1; Hak Staf Medis Bedah Mempunyai hak otonomi dalam menjalankan profesi
kedokterannya. Hak untuk menolak melakukan perawatan/tindakan terhadap pasien,
kecuali pasien dalam keadaan emergency. Berhak mendapatkan fasilitas medis
sesuai dengan standar Rumah Sakit Berhak mendapatkan imbalan sesuai kebijakan
Rumah Sakit. Sesuai UU Kesehatan No. 23 th. 1992 pasal 53 ayat 1 : Tenaga
Kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya .
2; Kewajiban Staf Medis Bedah Memberikan pelayanan kesehatan secara optimal pada
pasien, Dalam melakukan pembedahan, dokter bedah bertindak sebagai ketua tim
operasi Melakukan dan menerima konsultasi medis antar disiplin ilmu
Memberikan informed consent yang jelas kepada pasien atau keluarganya sebelum
operasi dilakukan Menerima dan melakukan rujukan sesuai dengan kemampuan
Rumah Sakit Menentukan jenis operasi yang akan dilakukan Bila memerlukan
konsultasi pra, intra dan post bedah wajib mengkonsulkan kepada disiplin yang terkait
Mengisi rekam medis setelah melakukan tindakan Wajib melakukan visite pasca
operasi dan menentukan kapan pasien harus dipulangkan
3; Hak Staf Medis Anestesi Berhak mendapatkan fasilitas medis sesuai dengan standar
Rumah sakit Berhak mendapatkan imbalan sesuai kebijakan Rumah Sakit Sesuai
UU Kesehatan No. 23 th. 1992 pasal 53 ayat 1 : Tenaga Kesehatan berhak
memperoleh perlindungan hukum. Dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya
4; Kewajiban Staf Medis Anestesi Melakukan evaluasi dan pelayanan pra anastesi
Menentukan jenis anastesi yang akan dilakukan Memberikan pelayanan spesialistik
anestesiologi Menberikan training (pelatihan) anestesiologi Memberikan
perawatan pasca anastesi di ruang pulih sadar Melakukan pengawasan pasca anastesi
di ruang perawatan 1x 24 jam Mengelola unit perawatan / terapi intensif
Memberikan pelayanan resusitasi kasus- kasus gawat darurat Memberikan
pelayanan pada kasus-kasus nyeri membandel Pelayanan anestesiologi dan
reanimasi dibawah tanggungjawab DSAn/DSAnK (24 jam pertama)
Agar pelayanan di kamar operasi berjalan dengan baik, maka diperlukan adanya
kerjasama tim yang terintegrasi sehingga pasien tidak merasa mendapatkan pelayanan
terkotak-kotak, dengan ini perlu ditetapkan kebijakan sistem kerjasama antar disiplin
sebagai berikut :
1; Dokter operator adalah dokter bedah utama yang melakukan tindakan operasi
2; Operator merupakan kapten dalam suatu tindakan operasi yang bertanggung jawab
terhadap kegiatan operasi
3; Konsultasi dapat dilakukan sesuai keputusan operator yang dapat dilakukan sebelum
operasi, intra operasi dan post operasi
5; Untuk kasus-kasus yang dianggap perlu oleh operator, maka operator berhak
melakukan pertemuan dengan timoperasi sebelum dan sesudah tindakan operasi
6; SMF medis yang terlibat dalam pelayanan kamar operasi dapat mengusulkan dan
menentukan alat dan bahan habis pakai untuk keperluan operasi yang diajukan kepada
kepala instalasi kamar operasi
KEBIJAKAN PELAYANAN DI KAMAR OPERASI RS. PENDIDIKAN UNTUK
KARYAWAN TENTANG PENGENDALIAN INOS
Guna meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit maka panitia pengendalian infeksi
nosokomial mengadakan diklat penyegaran untuk karyawan tetap baik medis maupun
non medis :
1; Program diklat penyegaran pada keryawan tetap dilaksanakan setiap 2 bulan selama 1
hari panitia orientasi karyawan baru dilaksanakan setiap 3 bulan sekali selama 2 hari
dengan biaya operasional Rumah Sakit.
2; Peserta pendidikan adalah karyawan tetap medis maupun non medis yang akan
diberikan materi pemantapan tentang standar precautions, cuci tangan, penggunaan
APD, isolasi, SOP INOS serta praktek lapangan oleh Panitia Pengendalian Infeksi
Nosokomial.
3; Bagian diklat membuat laporan dan evaluasi hasil pendidikan kepada panitia
pengendalian Infeksi Nosokomial.
2; Laporan operasi harus memuat tentang hal hal apa saja yang ditemukan selama
operasi
3; Di dalam laporan operasi dituliskan nama anggota Tim Operasi yang terlibat yang
meliputi nama operator, asisten operator, dokter operator, dokter anestesi, perawat
instrument dan perawat sirkulasi.
4; Instruksi pasca bedah dituliskan oleh dokter operator di lembaran catatan medik
dokter.
7; Untuk perawatan luka operasi, dokter menuliskan di lembar catatan medik dokter
tentang instruksi perawatan luka dan cara pembalutan.
Dalam rangka menunjukan keamanan pasien yang direncanakan tindakan operasi, dari
keputusan Rapat Komite Medik mengenai pelayanan di kamar operasi perlu
ditetapkan kebijakan sbb :
1; Harus konsul anastesi sebelum operasi untuk rencana operasi elektif dirawat jalan
dan untuk pasien rawat inap visite pre op visite 2. Melakukan prosedur time out
oleh dokter tim sebelum tindakan dimulai
2; Semua tindakan anestesi harus dilakukan oleh dokter anestesi, termasuk tindakan
kuret, kecuali bila menggunakan neuroleptika (KM II/8).
3; Tim Anestesi terdiri dari dokter anestesi yang dibantu oleh perawat anestesi.
4; Dokter anestesi tetap berada dalam wilayah Instalasi Kamar Operasi selama
tindakan anestesi umum, anestesi regional (spinal) dan Monitored Anesthesia Care
(MAC).
6; Jika terdapat bahaya langsung atau keadaan darurat, dokter anestesi dapat segera
menangani pasien.
7; Bila ada operasi simultan 3 operasi, maka dokter anestesi dapat didampingi oleh
dokter anestesi lain.
8; Jika dalam keadaan tertentu dokter anestesi harus meninggalkan instalasi kamar
operasi maka harus digantikan oleh dokter anestesi yang lain.
9; Dokter anestesi masih ikut bertanggungjawab atas keadaan pasien post operasi 24
jam pertama (KM II/3).
10; Bila ada kasus khusus pada pasien yang akan dioperasi atau hal lain yang perlu
diketahui oleh dokter anestesi maka dokter operator akan memberitahukan kepada
dokter anestesi sehingga dapat dilakukan pre op visite (KM VII/13)
11; .Bila ada kegawat daruratan bayi baru lahir saat SC di kamar operasi, dokter jaga
anak dapat meminta bantuan dokter anestesi untuk melakukan intubasi (KM XVI/8
12; Jadwal jaga dokter anestesi dan dokter anestesi pengganti/cadangan dibuat oleh
Bidang Pelayanan Medis yang diketahui oleh ketua SMF Anestesi.
13; Bila ada operasi cito dimana anestesi jaga tidak dapat dihubungi atau tidak bisa
hadir dalam waktu jam maka akan dipanggil dokter jaga anestesi yang lain.
1; Alkohol
2; Klorin
3; Etille Oksida
4; Formalindehide
5; Glutaradehid
6; H2O2
DTM, antiseptik kulit Kerja cepat, tanpa resiko, tidak berbekas Sterilisasi gas
Murah, kerja cepat, tersedia di pasar DTM, alat dialysis, dekontaminasi alat dan permukaan,
percikan darah
Terbatas, dekontaminasi safety DTT, endoskopi, alat terapi pernafasan, alat anestesi 3 %,
DTR lantai, dinding, 6 %, DTT endoscopi, lensa kontak Untuk alat yang tidak tahan panas
dan tekanan Tahan terhadap bahan organik Non korosif, steril dalam 6-10 jam Oksidan kuat,
kerja cepat, terurai O2 dan air Kerja lambat dan butuh waktu untuk menghilangkan residu
yang tosik Korosif, inaktif oleh bahan organik, iritasi kulit dan mukosa Menguap, inaktif oleh
bahan organik, karet mengeras Karsinogesik, tosik, iritan, bau menyengat Iritasi kulit dan
mukosa, cepat inaktif bila diencerkan, mahal, sulit dipantau konsentrasi residunya Oksigen
kuat, kerja cepat, terurai O2 dan air
1; Bahwa apabila terjadi kecelakaan dan kegagalan di kamar operasi, maka petugas
kamar operasi yang bertugas pada saat itu akan melaporkan ke Kepala Instalasi OK
dan menyampaikan kepada Wadir Medis melalui bidang pelayanan medis untuk
klarifikasi mengenai kecelakaan tersebut.
3; Dokter operasi dan Kepala Instalasi Kamar Operasi bekerja sama dalam hal
pembuatan laporan kegagalan operasi.
PELAYANAN STERILISASI
1; Kegiatan sterilisasi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan dalam rangka
mengendalikan kejadian Infeksi Nosokomial di RS.
5; Kegiatan sterilisasi terdiri dari beberapa jenis yaitu : a. Sterilisasi basah yaitu mensuci
hamakan peralatan kesehatan dengan cara direbus dengan alat sterilisator dengan jenis
logam seperti : pinset, gunting, speculum sim/cocor bebek atau pada semua alat yang
ada di polikliknik dengan proses yang harus dikerjakan terdapat pada prosedur
PRWT/SOP/19 Rev 01. b. Sterilisasi kering yaitu cara sterilisasi yang dilakukan
dengan menggunakan autoclave yang hanya ada di Kamar Operasi dimana instrument
yang disterilkan sejenis logam, karet, plastik, dan kain diproses sesuai Prosedur
Yanmed/SOP/137. KEBIJAKAN PELAYANAN DI KAMAR OPERASI RS. c.
Desinfektan Tingkat Tinggi yaitu menghilangkan mikroorganisme dengan cara
merebus dan merendam menggunakan larutan kimia dimana instrument yang dapat
dilakukan DTT seperti logam, dan karet dan diproses sesuai prosedur PRWT/SOP/19
cara DTT ini hanya dilakukan di NICU/ICU.
6; Dalam hal proses sterilisasi kering yang menggunakan autoclave dilakukan di Kamar
Operasi dengan penanggungjawab Kepala Instalasi OK.
1; Monitoring mutu sterilisasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memantau sterilisasi
yang dilakukan di RS
4; Pemeriksaan kalibrasi dan pemeliharaan alat medis seperti autoclave dan alat umum
seperti AC dilakukan oleh teknik Atem (Alat Elektromedik) dimana RS bekerja sama
dengan Balai Pemeriksa Fasilitas Kesehatan (BPFK).
5; Hasil pemeriksaan dan pemantauan mutu sterilisasi dilaporkan oleh surveyor ke Ketua
Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial lalu Panitia Pengendalian Infeksi
Nosokomial melaporkan kepada direktur setiap 3 bulan kemudian ke Komite Medik.
Kamar operasi mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya Infeksi Nosokomial karena
menyangkut tindakan pembedahan. Untuk itu perlu adanya kegiatan pelayanan yang
memperhatikan kaidah kaidah pencegahan infeksi nosokomial, maka dengan ini perlu
ditetapkan kebijakan menangani resiko terjadinya infeksi nosokomial.
1; Paramedis dan staf non medis dalam bekerja harus memperhatikan aseptic dan
antiseptic.
2; Paramedis dan staf non medis dalam bekerja harus melakukan prinsip Standar
Precaution.
3; Bila ada kecurigaan terjadinya infeksi nosokomial harus berkoordinasi dengan Tim
Pengendalian Infeksi nosokomial
1; Staf non medis dalam bekerja harus melakukan prinsip Standar Precautions.
2; Staf non medis dalam melakukan prosedur harus sesuai dengan ketentuan yang terkait
dengan kegiatan Pengendalian Infeksi Nosokomial.
3; Bila ada kecurigaan terjadinya infeksi nosokomial harus berkoordinasi dengan Tim
Pengendalian Infeksi Nosokomial.
4; Melaksanakan semua ketentuan sesuai yang telah ditetapkan Tim Infeksi Nosokomial
seperti prosedur Isolasi, Sterilisasi, dan lain-lain.
KEBIJAKAN PELAYANAN DI KAMAR OPERASI RS.
3; Staf medis dalam memberikan antibiotik mengacu pada saran yang sudah
direkomendasikan Tim Infeksi Nosokomial.
4; Bila ada kecurigaan terjadinya infeksi nosokomial harus berkoordinasi dengan Tim
Pengendalian Infeksi Nosokomial.
6; Melaksanakan semua ketentuan sesuai yang telah ditetapkan Tim Infeksi Nosokomial
seperti prosedur Isolasi, Sterilisasi, dan lain-lain.
Untuk menghilangkan efek emosional dan memberi rasa aman pada pasien yang akan
dilakukan tindakan operasi maka ditetapkan kebijakan :
2; Dokter Anestesi harus memberikan Informed Consent tentang jenis anestesi yang
akan diberikan sebelum anestesi dimulai.
4; Untuk kasus- kasus tertentu sesuai ketetapan maka dilakukan pre op visite oleh dokter
anestesi untuk persiapan tindakan anestesi 24 jam sebelum tindakan dilakukan.
5; Perawat memberikan penyuluhan tentang tindakan yang akan dilakukan dan orientasi
peralatan dan ruangan 15 menit sebelum tindakan anestesi dilakukan di ruang operasi.
2; Semua tindakan medik yang akan dilakukan harus mendapat persetujuan secara
tertulis .
4; Bila DPJP digantikan dalam memberikan informed consent dengan seorang dokter
lain, maka dokter tersebut wajib berkolaborasi dengan DPJP dan hal tersebut tertulis
dalam formulir medis pasien yang ditandatangan oleh dokter pengganti tersebut dan
oleh DPJP bila ybs bisa hadir.
5; Persetujuan tindakan kedokteran diberikan oleh pasien yang telah berusia 21 tahun
dalam keadaan sadar dan sehat mental atau telah menikah (dianggap kompeten).
6; Bagi pasien yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh orang tua
wali / wali / curator.
7; Persetujuan tindakan kedokteran diberikan oleh pasien yang telah berusia 21 tahun
dalam keadaan sadar dan sehat mental atau telah menikah (dianggap kompeten).
8; Bagi pasien yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh orang tua
wali / wali / curator.
9; Bagi pasien dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua wali dan atau
orang tua / wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh keluarga terdekat.
10; Bagi pasien yang tidak sadar / pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat
dan secara medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan
tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari
siapapun.
12; Tim dokter yang lain seperti dokter anestesi juga wajib melakukan informed consent
tindakan pembiusan dan efek sampingnya kepada pasien dan keluarganya sehingga
dapat memberikan rasa aman dan mengurangi efek emosional.
3; Bila ada kecurigaan terjadinya infeksi nosokomial harus berkoordinasi dengan Tim
Pengendalian Infeksi Nosokomial.
4; Melaksanakan semua ketentuan sesuai yang telah ditetapkan Tim Infeksi Nosokomial
seperti prosedur Isolasi, Sterilisasi, dan lain-lain.
; Memberi perlindungan hukum kepada dokter dan rumah sakit terhadap akibat
yang terduga dan bersifat negatif Bentuk informed consent :
Resiko yang melekat pada tindakan pada tindakan / operasi tersebut yaitu: - Sifat
tingkat keseriusan resiko,besar kcilnya dan waktu timbulnya kemungkinan resiko -
Resiko lain yang tidak bisa di perkirakan
Untuk pasien IGD yang tidak sadar mempergunakan formulir surat pernyataan
tindak medic di IGD
Evaluasi Evaluasi Informed Consent dilakukan dengan cara analisis kuantitatif yaitu d
engan mengecek tiap bulan.
KEBIJAKAN PELAYANAN DI KAMAR OPERASI RS.
1; Adanya alat temperatur dan kelembaban yang aman bagi pasien yang dibius
2; Adanya instalasi gas medis yang dapat mendukung pelayanan di kamar operasi
3; Adanya pengisap lendir di kamar operasi dan tetap dapat bekerja jika sumber listrik
padam
1; Dilakukan stock random terhadap obat-obatan yang ada di OK setiap 1 minggu sekali
bersama dengan bagian farmasi
3; Melakukan pengecekan fungsi alat-alat medis di kamar operasi scara menyeluruh tiap
bulan 1 kali
Tiap alat medis yang akan digunakan di cek 1 jam sebelum operasi
2; Apabila DPJP belum menulis di formulir konsultasi, maka dokter ruangan atau dokter
jaga IGD mempunyai kewenangan untuk menulis formulir konsultasi dengan terlebih
dahulu membaca riwayat penyakit atau apabila kurang jelas, dokter ruangan/dokter
jaga IGD wajib menghubungi DPJP untuk menanyakan tentang konsultasi yang
dikehendaki oleh DPJP.
3; Formulir konsultasi yang telah ditulis oleh dokter ruangan/dokter jaga IGD ditanda
tangani dengan keterangan di atasnya atas nama dan tanggal menulis konsultasi.