Anda di halaman 1dari 18

Tugas Psikologi Pendidikan : Rancangan Program

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


Pandangan masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang berbeda dalam banyak
hal dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya. Artinya ada perbedaan yang sangat
mencolok, sehingga menimbulkan kekhawatiran / keraguan akan kemampuan anak-anak tersebut jika
belajar secara bersama-sama dengan anak normal pada umumnya. Oleh karena itu mereka harus
mendapat layanan pendidikan secara khusus. Maka timbulah pandangan bahwa konsep Pendidikan Luar
Biasa identik dengan Sekolah Luar Biasa.
Program SLB A
- SLB Bagian A, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk
peserta didik yag menyandang kelainan pada penglihatan (Tunanetra).
- Orientasi dan mobilitas untuk peserta didik Tunanetra

Tujuan :
- Untuk membimbing anak pada kehidupan yang mandiri.
- Membimbing anak untuk mendapat pengakuan dan tempat yang layak di masyarakat.

Program pendidikan :
- Program pendidikan umum, seperti pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama,
Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajian Tangan dan
Kesenian.
- Pembelajaran menggunakan Huruf Braille.
- Orientasi dan Mobilitasi (OM), merupakan kemampuan bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan indera yang masih ada atau masih berfungsi dengan cepat, tepat, aman, seperti :
- Jalan dengan pendamping / ada yang mengawasi.
- Jalan mandiri
- Latihan bantu diri. Alat bantu yang digunakan dalam orientasi dan mobilitas adalah tongkat putih
atau tongkat elektronik, kacamata elektronik, dll
- Belajar Matematika, dengan alat bantu berhitung seperti lidi atau kalkulator. Dapat juga menggunakan
beberapa alat bantu menghitung seperti cubaritmen, taylor frame, dan abacus.
- Program pendidikan jasmani untuk memantapkan latihan orientasi dan mobilitas, dengan menggunakan
petunjuk bunyi-bunyian, bau-bauan, arah angin, dan matahari. Misalnya :
- Lompat tali, anak dikenalkan dengan tali, letak tali. Anak berada di belakang guru. Anak meletakkan
tangannya di bahu / pinggang guru dan belajar bersama.
- Kayang, guru membimbing anak saat melakukan latihan mulai sikap berdiri, sikap tangan, gerak
tubuh, hingga anak dapat melakukan kayang.
- Bowling, Softball, Sepakbola, Basket, Renang, Sepatu roda, Senam, dan Tenis meja.

Alat khusus yang dapat digunakan antara lain :


- reglet dan pena
- mesin tik Braille
- computer dengan program Braille
- printer Braille
- kertas braille
- penggaris Braille
- abacus
- calculator bicara
- kompas bicara
Alat bantu perabaan dan pendengaran, seperti :
- menggunakan buku-buku dengan huruf Braille
- menggunakan talking books (buku bicara), kaset (suara binatang), CD, kamus bicara.
Alat peraga yang dapat digunakan :
- benda / model tiruan, model kerangka manusia, model alat pernafasan, dll
- gambar timbul sesuai dengan bentuk asli, grafik, diagram dll
- gambar timbul skematik, rangkaian listrik, denah, dll
- peta timbul, seperti provinsi, pulau, negara, daratan, benua, dll.
- globe timbul
- papan baca
- papan paku

Program SLB B
- SLB Bagian B, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk
peserta didik yang menyandang kelainan pada pendengaran (Tunarungu).

- Bina komunikasi, persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik Tunarungu

Tujuan :
- Membentuk optimisme anak untuk keluar dari masalah komunikasi
- Membentuk anak untuk bersosialisasi dan berintegrasi dengan anak sebaya di sekolah maupun di dalam
lingkungan rumah

Program pendidikan :
- Memberikan layanan deteksi dini, diagnosa, konsultasi, fasilitator dan penyediaan alat bantu dengar
( hearing aid ) dan Implant Coachlea, perawatan dan servisnya.
- Memberikan treatment Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI), Auditory Verbal dan Bina Wicara secara
kontinyu dan konsisten
- Program habilitasi melalui perbaikan cara komunikasi anak dengan menggunakan pendengaran sebagai
titik tolak dalam berinteraksi dengan lingkungan luar anak.
- Pendekatan komunikasi menggunakan komunikasi secara oral-aural (bukan isyarat) dan metode
pemerolehan bahasa, yaitu Metode Maternal Reflektif. Hal ini memungkinkan anak mampu berbahasa
dan berkomunikasi sebagai dasar untuk menguasai kompetensi yang lain.

Keterbatasan dalam komunikasi oral atau lisan berakibat pada lemahnya daya tangkap dan kemampuan
berbahasa seseorang. Jika seorang anak lemah daya tangkapnya, ia akan merasa minder atau terganggu
secara emosional serta hubungan sosialnya. Metode oral-aural ini bersifat aural, yakni menimbulkan daya
tangkap anak terhadap bahasa yang didengarnya dari ucapan orang lain dan memahami maksudnya.
Sementara itu, bersifat oral berarti agar anak dapat menggunakan bahasa secara lisan dalam pergaulan.

Cara manual dilakukan dengan memainkan bunyi-bunyian di belakang seorang anak. Setelah kemampuan
pendengaran diketahui, anak diajarkan cara berkomunikasi oral, yaitu dengan menirukan bentuk mulut,
merasakan getaran suara di bagian dada, serta ekspresi atau raut muka lawan bicara. Setelah itu, anak
berlatih melafalkan kata-kata, dan kemudian akan diajari pula penggunaan bahasa isyarat dengan tangan.

Program pengembangan keterampilan & budi pekerti :


- Tata boga, tata busana
- Membatik
- Komputer
- Melukis
- Kegiatan kepramukaan
- Outbond
- Widyawisata

Program SLB C
- SLB Bagian C, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk
peserta didik tunagrahita ringan dan SLB Bagian C1, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan
pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunagrahita sedang.
- Bina Diri untuk peserta didik Tunagrahita Ringan dan Sedang

Tujuan :
- Membangun ortopedagogik pada anak tunagrahita.
- Agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota
masyarakat.
- Dapat mengembangkan potensi dengan sebaik-baiknya.
- Dapat menolong diri, berdiri sendiri dan berguna bagi masyarakat.

Program pendidikan :
- Program mata pelajaran dasar umum, terdiri dari :
- Pendidikan Agama
- Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
- Bahasa Indonesia
- Bahasa Inggris
- Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA )
- Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS )
- Matematika

- Program pengembangan keterampilan, terdiri dari :


- Tata Boga
- Tata Graha
- Mengetik / Komputer
- Prakarya
- Refleksi
- Holtikultura
- Menjahit
- Sablon

Ekstrakurikuler, terdiri dari :


- Seni Tari - Olahraga
- Berenang - Pramuka
- Pianika - Angklung
- Badminton
Program SLB D

- SLB Bagian D, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk
peserta didik tunadaksa tanpa adanya gangguan kecerdasan dan SLB D1, yaitu lembaga pendidikan yang
memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunadaksa yang disertai dengan
gangguan kecerdasan.
- Bina Gerak untuk peserta didik Tunadaksa Ringan

Tujuan :
- Mengembangkan potensi anak seoptimal mungkin.
- Agar anak dapat mandiri, minimal dapat mengurus dirinya sendiri, menjadi lebih baik atau dapat
meningkat kualitas hidupnya.
- Anak dapat mengatasi permasalahan yang timbul sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari
kecacatannya.

Program pendidikan :
- Kegiatan identifikasi dan asesmen kemampuan dan ketidakmampuan anak dalam segi fisik, mental,
sosial, akademik, dan keterampilannya.

Assesmen dilakukan oleh team yang terdiri dari :


- Team Medis : dokter ahli anak, dokter ahli rehabilitasi, Fisioterapist.
- Team Pendidikan : Orthopedagog, Psikolog, Kepala Sekolah dan para guru.
- Team Sosial : Sosial Worker.
- Team Keterampilan : para Instruktur dan guru-guru keterampilan.

- Melaksanakan rehabilitasi kepada siswa tunadaksa, yaitu rehabilitasi medis, pendidikan, sosial, dan
keterampilan.
- Pengembangan intelektual dan akademik, membantu perkembangan fisik, meningkatkan perkembangan
emosi dan penerimaan diri anak, mematangkan aspek sosial, mematangkan moral dan spiritual,
meningkatkan ekspresi diri, dan mempersiapkan masa depan anak.
- Pembelajaran dilaksanakan di Ruang Belajar Kita ( RBK ) sebanyak mata pelajaran yang ada, karena di
RBK terdapat banyak sumber dan alat-alat yang dapat membantu pemahaman anak dalam belajar.
Dengan berpindah tempat belajar antar RBK, anak sekaligus latihan gerak mobilitas, juga anak-anak
tidak cepat bosan dengan banyak variasi ruangan serta lingkungannya.
- Program khusus berupa bina gerak, bina diri dan bina wicara serta program pilihan seperti tata boga,
olahraga, perkebunan, tanaman hias, dan pertukangan.

Program SLB E
- SLB Bagian E, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk
peserta didik tunalaras.
- Bina pribadi dan sosial untuk peserta didik tunalaras.

Tujuan :
- Membentuk anak berkebutuhan khusus yang berprestasi, terampil, mandiri, berbudi pekerti luhur dan
memasyarakat.
- Agar anak dapat hidup bersosialisasi dan diterima oleh masyarakat.
- Agar anak memiliki ketrampilan dasar sesuai bakat dan minatnya.
- Menumbuh-kembangkan pengamalan agama dan budaya luhur anak.
- Meningkatkan citra harkat dan martabat anak berkebutuhan khusus sehingga tidak mendapatkan
perlakuan diskriminatif dari pihak manapun.

Program pendidikan :
- Program pendidikan umum, seperti pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama,
Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajian Tangan dan
Kesenian.
- Pembelajaran dengan pendekatan aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan, serta pendekatan CTL
(Contextual Teacher Learning) secara efektik terus-menerus dan berkesinambungan.
- Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan
- Terapi perilaku sosial
- Terapi kelompok (peer teaching)
- Mengenalkan anak pada kehidupan sosial yang baik, seperti melalui game kelompok dan sebagainya,
untuk meningkatkan kebersamaan dan kehidupan social anak.
- Memberikan pengajaran dengan metode diskusi dan kelompok untuk meningkatkan kepercayaan diri
anak.
- Kegiatan outbond, agar anak berlatih bekerja sama dalam satu tim untuk mencapai tujuan, saling
membantu, melatih menjaga konsentrasi dengan pasangan.

Program SLB G
- SLB Bagian G, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk
peserta didik tunaganda.
- Bina diri dan bina gerak untuk peserta didik Tunadaksa Sedang dan Tunaganda.

Tujuan :
- untuk meningkatkan kemandirian anak

Program pendidikan :
- Program pendidikan mengakses empat bidang utama, yaitu bidang domestik, rekreasional,
kemasyarakatan, dan vokasional.
- Pengajaran mencakup di antaranya : ekspresi pilihan, komunikasi, pengembangan keterampilan
fungsional, dan latihan keterampilan sosial sesuai dengan usia anak.
- Ada kerja sama antara terapis bicara dan bahasa, terapi fisik dan okupasional dengan guru-guru serta
orangtua dalam menyadari akan kondisi obyektif anak-anak tunaganda.
- Memberikan layanan yang terbaik dalam proses pembelajaran yang didukung dengan penataan kelas
yang sesuai serta alat bantu dalam meningkatan keterampilan fungsional anak untuk dapat menjamin
kemandirian.
- Pengembangkan keterampilan sosial dan persahabatan untuk meningkatkan integrasi dengan anak
seusia serta dapat mendorong adanya perubahan sikap yang lebih positif melalui berpartisipasi dalam
kegiatan yg sama dengan anak-anak normal.

2. Sekolah Luar Biasa Solusi Pertama


Sekolah Luar Biasa adalah sekolah yang hanya menerima siswa berkebutuhan khusus dalam
beragam kondisi. Ada juga sekolah Pedagog yang pada prinsipnya sama dengan SLB, menerima murid-
murid hanya yang berkategori berkebutuhan khusus. Pendidikan luar biasa tersebut tidak total berbeda
dengan pendidikan bagi anak-anak normal pada umumnya. Hanya saja dalam pendidikan khusus terdapat
penambahan program pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan murid-muridnya yang spesial.
Sementara kurikulumnya sendiri secara garis besar merujuk kepada kurikulum nasional.
Keberadaan SLB merupakan solusi pertama bagi pemenuhan seluruh warga negara
berkebutuhan khusus dalam mendapatkan keterampilan primer. Seorang tunanetra atau tunarungu tidak
bisa serta merta didaftarkan masuk kesekolah biasa jika sebelumnya ia belum mendapat pelajaran baca
tulis Braille atau teknik membaca bibir. Sekolah Luar Biasa adalah jawaban atas kebutuhan utama
pendidikan lanjutannya. Pelayanan yang disediakan di SLB umumnya terdiri dari pelayanan medis,
psikologis dan sosial. Karena itu di SLB senantiasa melibatkan tenaga dokter, psikolog dan pekerja sosial
dan ahli pendidikan luar biasa sebagai sebuah tim kerja.
SLB dibagi menjadi tujuh berdasarkan kondisi ketunaan, yakni :
a. SLB A untuk tunanetra
b. SLB B untuk tunarungu
c. SLB C untuk tunagrahita yang mampu didik dan C1 untuk tunagrahita yang hanya mampu latih.
d. SLB D untuk tunadaksa dengan intelegensia normal. D1 untuk tunadaksa yang juga mengalami retardasi
mental.
e. SLB E untuk tunalaras.
f. SLB F untuk autis.
g. SLB G untuk tunagranda.
Selain dimasukan ke Sekolah Luar Biasa, terdapat berbagai macam pilihan bagi anak
berkebutuhan khusus mampu dididik untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan.
a. Mainstreaming atau pendidikan terpadu. Anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah ke SD tertentu
bersama anak-anak pada umumnya.
b. Kelas khusus penuh atau paruh waktu. Di sini anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah ke SD umum.
Pada model paruh waktu maka mereka bergabung dengan anak anak lain. Sedangkan model penuh
berarti anak-anak berkebutuhan khusus disediakan kelas tersendiri di sebuah SD umum.
c. Guru kunjung. Anak-anak berkebutuhan khusus yang domisilinya satu area dikumpulkan dalam satu
kelompok belajar secara teratur guru Pendidikan Luar Biasa datang mengadakan kegiatan belajar
mengajar di tempat.
d. Kejar paket A dan B. Sama dengan sistem Guru Kunjung terapi materi belajar yang diberikan terpusat
pada paket A dan B. Pemerintah menerapkan model ini dengan misi memberantas tuna aksara.
e. Asrama atau Panti. Berbagai jenis anak berkebutuhan khusus diasramakan secara insidental dengan
penanggung biaya adalah Pemda setempat.
f. Workshop. Mirip dengan mode asrama, hanya saja belajar mengajar diarahkan ke latihan prevocational,
terutama dibidang pekerjaan. Diperlukan kerja sama juga antara Diknas, Depsos, dan Depnaker.

3. Wadah Anak Special Needs


Juara-juara di SLB Kemala Bhayangkari I Trenggalek. Berbincang dengan Kepala Seolah SLB
Kemala Bhayangkari 1 Trenggalek menyiratkan bahwa Pardiono,S.Pd yang sudah bertugas selama
24 tahun ini memang seolah menyatu dengan anak-anak didiknya. SLB Trenggalek didirikan 38 yahun
lalu dengan jumlah 17 siswa yang terdiri dar tunanetra, tunarungu, dan tunagrahita serta 5 orang guru.
Kini jumlah siswa telah bertambah menjadi 187. Sekolah ini sangat mengedepankan kegiatan
keterampilan para siswanya. Bagi anak tunanetra : masase dan kerajinan tangan. Anak tunarungu : potong
rambut, menjahit, dan bengkel. Anak tunagrahita : tataboga, budidaya ikan, dan budidaya bunga. Anak
tunadaksa dilatih berternak kambing.
Pramuka menjadi salah satu kegiatan ekstrakulikuler yang dapat dikuti oleh berbagai jenis
kekhususan. Selain itu masih banyak kegiatan lain yang dapat diikuti siswa sesuai dengan tingkat
kekhususan dan kemampuannya. Misalnya saja anak tunarungu belajar seni pantomim dan seni tari. Anak
tunagrahita belajar seni tari, deklamasi dan membaca puisi. Anak tunanetra yang menurut Pardiono lebih
peka terhadap rangsangan pendengaran, maka dilatih untuk belajar seni music dan seni
suara. Keterampilan serupa juga diberikan juga di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) Luar Biasa,
yang didirikan tahun 2010 dengan jumlah siswa 26. Dengan perkembangan teknologi dan komunikasi
proses belajar mengajar telah difasilitasi dengan laptop, computer, LCD projector, papan tulis interaktif
dan jaringan internet.

4. Terpadu dan Berbaur di Sekolah Inklusif


SLB dan sejenisnya merupakan jawaban mengenai pertanyaan dimana dan bagaimanakah anak-
anak khusus memperoleh amunisi berupa keterampilan hidup dasar agar mereka bisa mandiri, tetap
mempu berkarya, selarasa dengan lingkungan sosialnya serta potensi kemanusiaannya tidak tersia-siakan.
Namun dalam kerangka persepsi masyarakat tumbuh sebuah cap yang ditempelkan kepada SLB sebagai
tempat beroleh pendidikan bagi kalangan asing. Dalam arti kata asing dalam keseharian, pengalaman
dan juga empati. Tidak ada yang salah dengan sekolah-sekolah luar biasa yang khusus menerima anak-
anak special needs saja. Harus disadari pada diri anak-anak itu terdapat urgensi agar mereka sesegera
mungkin dilatih fasih menguasai keterampilan hidup dasar yang tidak mungkin diperoleh di sekolah-
sekolah umum. Namun sengaja memisahkan dan membeda-bedakan sekolah bagi anak-anak khusus
untuk seterusnya, adalah tindakan yang berlawanan dengan pandangan hidup yang berlaku universal
bahwa semua orang terlahir ke dunia dengan hak-hak yang sama. Kita belajar dan terbiasa tepo saliro
mengatasi perbedaan yang hakiki antara manusia seperti suku, ras, agama, dan lain-lain.
Ada juga anggapan bahwa pemisahan anak-anak berkebutuhan khusus ada baiknya hanya dalam
rangka pembelajaran (instruction) dan bukan dalam tujuan pendidikan. Jika secara mental dan fisik anak
special need tidak membahayakan orang lain juga dirinya sendiri, alangkah lebih tepatnya apabila mereka
diintegrasikan dalam sebuah wadah pendidikan yang sama. Menyatukan anak special needs dengan anak-
anak pada umumnya adalah sarana bagi mereka untuk saling belajar hidup dengan cara yang lebih positif.

5. Pendidikan Inklusif
Menurut Johnen dan Skjorten (2003), pendidikan inklusif adalah system layanan pendidikan
yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas
regular bersama-sama teman seusianya.Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah
sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak. Artinya dalam
pendidikan inklusif tersedia sumber belajar yang beragam dan mendapat dukungan dari semua pihak,
meliputi para siswa, guru, orang tua dan masyarakat sekitarnya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa
di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai
suatu komunitas.
Dengan kata lain, pendidikan inklusif merupakan pendidikan terpadu yang diharapkan dapat
mengakomodasi pendidikan bagi semua, terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus yang
selama ini masih banyak yang belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan seperti anak-anak
normal. Menggabungkan murid berlatarkan kemampuan fisik dan mental yang jelas berbeda, sekolah
inklusif tentunya tidak bisa menentukan naik kelas atau tidaknya seorang murid berdasarkan penilaian
terhadap penguasaan atas kurikulum umum. Konsekuensinya sebuah sekolah inklusif harus memodifikasi
aspek-aspek penilaian terhadap seorang murid menjadi lebih terbuka dan benar benar disesuaikan
dengan kondisi anak, guru mata pelajaran dan guru pendidikan khusus.Guru yang bukan lulusan PLB pun
harus memiliki pengetahuan dasar tentang pendidikan luar biasa.

6. Kabupaten atau Kota Pelopor Pendidikan Inklusif


Direktur pembinaan pendidikan khusus dan layanan khusus pendidikan dasar kementrian dan
kebudayaan (PKLK), DR.Mudjito menyatakan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus harus
mendapatkan pendidikan secara khusus pula. Dia mengacu pada UU Sistem Pendidikan Nasional dan
UUD 1945 bahwa setiap warga Negara termasuk anak-anak berkebutuhan khusus/disabilitas berhak atas
pendidikan yang sama. Untuk itu pemerintah sampai saat ini telah menyediakan sekiotar 1700 an sekolah
luar biasa (SLB). Komitmennya pada pendidikan anak-anak disabilitas direalisasikannya dengan
mengirim para stafnya untuk magang selama tiga bulan di SLB-SLB agar lebih mendalami dan
memahami kebutuhan anak-anak tsb, walaupun hal itu terkadang menyebabkan ia diprotes anak buahnya
yang tidak setuju dengan kegiatan tersebut.
Melalui Direktorat PKLK Dikdas, Kemendikbud melakukan dua pendekatan. Pertama, bagi
anak anak yang merasa cocok dan nyaman di SLB, yang mana saja tercatat 85 ribu siswa, tetap
mendapat pendidikan di SLB. Kedua, 116 ribu siswa disabilitas saat ini bisa tertampung di 30 ribu
sekolah inklusif ini akan terus diperluas dengan pendekatan berbasis kabupaten/kota, sementara 20
pemda lainnya sudah menyatakan keinginan untuk bergabung. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi
pemda untuk turut dalam program tersebut, yakni : ada regulasi bupati/walikota, membentuk kelompok
kerja lintas sektoral dan menyediakan dana pendamping. Untuk program yang berkenaan dengan
kebutuhan sekolah sekolah inklusif terhadap tenaga guru pendamping khusus (GPK) yang saat ini
jumlahnya belum mencukupi, Kemendikbud menempuh langkah kerja sama dengan perguruan tinggi
untuk melakukan pelatihan selama dua semester bagi para guru. Pelatihan tersebut saat ini baru
dilaksanakan di UPI dan UNISA karena kedua universitas tersebut telah memiliki program S1 san S2 di
bidang GPK.

Dewasa ini salah satu masalah besar yang sedang muncul dan perlu mendapat perhatian
khusus adalah banyaknya peserta didik yang mengalami kesulitan dalam proses belajar
karenakan kelainan yang mereka alami, meliputi kelainan fisik, mental, emosional dan
sosial. Dengan adanya kelainan itu, anak berkebutuhan khusus (ABK) juga memerlukan
pembelajaran dan bimbingan seperti halnya anak normal pada umumnya. Dengan adanya
ketetapan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 23 tentang sistem pendidikan nasional,
disebut kan bahwa pendidikan khusus (sekolah luar biasa)merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fisik, mental, emosional, dan sosial. Di sini dapat ditekankan bahwa setiap anak abnormal
belum tentu memerlukan pendidikan khusus karena selama anak abnormal belum mengalami
kesulitan dalam proses pembelajaran. Dengan adanya ketetapan dalam Undang-Undang No.
20 Tahun 2003 pasal 23 tersebut memberikan kekuatan yang penuh terhadap reaksi-reaksi
keluarga yang frustasi terhadap kelainan yang di sandang buah hatinya. Selain itu, hal ini juga
memberikan kekuatan dan kesempatan yang sangat di butuhkan anakanak berkebutuhan
khusus untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki.
Dengan memberikan kesempatan yang sama terhadap ABK dalam memperoleh bimbingan dan
pembelajaran, secara tidak langsung hal ini mengurangi rasa ketergantungan anak terhadap
orang lain seperti yang terjadi kebanyakan anak abnormal pada umumnya. Selain itu, hal ini
juga mengurangi kesenjangan yang mereka alami dan akhirnya membuat mereka lebih mandiri
dengan kelainan yang mereka alami. Di samping itu, tedapat efek psikologis yang positif
terhadap anak tersebut, yaitu memotivasi anak untuk tumbuh dan berkembang serta
berprestasi dalam bakatnya sehingga mampu meningkatkan harga dirinya yang nilainya lebih
penting daripada nilai finansial di dunia ini.
Seperti yang pernah terjadi pada salah satu murid Sekolah Autisme Laboratorium Universitas
Negeri Malang (UM) pada Festival Seni dan Olahraga Anak Autis se-Jawa. Mereka
menunjukkan prestasinya di depan para orang tua dan peserta autis lainnya (Jombang, Blitar,
Surabaya, dll.)seperti menari, membaca puisi, dan fashion. Uniknya, mereka mampu menjadi
dalang cilik sehingga menjadi bukti bahwa anak-anak berkelainan maupun anak berkebutuhan
khusus juga mampu berkreasi. Di akhir kegiatan tersebut, Sekolah Autis UM mampu menjadi
juara umum dengan mengalahkan peserta autis lainnya.
Hal ini memberi bimbingan dan pembelajaran kepada anak-anak berkebutuhan khusus. Hal ini
juga tidak semudah membalikkan telapak tangan kita karena setiap jenis kelainan yang
disandang membutuhkan perangkat belajar yang berbeda dan metode-metode belajar yang
berbeda pula sesuai dengan tingkat kesulitan yang mereka alami. Dengan adanya hal tersebut,
upaya pemberdayaan anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan biaya yang tidak murah.
Tidak seperti anak-anak normal yang tingkat penanganan dan perangkat pembelajaran yang
sama.
Adanya kenyatan tersebut, sebagai seorang pembimbing harus mempunyai pendidikan yang
relevan yang sesuai dengan ciri dan karakteristik anak penyandang ketunaan yang dialami.
Seperti asal mula penyebab kelainan, dampak psikologi, dan prinsip-prinsip layanan ABK.

Sosialisasikan Eksistensi PLB Kita


Dalam mewujudkan pendidikan yang sesuai dengan ketetapan pemeritah tentang Pendidikan
Luar Biasa (PLB), maka kita harus mengerti bahwa setiap kelainan memiliki dampak sehingga
seringkali menimbulkan masalah bagi lingkungan keluarga, masyarakat luas, dan psikologi
anak itu sendiri. Hal ini juga tak jarang berdampak dalam melakukan ekplorasi dan lama-
kelamaan dia akan mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas yang memanfatkan alat
sensorik dan motorik mereka.
Rendahnya reaksi sekitar terhadap kelainan anak dapat menimbulkan sifat frustasi terhadap
ABK. Biasanya pemikiran tersebut didasarkan bahwa kelahiran buah hatinya akan menurunkan
martabat keluarga mereka. Ada empat kemungkinaan reaksi orang tua atau orang-orang
sekitar terhadap kehadiran ABK. Pertama, reaksi orang tua yang overprotection sehingga anak
mengalami ketergantungan terhadap orang lain. Kedua, reaksi orang tua yang kecewa
biasanya terjadi karena buah hati yang dilahirkan tidak sesuai dengan yang di inginkan.
Ketiga, reaksi orang tua yang malu sehingga menyembunyikan buah hatinya. Keempat, reaksi
orang tua yang memerima realitas yang sedang dialami buah hatinya sehingga menimbulkan
kepribadian yang positif.
Sejauh ini, banyak yang iba ketika melihat penyandang ketunaan, khususnya banyak para
siswa dan masyarakat luas. Tidak jarang pula yang memandang rendah. Dengan adanya
sosialisasi ini, mereka akan mengerti betapa luasnya jiwa para pembimbing ABK karena
mereka lain dari pada yang lain. Seperti profesi guru sekolah luar biasa (GSLB). Selain tugas
pokoknya menjadi seorang guru, dia juga berperan sebagai fisiologi terapi, speed terapi, dan
tak kalah penting adalah mereka mampu mengembangkan kemampuan mereka yang sangat
membantu mengembangan bakat dan minat yang sesuai dengan intensitas yang di miliki.
Prevelensi tentang ABK di Indonesia sejauh ini belum diperoleh data yang cukup valid yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang sehingga setiap institusi yang berkepentingan
menyajikan data sesuai dengan versinya. Dengan adanya hal itu, menjadikan orang-orang di
sekitar mereka kagum dengan kekurangan yang disandangnya. Bagaimanapun dan sesulit
apa pun strategi pembelajaran untuk ABK sangat perlu untuk mengenalkan PLB karena jiwa
dan hati anak-anak abnormal juga seperti anak-anak normal pada umumnya.

KEBERADAAN ABK DI SEKOLAH


Istilah yang digunakan di Indonesia saat ini adalah anak berkebutuhan khusus
sebagai terjemahan dari istilah Children with Special needs. Istilah ini muncul
sebagai akibat adanya perubahan cara pandang masyarakat terhadap anak luar biasa
(Exceptional Children). Pandangan ini baru meyakini bahwa semua anak luar biasa
mempunyai hak yang sama dengan manusia pada umumnya. Oleh karena itu, semua
anak luar biasa baik yang berat maupun yang ringan harus dididik bersama-sama
dengan anak-anak pada umumnya di tempat yang sama. Dengan perkataan lain anakanak
luar biasa tidak boleh ditolak untuk belajar di sekolah umum yang mereka
inginkan. System pendidikan seperti inilah yang disebut dengan pendidikan inklusif.
Dalam system pendidikan seperti ini digunakan istilah anak berkebutuhan khusus
untuk menggantikan istilah anak luar biasa yang mengandung makna bahwa setiap
anak mempunyai kebutuhan khusus baik yang permanen maupun yang tidak
permanen.
Selama ini anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel)
disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis
difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari telah
menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak nonfabel.
Akibatnya dalam interaksi sosialdi masyarakat kelompok difabel menjadi
komunikasi yang terisolir dari dinamika sosial di masyarakat.
Masih banyak anggapan bahwa keberadaan aanak berkebutuhan khusus akan
menjadikan masalah baru baik dikelas maupun di sekolah. Dari sisi orang tua anak
berkebutuhan khusus (ABK) sering timbul kekhawatiran apakah mereka dapat
bergabung bersama-sama teman-temannya tidak akan menyakiti dan
mempermainkannya, apakah anaknya dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Seringkali juga guru bertanya apakah keberadaan anak berkebutuhan khusus tidak
membuatnya terbebani dengan tujuan nilai kelas, apakah dirinya mampu menangani
anak tersebut. Kekwatiran yang diperkirakan sebelumnya tidak selamanya terbukti.
Banyak sisi positif yang dimiliki anak berkebutuhan khusus. ABK biasanya memiliki
empati yang tinggi dibandingkan anak normal yang lainnya. Bagi ABK perasaan
diterima oleh teman-teman akan sangat memotivasi dalam diri untuk mengejar
ketinggalannya.
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
Anak berkebutuhan khusus menunjukkan anak yang memiliki cacat fisik, atau
ketidakmampuan IQ rendah, serta anak dengan permasalahan sangat kompleks
sehingga fungsi-fungsi kognitifnya mengalami gangguan.
Mereka secara fisik, psikologis atau sosial terhambat dalam mencapai
aktualisasi potensinya secara maksimal. Heryanti, ahli psikolog mengatakan bahwa
populasi anak berkhutuhan khusus meningkat antara lain karena semakin banyaknya
orang yang peduli terhadap anak berkebutuhan khusus dan adanya perubahan gaya
hidup yang memang berbeda pada zaman dulu.
Banyak anak berkebutuhan khusus mengalami masalah serius dalam
pengendalian perilaku dan memerlukan bantuan untuk mengendalikan ledakanledakan
perilaku agresif yang tidak relevan dengan situasi sehari-hari.Menurut
Widyawawti ahli kejiwaan bahwa ABK yang perlu penanganan tidak harus belajar di
sekolah khusus. Mereka bisa saja di sekolah umum asalkan mereka bisa mengikuti
pelajaran dengan baik.\\
JENIS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Kelainan Mental terdiri dari; (a) Mental Tinggi : Intelektual diatas normal yang
memiliki kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas, (b) Mental rendah: Anak
yang lambat belajar memiliki IQ 70-90 sedangkan anak yang memiliki IQ di
bawah 70 dikenal dengan anak berkbutuhan khusus, (c) Berkesulitan belajar:
Anak anak yang memiliki kapasitas intelektual normal tetapi memiliki prestasi
belajar rendah.
Kelainan fisik, meliputi Kelainan Tubuh (Tunadaksa), Kelainan Indera
Penglihatan (Tunanetra), Kelainan Pendengaran (Tunarungu), Kelainan Bicara
(Tuna Wicara).
Kelainan Emosi, meliputi; (a) Gangguan Perilaku: mengganggu dikelas, tidak
sabaran, tidak menghargai, menentang,menyalahkan orang lain, (b) Gangguan
Konsentrasi(ADD/Attention Deficit Disorder): sering gagal untuk memperhatikan
secara detail, kesulitan untuk memperhatikan tugas-tugas atau aktivitas, sering
tidak mendengarkan ketika orang lain berbicara, sering tidak mengikuti intruksi
untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah, sering tidak membawa peralatan
sekolah, mudah melupakan terhadap aktivitas sehari-hari, (c) Gangguan
Hiperaktif (ADHD/Attention Dificit Heperactity Disorder).
Menurut World Health Organization (WHO), bahwa Anak berkebutuhan khusus
adalah: (1) Impartment merupakan suatu keadaan atau kondisi di mana individu
mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologis, fsiologis atau fungsi struktur
anatomis, (2) Disability merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami
kekurangmampuan yang dimungkinkan karena adanya keadaan impairment seperti
kecacatan pada organ tubuh. Contoh: cacat kaki maka dia akan berkurangnya fungsi
kakinya, (3) Handicaped merupakan ketidak beruntungan individu yang dihasilkan
dari impairment atau disability. Ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungan.
PERENCANAAN BIMBINGAN KONSELING
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 menyebutkan bahwa; (1)
Bimbingan dalam rangka menemukan siswa dimaksudkan untuk membantu siswa
mengenal kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya, (2) Bimbingan dalam
rangka mengenal lingkungan dimaksudkan untuk membantu siswa menyesuaikan diri
Gainau, Pemberdayaan Anak Berkebutuhan Khusus. (14 - 25)
19
dengan lingkungan sosial, ekonomi, budaya, serta alam yang ada, (3) Bimbingan
dalam rangka merencanakan masa depan mempersiapkan diri untuk langkah yang
dipilihnya setelah tamat belajar pada sekolah menengah serta kariernya di masa
depan.
Lebih lanjut Aubrey dalam Pitrofesa (1980) mengemukakan bahwa
bimbingan adalah fungsi layanan dan program yang komprehensif yang terancang di
sekolah untuk mempengaruhi perkembangan pribadi dan kompetensi kejiwaan siswa.
Gysber dan Henderson, (1988) menegaskan, bahwa keefektifan suatu program
bimbingan dapat diukur dalam bentuk ratio pemanfaatan sumber-sumber yang ada
secara tepat, agar meningkatkan hasil. Sumber-sumber yang dimaksud adalah (1)
sumber daya manusia (human resources), (2) sumber-sumber financial (financial
resources), dan (3) sumber-sumber politik (political resources). Gysber dkk (1992)
menggambarkan elemen-elemen program sebagai berikut: dalam membuat suatu
kegiatan baik layanan maupun kegiatan pendukung harus melalui beberapa tahap agar
pelaksanaan suatu program termasuk bimbingan belajar adalah harus berdasarkan
kebutuhan siswa, lengkap dan menyeluruh, sistematik, terbuka dan luwes ,
memungkinkan kerjasama dengan semua pihak yang terkait dan memungkinkan
diselenggarakannya penilaian dan tindak lanjut.
BK adalah suatu program yang isinya memuat rencana yang direncanakan
secara terperinci dan baik memberikan keuntungan diantaranya; (a) Tujuan setiap
kegiatan bimbingan akan lebih jelas, (b) Memungkinkan para petugas bimbingan
untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya, dengan menghindarkan kesalahankesalahan
yang mungkin terjadi, dan usaha-uasaha coba-coba yang tidak
menguntungkan, (c) Pemberian pelayanan bimbingan lebih teratur dan memadai siswa
akan menerima pelayanan bimbingan secara seimbang dan menyeluruh, baik dalam
hal kesempatan ataupun dalam jenis pelayanan bimbingan yang dperlukan, (d) Setiap
petugas bimbingan akan menyadari peranan dan tugasnya masing-masing dan
mengetahui pula bilamana dan dimana mereka harus bertindak, dalam itu para petugas
bimbingan akan menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk kemajuannya
sendiri dan untuk kepentingan siswa-siswa yang dibimbingnya, (e) Penyediaan
fasilitas akan lebih sempurna dan dapat dikontrol, (f) Memungkinkan lebih eratnya
komunikasi dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan kegiatan bimbingan,
(g) Adanya kejelasan kegiatan bimbingan belajar dari antara keseluruhan kegiatan
program sekolah (Flurentin, 1990).
Menurut Gysber dan Henderson (1988) dalam rangka merancang suatu
program bimbingan konseling, ada dua hal yang dilakukan yaitu: (1) merumuskan
tujuan, dan (2) memilih strategi yang cocok. Sedangkan slameto (1987)
menyebutkan langkah- langkah dalam penyusunan bimbingan adalah; (a)
Menginventarisasi masalah dan kebutuhan yang ada. Seharusnya diperhatikan adalah
masalah yang riil yang dihadapi murid atau kebutuhan murid sehubungan dengan
masa perkembangannya. Inventarisasi hendaknya didasarkan pada pengamatan yang
teliti atau menggunakan metode kuesioner, wawancara, checklist dan sebagainya, (b)
Menentukan prioritas masalah atau kebutuhan yang akan ditangani lewat program
bimbingan. Prioritas ini perlu ditentukan mengingat kemampuan dan tenaga yang ada,
(c) Menentukan teknik atau kegiatan dan pendekatan menolong yang tepat dengan
masalah dan kebutuhan yang hendak ditangani tadi, (d) Menentukan pelaksana untuk
masing-masing kegiatan yang hendak dilakukan dalam rangka pelaksanaan program
bimbingan, (e) Evaluasi kerja dilakukan setelah lewat kurun waktu kerja yang telah
ditentukan, apakah untuk jangka waktu satu semester ataukah satu tahun.
Dalam membuat suatu kegiatan baik layanan maupun kegiatan pendukung
harus melalui beberapa tahap agar pelaksanaan suatu program termasuk bimbingan
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
20
belajar adalah harus berdasarkan kebutuhan siswa, lengkap dan menyeluruh,
sistematik, terbuka dan luwes , memungkinkan kerjasama dengan semua pihak yang
terkait dan memungkinkan diselenggarakannya penilaian dan tindak lanjut.
Pembuatan perencanaan bimbingan konseling di sekolah hendaknya dapat
melibatkan seluruh personil yang ikut dalam pelaksanaan kegiatan. Bimbingan
konseling memberikan dampak pada hubungan yang lebih akrab antara konselor, guru
dan siswa di sekolah. Setiap guru mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam
menyusun rencana kegaitan atau program sekolah, oleh karena itu mereka harus
diikutsertakan secara maksimal dalam penyusunan perencanaan secara keseluruhan
maupun sesuai dengan bidang kerja masing-masing (Nawawi, 1985). Begitu pula
dengan penyusunan bimbingan konseling perlu melibatkan semua personil sekolah
yang dikoordinir oleh konselor melalui kepala sekolah. Keberhasilan suatu program
bimbingan dapat dikatakan dapat tergantung kepada pimpinan yang bijaksana dan
kerja sama yang diberikan oleh semua pihak yang bertanggung jawab.
Di dalam penyusunanan bimbingan konseling, kegiatan yang pertama tama
dimulai dari meneliti kebutuhan siswa, yang meliputi informasi belajar yang
dibutuhkan dan kebutuhan siswa dengan cara melihat prestasi belajarnya.
Agar layanan BK di sekolah dapat berjalan dan berhasil dengan baik, maka
perlu disusun suatu program atau rencana kerja yang sebaik-baiknya dan juga perlu
ada pelaksanaan yang jelas serta membantu siswa untuk memahami dirinya, (Lapan
2000, Mikpa 1989). Bimbingan konseling yang direncanakan secara terperinci dan
baik dapat memberikan keuntungan, baik bagi siswa yang mendapat layanan
bimbingan maupun bagi petugas bimbingan yang menyelenggarakannya
PELAKSANAAN KEGIATAN BK
Pentingya dilaksanakan kegiatan belajar bagi siswa untuk menuju
perkembangan yang optimal, menuntut pula berbagai hambatan yang dialami siswa
segera dicarikan alternative penyelesaiannya, sehingga siswa tidak mengalami
kesulitan dalam mencapai tujuan belajarnya. Pemberian BK bagi siswa merupakan
pemberian agar siswa dapat mengenal, menumbuhkan dan mengembangkan diri,
sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan program BK di SLTP dalam rangka menyiapkan siswa
untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi atau berperan serta dalam
kehidupan masyarakat.
Adapun tugas masing-personil dalam sekolah adalah sebagai berikut:
Kepala Sekolah; Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan di sekolah termasuk
layanan bimbingan tugas kepala sekolah sebagai berikut; (a) Mengkoordinasikan
kegiatan layanan bimbingan, (b) Menyediakan tenaga, sarana , dan fasilitas yang
diperlukan, (c) Melakukan supervisi terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian kegiatan layanan bimbingan.
Guru Mata Pelajaran; tugasnya (a) Melaksanakan bimbingan belajar melalui proses
belajar mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya, (b)
Berkonsultasi dengan guru kelas/pembimbing dalam hal masalah-masalah yang
berkaitan dengan bimbingan, (c) Berkoordinasi dengan guru kelas/pembimbing dalam
hal pengembangan program bersama/ terpadu, (d) Memberikan informasi yang
diperlukan dalam rangka penilaian proses dan hasil belajar, (e) Membantu setiap
siswa dalam mengatasi masalah-maslah belajar yang dialaminya, (f) Mengevaluasi
keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukan.
Gainau, Pemberdayaan Anak Berkebutuhan Khusus. (14 - 25)
21
Konselor/ Guru Pembimbing, tugasnya (a) Merencanakan program bimbingan, (b)
Melakukan koordinasi dengan kepala sekolah dan guru mata pelajaran, (c)
Melaksanakan kegiatan layanan bimbingan, (d) Menilai proses dan hasil layanan
bimbingan, (e) menganalisis hasil penilaian layanan bimbingan, (f) melaksanakan
tindak lanjut berdasarkan hasil kegiatan, (g) Membantu siswa dalam kegiatan
ekstrakurikuler, (h) menyusun dan menyebarkan angket kepada siswa dan guru untuk
mengetahui kebutuhan bimbingan belajar.
Tugas bersama konselor dan guru bidang studi, tugasnya; (a) Mengelola data angket
untuk mengetahui tingkat kebutuhan siswa terhadap bimbingan belajar, (b)
Mengkoordinasikan rencana pelaksanaan kepada staf sekolah, (c) Merancang teknik
pelaksanaan bimbingan (Metode Pelaksanaan, Waktu dan tempat pelaksanaan, dan
pelaksana (team work), (d) Menyediakan sarana dan prasaran penunjang, (e)
Mengadakan evaluasi:Selama proses kegiatan bimbingan (proses), Pada akhir
kegiatan bimbingan (akhir), Mengadakan follow up, Merancang metode follow up
kegaiatan bimbingan, Melaksanakan bimbingan follow up, Menyusun laporan
kegiatan bimbingan dan melaporkan kepala sekolah.
PEMBERDAYAAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS MELALUI
BIMBINGAN KONSELING
Konsep belajar tuntas yang dianut kurikulum di Indonesia menuntut agar para
siswa dalam setiap pertemuan pembelajaran dapat menguasai unit bahan tertentu
secara tuntas sebelum siswa tersebut melanjutkan usahanya untuk mempelajari atau
menguasai bahan selanjutnya. Penguasaan terhadap bahan yang kini sedang
dipelajarinya akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap usaha dan keberhasilan
siswa dalam menguasai bahan berikutnya.
Kenyataan menunjukkan kepada kita bahwa tidak semua siswa, pada setiap
saat berhasil dalam kegiatan belajar yang dilakukannya. Ketidakberhasilan yang
dialami siswa dapat bersumber pada keadaan diri siswa sendiri atau dapat pula
bersumber pada faktor uang ada diluar dirinya. Yang pasti bahwa mereka, sadar
ataupun tidak membutuhkan bimbingan orang lain dalam usaha mengatasi kesulitan
yang dihadapinya agar tujuan belajar yang mereka lakukan tercapai secara lebih baik.
Layanan bimbingan ini lebih-lebih dirasakan kebutuhannya bagi siswa-siswa anak
berkebutuhan khusus yang karena kelainannya yang bermacam-macam dapat
merupakan salahsatu faktor timbulnya kesulitan belajar di sekolah. Oleh sebab itu
anak berkebutuhan khusus perlu diperdayakan atau di kembangkan kemampuannya
agar mereka tidak ketinggalan dalam prestasi belajarnya di kelas.
Menurut Irwan (2005) ada beberapa dasar BK dapat diberikan bagi anak
berkebutuhan khusus:
Dasar Historis, yaitu proses pembelajaran di sekolah awalnya tidak terlepas dari BK
mengingat proses pengembangan potensi siswa, membutuhkan intervensi pendidikan
secara terpadu. Misalnya layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
beberapa negara, tidak terlepas dari layanan BK. (Neely, Mergery,1982).
Dasar Yuridis, Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Ps 5 ayat (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu. Ayat (2) Warganegara yang memiliki kelainan
fisik, emosional, mental, intelektual atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus. BK dalam rangka menemukan pribadi, mengandung makna bahwa guru
kelas kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan diharapkan mampu mengenal
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki siswa serta menerimanya secara positif dan
dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih baik lagi.
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
22
Dasar Psikologis Pedagogis, yaitu dalam diri siswa terdapat sejumlah potensi yang
membutuhkan stimulasi dari lingkungan melalui sentuhan-sentuhan Psychoeducational.
Kaitannya dengan pengembangan potensi anak luar biasa, maka BK
sebagai salah satu wujud intervensi pendidikan,memiliki pearnan yang sangat
diperlukan sama halnya dengan proses pembelajaran di dalam kelas.
Dasar Sosio Cultural, yaitu pendidikan sebagai upaya mempersiapkan peserta didik
yang memiliki kompetensi melaksanakan peran-peran sosial budaya
Bimbingan konseling bagi ABK adalah suatu kegiatan pelayanan bantuan
kepada peserta didik atau siswa berkebutuhan khusus disekolah oleh guru BK atau
konselor secara terencana, terorganisir dan terkoordinasi yang dilaksanakan pada
periode tertentu, teratur dan berkesinambungan atau berkelanjutan. Menurut Thomson
et al (2004) bahwa BK dapat membantu anak berkebutuhan khusus untuk
mengoptimalkan kemampuannya melalui; (a) Anak harus mengenal diri sendiri, (b)
Menemukan ABK yang spesifik sesuai dengan kalainannya. Kebutuhan ini muncul
menyertai kealinannya, (c) Menemukan konsep diri, (d) Memfasilitasi penyesuaian
diri terhadap kelainan/kecacatannya, (e) Berkoordinasi dengan ahli lain, (f)
Melakukan konseling terhadap keluarga ABK, (g) Membantu perkembangan ABK
agar berkembangan efektif, memiliki keterampilan hidup mandiri, (h) Membuka
peluang kegiatan rekreasi dan mengembangkan hobi, (i) Mengembangkan
keterampilan personal dan sosial, (j) Bersama-sama merancangn perencanaan
pendidikan formal, pendidikan tambahandan peralatan yang dibutuhkan.
Ada beberapa cara yang dilakukan oleh konselor untuk memberdayakan anak
berkebutuhan khusus melalui bimbinngan yaitu::
Bimbingan Belajar
Kesulitan dalam memecahkan masalah belajar melalui kegiatan bimbingan
belajar antara lain: (a) Kesulitan dalam menguasai efektivitas dan efisiensi belajar
baik secara kelompok maupun secara individual, (b) Kesulitan dalam upaya
meningkatkan motif belajar. Tidak jarang anak yang enggan belajar, malas untuk
memeulai belajar dan bahkan seringkali tidak siap untuk belajar akibatnya anak asalasalan
saja dengan hasil yang tidak memuaskan, (c) Kesulitan dalam cara
memahami dan menggunakan buku pelajaran dan kemudahan lainnya ayang telah
tersedia dipusat sumber belajar disekolah, (d) Kesulitan dalam menyelesaikan tugastugas
sekolah, baik tugas yang harus dilakasanakan secara individual maupun yang
harus dikerjakan melalui kelompok terbatas, (e) Kesulitan dalam mempersiapkan diri
menghadapi ulangan dan ujian, (f) Kesulitan dalam memilih pelajaran atau kegiatan
vokasional yang cocok dengan minat, bakat, dan kondisi nyata dari siswa,
(g) Kesulitan yang dtemui siswa dalam bidang studi khusus seperti matematika, olah
raga, menggambar dan lainnya, (h) Kesulitan dalam mengembangkan cara-cara
belajar yang baik, (i) Kesulitan dalam membagi waktu belajar diantara kegiatan
lainnya, baik disekolah maupun di luar sekolah, (j) Kesulitan dalam menentukan
pilihan kegiatan tambahan yang termasuk dalam kegiatan ko-kurikuler dan kegiatan
ekstra kulikuler.
Pembimbing berkewajiban membantu siswa dalam memecahkan masalah
pengajaran diatas dengan berbagai bentuk bimbingan. Usaha pembimbing diarahkan
kepada siswa untuk membantu siswa agar dapat menyesuaikan dii secara memadai
dalam situasi belajar. Pembimbing harus bisa membina motif belajar intringsing
siswa. Melalui usaha bimbingan dapat diharapkan semua siswa dapat belajar secara
efektif dan efisien, sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang dimilikinya
Gainau, Pemberdayaan Anak Berkebutuhan Khusus. (14 - 25)
23
dengan mempegunakan fasilitas yang ada dalam lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
Bimbingan Pribadi Sosial
Bimbingan pribadi sosial dalam hal ini siswa dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Penyesuaian diri merupakan salah satu tugas perkembangan siswa. Siswa
dituntut untuk dapat menyesuaikan dirinya,baik dengan dirinya sendiri, dengan
keluarga, dengan lingkungan sekolah, dengan teman sebaya dan dengan masyarakat
luas.
Penyesuain diri dengan sekolah berarti bahwa anak berkebutuhan khusus harus
mampu menyesuaikan diri dengan tata tertib sekolah, bersikap hormat terhadap guru
dan personl lainnya, serta mampu mengerjakan tugas dan bergaul secara harmonis
dengan teman-temannya.
Banyak masalah penyesuaian diri ini pada anak-anak berkebutuhan khusus
dibanding dengan yang ditemukan pada anak-anak normal. Hal ini dapat disebabkan
oleh berbagai faktor. Kadang-kadang masyarakat bersikap acuh tak acuh terhadap
anak berkebutuhan khusus, sering juga terjadi sebaliknya. Seringkali masyarakat
menempatkan mereka sebagai anak yang harus dikasihani., karena mereka
menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus tidak mungkin dan tidak akan pernah
dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan orang lain. Dapat pula tejadi karena anak yang
berkebutuhan itu sendiri measa giris (kurang memiliki keberanian) merasa rendah
diri dan merasa takut tidak bisa diterima oleh lingkungan.
Kepada anak berkebutuhan khusus semacam ini perlu diberikan bimbingan
baik dilakukan secara individu maupun dengan cara kelompok. Menumbuhkan
kepercayaan kapada diri sendiri, membimbing dalam bidang sosial, penyuluhan
pribadi, diajak berperan serta dalam kegiatan kelompok dan dibasakan bergaul dengan
masyarakat luas akan membawa mereka pada kemampuan dan kesanggupan untuk
sanggup berdiri sendiri secara wajar ditengah-tengah masyarakat umum.
Bimbingan karier
Bimbingan karier a untuk anak berkebutuhan khusus mempunyai peranan
yang sangat penting dalam mengembangkan karier di masa yang akan datang.
Bimbingan karier terutama ditunjukan untuk: (a) Membantu anak beekebutuhan
khusus dalam menialai kemampuan dasar yang dimilkinya, minatnya, sikap serta
kecakapan khusus yang mereka miliki, (b) Mengarahkan anak berkebutuhan khusus
kepada kemungkinan-kemungkinan pekerjaan yang sesuai dengan keterbatasan yang
ditimbulkan karena kecacatan yang disandangnya, (c) Memberikan bimbungan
khusus bagi anak luar biasa yang mendapat kesulitan dalam menentukan kariernya
dimasa yang akan datang, (d) Memberikan bantuan dan petunjuk bagi anak
berkebutuhan khusus tentang kemungkinan-kemungkinan lapangan kerja yang dapat
dimasuki dan dimana merka dapat menyalurkan keingunan bila telah selesai
mengikuti latihan kerja tertentu.
Jelaslah, bahwa bimbingan vokasional bagi anak berkebutuhan khusus
terutama ditunjukan kepada penyiapanmereka dalam menentukan pilihan bijaksana
tentang pekerjaan atau karier setelah mereka dididik atau dilatih dalam lembaga
pendididkan khusus bekerja. Misalnya.: dengan latihan kerja di asrama, magang di
kantor atau latihan secara khusus dibalai latihan kerja.
Dari ketiga bimbingan tersebut diatas, maka peran konselor sangat penting
untuk memberdayakan anaka berkebutuhan khusus karena anak dapat (1)
meningkatkan prestasi belajarnya, (2) anak dapat bersosialisasi dengan orang lain dan
memiliki rasa percaya yang tinggi (3) anak dapat mengembangakan bakat serta
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA,APRIL 2013,VOLUME 9, NOMOR.1
24
kariernya. Dengan demikian stigma masyarakat yang keliru tentang anak
berkebutuhan yang tidak mampu dan dipandang remeh dapat dibuktikan dengan
prestasi dan bakat yang dimilikinya. Anak berkebutuhan khusus dapat bersaing
dengan anak-anak normal pada umumnya.

Bimbingan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus | Pelayanan BK


Diposkan oleh niamah nn Label: BK Bagi Anak Berkebutuhan Khusus , Pelayanan Bimbingan Dan
Konseling

Counseling for children with special needs - Setelah mengetahui pengertian bimbingan dan konseling,
yaitu proses pemberian bantuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli agar konseli mampu
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan juga mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya
se_optimal mungkin secara mandiri.

Disini pemberian bantuan tidak hanya diberikan kepada anak yang normal saja, anak berkebutuhan
khusus juga perlu mendapatkan bantuan. Karena berdasarkan sejarah perkembangan pandangan
masyarakat terhadap anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) maka dapat dicatat bahwa kebutuhan anak-
anak berkebutuhan khusus dan keluarganya masih banyak yang terabaikan selama bertahun-tahun hingga
saat ini. Sejarah juga mencatat bagaimana tanggapan sebagian besar masyarakat terhadap keberadaan
anak-anak tersebut dan keluarganya. Sebagian besar masyarakat masih ada yang menganggap kecacatan
atau kelainan yang disandang oleh anak berkebutuhan khusus sebagai kutukan, penyakit menular, gila,
dan lain-lain. Akibat dari itu maka ABK dan keluarga ada yang dikucilkan oleh masyarakatnya. Ada
diantara ABK sendiri yang menarik diri tidak mau berbaur dengan masyarakat karena merasa cemas dan
terancam.

Kondisi tersebut tentunya membawa dampak langsung maupun tidak langsung terhadap tumbuh kembang
ABK, bahkan terhadap keluarganya (kedua orangtuanya). Thompson dkk(2004) menyatakan bahwa
pandangan atau penilain negatif dari lingkungan terhadap ABK dan keluarganya merupakan tantangan
terbesar selain kecacatan yang disandang oleh ABK itu sendiri dan dampaknya dapat dirasakan langsung
oleh yang bersangkutan beserta keluarganya. Bahkan cara pandang masyarakat yang negatif menjadi
stigma yang berkepanjangan (Rahardja, 2006). Dampak yang jelas sering ditemui adalah terhadap konsep
diri, prestasi belajar, perkembangan fisik, dan perilaku menyimpang. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
Thompson .(2004) bahwa pandangan negatif dari masyarakat terhadap kecacatan menyebabkan citra
diri yang negatif dari ABK.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka ABK membutuhkan "alat" agar dirinnya mampu mengatasi
hambatan yang dialaminnya dan mampu hidup mandiri sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
Alat itu diantarannya adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan diharapkan ABK memperoleh bekal
hidup dan mencapai perkembangan yang optimal. Namun, dengan menumpuknya berbagai permasalahan
yang dihadapi oleh ABK, tidaklah cukup melalui pendidikan dengan proses belajar mengajar dikelas.
ABK juga butuh layanan yang menduukung kepada keberhasilan belajar dan layanan memandirikan
untuk mencapai perkembangan yang optimal. Layanan itu adalah bimbingan dan konseling.

Meskipun pada dasarnya pelayanan Bimbingan dan Konseling yang memandirikan itu memang untuk
semua konseli, termasuk bagi konseli berkebutuhan khusus dan berbakat, namun untuk mencegah
timbulnya kerancuan perlu dikeluarkan dari cakupan pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang
memandirikan itu. Pelayanan bimbingan yang memandirikan dalam arti menumbuhkan kecakapan hidup
fungsional bagi konseli yang menyandang retardasi mental, harus dilayani oleh Pendidik yang disiapkan
melalui Pendidikan Guru untuk Pendidikan Luar Biasa (PG PLB). Dengan spesifikasi wilayah pelayanan
ahli konselor yang lebih cermat itu, kawasan pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang
memandirikan itu juga perlu ditakar secara tepat, karena untuk sebahagian sangat besar pelayanan
bimbingan yang memandirikan yang dibutuhkan oleh konseli yang menyandang kekurang-sempurnaan
fungsi indrawi itu juga hanya bisa dilakukan oleh Pendidik yang disiapkan melalui PG PLB dengan
spesialisasi yang berbeda-beda.

Pelayanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus akan amat erat kaitannya dengan
pengembangan kecakapan hidup sehari-hari (daily living activities) yang tidak akan terisolasi dari
konteks. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus merupakan
pelayanan intervensi tidak langsung yang akan lebih terfokus pada upaya mengembangkan lingkungan
perkembangan (inreach-outreach) bagi kepentingan fasilitasi perkembangan konseli, yang akan
melibatkan banyak pihak di dalamnya.

Permasalahan yang dihadapi anak berkebutuhan khusus pada hakekatnya sangat kompleks dan dapat
ditinjau dari berbagai segi. Secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu masalah hambatan
belajar (learning barrier), kelambatan perkembangan (development delay), dan hambatan perkembangan
(development disability).

1. Hambatan belajar
Munculnya permasalahan hambatan belajar anak berkebutuhan khusus dapat ditinjau dari dimensi proses
ataupun hasil. Dalam pandangan teori pemrosesan informasi, hambatan dalam dimensi proses merujuk
pada ketidakmampuan, ketidaksanggupan, kesulitan, kegagalan atau adanya rintangan pada individu
untuk menangkap informasi melalui kegiatan memperhatikan, mengolah informasi melalui kegiatan
mencamkan dan menafsirkan sehingga diperoleh pemahaman, interpretasi, generalisasi atau keputusan-
keputusan tertentu, menyimpan hasil pengolahan informasi tersebut dalam ingatan, dan menggunakan
atau mengekspresikan kembali dalam bentuk tindakan. Sedangkan hambatan dalam dimensi produk,
berarti kegagalan individu dalam mencapai prestasi sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, kegagalan
individu dalam meraih tujuan belajar yang diharapkan, atau kegagalan dalam penguasaan atau perubahan
perilaku sesuai yang diharapkan, baik dalam perilaku kognitif, afektif, ataupun psikomotor. Secara
akademik kegagalan tersebut akan tampak dalam penguasaan tiga ketrampilan dasar dalam belajar, yaitu:
membaca, menulis, dan atau berhitung (Sunardi, 2006).
Salah satu faktor penting yang memiliki kontribusi tinggi terhadap munculnya hambatan belajar pada
anak berkebutuhan khusus adalah faktor kesiapan individu untuk belajar, yaitu kesiapan anak dalam
merespon situasi yang dihadapkan kepadanya secara tepat, baik karena faktor fisik , mental, emosi, atau
sosial anak atau faktor lain yang bersumber pada faktor lingkungan, budaya, ataupun ekonomi. Akibat
kelainan yang dihadapi, anak berkebutuhan khusus sangat rentan terhadap munculnya berbagai hambatan
dalam belajar. Sedangkan hambatan belajar yang muncul hakekatnya dapat beragam sesuai dengan
kondisi anak dan komplesitas faktor-faktor yang mempengaruhi, dan khas atau unik untuk masing-
masing anak. Secara umum, hambatan belajar yang cenderung dihadapi oleh anak berkebutuhan khusus
antara lain hambatan belajar ketrampilan motorik, bahasa, kognitif, persepsi, emosi, dan perilaku adaptif
atau gabungan dari hal-hal tersebut. Dari dimensi akademis kesulitan tersebut dapat berupa kesulitan
dalam penguasan keterampilan dasar belajar, seperti menulis, membaca, dan berhitung. Hambatan belajar
seringkali muncul sejak anak usia pra-sekolah dan akan berkembang semakin berat dan kompleks jika
didukung oleh lingkungan yang kurang menguntungkan, terutama oleh lingkungan keluarga yang tidak
peduli terhadap permasalahan yang dihadapi anaknya. Dampak dikemudian hari, disamping akan lebih
sulit untuk diatasi juga dapat bersiko kepada mahalnya beaya pendidikan yang harus dikeluarkan. Belajar
adalah memberi pengalaman secara luas pada semua aspek perkembangan. Karena itu dalam membantu
mengatasi hambatan belajar anak harus dilakukan dengan membuka pengalaman secara luas kepada anak,
sehinga dapat membantu dan mendorong seluruh aspek perkembangan anak secara komprehensif dan
dilakukan sejak dini.

2. Kelambatan perkembangan
Dalam perkembangannya menjadi manusia dewasa, seorang anak berkembang melalui tahapan tertentu.
Sekalipun irama atau kecepatan perkembangan setiap anak berbeda-beda, namun muncul kecenderungan
bahwa pada anak berkebutuhan khusus beresiko terhadap munculnya kelambatan atau penyimpangan
perkembangan sesuai dengan umur dan milestone perkembangan, sehingga harus tetap diwaspadai.
Sebab, akibat kelainan, kecacatan, atau kondisi-kondisi terntentu yang tidak menguntungkan dan
menjadikannya anak berkebutuhan khusus, dapat berpengaruh atau menghambat perkembangan
kemampuan, prestasi, dan atau fungsinya, dapat menjadikan anak memerlukan waktu yang lebih lama
dalam belajar menguasai keterampilan tertentu dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya,
atau menjadikan datangnya kematangan belajar menjadi terlambat. Anak-anak berkebutuhan khusus, baik
karena kecatatan atau akibat kondisi tertentu dapat menyebabkan functional isolationism 'isolasi diri'
yaitu kecenderungan mempertahankan untuk mengurangi kegiatan interaksi sosial, aktivitas, dan perilaku
eksploratori. Akibatnya, anak menjadi tidak aktif, apatis, dan pasif, malu, malas, dan kurang motivasi.
Dalam keadaan demikian, aspek-aspek esensial dan universal yang diperlukan untuk perkembangan
optimal menjadi ditekan, sehingga tidak berfungsi sebagai mana mestinya, dan akhirnya memunculkan
kelambatan dalam perkembangannya. Untuk mengidentifikasi apakah anak mengalami kelambatan
perkembangan, cara yang paling mudah adalah dengan membandingkan taraf kemampuan anak sesuai
dengan anak-anak seusianya. Bila dijumpai adanya keterlambatan atau penyimpangan, maka harus
dicurigai apakah kelambatan tersebut merupakan variasi normal atau suatu kelainan yang serius sebagai
akibat kelainan atau kecacatannya, dan apabila hal tersebut diguga kuat akibat kelainan atau
kecacatannya, maka hendaknya dilakukan penanganan secara intensif dan sedini mungkin agar tidak
berkembang semakin kompleks dan upaya mengatasinya tidak semakin sulit, anak dapat mengejar
ketertinggalannya, serta untuk memperkecil potensi terhadap terjadinya kelambatan dalam perkembangan
selanjutnya. Pada umumnya, dokter menjadi orang pertama yang mengidentifikasi faktor-faktor resiko
yang berhubungan dengan kelambatan perkembangan dan kelainan. Hal ini dikarenakan dokter
merupakan orang yang paling sering berhubungan dengan orang tua (terutama ibu-ibu) sehingga
memiliki data dan informasi yang terkait dengan riwayat/catatan kesehatan ibu dan anaknya selama
mengandung, saat melahirkan, maupun setelah lahir, sehingga dapat mengetahui apakah bayi tersebut
memiliki faktor resiko atau tidak, berkelainan atau tidak, serta memberikan saran-saran terhadap orang
tua dalam beradaptasi dengan anaknya (Fallen dan Umansky,1985). Dalam pandangan ekologis,
kelambatan perkembangan pada anak berkebutuhan khusus dapat terjadi sebagai dampak
ketidakmampuan lingkungan, terutama orang tua dan orang lain yang signifikan (misal pengasuh) untuk
menjalin interaksi yang seimbang, selaras, dan berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak (progressive macthing). Untuk itu lingkungan melalui interaksi yang diciptakannya,
harus dapat menjadi partner bagi laju perkembangan normal anak.

3. Hambatan perkembangan
Antara hambatan belajar, kelambatan perkembangan, dan hambatan perkembangan merupakan hal
sebenarnya sulit untuk dipisahkan karena saling terkait satu dengan yang lain, namun dapat dibedakan.
Secara umum, kelambatan perkembangan lebih menekankan kepada dimensi tahapan perkembangan,
sedangkan hambatan perkembangan lebih fokus kepada terjadinya kesulitan, kegagalan, rintangan, atau
gangguan dalam satu atau lebih aspek perkembangan. Adanya hambatan dalam aspek perkembangan
tertentu dapat berdampak kepada kelambatan perkembangan yang tertentu pula, dengan kata lain
kelambatan perkembangan tertentu hakekatnya merupakan manifestasi adanya hambatan dalam satu atau
lebih aspek perkembangan. Sedangkan terjadinya hambatan perkembangan juga tidak lepas dari adanya
hambatan dalam belajar. Sebagaimana diketahui bahwa akibat kelainan atau kondisi-kondisi tertentu yang
dialaminya anak berkebutuhan khusus, secara potensial memiliki resiko tinggi terhadap munculnya
hambatan dalam berbagai aspek perkembangan, baik fisik, psikologis, sosial atau bahkan dalam totalitas
perkembangan kepribadiannya. Untuk memahami tentang hambatan perkembangan pada anak
berkebutuhan khusus, kita tidak bisa melepaskan diri dari kajian tentang perkembangan manusia pada
umumnya. Dalam pandangan ekologi, perkembangan manusia merupakan hasil dinamika interaksi atau
transaksi antara kekuatan internal dan kekuatan eksternal. Interaksi merupakan dasar bagi perkembangan
manusia. Interkasi diartikan sebagai aktivitas saling mempengaruhi, sedangkan bentuk interaksi yang
terjadi kemungkinan adalah individu dipengaruhi lingkungan, lingkungan dipengaruhi individu, atau
individu dan lingkungan secara dinamis berinteraksi satu sama lain sehingga mengalami perubahan. Atas
dasar ini, keragaman perilaku dan perkembangan hanya dapat dipahami secara utuh dalam konteks
individu tersebut dengan lingkungannya. Individu adalah bagian tak terpisahkan dari lingkungannya.
Anak adalah bagian dari sistem, terutama terhadap lingkungan yang terdekatnya (mini social system).
Keragaman terjadi sebagai hasil transaksi antara masing-masing individu dengan lingkungannya yang
tiada henti (intensif dan berkesinambungan) dalam suatu proses yang dinamis dan saling mempengaruhi.
Hambatan perkembangan pada anak berkebutuhan khusus dapat terjadi apabila dalam keseluruhan atau
sebagian interaksi antara anak berkebutuhan khusus dengan lingkungan, lingkungan kurang mampu
menyediakan struktur kemudahan, kesempatan atau peluang, stimulasi atau dorongan, dan keteladanan
bagi berkembangnya fitrah, potensi, atau kompentensi pribadi anak berkebutuhan khusus secara positif,
fungsional, serta bermakna bagi perkembangan optimal anak. Kondisi ini pada umumnya ditandai dengan
adanya gaps, discrepancy, disparity, discordance, disharmony, atau imbalance antara kemampuan anak
dengan tuntutan lingkungan.
Munculnya hambatan perkembangan pada anak, sebagai hasil interaksi yang tidak positif, fungsional, dan
bermakna antara anak berkebutuhan khusus dengan lingkungannya, dapat termanifestasi dalam salah satu
atau lebih aspek perkembangan, meliputi perkembangan konsentrasi, atensi, persepsi, motorik, interaksi
dan komunikasi, serta perkembangan emosi, sosial, dan tingkah laku, atau gabungan dari hal-hal tersebut.
Diantara hambatan-hambatan perkembangan di atas, hambatan emosi, sosial, dan perilaku merupakan
masalah-masalah yang banyak ditemui pada anak-anak berkebutuhan khusus. Anak dengan hambatan
perkembangan emosi, sosial, dan perilaku pada umumnya ditandai dengan ketidakmampuannya untuk
menyesuaikan diri secara tepat terhadap lingkungannya atau munculnya gejala-gejala perilaku yang tidak
diharapkan berdasar atas kriteria normatif yang berlaku di lingkungannya. Hambatan emosi yang terjadi
pada anak-anak berkebutuhan khusus, pada umumnya disebabkan oleh adanya deprivasi emosi, yaitu
kurangnya kesempatan yang diberikan oleh lingkungan, terutama orang tua, kepada anak untuk
mendapatkan pengalaman emosional yang menyenangkan, khususnya cinta, kasih sayang, perhatian,
kegembiraan, kesenangan, kepuasan, dan rasa ingin tahu. Hal ini mengingat tidak ada satu orang tua pun
yang mengharapkan anaknya lahir dalam keadaan cacat atau berkelainan, karena itu kehadiran anak
berkebutuhan khusus (cacat) di tengah-tengah keluarga cenderung melahirkan berbagai krisis psikologis.
Pertama, krisis kematian simbolik (symbolic death) yaitu hancurnya cita-cita terhadap anak yang
didambakan, dan kedua, krisis yang berkaitan dengan perawatan bimbingan, pendidikan, dan
pengasuhan. Kondisi ini yang pada akhirnya kemudian bermuara kepada lahirnya sikap-sikap penolakan,
dan sikap ini dapat terus berlangsung sepanjang kehidupan anak. Sikap penolakan menjadikan
keberfungsian orang tua selaku pengasuh, pembimbing, dan pendidik anaknya tidak berlangsung
sebagaimana mestinya. Sementara itu, pola emosi pada masa anak-anak menunjukkan kecenderungan
untuk tetap bertahan kecuali jika anak yang bersangkutan mengalami perubahan radikal dalam segi
kesehatan, lingkungan, atau hubungan personal atau sosialnya. Karena itu apabila hal ini berlangsung
pada masa kanak-kanak, apalagi terus berlanjut dalam waktu yang relatif lama, jelas tidak akan
menguntungkan bagi perkembangan emosi anak, karena akan lebih banyak belajar dari keluarga atau
lingkungannya tentang respon-respon yang tidak menyenangkan (unpleasant response) dari pada
kesempatan untuk belajar dari respon yang menyenangkan (pleasant response). Dengan kata lain anak
akan mendapat sedikit kesempatan untuk belajar mengekspresikan dan mengendalikan emosinya secara
tepat menuju tercapainya kesimbangan emosi.

Anda mungkin juga menyukai