Anda di halaman 1dari 5

A.

Definisi
Karsinoma nasofaring adalah non-limfomatous karsinoma sel skuamosa

yang muncul pada lapisan epitel nasofaring. Neoplasma ini menunjukkan berbagai

tingkat diferensiasi dan sering terlihat di resesus faringeal (fossa Rosenmuller)

posteromedial dari krura medial pembukaan tuba eustachi di nasofaring.1


Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang

terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher

merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan

sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,

hipofaring dalam persentase rendah.2


B. Etiologi
Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring

adalah Virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien karsinoma nasofaring

didapatkan titer anti-virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer

orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh

lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring sekalipun.2


Selain virus ini, banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi

kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak geografis, rasial, jenis kelamin,

genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi,

infeksi kuman atau parasit.2


Data epidemiologi menyebutkan bahwa ras Mongoloid memiliki angka

kejadian yang tinggi untuk menderita karsinoma nasofaring, sehingga kekerapan

cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand,

Malaysia, Singapura, dan Indonesia.2,3 Ditemukan pula cukup banyak kasus di

Yunani, Afrika bagian Utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di

Alaska dan Tanah Hijau.2


Karsinoma nasofaring lebih sering ditemukan pada laki-laki dan apa

sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya

dengan faktor genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan, dan lain-lain. Faktor

lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap jenis kayu

tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan

kebiasaan makan makanan terlalu panas.2

Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan mengonsumsi ikan asin yang

merupakan salah satu dari bahan makan pokok masyarakat Indonesia.

Ikan asin memiliki kandungan nitrosamin yang merupakan salah satu faktor

pencetus kanker ini. Nitrosamin juga diteliti terkandung dalam beberapa jenis

makanan yang diawetkan, seperti daging olahan. Nitrosamin merupakan

mediator utama yang dapat mengaktifkan virus Epstein-Barr yang memicu

mekanisme kanker.3

Tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier

dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.

Pengaruh genetik terhadap karsinoma nasofaring sedang dalam pembuktian

dengan mempelajari cell-mediated immunity dari virus EB dan tumor associated

antigens pada karsinoma nasofaring. Sebagian pasien adalah golongan sosial

ekonomi rendah dan hal ini menyangkut pula dengan keadaan lingkungan dan

kebiasaan hidup.2

C. Klasifikasi
Ada tiga tipe karsinoma (epidermoid) pada nasofaring: karsinoma sel

skuamos keratinisasi, karsinoma berdiferensiasi non-keratinisasi, dan karsinoma

tidak berdiferensiasi.2
Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM menurut UICC (2002).2

Stadium 0 T1s N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium IIA T2a N0 M0

Stadium IIB T1 N2 M0

T2a N1 M0

T2b N0,N1 M0

Stadium III T1 N2 M0

T2a,T2b N2 M0

T3 N2 M0

Stadium IVa T4 N0,N1,N2 M0

Stadium IVb semua T N3 M0

Stadium IVc semua T semua N M1

T = Tumor primer
T0 = Tidak tampak tumor.
T1 = Tumor terbatas di nasofaring.
T2 = Tumor meluas kejaringan lunak.
T2a: Perluasan tumor ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa

perluasan ke parafaring (perluasan parafaring menunjukkan

infiltrasi tumor kearah postero-lateral melebihi fasia faring-

basiler)
T2b: Disertai perluasan ke parafaring.
T3 = Tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal.

T4 = Tumor dengan perluasan intracranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf

cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang masticator.

N = Pembesaran kelenjar getah bening regional

NX = Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.

N0 = Tidak ada pembesaran.

N1 = Metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar

kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraclavicular.

N2 = Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar

kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraclavicular.

N3 = Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar,

atau terletak dalam fossa supraclavikular.

N3a: Ukuran lebih dari 6 cm.

N3b: Di dalam fossa supraclavicular.

Catatan: kelenjar yang terletak di daerah midline dianggap sebagai kelenjar

ipsilateral.

M = Metastasis.

MX = Metastasis jauh tidak dapat dinilai.

M0 = Tidak ada metastasis jauh.

M1 = Terdapat metastasis jauh

DAFTAR PUSTAKA
1. Wei William I, Sham Jonathan ST. Nasopharyngeal carcinoma. Lancet 2005

Jun 11-17;365(9476):2041-54.
2. Roezin A, Marlinda A. Karsinoma nasofaring. Dalam: Soepardi EA Iskandar

N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2012: h. 158-63.


3. Faiza S, Rahman S, Asri A. Karakteristik Klinis dan Patologis Karsinoma

Nasofaring di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal

Kesehatan Andalas. 2016;5(1):90-6.

Anda mungkin juga menyukai