Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Indera penglihatan merupakan salah satu karunia Tuhan yang sangat berharga. Tanpa
fungsi penglihatan, kita akan sangat kesulitan dalam beraktivitas atau bekerja. Salah satu
fungsi mata yang dapat dilakukan dalam penglihatan adalah kemampuan refraksi. Refraksi
merupakan kemampuan dari mata untuk mengolah masuknya cahaya agar jatuh pada retina.
Tanpa kemampuan refraksi, kita akan kesulitan fokus untuk melihat suatu obyek. Alat-alat
yang dimiliki mata dalam mengatur refraksi antara lain kornea, cairan mata, lensa, badan
kaca, dan panjangnya bola mata. Jika terjadi masalah atau kelainan pada bagian-bagian mata
tersebut, maka dapat mengganggu fungsinya sehingga penglihatan akan buram atau biasa
disebut rabun.

Berdasarkan data WHO terdapat 285 juta orang di dunia yang Artikel Penelitian
http://jurnal.fk.unand.ac.id 430 Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(3) mengalami gangguan
penglihatan, dimana 39 juta orang mengalami kebutaan dan 246 juta orang mengalami
berpenglihatan kurang (low vision). Tajam penglihatan sudah dikatakan low vision dengan
visus 6/18. Secara global gangguan penglihatan tersebut disebabkan oleh kelainan refraksi
43%, katarak 33% dan glaukoma 2%. Meskipun demikian, bila dikoreksi dini sekitar 80%
gangguan penglihatan dapat dicegah maupun diobati.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Media Refraksi


2.1.1 Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan dan terdiri atas lapis:
1. Epitel
Tebalnya 550 m, terdlri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng.
Pada sel basal bering terlihat mitosis sel, dan sel muda Ini terdorong ke
depanmenjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel
basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya
melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
Menyusun 90% ketebalan kornea
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea
yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.

4. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya

2
Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula
okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh tapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua tapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenerasi.

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar, masuk kornea.1

2.1.2 Aqueous Humor


Rongga anterior antara kornea dan lensa mengandung cairan jernih encer humor
aquosus. Humor aqueous membawa nutrien (mis: glukosa, asam amino) untuk kornea dan

3
lensa, yaitu dua struktur yang tidak memiliki aliran darah, selain itu juga membuang hasil sisa
metabolik (mis: asam laktat, asam piruvat) dan membantu mempertahankan tekanan
intraokuler yang sesuai. Humor aquosus tidak mengandung sel darah dan mengandung lebih
dari 99% protein plasma, sehingga merupakan medium optik yang jelas untuk transmisi
cahaya sepanjang jalur penglihatan. Adanya pembuluh darah di struktur-struktur ini akan
mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor.

Humor aquosus dihasilkan dengan kecepatan sekitar 5 ml/hari oleh suatu jaringan di
kapiler di dalam badan siliar, suatu turunan khusus lapisan koroid anterior. Cairan ini
mengalir ke suatu kanalis di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika humor aquos
tidak dikeluarkan secepat pembentukannya (sebagai contoh akibat sumbatan disaluran
drainasenya) maka kelebihan cairan ini akan meunmpuk di rongga anterior, menimbulkan
peningkatan tekanan didalam mata. Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan
aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreus humor, yang selanjutnya
akan menekan lapisan saraf retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan nervus
optikus yang dapat menyebabkan kebutaan jika keadaan ini tidak diatasi.2

2.1.3 Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam mata
dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat

4
tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi.

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam
kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus
lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat
lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional,
fetal dan dewasa. Di bagian Iuar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut
sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai
korteks anterior, sedang di belakangnya korteks posterior, Nukleus lensa mempunyai
konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul
lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan
sillar.

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:


Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung,
Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
Terletak di tempatnya.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:

5
Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,
Keruh atau apa yang disebut katarak,
Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.

Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan
berat.2,3

2.1.4 Vitreous Humor


Badan kaca (vitreous humor) merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang
terletak antara lensa dengan retina, Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata.
Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi
badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap
bulat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca
melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang
disebut ora serata, pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan
kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan funduskopi.hijau

2.2. Fisiologi Penglihatan


2.2.1 Mekanisme penglihatan

Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan
menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat

6
dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi
maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu
papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari
sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai
myoepithelial cells. Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan
melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi
pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan
arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya,
setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada
kemampuan refraksi mata.

Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour


(n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa.
Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada
benda yang dekat dan jauh. Sistem lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan
yang terbentuk di retina terbalik dari benda aslinya. Namun demikian, persepsi otak terhadap
benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina,
karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan
sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda kepadatannya
dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humour aquous, lensa, dan humour vitreous. Kedua,
akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek
yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil
agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila
cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya. Hal ini penting untuk melindungi
mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu
pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah
objek yang sedang dilihat.

7
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar
terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama
pada saat melakukan akomodasi atau melihat benda yang dekat. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih
panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula.

Kemampuan akomodasi lensa membuat cahaya tidak berhingga akan terfokus pada
retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka benda pada jarak yang berbeda-beda
akan terfokus pada retina atau makula lutea. Akibat akomodasi, daya pembiasan bertambah
kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, semakin dekat benda
makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Akomodasi terjadi akibat kotraksi otot
siliar. Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan
meningkat bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat.

Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi trias akomodasi yaitu:
(i) kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar zonula Zinii mengendor, lensa dapat
mencembung, sehingga cahaya yang datang dapat difokuskan ke retina; (ii) konstriksi dari
otot rektus internus, sehingga timbul konvergensi dan mata tertuju pada benda itu, (iii)
konstriksi otot konstriksi pupil dan timbullah miosis, supaya cahaya yang masuk tak berlebih,
dan terlihat dengan jelas.2

2.2.2 Akomodasi

Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa


bergantung pada bentuknya yang selanjutunya dikendalikan oleh otot siliaris. Otot siliaris
adalah bagian dari badan siliar, suatu struktur khusu lapisan koroid bagian anterior. Badan
siliaris memiliki dua komponen utama: otot siliaris dan anyaman kapiler yang menghasilkan
humor aquosus. Otot siliaris adalah suatu cincin melingkar otot polos yang melekat ke lensa
melalui ligamentum suspensorium.

Ketika otot siliaris melemas, ligamentun suspensorium menegang dan ligamentun ini
menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif. Sewaktu otot ini berkontraksi,
kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada ligamentum suspensorium berkurang. Ketika
tarikan ligamentum suspensorium pada lensa berkurang, lensa menjadi lebih bulat karena
eleastisitas inherennya. Meningkatnya kelengkungan karena lensa menjadi lebih bulat akan

8
meningkatkan kekuatan lensa dan lebih membelokkan berkas sinar. Pada mat anormal, otot
siliaris melemas dan lensa menggepeng untuk mellihat jauh, tetapi otot ini berkontraksi agar
lensa menjadi lebih konveks dan lebih kuat untuk melihat dekat. Otot siliaris dikontrol oleh
sistem saraf otonom, dengan stimulasi simpatis menyebabkan relaksasi dan stimulasi
parasimpatis menyebabkan berkontraksi. 2

2.2.3 Refraksi
Sinar berjalan lebih cepat melalui udara daripada melalu media transparan lain
misalnya air dan kaca. Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi, berkas cahaya
melambat. Arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai permukaan medium baru
dalam sudut yang tidak tegak lurus. Berbeloknya berkas sinar dikenal sebagai refraksi
(pembiasaan). Pada permukaan melengkung seperti lensa, semakikn besar kelengkungan,
semakin besar derajat pembelokan dan semakin kuat lensa. Ketika suatu berkas cahaya
mengenai permukaan lengkung suatu benda dengan densitas lebih besar maka arah refraksi
bergantung pada sudut kelengkungan. Permukaan konveks melengkung keluar, sementara
permukaan konkaf melengkung ke dalam. Permukaan konveks menyebabkan konvergensi
berkas sinar, membawa berkas-berkas tersebut lebih dekat satu sama lain. Karena
konvergensi penting untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus, maka permukaan
refraktif mata berbentuk konveks. Permukaan konkaf membuyarkan berkas sinar
(divergensi). Lensa konkaf bermanfaat untuk mengkoreksi kesalahan refraktif tertentu mata,
misalnya berpenglihatan dekat. 2

2.3 Pemeriksaan Kelainan Refraksi


2.3.1 Pemeriksaan visus Mata
Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 6 meter, karena pada
jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Dengan
kartu snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat
seseorang, seperti :
- Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter,
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter

9
- Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30,
berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30
- Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50,
berarti tajam penlihatan pasien 6/50
- Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat melihat jarak 6 meter yang
oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat dengan jarak 60 meter
- Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snelen maka dilakukan uji
hitung jati. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter
- Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada
jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60
- Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti
hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
- Dengan uji lambaingan tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang
lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan
pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan padsa jarak 1
meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300
- Jika tidak dapat melihat lambaian tangan, dapat dilakukan pemeriksaan dengan sinar.
Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat
adanya sinar pada jarak tidak terhingga.
- Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanyan sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 atau buta total.1

2.3.2 Pemeriksaan Penunjang refraksi


2.3.2.1 Uji Pinhole
Uji Pinhole dilakukan untuk mengkoreksi ketajaman penglihatan. Penglihatan kabur
akibat refraksi disebabkan oleh banyaknya berkas sinar tak terfokus yang masuk ke pupil dan
mencapai retina. Ini mengakibatkan terbentuknya bayangan yang tidak terfokus tajam.
Melihat kartu snellen melalui sebuah plakat dengan banyak lubang kecil mencegah
sebagian besar berkas tak terfokus yang memasuki mata. Hanya sejumlah kecil berkas
sejajar-sentral yang bisa mencapai retina sehingga dihasilkan bayangan yang lebih tajam.
Dengan demikian, pasien dapat membaca huruf pada satu atau dua baris dari huruf yang bisa
terbaca saat memakai kacamata koreksi yang sesuai. 5
Uji ini untuk mengetahui apakah tajam penglihatan yang kurang terjadi akibat kelainan
refraksi atau kelainan organik media penglihatan. Penderita duduk menghadap kartu Snellen
dengan jarak 6 m. Penderita di suruh melihat huruf terkecil yang masih terlihat dengan jelas.
Kemudian pada mata tersebut ditaruh lempeng berlubang kecil (pinhole atau lubang sebesar

10
0.75 mm). Bila terdapat perbaikan tajam penglihatan dengan melihat melalui Iubang kecil
berarti terdapat kelainan refraksi. Bila terjadi kemunduran tajam penglihatan berarti terdapat
gangguan pada media penglihatan. Mungkin saja ini diakibatkan kekeruhan kornea, katarak,
kekeruhan badan kaca, dan kelainan makula lutea.1

2.3.2.2 Placido (keratoskop)


Digunakan untuk pemeriksaan astigmatisma, pemeriksa memerhatikan imej ring
pada kornea pasien. Pada astigmatisma reguler, ring tersebut berbentuk oval. Pada
astigmatisma ireguler imej tersebut tidak terbentuk sempurna

2.3.2.3. Retinoskopi
Retinoskopi, atau yang dikenal juga dengan istilah skiaskopi atau Shadow Test,
merupakan suatu cara untuk menentukan kesalahan refraksi dengan metode netralisasai.
Prinsip retinoskopi adalah berdasarkan fakta bahwa pada saat cahaya dipantulkan dari cermin
ke mata, maka arah dari bayangan tersebut akan berjalan melintasi pupil bergantung pada
keadaan refraktif mata.

Prinsip retinoskopi adalah berdasarkan fakta bahwa pada saat cahaya dipantulkan dari cermin
matam maka arah dari bayangan tersebut akan berjalan melintasi pupil bergantung pada
keadaan refraktif mata.

Lintasan yang diproyeksikan, membentuk bayangan kabur dari filamen pada retina
pasien, yang dapat dianggap sebagai sumber cahaya batu yang kembali ke mata pemeriksa.
Melalui pengamatan karakteristik dari refleks ini, seseorang dapat menentukan status refraktif
mata. Pada pasien emetrop, cahaya muncul secara parallel. Apabila pasien adalah myopia,
maka cahaya yang muncul akan konvergen. Dan apabila pasien adalah hipermetropi, maka
cahaya muncul secara divergen. Melalui lubang intip pada retinoskop, cahaya yang muncul
ini terlihat sebagai refleks berwarna merah pada pupil pasien. Jika pemeriksa berada pada
titik jauh pasien, maka semua cahaya memasuki pupil pemeriksa dan penerangan merata.
11
Meskipun demikian, jika titik jauh dari mata pasien bukan di lubang intip retinoskop, maka
beberapa cahaya yang memancar dari pupil pasien tidak akan memasuki lubang intip dan
penerangn pupil tidak sempurna.

Jika titik jauh berada diantara pemeriksa dan pasien (myopia lebih besar daripada
jarak kerja dioptri pemeriksa), cahaya akan bertemu dan akan menyebar kembali. Posisi
cahaya dari pupil akan bergerak mengayun dalam arah berlawanan (dikenal sebagai
pergerakan berlawanan/ against motion). Jika titik jauh tidak berada diantara pemeriksa dan
pasien (hiperopia), cahaya akan bergerak searah dengan ayunan (dikenal dengan gerakan
searah/ with motion). Ketika cahaya memenuhi pupil pasien dan tidak bergerak karena mata
emetrop atau karena sebelumnya telah dipasang koreksi lensa yang sesuai kondisi ini
dikenal dengan netralisasi.1

Gerakan refleks retina. Perhatikan grakan lintasan dari wajah dan dari retina dalam
gerakan searah versus gerakan berlawanan9

Jika bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil berarti
lensa belum keruh seluruhnya, ini terjadi pada katarak imatur, dan keadaan ini disebut
shadow test positive. Jika bayangan iris pada lensa kecil dan dekat dengan pupil berarti lensa
sudah keruh seluruhnya (sampai pada kapsul anterior), terdapat pada katarak matu, keadaan
ini disebut shadow test negative. Dan bila katarak hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya,
mengecil serta terletak jauh di belkang pupil, sehingga bayangan iris pada lensa besar dan
keadaan ini disebut pseudopositif.

Refleks retinoskopi bergerak memiliki tiga karateristik utama yaitu:1

1. Kecepatan. Refleks bergerak paling lambat ketika pemeriksa berada jauh dari titik
fokus dan menjadi lebih cepat ketika titik fokus didekati. Dengan kata lain
kesalahan-kesalahan refraktif besar memiliki refleks pergerakan yang lambat,
sedangkan kesalahan-kesalahan kecil memiliki refleks yang cepat

12
2. Kecerahan. Refleks tumpul ketika pemeriksa jauh dari titik fokus, menjadi lebih
cerah ketika netralitas didekati. Refleks berlawanan (against reflexes) biasanya
redup daripada refleks searah (with reflexes).
3. Lebar. Lintasan sempit ketika pemeriksa jauh dari titik fokus. Meluas dengan
mendekati titik fokus dan tentu saja mengisi seluruh pupil pada titik fokus itu
sendiri.

Pada saat pemeriksa menggunakan lensa koreksi yang sesuai (dengan lensa lepas atau
phoropter), refleks retinoskopik bisa menjadi netral. Dengan kata lain, pada saat pemeriksa
mengarahkan titik jauh pasien ke lubang intip, seluruh pupil pasien teriluminasi dan refleks
tidak akan bergerak. Kekuatan dari lensa koreksi yang menetralisir refleks menunjukkan
suatu ukuran kesalahan dari refraksi pada pasien.

Yang penting untuk diingat bahwa pemeriksalah yang menentukan kesalahan refraksi
pada jarak yang dipakai. Dioptri yang sama dengan jarak kerja harus dikurangi dari lensa
koreksi untuk mencapai jarak koreksi sebenarnya pada pasien. Karena jarak kerja umum
adalah 67 cm, maka banyak phoropter memiliki lensa-lensa jarak kerja +1.50D yang
menyala selagi pemeriksa memillih lensa-lensa korektif untuk menetralisasikan refleks.
Lensa-lensa tambahan ini dapat menghasilkan refleks yang menyusahkan. Meskipun
demikian, jarak kerja apapun dapat digunakan (pemeriksa dapat memilih untuk bergerak
lebih dekat untuk gambar yang lebih terang) misalnya selama koreksi jarak kerja yang tepat
dimasukkan dalam perhitungan

13
Prosedur pemeriksaan shadow test

Sebagai contoh, anggaplah pemeriksa memperoleh netralisasi dengan total +4.00D


didepan mata (perhitungan kasar retinoskopi) pada jarak kerja 67 cm, kurangkan dengan
1.50D sebagai jarak kerja 50 cm. Koreksi dioptri untuk jarak kerja itu adalah +2.00D, yang
menghasilkan refraksi retinoskopik bersih untuk koreksi jarak -8.00D. Perhitungan kasar
objektif dari kesalahan refraksi dibuat dengan memasukkan perhtungan yang ditemukan pada
pemeriksaan retinoskopi dibuat dengan memasukkan perhitungan yang ditemukan pada
pemeriksaan retinoskopi, dengan kesimpulan jarak (contoh : +1D untuk 1 meter, +1.5D pada
saat retinoskop menunjukkan jarak 2/3 meter atau 67 cm, +2D untuk jarak 50 cm) dan untuk
pemakaian sikloplegia bila digunakan (contoh : 1D untuk atropine, 0.5D untuk hematropin
dan 0.75D untuk cyclopentolat). Contoh untuk pemakaian sikloplegia, misal hasil retinoskopi
adalah +7D dengan jarak kerja 1 meter menggunakan atropine sebagai sikloplegianya, maka
kesalahan refraksinya menjadi : +7D-(+1D)-1D=+5D

- Cara Kerja

14
Hand held instrument yang disebut dengan retinoskop memproyeksikan seberkas
cahaya ke mata. Ketika cahaya tersebut dipindahkan secara vertikal dan horizontal pada mata,
pemeriksa mengobservasi gerakan refleks merah dari retina. Pemeriksa kemudian
menyesuaikan lensa di depan mata hingga gerakan dapat dinetralkan. Kekuatan lensa yang
diperlukan untuk menetralkan gerakan merupakan gangguan refraksi mata dan menunjukkan
kekuatan lensa yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan penglihatan dengan kacamata
dan/atau lensa kontak.

Mata anak-anak biasanya berdilatasi saat pemeriksaan retinoskopi karena refleks lebih
mudah dilihat ketika pupil besar dan oleh karena itu tetes mata diperlukan untuk membatasi
sementara kemampuan mata untuk mengakomodasi atau fokus. Hal ini memungkinkan untuk
penentuan yang lebih akurat dari gangguan refraksi.7

Gambar 5. Hand held instrument yang disebut sebagai retinoskop memproyeksikan berkas
cahaya ke mata selama retinoskopi7

- Teknik Pemeriksaan

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah lampu sentolop dan loupe. Teknik
pemeriksaan adalah sebagai berikut :

Sentolop disinarkan pada pupil dengan sudut 45o dengan dataran iris
Dengan loupe lihat bayangan iris pada lensa

Biasanya, pemeriksa menggunakan mata kanan untuk melakukan retinoskopi pada

15
mata kanan pasien, dan mata kiri untuk mata kiri pasien. Jika pemeriksa melihat
langsung kearah pusat optikal dari lensa coba (Trial Lens), refleksi dari lensa mungkin
mempengaruhi. Jika pemeriksa terlalu jauh dari aksis, maka kesalahan sferis dan silindris
yang tidak diinginkan akan muncul. Jumlah tertinggi penjajaran agak di tengah, dimana
refleksi lensa masih bisa terlhat antara pupil dan pinggir lateral dari lensa.

Retinoskopi harus dilaksanakan dengan akomodasi pasien yang rileks. Pasien harus
fiksasi pada sebuah jarak pada target tanpa akomodasi. Sebagai contoh, target dapat berupa
sebuah cahaya redup pada ujung ruangan atau sebuah huruf Snellen yang besar (yang
berukuran 20/200 atau 20/400). (Anak-anak dapat menggunakan cycloplegia pharmacology).

Shadow test juga sering disebut dengan uji bayangan iris, diketahui bahwa semakin
sedikit lensa keruh semakin besar bayangan iris pada lensa yang keruh. Sentolop disinarkan
pada pupil dengan membuat sudut 45o dengan dataran iris, dan dilihat bayangan iris pada
lensa keruh. Bila letak bayangan jauh dan besar berarti katarak imatur, sedangkan bila
bayangan kecil dan dekat pupil berarti lensa katarak matur.4
2.3.2.4 Keratometri

Keratmometri adalah alat pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea, dimana keratometri juga dapat membantu menentukan lensa kontak

yang sesuai.
Keterbatasan utama untuk keratometri adalah dengan asumsi bahwa kornea merupakan
sebuah permukaan spherocylindrical dengan kelengkungan radius tunggal di setiap meridian,
dan dengan sumbu utama dan minor dipisahkan 90 derajat. Selain itu, keratometri hanya
mengukur empat titik dengan jarak sekitar 3 mm dan tidak memberikan informasi mengenai
kornea sentral atau perifer dari titik yang diukur. Selain itu, keratometri tidak berguna untuk
mengukur kornea yang mungkin berasal dari optik spherocylindrical seperti yang biasa
terjadi pada bedah refraktif, keratoconus, dan banyak kelainan kornea lainnya.9

16
2.3.2.5 Ultrasonografi

Dipakai untuk melihat struktur abnormal pada mata dengan kepadatan kekeruhan media
dimana tidak memungkinkan melihat jaringan dalam mata secara langsung. Sinar ultrasonik
direkam yang akan memberikan kesan keadaan jaringan yang memantulkan getaran yang
berbeda-beda

Sken B Ultrasonografi

USG merupakan tindakan melihat dan memotret alat atau jaringan dalam mata dengan
menggunakan gelombang tidak terdengar. Alat ini sangat penting untuk melihat susunan
jaringan intraokular. Bila USG normal dan terdapat defek aferen pupil maka operasi
walaupun mudah, tetap akan memberikan tajam penglihatan yang kurang. Kelainan USG
dapat disertai kelainan makula. USG juga merupakan pemeriksaan khusus untuk katarak
terutama monokular dimana akan terlihat kelainan badan kaca seperti perdarahan,
peradangan, ablasi retina dan kelainan kongenital ataupun adanya tumor intraokular.2

2.3.2.6 Retinometri
Heine (Heine Optotechnik gmbh & Co., Germany) Lambda 100 Retinometer
(Interferometer) bekerja berdasarkan prinsip Maxwellian view; sebuah lubang berukuran
mikro disinari oleh lampu halogen melalui filter merah dan digambarkan oleh sebuah sistem
optik yang menuju pupil pasien. Sistem optik tersebut terdiri dari dua lensa, dimana jaringan
optik dengan jarak yangt bervariasi dapat diposisikan dalam sinar paralel yang melewatinya.
Difraksi yang dihasilkan membentuk pola melingkar dengan garis-garis merah dan hitam
pada jarak yang sama pada retina. Jarak antara garis tersebut sesuai dengan E Snellen.
Orientasi pada garis tersebut dapat dipilih dengan cara menggunakan sebuah prisma pada 45
derajat. Karena sinar pada bidang pupil sangat sempit, sebuah "jendela" kecil pada opasitas
lensa akan cukup untuk memungkinkan cahaya lewat demi keberhasilan pemeriksaan.
Retinometer hanya memberikan perkiraan atau gambaran dari potensi ketajaman.
Ketajaman seorang pasien mungkin dapat berupa lebih baik atau lebih buruk dari yang telah
diharapkan.8

17
Berikut adalah langkah untuk mengukur potensi ketajaman pasien
menggunakan Lambda 100 Retinometer:
1. Menyalakan alat, menentukan ketajaman (biasanya dimulai pada 20/300),
tentukan sudut kisi, mengurangi cahaya ruangan.
2. Menyandarkan retinometer pada kening pasien. lakukan pengamatan pada pupil
dengan cahaya merah untuk menemukan sebuah jendela sehingga pasien dapat
mengetahui pola yang terbentuk dan mengenali sudutnya.
3. Pilih pola yang lebih ringan secara bertahap dengan sudut yang berbeda hingga
pasien tidak dapat mengenali sudutnya. Ketajaman melihat pola sebelumnya
kemudian diperiksa lagi, dan pasien harus dapat mengenali sudutnya kembali.
Hasil dari sudut terakhir yang dapat dibaca menunjukkan potensi ketajaman
pasien.

2.4 Kelainan Refaksi


Kelainan refraksi atau ametropia merupakan keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di
depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi
dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias,
dan kelainan panjang sumbu bola mata. Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain umur, jenis kelamin, ras, dan lingkungannya.

18
2.4.1 Miopia
Definisi
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasaan sinar
yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina (bintik
kuning).

Prevalensi
Berbagai faktor yang berperan dalam perkembangan miopia telah diidentifikasi
melalui beberapa penelitian. Prevalensi miopia 33-60% pada anak dengan kedua orang
tua miopia. Pada anak yang memiliki salah satu orang tua miopia prevalensinya 23-40%,
dan hanya 6- 15% anak mengalami miopia yang tidak memiliki orang tua miopia.

Faktor
Disamping faktor keturunan, faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan miopia pada anak. Faktor lingkungan yang paling banyak berperan pada
miopia adalah kerja jarak dekat seperti membaca. Lama membaca dapat mempengaruhi
pertumbuhan aksial bola mata akibat insufisiensi akomodasi pada mata.

Etiologi
Dikenal bentuk miopia menurut etiologinya seperti:
1. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi
pada katarak intumesen dimana lensa meruadi lebih cembung sehingga
pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia
yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu
kuat.
2. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal

Klasifikasi
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :
a. Miopia ringan, dimana miopia kecil dari 1-3 dioptri
b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri

Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk :


a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa

19
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia pernisiosa = miopia
maligna = miopia degeneratif.

Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai
kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma
postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi
retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur
membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi
subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan
perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf
optik.

Gejala dan Tanda


Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila melihat dekat, sedangkan
melihat jauh, buram atau disebut pasien adalah rabun jauh. Pasien dengan miopia akan
memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang
sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan menyipitkan matanya untuk mencegah
aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia
mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata
ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esoptropia.
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang
terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, sklera oleh koroid. Pada mata dengan
miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan
degenerasi retina bagian perifer.

Pengobatan
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif
terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.

Komplikasi
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina
dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi

20
terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau
terdapat ambliopia.1

2.4.2 Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan
mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di
belakang retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan di belakang makula Iutea.

Etiologi
Hipermetropia dapat disebabkan karena:
1. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan
refraksi akibat bola mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang
pendek.
2. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa
lemah sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
3. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang lemah
kurang pada sistem optik mata.

Klasifikasi
Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat beratnya:
1. Hipermetropia ringan, yaitu antara Spheris +0.25 Dioptri s/d Spheris
+3.00 Dioptri.
2. Hipermetropia sedang, yaitu antara Spheris +3.25 Diptri s/d Speris
+6.00 Dioptri.
3. Hipermetropia tinggi, yaitu jika ukuran Dioptri lebih dari Spheris
+6.25 Dioptri.
Klasifikasi hipermetropia berdasarkan akomodasi mata
a) Hipermetropia manifes
Hipermetropia manifes didapatkan tanpa sikloplegik, yang dapat
dikoreksi dengan kaca mata positif maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia
absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif.
b) Hipermetropia manifes absolut
Kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan
kacamata positif untuk melihat jauh.
c) Hipermetropia manifes fakultatif

21
Kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun
dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia
fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata, bila diberikan kaca
mata positif memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya
akan istirahat.
d) Hipermetropia laten
Dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau dengan obat
yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan
akomodasi. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan
akomodasi terus-menerus. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila
diberikan sikloplegia. Makin muda makin besar komponen
hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi
kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi
hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia
absolut.
e) Hipermetropia total
Hipermetropia laten dan manifes yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia

Tanda dan Gejala

Biasanya pada anak-anak tidak memberikan keluhan. Keluhan yang


ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit
kepala, silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda.
Pasien hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien dengan
hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena
terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang
terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut
astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-
sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan
esotropia atau juling ke dalam.
Pada usia lanjut atau ledih dari 40 tahun dimana daya akomodasi berkurang
akan memperlihatkan kesukaran membaca dekat dan menjauhkan kertas yang dibaca,
keadaan ini disebut sebagai presbiopia.

22
Pengobatan
Pengobatan hypermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis positif terkuat
atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.

Komplikasi
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia
dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya
melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada
badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.1

2.4.3 Astigmatisme
Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan pada satu titil dengan tajam
pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi
akibat kelaian kelengkungan permukaan kornea. Pada mata yang terjadi akibt
kelainan kelengkungan jari-jari meridian yang tegak lurus padanya.
Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di
dalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut sebagai astigmatisme with
the rule (astigmatismat lazim) yang berarti kelengkungan-kelengkungan kornea pada
bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding
jari-jari kelengkungan kornea dibidang horizontal. Pada keadaan astigmatisma lazim
ini diperlukan lensa silinder negatif dengan sumbu 180 derajat untuk memperbaiki
kelainan refraksi yang terjadi
Pada usia pertengahan kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga astigmat
menjadi againts the tule (astigmat tidak lazim) yaitu suatu keadaan refraksi astigmat
dimana koreksi dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120
derajat) atau dengan silinder positif sumbu horizontal (30-150 derajat). Keadaan ini
terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan
kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut.

Bentuk astigmat :
Astigmat Reguler : astigmat ynag memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah
atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian
berikutnya. Bayang yang terjadi pada astigmat reguler dengan bentuk yang teratur
dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.

23
Astigmat Ireguler : astigmat yang terjadi tidak mempuntai 2 meridian saling tegak
lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridia yang
sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Astigmatisma ireguler terjadi
akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada
meridian lensa yang berbeda.1

2.4.4. Presbiopia
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :
- Kelemahan otot akomodasi
- Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa
Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun,
akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan
sering terasa pedas
Pada pasein presniopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat
yang berkekuatan tertentu, biasanya:
+ 1.0 D untuk usia 40 tahun
+ 1.5 D untuk usia 45 tahun
+ 2.0 D untuk usia 50 tahun
+ 2.5 D untuk usia 55 tahun
+3.0 D untuk usia 60 tahun

Karena jarak baca biasanyan 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keasaan ini mata tidak
melakukan akomodasi bila memmbaca pada jarak 33 cm, karena benda yang
dibaca terletak pada titik api lensa + 3.00 dioptri sehingga sinar yang keluar akan
sejajar.
Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak
kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga angka-
angka di atas tidak merupakan angka yang tetap.1

2.4.5 Ambliopia
Definisi
Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak
mencapai optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah
dikoreksi kelainan refraksinya. Pada ambliopia terjadi penurunan tajam
penglihatan unilateral atau bilateral disebabkan karena kelihangan penglihatan
bentuk, interakhi binokular abnormal, atau keduanya, dimana tidak ditemukan

24
kausa organik pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik,
dapat dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.2

Etiologi
Diduga terdapat 2 faktor yang dapat merupakan penyebab terjadi ambliopia
yaitu supresi dan nirpakai (non use). Ambliopia nirpakai terjadi akibat tidak
dipergunakannya elemen visual retino kortikal pada saat kritis perkmbangannya
terutama pada usia sebelum 9 tahun. Supresi yang terjadi pada ambliopia dapat
merupakan proses kortikal yang akan mengakibatkan terdapatnya skotoma
absolut pada penglihatan binokular (untuk mencegah terjadinya diplopia pada
mata yang juling), atau sebagai hambatan binokular (monokular kortikal inhibisi)
pada bayangan retina yang kabur.

Tanda dan gejala


Terdapat beberapa tanda dan gejala pada mata dengan ambliopia, seperti:
Berkurangnya penglihatan satu mata tanpa disertai kelainan organik,
meskipun kelainan refraksi sudah di koreksi jika ada.
Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding
Hilangnya sensitivitas kontras
Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik
Adanya anisokoria
Tidak mempengaruhi penglihatan warna
Biasanya daya akomodasi menurun.
Pemeriksaan ambliopia
1. Pemeriksaan serta mengetahui perkembangan tajam penglihatan sejak
bayi sehingga sampai usia 9 tahun adalah perlu untuk mencegah keadaan
terlambat untuk memberikan perawatan.
2. Pemeriksaan kedudukan mata dan adanya reaksi pupil selain pemeriksaan
fundus.

Uji Crowding Phenomena (untuk mengetahui adanya ambliopia).


Penderita diminta membaca huruf kartu snellen sampai huruf terkecil yang
dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien
disuruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan tajam
penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut adanya
fenomena 'crowding' pada mata tersebut. Mata ini menderita ambliopia.

Uji Densiti Filter Netral (untuk mengetahui adanya ambliopia)

25
Dasar uji adalah diketahuinya bahwa pada mata yang ambliopia secara
fisiologik berada dalam keadaan beradaptasi gelap, sehingga bila pada mata
ambliopia dilakukan uji penglihatan dengan intensitas sinar yang direndahkan
(memakai filter densiti netral) tidak akan terjadi penurunan tajam penglihatan.
Dilakukan dengan memakai filter yang perlahan-lahan digelapkan sehingga tajam
penglihatan pada mata normal turun 50% pada mata ambliopia fungsional tidak
akan atau hanya sedikit menurunkan tajam penglihatan pada pemeriksaan
sebelumnya. Dibuat terlebih dahulu gabungan filter (kodak # 96, N.D.2.00
dengan 0,50) sehingga tajam penglihatan pada mata yang normal turun dari
20/20 menjadi 20/40 atau turun 2 baris pada kartu pemeriksaan gabungan filter
tersebut ditaruh pada mata yang diduga ambliopia.
Bila ambliopia adalah fungsional maka paling banyak tajam penglihatan
berkurang satu baris atau tidak terganggu sama sekali. Bila mata tersebut
ambliopia organik maka tajam penglihatan akan sangat menurun dengan
pemakaian filter tersebut.

Uji Worth's Four Dot, (untuk fusi dan penglihatan stereosis)


Uji untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi, korespondensi retina
abnormal, supresi pada satu mata dan juling.
Penderita memakai kaca mata dengan filter merah pada mata kanan dan filter
biru mata kiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2 hijau 1
putih. Lampu atau titik putih akan terlihat merah oleh mata kanan dan hijau oleh
mata kiri. Lampu merah hanya dapat dilihat oleh mata kanan dan lampu hijau
hanya dapat dilihat oleh mata kiri. Bila fusi baik maka akan terlihat 4 titik dan
sedang lampu putih terlihat sebagai warna campuran hijau dan merah. 4 titik juga
akan dilihat oleh mata juling akan tetapi telah terjadi korespondensi retina yang
tidak normal. Bila terdapat supresi maka akan terlihat hanya 2 merah bila mata
kanan dominan atau 3 hijau bila mata kiri yang dominan. Bila terlihat 5 titik 3
merah dan 2 hijau yang bersilangan berarti mata dalam kedudukan eksotropia dan
bila tidak bersilangan berarti mata berkedudukan esotropia.

Visuskop
Alat untuk menentukan letak fiksasi. Dengan melakukan visuskopi dapat
ditentukan bentuk fiksasi monokular pada ambliopia.2

26
Klasifikasi
Ambliopia fungsional
Ambliopia dapat terjadi kongenital atau didapat, seperti ambliopia fungsional,
yang terdapat pada pada satu mata, dengan tajam penglihatan yang kurang tanpa
kelainan organik, yang tidak dapat diperbaiki dengan kaca mata. Anak-anak
mempunyai risiko teriadinya ambliopia fungsional ini. Setelah usia bertambah
maka strabismus atau setiap faktor lain vana yang secara potensial
ambliopiagenik, seperti suatu katarak yang didapat, tidak mungkin menyebabkan
ambliopia. Pada peristiwa suatu defek visual yang didapat setelah usia ini,
walaupun bertahan berbulan-bulan atau bertahun-tahun, visus akan kembali
normal atau hampir normal setelah katarak atau kelainan lain tersebut disingkirkan
dan tindakan yang memadai dilakukan terhadap koreksi optikal. Sampai usia 6
atau 7 tahun anak-anak sensitif terhadap ambliopia fungsional, tetapi pada usia
mereka, ambliopia juga paling sukses berhasil diobati.
Pada umumnya ambliopia apapun penyebabnya akan cepat berkembang
dengan bertambah mudanya terlihat penyebab. Bila ambliopia tetap tidak diobati
sampai anak berusia 6 sampai 9 tahun, defek visual mungkin tidak dapat
membaik. Batas umur untuk dapat diobati yang tepat untuk ambliopia tidak dapat
ditentukan dengan pasti dan mungkin akibat kurang jelasnya kepastian umur
sensitif.

Ambliopia strabismik
Ambliopia yang terjadi akibat juling lama (biasanya juling ke dalam pada anak
sebelum penglihatan tetap. Pada keadaan ini terjadi supresi pada mata tersebut
untuk mencegah gangguan penglihatan (diplopia). Kelainan ini disebut sebagai
ambliopia strabismik dimana kedudukan bola mata tidak sejajar sehingga hanya
satu mata yang diarahkan pada benda yang dilihat.
Ambliopia strabismik ditemukan pada penderita esotropia dan jarang pada
mata dengan eksotropia. Strabismus yang dapat menyebabkan ambliopia adalah:
strabismus menifes, strabismus monokular, strabismus dengan sudut deviasi kecil,
strabismus yang selalu mempunyai sudut deviasi di seluruh arah pandangannya.
Bila berlangsung lama dapat terjadi korespondensi retina yang abnormal.
Korespodensi retina abnormal terjadi bila korteks serebri sudah dapat
menyesuaikan diri terhadap 2 titik yang tidak sekoresponden menjadi satu titik

27
yang sekoresponden. Akibatnya walaupun kedudukan mata tetap dalam posisi
juling tidak didapatkan keluhan diplopia atau melihat ganda. Juling akan sukar
diatasi bila mata sudah menjadi ambliopia atau sudah terjadi korespondensi retina
yang abnormal.

Ambliopia refraktif
Ambliopia pada mata ametropia atau anisometropia yang tidak dikoreksi
(ambliopia anisometropi) dan mata dengan isoameteropia seperti pada
hipermetropia dalam, atau miopia berat, atau pada astigmatisme (ambliopia
astigmatik). Ambliopia yang terjadi pada mata dengan kelainan refraksi dalam
yang tidak dikoreksi (ambliopia ametropik) atau terdapatnya kelainan refraksi
antara kedua mata (ambliopia anisometropik).

Ambliopia anisometropik
Ambliopia anisometropik terjadi akibat terdapatnya kelainan refraksi kedua
mata yang berbeda jauh atau lebih dari 2.5 dioptri. Akibat anisometropik mata
bayangan benda pada kedua tidak sama besar yang menimbulkan bayangan pada
retina secara relatif di luar fokus dibanding dengan mata lainnya, sehingga mata
akan memfokuskan melihat dengan satu mata. Bayangan yang lebih suram akan di
supres, biasanya pada mata yang lebih ametropik.
Beda refraksi yang besar antara kedua mata menyebabkan terbentuknya
bayangan kabur pada satu mata. Ambliopia yang terjadi akibat ketidakmampuan
mata berfusi, akibat terdapatnya perbedaan refraksi antara kedua mata, astigmat
unilateral yang mengakibatkan bayangan kelainan refraksi kedua mata, lihat
ambliopia refraktif.

Ambliopia ametropik
Mata dengan hipermetropia dan astigmat sering memperlihatkan ambliopia
akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik dan jelas.
Ambliopia ametropik, menurunnya tajam penglihatan mata dengan kelainan
refraksi berat yang tidak dikoreksi (biasanya hipermetropia atau astigmat).
Perbaikan tajam penglihatan dapat terjadi beberapa bulan setelah kaca mata
dipergunakan. Pada kedua mata tidak mencapai tajam penglihatan 5/5, biasanya
penderita hipermetropia tinggi (+7.0 D) atau astigmat tinggi (3.0 D) karena

28
penderita tidak pernah melihat bayangan jelas. Dibutuhkan waktu untuk mengatasi
ambliopia sangat lama sesudah koreksi tajam penglihatan terbaik.

Ambliopia eks anopsia


Ambliopia akibat penglihatan terganggu pada saat perkembangan penglihatan
bayi. Dahulu ambliopia ini diduga karena juling, pada saat ini ambliopia eks
anopsia diduga disebabkan supresi atau suatu proses aktif dari otak untuk
menekan kesadaran melihat. Ambliopia eks anopsia dapat terjadi akibat adanya
katarak kongenital, ptosis, ataupun kekeruhan kornea sejak tahir atau terlambat
diatasi.
. Ambliopia ini bila mulai terjadi sesudah berumur 4 tahun maka tajam
penglihatan tidak akan kurang dari 20/200, sedangkan bila teriadi pada usia
kurang dari 4 tahun maka tajam penglihatan dapat lebih buruk.

Ambliopia intoksikasi
Intoksikasi yang disebabkan pemakaian tembakau, alkohol, timah atau bahan
toksis lainnya dapat mengakibatkan ambliopia. Biasanya terjadi neuritis optik
toksik akibat keracunan disertai terdapat lapang pandang yang berubah-rubah.
Hilangnya tajam penglihatan sentral bilateral, yang diduga akibat keracunan
metilalkohol, yang dapat juga terjadi akibat gizi buruk.

Ambliopia histeria
Ambliopia yang terjadi akibat adanya histeria yang dapat mengenai satu mata,
akan tetapi lebih sering mengenai kedua mata.
Pada pemeriksaan didapatkan lapang pandang yang menciut konsentris dan yang
lebih karakteristik adalah gambaran seperti spiral selama dilakukan pemeriksaan
lapang pandangan. Kadang-kadang disertai dengan gejala rangsangan lainnya
seperti blefarospasme, memejamkan mata, dan lakrimasi. Reaksi pupil normal
dengan gejala lainnya yang tidak nyata.

Ambliopia organik
Ambliopia dengan kelainan organik yang dapat menerangkan sebab tajam
penglihatan kurang (tidak memenuhi kriteria ambliopia secara murni). Ambliopia
terjadi akibat kerusakan fovea kongenital sehingga mengganggu penderita.
Ambliopia organik bersifat tidak reversibel.

29
Penanganan ambliopia
Ambliopia merupakan kelainan yang reversibel dan akibatnya tergantung pada saat
mulai dan lamaya. Saat yang sangat rentan adalah bayi pada umur 6 bulan pertama dan
ambliopia tidak akan terjadi sesudah usia lebih dari 5 tahun.
Ambliopia bila diketahuo dini dapat dicegah sehingga tidak menjadi permanen.
Perbaikan dapat dilakukan bila penglihatan masih dalam perkembangannya. Bila ambliopia
ini ditemukan pada usia dibawah 6 tahun maka masih dapat dilakukan latihan untuk
perbaikan penglihatan.

Pengobatan dapat dengan :


- Untuk memulihkan kembali ambliopia pada seseorang pasien muda, harus dilakukan
suatu pengobatan antisupresi aktif menyingkirkan faktor ambliopiagenetik
- Oklusi mata yang sehat
- Penalisasi dekat, mata ambliopia dibiasakan melihat dekat dengan memberi lensa +
2,5 D sedang mata yang baik diberi atropin
- Penalisasi jauh dimana mata yang ambliopia dipaksa melihat jauh dengan memberi
atropin pada mata yang baik serta diberi lensa +2.50
- Latihan ortoptik bila terjadi juling
- Pencegajan terhadap ambliopis ialah pada anak berusia kurang 5 tahun perlu
pemeriksaan tajam penglihatan terutama bila meperlihatkan tanda-tanda juling.1

2.5 Pengobatan
2.5.1 Lensa Kontak
Lensa kontak merupakan digunakan pada permukaan kornea untuk
mengkoreksi kelainan refraksi, aplikasi terapetik yang lebih luas, atau untuk
kosmetik.
Lensa kontak refraktif merupakan penggunaan lensa kontak yang paling
sering. Terdapat bermacam-macam bentuk lensa kontak, yaitu:
Lensa sferis single untuk hipermetropia, myopia, dan astigmatisme rendah,
dapat digunakan pada presbiopia jika salah satu mata diresepkan untuk melihat
jauh dan mata yang lain untuk melihat dekat (monovision)
Toric lenses untuk astigmatisme yang lebih berat.
Lensa bifocal dan multifocal untuk presbiopia.

Selain berfungsi untuk mengkoreksi kelaian refraktif juga berfungsi sebagai


bandage untuk kelainan mata yang lebih umum.

30
Indikasi Contoh
Pain relief Bullous keratopathy, band keratopathy, RCES
Penyembuhan luka epitel RCES, persinstent epithelial defect
Proteksi Permukaan Ocular Enrtopion, trichiatic lashes
Preventif of ocular dehydration Dry eye
Therapeutic cosmesis Scarred cornea, aniridia, phihisis

Material lensa kontak:


Hard lensa
Terbuat dari kaca dan PMMA, merupakan properti optical yang unggul namun
memiliki permeabilitas oksigen yang minimal sehingga akan menyebabkan
gangguan epitel pada pemakaian yang berlebihan, saat ini hard lensa sangat jarang
diresepkan
Rigid gas permeable (RGP)
Terbuat dari polimer komples (seperti silikon, fluorene, PMMA). Dapat
menstabilakan permeabilitas oksigen sehingga akan lebih nyaman digunakan.
Hydorgel (soft)
Terbuat dari polymers of hydroxethyl methylacrylate, megandung air lebih banyak
dari pada lensa RGP
Silicone hydrogel lense
Merupakan kombinasi dari RPG dan hidrogel lensa. Memiliki permeabilitas
oksigen terbaik.7

2.5.2 Bedah Refraksi


Assessment Refraktif Preoperatif
- Usia
Batas usia antara 18-21 tahun dan tidak ada kenaikan lebih dari >0.50 D selama 2th
terakhir
- Refraktif eror
Jangkauan yang dapat diobati berdasarkan ketebalan kornea dan kebutuhan pasien. +6
sampai -12 D dapat dilakukan LASIK PRK dan LASEK. Astigmatisma 5 D juga
dapat diobati
- Pachymeter
Ketebalan kornea merupakan faktor yang sangat penting terutama pada LASIK.
Ketebalan kornea setelah laser harus mampu untuk menghadapi kekuatan kimia dan
mencegah ectasia pasca laser. Ketebalan stroma yang dapat diterima untuk melakukan
laser adalah >250 micron
- Keratometri

31
Pengobatan miopia menyebabkakn kornea menjadi flattening da pengobatan
hipermetropia menyebabkan kornea menjadi steepening, terdapat batas minimun
setelah operasi yaitu 38 D setah ablasi miopi dan maksimum 50 D setalah
hipermetropia ablasi.
- Pupil size
Pengukuran pupiil sangat penting pada kondisi mesopik, secara umu selebar >7,5 mm
- Full ophtalmic examination
Perhatian khusus untuk mata kering, tonometri, katarak dan retina examination.7

2.5.2.1 Photorefractive keratectomy (PRK)


Dengan cara membentuk kembali kornea dengan membuang bagian dari
epitel. Mengablasi lapisan Bowman dan stroma anterior. Permukaan anterior sentral
akan diablasikan hingga menjadi datar, cara ini dapat menghilangkan miopia 1 D.
pengablasian pada bagian-bagian perifer untuk mengkoreksi hipermetrop.
Photorefractive keratectomy (PRK) mampu memperbaiki myopia hingga 6 D,
astigmatisme sampai dengan 3 D dan hipermetropia rendah.

Indikasi
- Low mipoia dan hipermetropia
- Range miopia dari -0.50 sampai -12.00 D, hipermetropia +6.00 D, astigmatisma
5.00 D

Teknik
- Axis visual ditandai dan epitel kornea dilepaskan.
- Pasien memfiksasi pada arahan cahaya dari laser.
- Laser dipancarkan hanya untuk mengablasi lapisan Bowman dan stroma anterior.
Ini biasanya berlangsung selama 30-60 detik.
Kornea biasanya sembuh dalam waktu 48-72 jam dibantu oleh perban lensa kontak.
Menyebabkan ketajaman visual berkurang tetapi dapat menyebabkan silau pada
malam hari.

Komplikasi
Defek epitel karena penyembuhan yang lambat, kabut kornea dan halo,
berkuranganya penglihatan malam hari dan penurunan koreksi refraktif. Masalah
yang jarang timbul termasuk ablasi yang tidak terpusat, jaringan parut,
penyembuhan epitel yang abnormal, astigmatisme irrregular, hypoaesthesia, infiltrat
steril, infeksi dan nekrosis kornea akut.

2.5.2.2 Laser epitel keratomileusis (LASEK)

32
Merupakan adaptasi dari PRK. Pada LASEK, pertama epitel dipisah dan
dikupas kembali, laser diterapkan dan kemudian flap direposisi. Ini terkait dengan
rasa sakit yang lebih sedikit, kabut yang lebih berkurang dan pemulihan visual yang
lebih cepat dari PRK. LASEK lebih cocok untuk koreksi refraksi yang rendah dan
untuk pasien yang tidak cocok untuk LASIK seperti pasien dengan kornea sangat
tipis. Tekniknya adalah sebagai berikut:
a. Gunakan alkohol 20% selama 30-40 detik dan membran epitel dibelah di
membran basal
b. Laser diterapkan.
c. Reposisi ulang flap epitel.
Penglihatan fungsional biasanya kembali dalam waktu 4-7 hari dan prosedur
ini memiliki risiko rendah terjadinya komplikasi yang serius. Kerugian utama
dibandingkan dengan LASIK adalah penyembuhan epitel yang dapat berupa
berbagai macam, dengan nyeri pasca operasi yang tidak dapat diperkirakan.

2.5.2.3 Laser in situ keratomileusis (LASIK)


Laser in situ keratomileusis (LASIK) adalah prosedur bedah refraktif yang
sangat umum dilakukan. Prosedur ini lebih fleksibel daripada PRK dan LASEK dan
dapat memperbaiki hipermetropia hingga 4 D, silindris hingga 5 D dan miopia
hingga 12 D tergantung pada ketebalan kornea. Untuk mengurangi risiko ectasia,
dasar kornea minimal harus menyisakan ketebalan 250 m setelah flap dipotong dan
jaringan di ablasi. Sehingga banyakanya jaringan yang diangkat dan keseluruhan
pengobatan dibatasi oleh ketebalan kornea aslinya. Ketebalan flap dapat bervariasi,
tetapi flap yang tipis lebih sulit untuk ditangani dan lebih rentan menjadi kerutan.

Teknik
Sebuah cincin suction diaplikasikan pada bola mata, sehingga tekanan
intraokuler akan naik lebih dari 65 mmHg, dan dapat sementara
menutup jalan arteri retina sentral dan menghentikan penglihatan.
Cincin tersebut diletakkan di tengah kornea dan akan digunakan
sebagai panduan untuk memasukkan automated microkeratome.
Keratome tersebut secara mekanik akan bergerak menyebrangi kornea
untuk membuat flap tipis.
Suction dilepaskan dan selanjutnya akan diberikan excimer laser
seperti pada PRK.
Flap ini direposisi dan selanjutnya tidak diganggu selama 30 detik.

33
Dibandingkan dengan LASEK, prosedur ini menawarkan keuntungan berupa
ketidaknyamanan yang minimal, rehabilitasi visual yang lebih cepat,
stabilisasi refraksi yang cepat dan kabut stroma yang minimal.

Komplikasi operatif termasuk perlubangan dari flap, amputasi flap,


pembentukan flap yang tidak lengkap atau irreguler, dan yang jarang adalah
perforasi kornea.

Pascaoperasi

Ketidakstabilan air mata yang berlaku hampir universal dan mungkin


memerlukan pengobatan.
Kerutan, distorsi atau dislokasi flap.
Kabut subepitel yang menyebabkan silau terutama pada malam hari.
Defek epitel yang dapat mempengaruhi pertumbuhan epitel kebawah
flap.
Dapat terjadi keratitis lamellar difus 1-7 hari setelah LASIK. Hal ini
ditandai dengan deposito granular pada permukaan luar flap. Perlu
diberikan pengobatan intensif dengan antibiotik dan steroid topikal.
Jarang didapatkan keratitis bakterial..
Komplikasi yang cukup dikenal adalah ectasia. Keratokonus dan
ketebalan kornea yang rendah post-ablasi adalah faktor risiko
utama. Pilihan pengobatan termasuk cangkok kornea,
intrastromal inlays, dan silang kolagen.6

34
BAB III
KESIMPULAN

Intepretasi informasi penglihatan yang tepat tergantung pada kemampuan mata untuk
memfokuskan cahaya yang datang ke retina. Mata memiliki seperangkat komponen optik
yang mampu membiaskan sinar yang melaluinya. Komponen optik tersebut adalah sistem
lensa, terdiri atas kornea, Aqueous humour pada anterior chamber, lensa, dan vitreous
humour pada posterior chamber. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media refraksi
dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui
media refraksi dibiaskan tepat didaerah makula lutea.

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana
terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan
yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang
retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Dikenal istilah emetropia yang berarti
tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia yang berarti adanya kelainan refraksi seperti
miopia, hipermetropia,astigmat, dan presbiopia.

35
Mata bukanlah organ yang diciptakan tanpa tujuan,satu tubuh dicipta dengan
sistem yang saling terkait jika mata bermasalah, maka satu tubuh akan suffering . Kelainan
refraksi merupakan kelainan yang dapat dikoreksi, namun terkadang menjadi masalah yang
terabaikan bagi sebagian orang. Mengingat komplikasi morbiditas yang dapat ditimbulkan,
pencegahan dan deteksi dini dari kelainan refraksi amatlah penting ditengah peralatan
diagnostik yang sudah memadai dan pendidikan masyarakat yang sudah lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata Ed. 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.
p. 5-7, 9-10, 19, 43, 64-5, 73-5, 77-82, 264-273.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Ed. 6. Jakarta: EGC; 2011. p. 212-
20.
3. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes oftalmologi. Ed 11. Willy black well.: 2014

4. Anonym. 2011. Clinical Optics. American Academy of Ophthalmology: Singapore.


P.121-129

5. Vaughan dan Asbury. Oftalmologi umum. Ed. 17. Jakarta: EGC; 2016. P185-197

6. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophtalmology: A Systemic Approach. 7th Ed.


Buttonworth Heinemann Elsevier: 2011. p. 247-9.
7. Denniston AK, Murray PI. Oxford Handbook of Ophtalmology. 3rd Ed. United
Kingdom: Oxford Medical Publication; 2014 . p. 44, 829-36.

36
8. Stein HA, Stein RM, Freeman MI. Preliminary Examination. In: The Ophthalmic
Assistant: A Text for Allied and Associated Ophthalmic Personnel. 10th Ed. Elsevier;
2017. p. 115.
9. Olujic, SM, 2012. Etiology and Clinical Presentation of Astigmatism. In: Advances in
Ophtalmology; edited by Rumelt S. Available at:
www.intechopen.com/download/pdf/29985 Accessed: February 2nd 2017. p. 167-70.

37

Anda mungkin juga menyukai