka dinding uterus.
2. Indikasi
Indikasi dilakukan tindakan seksio sesarea (Mochtar, 1998: 117),
antara lain plasenta previa sentralis atau lateralis, panggul sempit
(conjugata vera kurang dari 8 cm), disproporsi sefalopelvik, ruptur
uteri mengancam pada riwayat SC berulang, partus lama, partus tak
maju, distosia servik, pre eklampsi dan hipertensi, malpresentasi janin,
antara lain letak lintang, letak bokong, presentasi dahi dan muka, serta
gemeli.
3. Jenis seksio sesarea
Ada beberapa jenis operasi seksio sesarea (Mochtar, 1998: 119),
yang terdiri dari:
a. Seksio sesarea abdominalis, ada dua macam yaitu seksio sesarea
transperitonealisasi dan seksio sesarea ekstraperitonealisasi. Seksio
sesarea transperitonealisasi sendiri terdiri dari dua cara. Pertama
seksio sesarea klasik dengan insisi memanjang pada korpus uteri
yang mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih cepat, tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan
bisa diperpanjang proksimal atau distal. Sedangkan kekurangan
dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara intraabdominal
karena tidak ada reperitonealisasi yang baik dan untuk persalinan
berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan. Yang kedua
seksio sesarea ismika atau profunda dengan insisi pada segmen
bawah rahim dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah,
penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan
kurang dan kemungkinan ruptura uteri spontan kurang/lebih kecil.
Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar ke kiri, bawah dan
kanan sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak serta
keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.
Sedangkan seksio sesarea ekstraperitonealisasi, yaitu tanpa
membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka
kavum abdominal.
b. Seksio sesarea vaginalis, menurut arah sayatan pada rahim, seksio
sesarea dapat dilakukan dengan sayatan memanjang (longitudinal),
sayatan melintang (transversal) dan sayatan huruf T (T-incision).
4. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea (Mochtar, 1998:121),
yaitu :
a. Infeksi puerperal (nifas) yang terdiri dari; ringan, dengan
kenaikan suhu beberapa hari saja. Sedang, dengan kenaikan suhu
lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung. Dan
berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
dijumpai pada partus tak maju, dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena banyak pembuluh darah
yang terputus dan terbuka, karena atonia uteri dan perdarahan pada
plasenta
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung
kemih bila repetonialisasi terlalu tinggi
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan
mendatang

2.2 Gemili

1. Pengertian
Kehamilan multipel (multiple pregnancy) adalah suatu kehamilan
dengan dua janin atau lebih. Sering disebut juga sebagai kehamilan
kembar (twin pregnancy). Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian
baik bagi klien, dokter, perawat, bidan maupun masyarakat pada
umumnya

Ibu yang melahirkan bayi kembar akan lebih banyak membutuhkan


dukungan, baik itu secara lahiriah maupun jasmaniah. Kehamilan kembar
memang beresiko terhadap persalinan yang lebih besar dibanding
kehamilan tunggal. Semakin banyak jumlah janin yang dikandung ibu,
semakin tinggi resiko yang akan ditanggung ibu. Namun, dengan segala
risiko tersebut yang penting, rajin berkonsultasi ke dokter dan ikuti
semua saran kesehatan bagi kehamilan dan persalinan kembar untuk
mencegah segala kemungkinan.

Wanita dengan kehamilan kembar memerlukan pengawasan dan


perhatian khusus bila diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu dan
janin.Ada beberapa jenis kehamilan ganda, antara lain :

1) Kembar dizigotik atau fraternal (DZ)


Kembar dizigotik (dikenal sebagai "kembar non-identik")
terjadi karena zigot-zigot yang terbentuk berasal dari sel telur yang
berbeda. Terdapat lebih dari satu sel telur yang melekat pada
dinding rahim yang terbuahi oleh sel-sel sperma pada saat yang
bersamaan. Pada manusia, proses ovulasi kadang-kadang
melepaskan lebih dari satu sel telur matang ke tuba fallopi yang
apabila mereka terbuahi akan memunculkan lebih dari satu zigot.
Kembar dizigotik secara genetik tidak berbeda dari saudara
biasa dan berkembang dalam amnion dan plasenta yang terpisah.
Mereka dapat memiliki jenis kelamin yang berbeda atau sama.
Kajian juga menunjukkan bahwa bakat melahirkan kembar DZ
diwariskan kepada keturunannya (bersifat genetik), namun hanya
keturunan perempuan yang mampu menunjukkannya (karena
hanya perempuan/betina yang dapat mengatur pengeluaran sel
telur). Istilah kembar dampit diberikan bagi anak kembar dengan
kelamin berbeda.

2) Kembar monozigotik atau identik (MZ)


Kembar monozigotik terjadi ketika sel telur tunggal terbuahi
dan membentuk satu zigot (monozigotik). Dalam
perkembangannya, zigot tersebut membelah menjadi embrio yang
berbeda. Kedua embrio berkembang menjadi janin yang berbagi
rahim yang sama. Tergantung dari tahapan pemisahan zigot,
kembar identik dapat berbagi amnion yang sama (dikenal sebagai
monoamniotik) atau berbeda amnion.

Hasil akhir dari proses pengembaran monozigotik tergantung pada


kapan pembelahan terjadi, dengan uraian sebagai berikut :

- Apabila pembelahan terjadi didalam 72 jam pertama setelah


pembuahan, maka dua embrio, dua amnion serta dua chorion
akan terjadi dan kehamilan diamnionik dan di chorionik.
Kemungkinan terdapat dua plasenta yang berbeda atau suatu
plasenta tunggal yang menyatu.
- Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8 maka
dua embrio akan terjadi, masing-masing dalam kantong yang
terpisah, dengan chorion bersama, dengan demikian
menimbulkan kehamilan kembar diamnionik,
monochorionik.
- Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana
amnion telah terbentuk, maka pembelahan akan
menimbulkan dua embrio dengan kantong amnion bersama,
atau kehamilan kembar monoamnionik, monochorionik.
- Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah
lempeng embrionik terbentuk, maka pembelahannya tidak
lengkap dan terbentuk kembar yang menyatu.
Lebih jauh lagi, kembar identik bukan monoamniotik dapat
berbagi plasenta yang sama (dikenal dengan monokorionik,
monochorionic) atau tidak. Semua kembar monoamniotik pasti
monokorionik. Berbagi amnion yang sama (atau amnion dan
plasenta yang sama) dapat menyebabkan komplikasi dalam
kehamilan. Contohnya, tali pusar dari kembar monoamniotik dapat
terbelit sehingga mengurangi atau mengganggu penyaluran darah
ke janin yang berkembang.

Kembar MZ selalu berkelamin sama dan secara genetik adalah


sama (klon) kecuali bila terjadi mutasi pada perkembangan salah
satu individu. Tingkat kemiripan kembar ini sangat tinggi, dengan
perbedaan kadang-kadang terjadi berupa keserupaan cerminan.
Perbedaan terjadi pada hal detail, seperti sidik jari. Bila individu
beranjak dewasa, tingkat kemiripan biasanya berkurang karena
pengalaman pribadi atau gaya hidup yang berbeda.

3) Superfekundasi
Superfekundasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan
pada ovulasi yang sama pada dua koitus yang dilakukan dengan
jarak waktu pendek. Kehamilan kembar ini sukar dibedakan
dengan kehamilan kembar dizigotik

4) Superfetasi
Superfetasi adalah kehamilan kedua yang terjadi beberapa
minggu atau beberapa bulan setelah kehamilan pertama terjadi.
Keadaan ini pada manusia belum pernah dibuktikan, akan tetapi
dapat ditemukan pada kuda.

2. Penyebab

Bangsa, herediter, dan paritas hanya mempunyai pengaruh terhadap


kehamilan kembar yang berasal dari dua telur. Juga obat klomid dan
hormon gonad otropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi
dilaporkan menyebabkan kehamilan dizigot.

Faktor-faktor tersebut dan mungkin faktor lain dan mekanisme tertentu


menyebabkan matangnya dua atau lebih folikel de graf atau terbentuknya
dua ovum atau lebih dalam satu folikel.

Pada fertilisasi in vitro dapat pula terjadi kehamilan kembar, jika telur-
telur yang diperoleh dapatdibuahi lebih dari satu dan jika semua embrio
yang kemudian dimasukkan kedalam rongga rahim ibu tumbuh
berkembang lebih dari satu. Pada kembar yang berasal dari satu telur,
faktor bangsa, herediter, umur dan paritas tidak atau sedikit sekali
mempengaruhi terjadinya kehamilan kembar itu. Diperkirakan disini
sebabnya adalah faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil
konsepsi. Faktor penghambat yang mempengaruhi segmentasi sebelum
blastula terbentuk, menghasilkan kehamilan kembar dengan 2 amnion, 2
koriondan 2 plasenta seperti kehamilan kembar dizigot. Bila faktor
penghambat terjadi setelah blastula tetapi sebelum amnion terbentuk,
maka akan terjadi kehamilan kembar dengan 2 amnion sebelum primitive
streak tampak, maka akan terjadi kehamilan kembar denagan satu
amnion. Setelah primitive streak terbentuk, maka akan terjadi kembar
dempet dalam berbagai bentuk.
3. Tanda dan Gejala

1) Pertumbuhan janin kembar

a) Berat badan 1 janin kehamilan kembar rata rata 1000 gram


lebih ringan dari jenis tunggal

b) Berat badan baru lahir biasanya pada kembar dua di bawah


2500 gram, triplet dibawah 2000 gram, kuadriplet 1500 gram,
dan quintuplet dibawah 1000 gram

c) Berat badan masing masing janin dari kehamilan kembar


tidak sama, umumnya berselisih antara 50 sampai 1000 gram,
dan karena pembegian sirkulasi darah tidak sama, maka yang
satu lebih kurang tumbuh dari yang lainnya

d) Pada kehamilan kembar dizigotik:

Dapat terjadi janin yang satu meninggal dan janin yang lain
tumbuh sampai cukup bulan.Janin yang mati bisa diresorbsi
( Kalau pada kehamilan muda ), atau pada kehamilan yang
agak tua, janin jadi pipih yang disebut fetus papyraseus atau
kompresus.

e) Pada kehamilan kembar monozogotik :

Pembuluh darah janin yang satu beranastomis dengan janin


yang lainnya, karena itu setelah bayi satu lahir tali pusat harus
diikat untuk menghindari pendarahan. Karena itu janin yang
satu dapat terganggu pertumbuhannya dan menjadi monstrum,
seperti akardiakus dan kelainan lainnya.Dapat terjadi sindroma
transfuse fetal : pada janin yang mendapat darah lebih banyak
terjadi hidramnion,polisitemia,oedema, dan pertumbuhan yang
baik. Sedangkan janin kedua terlihat kecil, anemis, dehidrasi,
oligohidrami, dan mikrokardia, karena kurang mendapat darah.

2) Letak pada presentasi janin

Pada kehamilan kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan


posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua, dapat berubah
setelah janin pertama lahir, misalnya : dari letak lintang dapat
berubah menjadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai
kombinasi letak, presantasi dan posisi bisa terjadi. Yang paling
sering di jumpai adalah :

- Kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala ( 44-


47%)

- Letak membujur, presentasi kepala bokong ( 37-38%)

- Keduanya presentasi bokong ( 8-10 )

- Letak lintang dan presentasi kepala ( 5-5,3%)

- Letak lintang dan presentasi bokong ( 1,5-2%)

- Dua-duanya letak lintang ( 0,2-0,6%)

- Letak dan presentasi 69 adalah letak yang berbahaya,


karena dapat terjadi kunci-mengunci ( Interlocking )

4. Komplikasi

Komplikasi potensial meliputi hal hal berikut:

1) Persalinan dan kelahiran prematur, yang terjadi 5 sampai 10 kali


lebih seringdibangding kehamilan tunggal, dan merupakan ancaman
terbesar bagi kehamilankembar / ganda.
2) Kelainan letak (mal presentasi) kembar yang pertama, dapat
bokong, oblik, atau lintang dan diperkirakan terjadi pada 25 30 %
kasus.

3) Persalinan disfungsional, yang disertai dengan peregangan uterus


yang berlebihan.

4) Malformasi janin.

5) Prolaps tali pusat.

6) Hidramnion.

7) Anemia defisiensi besi pada bumil.

8) Pre eklampsia atau eklampsia.

9) Perdarahan antepartum, baikplasentapreviaataupunsolusioplasenta,


yang dapatterjadipadahampir 5 % kehamilankembar.

10) Perdarahanpost partum.

11) Toxaemiagravidarum, lebih sering terjadi pada kehamilan kembar

Dibandingkan dengan kehamilan tunggal.

Komplikasi yang sangat jarang meliputi hal hal berikut :

1) Kolisi (collision), yaitu persentuhan bagian bagian janin kembar


dengan kembarannya sehingga mencegah penurunan janin.

2) Impaksi, perlekukan bagian janin dari salah satu kembar kedalam


permukaan kembarannya, sehingga memungkinkan penurunan
keduanya secara bersamaan.
3) Kompaksi, proses pengeluaran janin yang betul betul bersamaan
dari kutub presentasi keduanya yang mengisi rongga pelvis sejati
dan mencegah desensus lebih lanjut keduanya.

4) Kembar terkunci (locked twins), presentasi kembar pertama


bokong dan kembar keduapun cak kepala (verteks). Ketika kembar
pertama menjalani desensus, dagunya mengenai leher dan dagu
kembar kedua diatas pintu atas panggul, dan mencegah kemajuan
selanjutnya.

5) Kembar monoamniotik, angka mortalitasnya sangat tinggi, hampir


50 %, mempunyai talipusat yang kusut dan bersimpul. (Taber,
1994)

2.3 Post partum


1. Pengertian
Post partum atau masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai
dari persalinan kembali sampai alat-alat kandungan kembali seperti
sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 sampai 8 minggu
(Mochtar, 1998: 115). Begitu pula menurut (Mansjoer et. al, 1993:
237), masa nifas atau puerperium adalah masa partus selesai dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu.
Post partum atau masa nifas dibagi dalam 3 periode (Mochtar,
1998: 115), yaitu puerperium dini merupakan kepulihan dimana ibu
telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Puerperium intermedial
merupakan kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya
mencapai 6 sampai 8 minggu. Remote puerperium yaitu waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil
atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.

2. Perubahan Fisiologis dan Psikologis Post Partum


a. Perubahan Fisiologis
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Setelah bayi lahir, tinggi
fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gram. Setelah
plasenta lahir, tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari di bawah
pusat, berat uterus kurang lebih 750 gram. Satu minggu setelah
persalinan, tinggi fundus uteri antara pusat dan simfisis dengan
berat uterus 500 gram. Satu minggu berikutnya tinggi fundus uteri
sudah tidak teraba di atas simfisis dengan berat uterus kurang lebih
350 gram. Enam minggu setelah persalinan, tinggi fundus uteri
bertambah kecil dengan berat kurang lebih 50 gram. Sedangkan
kurang lebih delapan minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri
sudah sebesar normal dengan berat 30 gram (Mochtar, 1998: 115).

Lokhea merupakan cairan sekret yang berasal dari kavum uteri


dan vagina dalam masa nifas. Lokhea rubra berisi darah segar dan
sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo
dan mekoneum selama dua hari pasca persalinan. Lokhea
saguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir antara
hari ketiga sampai hari ketujuh pasca persalinan. Lokhea serosa
berwarna kuning, cairan tidak mengandung darah lagi, terjadi pada
hari ketujuh hingga hari keempat belas pasca persalinan. Lokhea
alba cairan berwarna putih, setelah dua minggu. Bila lokhea tidak
lancar disebut lokhiostatis, dan bila lokhea mengandung nanah
karena terinfeksi disebut lokhea purulenta (Mochtar, 1998: 116).

Setelah melahirkan, bentuk serviks agak menganga seperti


corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-
kadang terdapat perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih
bisa masuk rongga rahim, setelah dua jam dapat dilalui 2-3 jari dan
setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari (Mochtar, 1998: 116).
Pada perineum perawat perlu mengkaji adanya tanda-tanda
kemerahan, bengkak, dan ekhimosis pada perineum. Jika ibu
merasa nyeri pada daerah perineum, perawat harus segera
memeriksa perineum, dikhawatirkan bila terjadi hematom (Novak,
1999: 345).

Setelah persalinan, pengaruh menekan dari estrogen dan


progesteron terhadap hipofisis hilang, kemudian muncul kembali
setelah plasenta lahir. Hormon di hipofisis yang berpengaruh yaitu
hormon laktogenik (LH) atau hormon prolaktin. Prolaktin ini akan
merangsang laktasi. Selain itu, lobus posterior hipofisis juga akan
mengeluarkan hormon oksitosin yang merangsang mio epitel
kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Umumnya
produksi susu akan banyak pada hari ke 2-3 pasca persalinan. Pada
hari pertama air susu mengandung kolostrum. Salah satu
rangsangan terbaik untuk mengeluarkan ASI adalah dengan
menyusui bayi (Mochtar, 1998: 117).

Pada tanda-tanda vital selama periode post partum, 24 jam


pertama suhu tubuh ibu sekitar 38 C. Suhu mungkin meningkat di
atas 38 C pada 24 jam pertama dikarenakan dehidrasi. Perawat
perlu mencurigai adanya infeksi bila suhu meningkat lebih dari 38
C setelah 24 jam pasca persalinan. Tekanan darah pada umumnya
stabil. Bisa menurun karena terjadi perdarahan uterus. Jumlah nadi
rata-rata 50-70 kali per menit, biasa terjadi 6-10 hari dalam masa
post partum (Novak, 1999: 338).

Perubahan persarafan selama masa nifas adalah hasil dari


adaptasi ibu selama kehamilan dan bisa jadi karena trauma ketika
melahirkan (Bobak, 1995: 443).

Pada masa post partum terjadi peningkatan kapasitas kandung


kemih, bengkak dan memar jaringan di sekitar urethra, yang
menurunkan sensitivitas penekanan cairan (urin) dan sensasi
kandung kemih yang penuh, sehingga menimbulkan resiko distensi
berlebihan, kesulitan mengosongkan dan penimbunan urin residu
(Olds, 1999).

Pada kedua ekstremitas atas dan bawah dikaji apakah ada


edema atau perubahan vaskuler. Ekstremitas bawah harus
diobservasi apakah ada varises. Jika terdapat edema, dikaji adanya
pitting edema, kenaikan suhu, pelebaran pembuluh vena dan
kemerahan. Hal ini diduga sebagai tanda dari tromboplebitis.
Ambulasi dini sesegera mungkin dilakukan untuk meningkatkan
sirkulasi dan mencegah komplikasi (Sherwen, 1999:838).

Karakteristik dari fungsi normal usus adanya bising usus 5-34


kali permenit. Perut terkadang terjadi reaksi penolakan sesudah
melahirkan, karena efek dari progesteron dan penurunan gerakan
peristaltik. Perempuan dengan seksio sesarea boleh menerima
sedikit cairan setelah pembedahan, jika terdengar bising usus dapat
mulai beralih ke makanan padat (Olds, 1999).

b. Perubahan Psikologis

Ada tiga fase, yang pertama taking in phase; selama fase ini
ibu post partum cenderung pasif dan cenderung dilayani dalam
memenuhi kebutuhan sendiri, rasa tidak nyaman dan nyeri. Kedua,
taking hold phase; ibu post partum mulai melakukan tindakan
sendiri, mulai membuat keputusan sendiri dan mulai tertarik
dengan bayinya. Ketiga, letting go phase; ibu post partum dapat
menerima keadaan dirinya apa adanya. Proses ini memerlukan
penyesuaian diri. Ibu post partum yang dapat melewati fase ini
dianggap berhasil dalam peran barunya.

3. Penatalaksanaan Post Partum dengan


Tindakan Seksio Sesarea(Manuaba,1999: 252)
1. Perawatan luka ; secara steril, ganti balut hari ketiga, angkat
jahitan sebagian hari kelima dan sisanya hari ketujuh
2. Pemberian cairan Cairan infus elektrolit ; Ringer Lactated,
Dextrose 5%, tranfusi diberikan bila Hb turun
3. Mobilisasi
Konsep mobilisasi dini tetap merupakan landasan dasar,
sehingga pulihnya fungsi alat vital dapat segera tercapai.

a. Mobilisasi fisik; setelah sadar pasien boleh miring,


berikutnya duduk, kemudian jalan, infus dan kateter dibuka
pada hari kedua atau ketiga.
b. Mobilisasi usus; setelah keadaan hari pertama dan keadaan
baik, penderita boleh minum, diikuti makan bubur saring
dan pada hari kedua-ketiga makan bubur, hari keempat-
kelima nasi biasa dan boleh pulang.
4. Profilaksis antibiotik.
Infeksi selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang
steril, infeksi asendens karena manipulasi vagina, sehingga
pemberian antibiotik sangat penting untuk menghindari
terjadinya sepsis sampai kematian.

Pertimbangan pemberian antibiotika dilihat dari bersifat


profilaksis, bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi,
berpedoman pada hasil tes sensitifitas, kualitas antibiotika yang
akan diberikan dan cara pemberian antibiotika. Yang paling
tepat adalah berdasarkan hasil test sensitifitas, tetapi
memerlukan waktu sekitar 5-7 hari. Kini perkembangan
produksi antibiotika sangat pesat, sehingga diperlukan
kemampuan untuk memilihnya.

5. Observasi tanda-tanda vital; tiap 15 menit, 30 menit, 1 jam


selanjutnya 4 jam.
6. Setelah operasi dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang 3-4
tahun dengan memakai kontrasepsi, dianjurkan untuk bersalin
di RS besar dan once a cesarea not always a cesarean kecuali
panggul sempit.
4. Pengkajian
1. Anamnesis : Perut lebih buncit dari semestinya sesuai dengan
umur tuanya kehamilan. Gerakan janin lebih banyak dirasakan
ibu hamil.Uterus terasa lebih cepat membesar. Pernah hamil
kembar atau ada riwayat keturunan kembar. Apakah telah
mendapat pengobatan infertilitas.
2. Inspeksi dan palpasi : Pada pemeriksaan pertama dan ulangan ada
kesan uterus lebih besar dan lebih cepat tumbuhnya dari
biasa.Gerakan gerakan janin terasa lebih sering . Bagian
bagian kecil terasa lebih banyak. Teraba ada 3 bagian besar janin.
Teraba ada 2 balotement
3. Auskultasi : Terdengar 2 denyut jantung janin pada 2 tempat yang
agak berjauhan dengan perbedaan kecepatan sedikitnya 10 denyut
per menit atau bila dihitung bersamaan terdapata selisih 10
4. Rotgen foto abdomen : Tampak gambaran 2 Janin.
5. Ultrasografi : Bila tampak 2 janin atau 2 jantung yang berdenyut
yang telah dapat ditentukan pada triwulan I atau pada kehamilan
10 minggu
6. Elektrokardiogramn total : Terdapat gambaran 2 EKG yang
berbeda dari kedua janin.
7. Reaksi kehamilan : Karena pada hamil kembar pada umumnya
plasenta besar atau ada 2 plasenta, maka produksi HCG akan
tinggi, jadi titrasi reaksi kehamilan bisa positif, kadang kadang
sampai 1/200. Hal ini dapat dikacaukan dengan mola hidatidosa.
Kadangkala diagnose baru diketahui setelah bayi pertama lahir,
uterus masih besar, ternyata masih ada janin satu lamgi dalam
rahim. Kehamilan kembar sering terjadi bersamaan dengan
hidramnion dan toksemia gravidarum.
8. Pemeriksaan klinik gejala-gejala dan tanda-tanda : Adanya
cairan amnion yang berlebihan dan renggangan dinding perut
menyebabkan diagnosis dengan palpasi menjadi sukar. Lebih
kurang 50 % diagnosis kehamilan ganda dibuat secara tepat jika
berat satu janin kurang dari 2500 gram, dan 75 % jika berat badan
satu janin lebih dari 2500 gram. Untuk menghindari kesalahan
diagnosis, kehamilan ganda perlu dipikirkan bila dalam
pemeriksaan ditemukan hal-hal berikut; besarnya uterus melebihi
lamanya amenorea, uterus tumbuh lebih cepat dari kehamilan
normal, banyak bagian kecil teraba, teraba tiga bagian besar, dan
teraba dua balotemen, serta terdengar 2 DJJ dengan perbedaan 10
atau lebih.
5. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret sekunder terhadap efek anestesi (Carpenito, 2000: 324).
2. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
abdomen (Doenges, 2001: 430).
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
sekunder adanya luka post operasi (Doenges, 2001: 427).
4. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
sekunder luka post operasi (Doenges, 2001: 417).
5. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan terjadinya
perdarahan (Doenges, 2001: 401).
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor eksternal
perubahan lingkungan (Carpenito, 2000: 381).
7. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan kurangnya
manajemen laktasi sekunder terhadap pembengkakan payudara
(Carpenito, 2000: 513).
8. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan ketidaknyamanan
fisik (Doenges, 2001: 436).
6. Fokus Intervensi
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan akumulasi sekret sekunder terhadap efek
anestesi (Carpenito, 2000: 324)
Tujuan : jalan napas efektif atau bersih dengan kriteria hasil tidak
mengalami aspirasi, menunjukkan batuk efektif.
Intervensi:
a) Anjurkan untuk batuk efektif
b) Monitor tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
c) Atur posisi klien dengan kepala miring tanpa bantal
d) Pertahankan kelembaban udara inspirasi adekuat.
2. Resiko konstipasi berhubungan dengan
penurunan tonus otot abdomen (Doenges, 2001: 430).
Tujuan: tidak terjadi konstipasi dengan kriteria hasil pasien dapat
melakukan kembali kebiasaan defekasi.
Intervensi :
a) Kaji pola defekasi pasien
b) Auskultasi adanya bising usus
c) Kaji adanya hemoroid
d) Ajurkan ambulasi dini sesuai toleransi
e) Anjurkan untuk makan makanan tinggi serat
f) Berikan laksatif, pelunak feses, suppositoria atau enema.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan


trauma jaringan sekunder adanya luka post operasi (Doenges,
2001: 427).
Tujuan : agar tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda
vital dalam batas normal, tidak terdapat tanda-tanda infeksi,
leukosit normal, luka operasi kering.
Intervensi :
a. cuci tangan sebelum kontak dengan
pasien
b. kaji tanda-tanda infeksi
c. monitor tanda-tanda vital
d. lakukan perawatan luka dengan
teknik aseptik
e. pantau hasil laboratorium khususnya
leukosit
f. berikan antibiotik sesuai advis.
4. Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan sekunder luka post operasi (Doenges,
2001: 417).
Tujuan: rasa nyeri berkurang dengan kriteria hasil pasien
menunjukkan ekspresi wajah rileks, pasien mengatakan nyeri
berkurang.
Intervensi :
a. kaji pencetus, intensitas, kualitas, lokasi dan skala nyeri,
monitor tanda-tanda infeksi
b. berikan informasi pada klien bahwa rasa nyeri itu hal yang wajar
c. ajarkan pada klien manajemen nyeri,
d. berikan klien posisi yang nyaman
e. berikan analgesik.

5. Resiko syok hipovolemik berhubungan


dengan terjadinya perdarahan (Doenges, 2001: 401).
Tujuan: tidak terjadi syok hipovolemik dengan kriteria hasil tanda-
tanda vital stabil dalam batas normal, kontraksi uterus kuat.
Intervensi :
a. tempatkan pasien pada posisi recumben
b. kaji jenis persalinan dan anestesi, kehilangan darah pada
persalinan, dan lama persalinan tahap II
catat lokasi dan konsistensi fundus uteri, kaji jumlah, warna dan
sifat aliran lokhea, kaji tanda-tanda vital setiap 15 menit sekali.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan
faktor eksternal perubahan lingkungan (Carpenito, 2000: 381).
Tujuan: agar tidak mengalami gangguan pola tidur dengan kriteria
hasil pasien melaporkan peningkatan kemampuan untuk tidur.
Intervensi :
a. kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan istirahat tidur pasien
b. kaji faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi
c. kontrol gangguan lingkungan
d. berikan kesempatan ibu untuk mengungkapkan perasaannya.
7. Ketidakefektifan menyusui berhubungan
dengan kurangnya manajeman laktasi sekunder terhadap
pembengkakan payudara (Carpenito, 2000: 513)
Tujuan : ibu dapat menyusui bayinya secara efektif dengan kriteria
hasil ibu membuat keputusan menyusui bayinya.
Intervensi :
a. kaji faktor-faktor penyebab
ketidakefektifan menyusui
b. dorong ibu untuk mengungkapkan
masalahnya secara terbuka
c. kaji status keadaan ibu dan bayi
d. ajarkan perawatan payudara yang
baik
e. ajarkan cara menyusui yang baik.
8. Kurangnya perawatan diri berhubungan
dengan ketidaknyamanan fisik (Doenges, 2001: 436)
Tujuan: kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi dengan kriteria
hasil pasien mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
Intervensi :
a. kaji ketidaknyamanan pada pasien
b. kaji status psikologi pasien
c. berikan bantuan perawatan sesuai kebutuhan
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Post partum atau masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan kembali sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum
hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 sampai 8 minggu (Mochtar, 1998:
115). Seksio sesarea merupakan suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding perut untuk membuka dinding uterus.
Indikasi dilakukan tindakan seksio sesarea (Mochtar, 1998: 117), antara
lain plasenta previa sentralis atau lateralis, panggul sempit (conjugata vera
kurang dari 8 cm).
Kehamilan multipel (multiple pregnancy) adalah suatu kehamilan
dengan dua janin atau lebih. Sering disebut juga sebagai kehamilan
kembar (twin pregnancy).

3.2 Kritik dan Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi Post sectio


sesarea atas indikasi gemili kelainan sungsang yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi
yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah
ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis khsusnya dan para pembaca
pada umumnya.
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN IBU NIFAS NY.M P1 A0 POST SECTIO


CAESAREAATAS INDIKASI GEMELI KELAINAN LETAK
(SUNGSANG-SUNGSANG)
RUANG IRNA C RSU QIM BATANG

Disetujui Oleh:

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Elsye Rumimper S.Pd, SST Suwiyah Amd.Keb

Anda mungkin juga menyukai