Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan Indonesia

sehat 2015 adalah mewujudkan masyarakat, bangsa dan Negara yang hidup

sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang

bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi

- tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Untuk mempetahankan

kesehatan masyarakat supaya lebih maksimal di prioritaskan peningkatan

pembangunan kesehatan. Perhatian khusus terutama di berikan kepada

kelompok-kelompok berisiko dari keluarga-keluarga kurang mampu agar

kesehatannya tidak memburuk dan tetap hidup produktif (Depkes RI, 2012).

Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional

telah mewujudkan hasil yang positive diberbagai bidang yaitu kemajuan

ekonomi, perbaikan lingkugan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi terutama dibidang kesehatan khususnya kedokteran dan

keperawatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk

serta meningkatkan usia harapan hidup (Depkes RI, 2012).

Berdasarkan data USA Bureauof the Census, populasi lanjut usia

Indonesia akan meningkat sebesar 414% dalam kurun waktu tahun 1990-

2025 peningkatan ini tertinggi di dunia (Darmajo, 2012).

Jumlah penduduk lanjut usia semakin bertambah banyak dan

diperkirakan di seluruh dunia saat ini jumlah lanjut usia lebih dari 629 juta

jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), pada tahun 2025 lanjut
usia akan mencapai 1,2 milyar, namun di negara maju pertumbuhan

populasi/penduduk lanjut usia telah diantisipasi sejak abad ke-20, jadi tidak

heran bila masyarakat di negara maju sudah lebih siap menghadapi

pertambahan populasi lanjut usia dengan aneka tantangannya (Nugroho,


1
2010).

Orang berusia lanjut kehilangan kemampuan mendengar bunyi dengan

nada yang sangat tinggi sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan saraf

dan berakhirnya pertumbuhan organ organ basal yang mengakibatkan

matinya rumah siput di dalam telinga. Menurut pengalaman, pria cenderung

lebih banyak kehilangan pendengaran pada masa tuanya dibandingkan wanita

(Maryam et al,2008).

Telinga mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan mendengar, kita dapat menyerap 20%dari informasi yang

disampaikan daripada membacanya yang hanya dapat menyerap informasi

sebanyak 10%. (Hambuako, 2010).

Gangguan pendengaran menggambarkan kehilangan pendengaran di

salah satu atau kedua telinga. Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu

konduktif, sensorineural, dan campuran. Pada gangguan pendengaran

konduktif terdapat masalah di dalam telinga luar atau tengah, sedangkan pada

gangguan pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga bagian

dalam dan saraf pendengaran. Sedangkan, tuli campuran disebabkan oleh

kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. (World Health Organization,

2010).

2
Data World Health Organization (WHO) mencatat angka gangguan

pendengaran sungguh mengejutkan. Pada tahun 2000 terdapat 250 juta

(4,2%) penduduk dunia yang menderita gangguan pendengaran dan lebih

kurang setengahnya (75-140 juta) terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil

"WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk empat

negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang

cukup tinggi (4,6%), tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar

(8,4%), dan India (6,3%) (Komite Nasional Penanggulangan Gangguan

Pendengaran dan Ketulian, 2010).

Gangguan pendengaran adalah kondisi kronis yang paling umum ketiga

dinegara Amerika Serikat dan merupakan nomor satu dalam gangguan

komunikasi dari usia antara 25-40% dari penduduk berusia 65 tahun atau

lebih tua, dan tuna rungu (19,20). Prevalensi presbikus meningkat seiring

bertambahnya usia, mulai dari 40% sampai 60% pada lansia berusia 75 tahun

dan lebih dari 80% pada pasien berusia 85 tahun. Prevalensi gangguaan pada

lansia: arthritis (46%), hipertensi (38%), gangguan pendengaran (28%),

kelainan jantung (28%), sinusitis kronis (18%), penurunan visus (14%),

gangguan pada tulang (13%) (Tamher dan Noorkasiani, 2010).

Di Indonesia, gangguan pendengaran dan ketulian saat ini masih

merupakan satu masalah yang dihadapi masyarakat. Berdasarkan hasil Survei

Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di 7 provinsi tahun

1993-1996, prevalensi ketulian 0,4% dan gangguan pendengaran 16,8%.

Penyebabnya, infeksi telinga tengah (3,1%) presbikusis (2,6%), tuli akibat

3
obat ototoksik (0,3%), tuli sejak lahir/kongenital (0,1%) dan tuli akibat

pemaparan bising (Soetjipto,2010).

Kelompok umur 75 tahun mempunyaii prevalensi tertinggi dalam

hal keberadaan serumen, sekret dalam liang telinga, dan abses/fistel

retroaurikular, yaitu berturut-turut 37,3 persen ; 3,8 persen ; dan 0,77

persen . Prevalensi terendah morbiditas telinga ditemukan pada

kelompok umur 15-24 tahun, yaitu untuk prevalensi serumen (14,3%), 15-24

tahun dan 25-34 tahun untuk sekret (masing-masing 2,0%), dan 2-4 tahun

untuk abses/fistel retroaurikular. Berdasarkan provinsi, prevalensi

penduduk dengan serumen tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah

(40,1%), Sumatera Barat (25%) dan terendah di Sumatera Selatan (5,7%)

(Rinkesdas sumbar,2013).

Table 1
Data 10 penyakit terbanyak di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin,
tahun 2015

No Penyakit Jumlah
1. Gangguan pendengaran 15
2. Rematik 19
3. Asam urat 13
4. Hipertensi 13
5. Katarak 11
6. Retensio urine 10
7. Dermatitis 10
8. Diare 9
9. Dimensia 9
10. DM 8
Jumlah 117
(Sumber : PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin,2015).

Berdasarkan data diatas, semua jenis penyakit yang dirasakan oleh lansia

di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin tidaklah menetap setelah ditangani dan

diobati oleh para medis yang ada disana. Dari hasil yang diperoleh peneliti

4
pada 15 januari 2016, yaitu berdasarkan data dari PSTW Sabai Nan Aluih

Sicincin di dapatkan data banyak lansia 110 orang, dengan laki-laki 68 orang

dan perempuan 42 orang, dengan klasifikasi usia antara 61-101 tahun dan

yang menderita gangguan pendengaran sebanyak 15 orang lansia, di

antaranya lansia yang menderita presbiakusis (9 orang ), penumpukan

serumen ( 6 orang ).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Tn Dengan

Masalah Penumpukan Serumen di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin

Kabupaten Padang Pariaman.


1.2. Batasan Masalah
Pada studi kasus ini asuhan keperawatan penumpukan serumen pada

pasien di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah

penelitian adalah Bagaimanakah Asuhan Keperwatan Pada Tn Z Dengan

Masalah Penumpukan Serumen di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin

Kabupaten Padang Pariaman.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

5
Untuk mengetahui Gambaran Asuhan Keperwatan Pada Tn Dengan

Masalah Penumpukan Serumen di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin

Kabupaten Padang Pariaman

1.4.2. Tujuan Khusus


1. Untuk melakukan pengkajian asuhan keperawatan dengan

Penumpukan Serumen di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin

Kabupaten Padang Pariaman.


2. Untuk merumuskan diagnosis asuhan keperawatan denagan

Penumpukan Serumen di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin

Kabupaten Padang Pariaman.


3. Untuk merencanakan asuhan keperawatan dengan Penumpukan

Serumen di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Kabupaten Padang

Pariaman.
4. Untuk melaksnakan tindakan keperawatan dengan Penumpukan

Serumen di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Kabupaten Padang

Pariaman.
5. Untuk mengevaluasi asuhan keperawatan dengan Penumpukan

Serumen di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Kabupaten Padang

Pariaman.

1.5. Manfaat Penelitian


1.5.1. Bagi Peneliti
Sebagai pengembangan diri dan kemampuan bagi penulis untuk

menerapkan pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah dan

mengaplikasikannya di lapangan serta untuk menambah wawasan dan

pengetahuan dalam membuat Study Kasus ini.


1.5.2. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan agar PSTW Saabai Nan Aluih Sicincin

lebih meningkatkan lagi pelayanan kesehatan lansia , khususnya pada

6
lansia yang mengalami gangguan pendengaran untuk menghindari

faktor resiko lain yang akan terjadi.


1.5.3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan informasi dan masukan bagi peneliti selanjutnya

terutama mengenai bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Tn Dengan

Masalah Penumpukan Serumen di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin

Kabupaten Padang Pariaman.

1.5.4. Bagi Responden


Sebagai acuan dan masukan bagi responden agar responden lebih

paham dan mengerti bagaimana seharusnya perawatan yang benar

dengan maslah penumpukan serumen.

Anda mungkin juga menyukai