Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut International Headache Society (IHS) migren adalah nyeri kepala
vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri
biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai
berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau muntah,
fotofobia, dan fonofobia.1
Menurut Research Group on Migraine and Headache of the World Federation
on Neurology adalah kelainan familial dengan karakteristik serangan rekuren
pada kepala dengan intensitas, frekuensi, dan lama yang bervariasi. Nyeri kepala
biasanya unilateral, umumnya disertai anoreksia, mual dan muntah. Dalam
beberapa kasus migren ini didahului atau bersamaan dengan gangguan
neurologik dan gangguan perasaan hati.2

2.2 Epidemiologi
Migren timbul pada 11% masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta
orang. Migren dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang
hidupnya. Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun.3
Prevalensi migren ini beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis
kelamin. Migren dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa. Migren
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah
pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun. Onset migren
muncul pada usia di bawah 30 tahun pada 80% kasus. Migren jarang terjadi
setelah usia 40 tahun.3
Wanita hamil pun tidak luput dari serangan migren yang biasanya menyeang
pada trimester I kehamilan. Risiko mengalami migren semakin besar pada orang
yang mempunyai riwayat keluarga penderita migren. Risiko seorang anak
menderita migren sebesar 70% bila kedua orang tuanya menderita migren, bila
salah satu orang tua menderita migren maka resikonya 45% dan bila keluarga
dekat maka resiko mendapat migren 30%.4,5

Gambar 2.1. Penyebaran angka kejadian migren di dunia

Sumber: (Srivasta,2010)5
Gambar 2.2. Angka kejadian migren berdasarkan jenis kelamin

Sumber: (Srivasta,2010)5

2.3 Etiologi
Penyebab pasti migren tidak diketahui, namun 70-80% penderita migren
memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migren juga. Risiko terkena
migren meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migren
dengan aura. Namun, dalam migren tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang
mendasarinya, walaupun secara umum menunjukkan hubungan antara riwayat
migren dari pihak ibu. Migren juga meningkat frekuensinya pada orang-orang
dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial myopathy,
encephalopathy, lactic acidosis, and stroke like episodes). Pada pasien dengan
kelainan genetik CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with
subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul migren dengan
aura.1,4
Beberapa hal yang dapat mempresipitasi migren yaitu, sebagai berikut :6

1. Perubahan hormonal
2. Stress
3. Tidur berlebihan atau kurang tidur
4. Dalam pengobatan dengan menggunakan obat vasodilator
5. Merokok
6. Paparan cahaya yang terlalu menyilaukan
7. Bau tidak sedap
8. Trauma kepala
9. Perubahan cuaca
10. Rasa mual
11. Stimulus dingin
12. Terlambat makan

2.4 Klasifikasi
Menurut The International Headache Society (2013), klasifikasi migren adalah
sebagai berikut:7
1. Migren tanpa aura
2. Migren dengan aura
Migren dengan tipikal aura
Tipikal aura dengan sakit kepala
Tipikal aura tanpa sakit kepala
Migren dengan brainstem aura
Hemiplegic migren
Familial hemiplegic migren (FHM)
- Familial hemiplegic migren type 1
- Familial hemiplegic migren type 2
- Familial hemiplegic migren type 3
- Familial hemiplegic migren, other loci
Sporadic hemiplegic migren
Retinal migren
3. Chronic migren
4. Complications of migren
Status migrainosus
Persistent aura without infarction
Migrainous infarction
Migren aura-triggered seizure
5. Probable migren
Probable migren without aura
Probable migren with aura
6. Episodic syndromes that may be associated with migren
Recurrent gastrointestinal disturbance
Cyclical vomiting syndrome
Abdominal migren
Benign paroxysmal vertigo
Benign paroxysmal torticollis
2.5 Patofisiologi
A. Teori vaskular
Pada tahun 1940-an dan1950-an, teori vaskular diusulkan sebagai penjelasan
patofisiologi nyeri kepala migren. Wolff dan kawan-kawan percaya bahwa
vasokontriksi intrakranial bertanggung jawab atas migren dengan aura, dan
rebound vasodilatasi yang berikutnya dan aktivasi nervus nosiseptif
perivaskular menyebabkan nyeri kepala. Teori ini berdasarkan observasi
bahwa (1) pembuluh darah ekstrakranial menjadi tegang dan berdenyut
selama serangan migren, (2) stimulasi pembuluh darah intrakranial pada
pasien yang sadar menginduksi nyeri kepala, dan (3) vasokonstriktor seperti
golongan ergot dapat meningkatkan nyeri kepala dan vasodilator seperti
golongan nitrogliserin dapat memprovokasi serangan.5,8
B. Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh
para neurologist di dunia. Pada saat serangan migren terjadi, nervus
trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam
jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah
multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang
tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin,
adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar
di sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam
sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal,
dan sistem urologenital. Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP
dapat menimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian
nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi
adalah hipotensi dan takikardia. CGRP adalah peptida yang memiliki aksi
kerja sebagai vasodilator poten. Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor
yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita migren yang sedang
tidak mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas neuron pada korteks
serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari studi rekaman MRI
dan stimulasi magnetik transkranial. Hipereksitabilitas ini menyebabkan
penderita migren menjadi rentan mendapat serangan, sebuah keadaan yang
sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada
saat serangan migren, sering terjadi alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena
jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode migren. Mekanisme
migren berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan
cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan
aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular
yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah,
maka menimbulkan nyeri berdenyut.5

C. Teori cortical spreading depression (CSD)


Patofisiologi migren dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading
depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia
nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti
dengan gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk
irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD
ialah pelepasan kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan
neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus,
memulai terjadinya migren. Pada migren tanpa aura, kejadian kecil di neuron
juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren.
Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk
dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-related
peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma.
Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah
inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD,
migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang
otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak.
Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang
bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin, misalnya Proklorperazin,
dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat menghilangkan migren dengan
efektif.8

Daftar Pustaka

1. Sjahrir, H., Machfoed, M.H., Suharjanti, I., Basir, H., Surbakti, K.P.,
Mutiawati, E. Konsensus Nasional IV. Diagnostik dan penatalaksanaan nyeri
kepala. Kelompok Studi Nyeri Kepala Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI) Airlangga University Press:Surabaya. 2013
2. Markam S. Penuntun neurologi. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher.
2013
3. Adam R.D., Victor M., Ropper A.H. Principles of neurology.8th ed. McGraw
Hill: New York.2005
4. Gilroy, J. Basic neurology.3rd ed. Michigan: McGraw-Hill. 2000. p 123-126.
5. Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migren and related headache.
2010 Mar 29 [cited 2016 July 13]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview
6. Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 2005. p.289-300.
7. Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society.
International classification of headache disorders, 3rd ed. 2013
8. Harsono. Kapita selekta neurologi 2nd ed. Gajah Mada University Press:
Yogyakarta. 2003. p. 253-262.

Anda mungkin juga menyukai